Cat's 'I Love You'
.
Sebuah fanfiksi singkat gaje.
.
Yuri on Ice tetep milik Ibunda Mitsuro Kubo ~*hoi*
Di suatu hari, kau berencana mengunjungi seseorang yang istimewa. Kau memutar kenop pintu kafe itu lalu membukanya. Gemerincing bel pintu terdengar saat kau meninggalkan pintu yang tertutup di belakang punggungmu. Kau bergegas mencari sosok orang istimewa tersebut. Badannya pendek tak berisi, rambutnya pirang agak panjang dengan poni menutup mata serta hobi mengenakan sesuatu bermotif macan.
"Oh, Otabek," sahutnya dari sudut ruangan. Ia melambaikan tangannya. Kali ini, ia mengenakan kaus bergambar kepala macan dipadu dengan kardigan tipis. Tanpa respon, kau berjalan mendekatinya dan duduk di kursi di hadapannya. Kursimu berderit sekali.
"Bagaimana kabarmu?" tanyamu sambil melepas kacamata hitammu.
"Baik. Kau?"
"Kabarku baik."
Kau mengusap tengkukmu sekali. Ah, betapa beruntungnya dirimu yang terlihat cool itu, hai Otabek.
"Kau sudah pesan?" tanyamu lagi padanya.
"Sudah. Mau kumintakan menu untukmu?" Ia balik bertanya. Nada suaranya terdengar ceria.
"Boleh."
Empat menit, lima menit berlalu. Pesanannya tiba bersama dengan buku menu, yang segera diberikan padamu. Tak berapa lama, kau menutup buku menu tersebut lalu memberikannya pada sang pelayan.
"Latte art tiga dimensi?"
"Bagus, kan?" Kau bisa melihat binar cerah di matanya. "Bentuk kucingnya dari busa susu! Sayang sekali tidak ada yang berbentuk macan..."
Kau hanya tersenyum sambil memandanginya berceloteh dengan berapi-apinya. Aura yang terpancar dari ekspresi wajahnya begitu berbeda dari saat ia bersama orang lain. Kau bisa merasakan kehangatan yang meliputinya bersemu di kedua pipimu, bahkan saat ia selesai berbicara.
Di saat itulah kau menyadari bahwa ia tengah menatapmu.
Saat kalian bertemu pandang, ia memejamkan matanya dalam gerakan lambat.
Tiga, empat detik kemudian, kedua matanya terbuka kembali.
"Yuri?" panggilmu.
"Ha? Ada apa?"
Kau merasa heran dengan perilakunya barusan, sampai-sampai lupa menjawab pertanyaannya. Dia hanya berdecak, lalu mengatakan sesuatu – masih dengan nada bicaranya yang seperti preman itu.
"Kau masih di sini?"
"Begitulah," responmu singkat.
Helaan nafasnya terdengar lega. Kau bisa melihat senyumannya.
"Baguslah."
Kau pun ikut-ikutan tersenyum kecil ke arahnya. Senyumnya bertambah lebar, lalu berubah menjadi tawa. Dan seperti yang kau dan semua orang ketahui, tawa itu menular. Kalian pun tertawa bersama, riang. Kalian mungkin tak sadar bahwa kini ada dua cangkir latte hangat di atas meja, menambah hangat keakraban.
Hei, ketahuilah. Dia pun menyukaimu.
