Demam

Fukigen na Mononokean © Kiri Wazawa

Selamat membaca!

.

.

.

.

.

Rasanya aneh memang, mengingat Abeno berhenti bekerja di Mononokean dan menjadi mahasiswa kedokteran. Lalu, lalu, saat Abeno menawari berbagi flat dengan alasan, "Kita berada di satu lingkungan universitas, dan untuk menghemat biaya sewa."

Ashiya terkekeh. Rasanya lucu mengingat wajah Abeno saat itu. Terpoles rona merah yang tipis. Seperti gadis yang malu-malu ingin menyatakan perasaan.

"Kau berisik,"

Oh, astaga. Apa tawa Ashiya membangunkan Abeno?

"Pagi, Abeno-san,"

"Hn."

Ashiya menyunggingkan senyum dan menutup tubuh Abeno dengan selimutnya. Lalu tangannya memeras kompres setelah terendam air es.

"Hei," Abeno melirik, lalu menggulingkan tubuhnya ke kiri. Menghadap Ashiya yang akan meletakkan kompres di dahinya. "Untuk apa, aku tidak sa—hatchoo!"

"Abeno-san sakit karena terlalu lama menungguku di perpustakaan. Itu salah Abeno-san yang tidak menutup jendela, padahal sedang hujan deras."

"Aku tidak menerima omelanmu."

Ashiya menghela napas dan menyibakkan rambut Abeno, lalu menarik kompresnya hingga ke dahi. (Sebelumnya, Ashiya menaruh kompres tepat pada mata Abeno).

"Mau sup?"

"Tidak, kau gila. Aku harus berangkat sekarang—ttchi!"

Ashiya mendengus kesal. Kenapa pria di hadapannya ini tidak mau istirahat barang sehari saja. Walau flat mereka berada di lingkungan universitas, tetapi jalan menuju fakultas kedokteran tidaklah sedekat ruang tamu sampai dapur.

"Apa? Kau mau protes?"

"Abeno-san, kau demam. Kau harus istirahat."

Ashiya pikir, ayolah, kapan Abeno akan menyerah dan bed rest selama satu hari. Tapi, itu tidak mungkin. Memang benar kata Rippou, Abeno menggemaskan.

"Kau pikir semudah itu meninggalkan kelas hanya karena dem—mmph!"

Jika Abeno sedang sehat, mana mungkin Ashiya berani melakukannya. Mencium dan menggigit bibir Abeno. Terkadang memberi kecupan-kecupan singkat dan saliva yang bercampur. Walau tetap saja hal ini menguji adrenalin Ashiya.

Ashiya mengakhirinya dengan kecupan lembut dan menatap wajah Abeno. Dan oh, lihat! Wajah Abeno sangat merah.

"Dasar bocah-lima-tahun, beraninya kau!"

Abeno memekik kesal, sedangkan Ashiya tertawa keras. Sungguh, Ashiya tidak menyesal telah mencium Abeno. (Kalau boleh, Ashiya bersyukur karena gemas pada Abeno).

"Abeno-san sangat lucu, wajahmu merah!"

Bagi Abeno, suara tawa Ashiya adalah suara yang sangat menjengkelkan. Tapi, rasa pening dan hidungnya yang tersumbat membuatnya menghela napas. Membiarkan Ashiya bersenang-senang, tertawa melihatnya.

"Ashiya," suara Abeno lebih lirih dari biasanya, namun mampu membuat tawa Ashiya mereda. Lalu Abeno menggulingkan tubuhnya ke kanan. Menghadap dinding dan memunggungi Ashiya. "Dingin, peluk aku."

Astaga, Abeno sangat menggemaskan!

Ashiya kembali terkekeh, lalu memeluk Abeno erat.

"Biasanya Abeno-san yang memelukku, lho,"

Ashiya tertawa pelan dan memeluk Abeno gemas. Sedangkan Abeno membiarkan Ashiya, asal tubuhnya terasa hangat.

"Dan ah, aku tak menyesal menolak masukkan dari Abeno-san untuk membeli penghangat ruangan sepekan lalu."

"Diamlah."


Ini fik nyaris satu tahun yang lalu dan hanya saya publish di situs sebelah. Akhirnya fandom ini ada di ffn dan bisa saya publish di sini!