LUMER
Bagian 1
Severus Snape, Hermione Granger, Harry Potter, Ron Weasley dan pemeran-pemeran figuran semua kepunyaan JK Rowling
Rate T, Friendship, most Hermione's POV. No pair, AU—no magic here—err... maybe #kedipkedip!
Semua tentang iceskating Ambu dapat dari wikipedia. Mohon bimbingannya!
-o0o-
Jadi. Di sinilah aku berada kini!
Aku melompat dari jenjang pintu kereta api merah Hogwarts Express yang sudah membawaku ke sini dari King's Cross. Ke sini, ke Hogsmeade.
Stasiunnya kecil. Sepertinya khusus dibangun hanya untuk para pelajar Hogwarts Arts. Dan inilah perhentian terakhir Hogwarts Express, setelah tadi sempat 3 kali berhenti menurunkan siswa Hogwarts Arts jurusan lain, di lokasi sekolah yang lain pula.
Lokasi kampus Hogwarts Arts kali ini adalah untuk para siswa jurusan Ballet, Ice Skating dan Ice Hockey. Ya, Hockey. Aku sendiri tak tahu, kenapa bidang olahraga itu bisa di golongkan ke dalam Art. Tapi, ya sudahlah. Kalau tidak ada jurusan Ice Hockey, aku akan sendirian dalam perjalanan ini. Soalnya, dalam kompartemenku tadi, aku berkenalan dengan 2 anak laki-laki, jurusan Ice Hockey, dan sepertinya mereka cukup menyenangkan.
"Woy, Hermione, maju sedikit! Aku tak bisa keluar—"
Nah, yang itu, berambut hitam dan berkacamata, namanya Harry Potter. Katanya posisinya Forward. Agak susah membayangkan dia bermain agresif dengan kacamata itu, tapi percayalah, dia tak akan berada di Hogsmeade ini kalau prestasinya buruk. Semua yang ada dalam kereta adalah pemain terbaik dalam bidangnya, yang sudah lulus seleksi.
Aku maju sambil minta maaf sudah menghalangi jalan. Tapi, bukankah ini perhentian terakhir Hogwarts Express? Jadi, nggak akan maju lagi dalam waktu dekat kan? Jadi, nggak harus turun buru-buru kan?
Tapi, para pemain ice hockey memang bawaannya besar-besar. Tongkatnya sudah pasti panjang-panjang. Jadi aku berjalan sedikit, menenteng tas sepatu-esku, dan menunggu mereka berdua turun.
Yang satunya lagi, Ronald Weasley, rambutnya kemerahan. Posisinya Keeper—mereka menyebutnya Goaltender atau Goalie, dan kalau melihat jangkungnya, mungkin ia akan menutupi gawang dengan keseluruhan badannya—
"SEMUA NAIK KE KERETA LUNCUUUUR!"
Astaga! Orang itu, suaranya begitu besar, walau tanpa mikrofon! Sebesar badannya! Mungkin tingginya dua setengah meter! Dan kumis beserta janggut yang menutupi wajahnya—membuatnya bagai raksasa!
Kami anak-anak kelas satu menurut, masuk ke kereta luncur terdekat. Kakak-kakak kelas masuk sambil bersenda gurau, malah mereka berani memukul main-main badan raksasa itu! Dan raksasa itu malah terkekeh-kekeh pada kakak-kakak kelas.
Sepertinya ia raksasa baik hati.
Tapi aku kembali melihat-lihat situasi sekeliling. Aku naik kereta luncur bareng Harry dan Ron lagi. Lalu, sepertinya koper-koper kami sudah diangkut oleh kereta-kereta luncur seperti ini juga, berjalan di depan kami.
Dan tahukah kalian? Kereta luncur cantik ini ditarik rusa-rusa! Yang tanduknya bercabang! Aih! Aku melihat-lihat mencari rusa yang berhidung merah, jangan-jangan ada Rudolf di sini! Hihi, ternyata tak ada! Tapi rusa-rusa ini sangat jinak, sepertinya mereka sudah tahu jalan. Mereka berjalan maju tanpa dikusiri siapa-siapa!
Dan aku baru sadar. Kenapa jurusan Seni Lukis, jurusan Seni Patung, dan sebagainya, lokasi kampusnya agak ke Selatan, sedangkan kami kampusnya ada di utara Skotlandia? Es, saudara-saudara! Di mana-mana es! Padahal sekarang kan baru bulan September! Jadi, kita bisa berlatih di mana-mana dong! Tak usah harus mencari skating rink lagi seperti di Heathrow kalau mau latihan!
Er .. oya, kenalkan namaku Hermione Granger. Umurku 11, nyaris 12. Umur 3 tahun, Mum memasukkanku ke sekolah ballet, karena aku tak bisa diam, menari-nari kalau mendengar suara musik klasik. Mum sebenarnya agak heran, karena Mum dan Dad keduanya dokter gigi, dan keduanya tak punya bakat seni. Paling-paling kesukaan mendengarkan musik klasik, atau kepandaian berdansa pas-pasan, lumayan untuk tak malu saling injak kaki dalam pesta dansa akhir tahun dengan para kolega.
Aku cepat merasa bosan. Aku ingin cepat bisa menari ballet dengan sepatu yang berjinjit itu, pointee, tapi itu kan baru bisa dilakukan setelah umurku 14 tahun, setelah tulangku padat. Dan aku melirik pada iceskating! Dalam iceskating, sepertinya semua orang menari dengan berjinjit!
Dengan cepat aku menjadi murid iceskating terbaik di sekolahku. Dan guruku menawarkan sekolah internat ini, Hogwarts Art. Orangtuaku setuju, setelah banyak bujukan, dariku, dari guru-guru iceskatingku, bahkan guru sekolah umumku! Aku ikut seleksi, dan lulus.
Jadi, di sinilah aku berada sekarang!
-o0o-
Ruangannya besar, langit-langitnya tinggi, dan lampu-lampunya lampu gantung klasik! Tadi aku terpesona saat kereta-kereta luncur kami berhenti di pintu samping kastil ini. Kastil! Benar-benar kastil!
Tapi kami murid-murid baru tidak masuk lewat pintu utama. Kereta-kereta luncur kami berhenti di pintu samping yang lebih kecil. Dan kami masuk ke ruangan agak kecil, merapikan diri, lalu diabsen. Baru kami masuk ke ruangan besar ini, dan duduk di tempat yang sudah ditentukan.
Ada tiga meja sangat panjang di ruangan ini. Masing-masing satu untuk tiap jurusan. Dan di tempat yang biasanya untuk panggung, duduklah para guru di sana.
Menurut kakak kelas yang tadi dengan ramah menyuruhku duduk, pengaturan seperti ini hanya ada di awal tahun ajaran dan akhir tahun ajaran. Di awal tahun ajaran, ada acara perkenalan untuk kelas satu, sedang di akhir tahun ajaran akan ada pengumuman tentang prestasi apa saja yang sudah kami terima—di dalam Hogwarts ataupun di luar. Selain kedua acara itu, kami akan makan di ruangan ini—Aula Besar—dengan posisi bebas. Di mana saja sesukamu!
Aku makin antusias. Sepertinya sangat menarik! Aku melihat-lihat ke kanan dan ke kiri. Meja panjangku berada di tengah, di kiri ada meja jurusan Ballet, dan di kanan ada meja jurusan Ice Hockey.
Sepertinya Harry dan Ron sudah betah, karena mereka sudah becanda dengan kakak-kakak kelasnya. Tapi begitu mata mereka menangkapku, mereka melambai-lambai.
Aku melambai balik.
Tapi, acara sepertinya sudah akan dimulai.
Seorang laki-laki berumur, janggut panjang keperakan, kacamata bulan separuh, masuk ke deretan kursi-kursi guru, diikuti serombongan guru. Ia langsung menuju kursi tepat di tengah. Mengambil mikrofon yang sudah disediakan, ia menyambut mereka siswa-siswa.
Jadi, ia adalah Albus Dumbledore, Kepala Sekolah Hogwarts Arts di Hogsmeade. Sepertinya sudah sangat tua, tapi dari cara jalannya, ia terbiasa berlatih. Masih nampak tegap. Ia memperkenalkan guru-guru pada anak-anak kelas satu.
Wakil Kepala Sekolahnya adalah Minerva McGonagall. Sekaligus guru teori untuk Ice Skating. Sepertinya guru-guru di sini semua terbiasa berlatih, karena walau umur mereka sudah lanjut, tapi perawakan mereka terawat.
Kami di sini juga belajar seperti sekolah umum biasa, pelajaran biasa. Septima Vector mengajar Matematika dan Fisika. Pomona Sprout mengajar Biologi. Cuthbert Binns mengajar Humaniora, seperti Sejarah dan lain-lain. Sybill Trelawney mengajar Bahasa dan Sastra. Kami dianjurkan untuk memanggil nama mereka diawali dengan Madame dan Monsieur. Berasa di Prancis—
Selain itu ada, banyak instruktur untuk praktek. Ada yang khusus untuk Ice Skating, Ice Hockey, atau pelatih Ballet. Tetapi juga ada yang umum, untuk ketahanan tubuh, misalnya Madame Rolanda Hooch. Yang khusus Ice Skating, tidak semuanya perempuan. Justru yang langsung menarik perhatianku adalah Monsieur Igor Karkaroff dan Monsieur Severus Snape. Sepertinya mereka ... aneh. Atau ... asing?
Beberapa waktu kemudian aku menemukan bahwa Monsieur Karkaroff itu berasal dari Bulgaria. Pantaslah. Selain dari logat bicaranya, namanya juga asing, kan?
Tapi Monsieur Snape itu asli Inggris! Seharusnya lebih familiar kan? Sedangkan ini, seperti berasal dari planet yang jauuuuh sekali!
Oke, mungkin itu hanya kesan. Nanti kita lihat saat ia mengajar. Sekarang, Monsieur Dumbledore akan mengakhiri sambutannya.
"Oya, jangan lupa. Untuk mereka yang baru datang, dan juga untuk mereka yang sudah lama di sini tetapi mudah lupa, aku ingatkan: hutan di belakang kastil itu adalah Hutan Terlarang. Jangan sekali-kali ke sana, kecuali kalau kau sudah tak sayang lagi pada nyawa!"
Semua tertawa. Aku tak tahu apa yang harus ditertawakan, apakah larangan itu memang serius? Tapi aku ikut tertawa saja. Dan acara berikutnya: makan!
Makanannya enak-enak! Walau menurut kakak kelas, makanan enak hanya keluar tiga kali, saat awal tahun ajaran, saat menjelang libur Natal, dan saat akhir tahun ajaran. Selebihnya, kau tahu sendirilah! Penari ballet dan ice skating harus berbadan langsing, sementara pemain ice hockey justru harus punya asupan protein memadai. Tepatnya, diet!
Tapi, yang penting sekarang makan, lalu kami akan dibagi kamar. Jadi acara berikutnya: tidur! Rasanya aku sudah lelah sekali!
Kami berlima dalam satu kamar. Beda-beda jurusan, tetapi satu angkatan. Aku sekamar dengan Luna Lovegood dan Ginevra Weasley—ternyata dia bersaudara dengan Ron—satu jurusan denganku, dan kembar Padma-Parvati Patil, jurusan Ballet. Perkenalan kami belum begitu jauh, soalnya kami sudah mengantuk.
-o0o-
Keesokan harinya, belum ada pelajaran untuk kelas satu. Acaranya, pembagian jadwal pelajaran, tour keliling kastil untuk melihat kelas-apa-letaknya-di-mana, pengukuran badan untuk pembuatan kostum dan juga sepatu, pemeriksaan fisik oleh Matron Madame Pomfrey untuk mengetahui kami mengidap penyakit apa atau alergi apa saja, dan sebagainya. Segala tetek-bengek ini memakan waktu seharian.
"Jangan lupa," saat selesai tour keliling kastil, Madame McGonagall mengulang peringatan Monsieur Dumbledore tadi malam, "Jangan sekali-kali berpikiran untuk masuk ke Hutan Terlarang kalau kalian masih sayang nyawa!"
Wajah Madame McGonagall serius sekali, sehingga aku langsung mengambil kesimpulan bahwa larangan itu tidak main-main!
"Kenapa begitu, Madame?" Luna malah bertanya.
"Banyak binatang liar berbahaya, Miss Lovegood! Dan itulah sebabnya pondok Rubeus Hagrid berada di perbatasan Hutan Terlarang: guna mencegah kalian masuk ke sana. Ingat-ingat itu!"
Kami mengangguk-angguk. Dan meneruskan tour.
Hari-hari berjalan dengan cepat. Pelajaran demi pelajaran diberikan, baik khusus maupun pelajaran umum. Peer menumpuk. Keluh kesah mulai terdengar, baik itu tentang peer Fisika maupun tentang trik berputar yang harus diulang latihannya karena belum sempurna.
Tapi itu semua kami nikmati dengan gembira. Aku mulai mengenal teman-temanku, sejurusan, seangkatan, sampai ke kakak-kakak kelas. Kami bergabung bersama satu angkatan saat pelajaran umum, dan bergabung bersama seluruh jurusan dan seluruh angkatan saat makan.
Selain itu, hari Sabtu dan Minggu kami punya saat bebas. Kami bisa berjalan-jalan sekeliling kastil, bisa juga pergi ke Hogsmeade. Konon di sepanjang jalan utama Hogsmeade terdapat banyak toko, kedai minum, macam-macam.
Sabtu pertama kuisi dengan berkeliling di seputaran kastil bersama Luna dan Ginny. Di halaman kastil yang begitu luas itu, ternyata ada dua skating rink. Satu dengan susunan kursi penonton, satu lagi sepertinya hanya untuk latihan. Jadi, dengan lima skating rink di dalam kastil, kita punya tujuh rink!
Tapi, memang tak heran. Hogwarts punya tujuh kelas ice skating dan tujuh kelas ice hockey. Kalau semuanya bertepatan jam praktek, semua rink itu tak akan cukup!
Kami meneruskan perjalanan (kaki) kami, dan tibalah kami ke bagian belakang kastil. Suasananya agak menyeramkan, dilatari kelamnya hutan. Tapi kesan itu sirna ketika Hagrid keluar dari pondoknya, hendak mengontrol kebunnya, dan melihat kami.
"Hai, hai, hai, kalian anak kelas satu kan? Ice skating?" dan tanpa tunggu waktu, ia menunjukku, "ini nona Granger," menunjuk Ginny, "ini nona Weasley," dan menunjuk Luna "ini nona Lovegood kan?"
Sangat bersahabat.
"Panggil nama kami saja, Monsieur Hagrid!"
Tertawanya sangat keras. "Tak usah panggil Monsieur! Panggil aku Hagrid saja! Oke, ini Hermione, ini Ginny, dan ini Luna. Benar?"
Kami mengangguk.
"Sudah sampai mana berkelilingnya?"
Dan kami ngobrol dengan asyik sambil membantunya berkebun.
"Hagrid, apakah pernah ada kejadian siswa di sini masuk hutan?" tanya Luna penasaran.
Kupikir Luna memang selalu ingin tahu—tapi memangnya siapa sih yang enggak?
Wajah Hagrid berubah, mengeras. Menjawab dengan agak ragu. "Pernah sih, beberapa kali. Tapi semuanya kutemukan sebelum terlalu jauh masuk. Belum bertemu binatang liar berbahaya. Itu juga, mereka sudah keburu ketakutan—"
"Ketakutan kenapa?"
Hagrid mengangkat bahu, "Tak tahulah! Mungkin, suasana hutan yang gelap?"
Kalau cuma gelap, sebenarnya itu biasa kan ya?
Tapi Hagrid sudah buru-buru menambahkan, "—kalian jangan pakai acara penasaran segala ya? Jangan menambah pekerjaanku dengan mencari kalian di kegelapan hutan—"
Dan kami mengangguk dengan semangat.
"Sepertinya sudah saatnya minum teh. Kalian mau minum teh di kastil, atau mau di pondokku?" tawar Hagrid.
Sepertinya menarik, tetapi tadi Luna sudah berjanji dengan beberapa anak-anak Ballet untuk minum teh bersama, jadi kami minta maaf, berjanji akan minum teh bersama lain kali, dan minta diri.
Sambil berjalan cepat-cepat, takut ketinggalan waktu minum teh, Ginny yang berjalan paling belakang, tiba-tiba menyahut, "Itu—bukannya Monsieur Snape?"
Lekas kami berbalik, dan melihat sekelebatan sosok laki-laki, dengan busana berwarna hitam, berjalan menuju Hutan Terlarang. Berhenti di tepinya, dan terus terdiam di sana selama beberapa saat. Kemudian masuk ke hutan, dan tak terlihat lagi.
Dia guru, bukan murid, jadi apakah guru boleh masuk ke Hutan Terlarang?
TBC
