Fate/Stay Night
Mulai sekarang, pedangku akan selalu bersamamu, dan takdirmu akan selalu bersamaku
Sebuah lokasi, di atas bukit yang terdapat pedang-pedang yang tertancap di atas tanah, berlumuran dengan darah, dan orang-orang yang mengenakan baju armor, yang merupakan para prajurit yang telah tewas di sana. Suasana yang terasa suram dan dingin, dengan bau darah di mana-mana. Langit senja juga menunjukkan perasaan kelamnya. Awan kelabu dan langit yang berwarna oranye, menemani seorang gadis yang mengenakan gaun biru dan baju besi yang menutupinya. Rambut pirangnya terurai berantakan, wajah serta tubuhnya berlumuran darah. Dengan nafas yang terengah-engah, gadis itu memegang sebuah pedang, pedang yang menjadi kekuatannya, yang menusuk pada tubuh seseorang. Orang itu telah mati. Wajahnya terlihat, rambut pirang yang diikat dengan pita biru. Matanya berwarna hijau jade, tatapannya kosong.
Gadis itu ingin berteriak. Raut wajahnya penuh dengan penyesalan. Pikiran dan jiwanya kacau. "Morgred…" hanya itu sebuah kata yang bisa keluar dari dari mulutnya. Tubuhnya lemas, jantungnya berdebar dengan keras. Ia benar-benar tak percaya pada penglihatannya. Seseorang yang telah ia tusuk dengan pedanga, seseorang yang mirip dengan dirinya sendiri, adalah saudaranya…
Emiya Shirou membuka matanya. Seperti sedang berpikir beberapa saat, ia menatap langit-langit gudang. Shirou terbaring dengan posisi terlentang di atas lantai gudang yang hanya beralaskan selembar karpet tipis. Matanya menerawang, ada sedikit rasa sepi dan kehilangan akan sesuatu. Jiwanya sedang gelisah. Tapi tubuhnya tetap bergeming, nafasnya masih teratur.
"Emiya Senpai"
Shirou tersadar, "Sakura-chan?"
"Uhm… sarapan sudah siap. Jika senpai mau, kita sarapan sama-sama. Sebentar lagi Fujimura sensei akan datang." Matou Sakura berdiri di depan pintu gudang. Ia memakai seragam sekolah dan mengenakan celemek. Bau harum masakan Sakura langsung masuk kedalam gudang dan sempat tercium oleh Shirou, bau sup yang menggugah selera. "Oh, ya. Tentu." Jawab Shirou seraya bangkit berdiri dan merenggangkan badan. "Aku akan segera ke sana setelah membereskan segala sesuatu terlebih dahulu." Shirou melanjutkan.
Sakura nengangguk. Wajahnya yang manis dan lembut sedikit memerah. Ia senang melihat pujaan hatinya ini tersenyum. "Aku ke dapur dulu." Sakura lalu pergi.
Shirou menunduk, wajahnya menatap lantai. "Mimpi… apa barusan?" teringat lagi sekilas gambaran-gambaran di sebuah bukit, seorang gadis yang nampaknya putus asa. Lalu dialihkan pandangannya kea rah luar gudang. Cahaya matahari menerobos masuk ke dalam gudang yang gelap. Di luar, pemandangan yang hijau bisa terlihat. Rumah yang Shirou tempati merupakan rumah peninggalan ayah angkatnya, Emiya Kiritsugu, yang merupakan seorang penyihir. Rumah bergaya Jepang itu cukup luas dan banyak ruangan kosong. Sepi rasanya bila tinggal sendirian di sana. Untungnya Fujimura sensei, Ilya dan Sakura selalu dating untuk makan bersama.
Kemudian, ia teringat kembali tentang kejadian satu setengah tahun yang lalu. Kejadian di mana ia bersama dengan seseorang yang selalu melindungi dirinya dari beberapa pertempuran. Ia ingat pertempuran demi pertempuran yang hamper merenggut nyawanya. Pertarungan itu masih jelas membekas di dalam memorinya.
Suara-suara leakan, dentingan pedang yang saling beradu, suara teriakan, semuanya serasa seperti baru saja terjadi. Pikirannya masih mengambang, antara di dalam mimpi ataukah kenyataan. Tapi, sesuatu yang paling diingatnya adalah orang itu. Seorang gadis yang luar biasa. Gadis yang menjadi pelindung dirinya.
Shirou tiba-tiba terkejut. Seorang gadis yang memakai baju putih biru berjalan melewati gudang. Tanpa membuang-buangwaktu sedetikpun ia langsung lari keluar dan berhenti. Ia terpaku. Tidak ada siapapun bahkan apapun di depannya. Rasa kecewa dan perasaan ingin bercampur aduk. Bibirnya bergetar, lututnya lemas.
"Aku ingin, ingin sekali bertemu denganmu…. Saber."
To be continued
