Disclaimer: Final Fantasy XIII sepenuhnya milik Square-Enix

A/N:

1. Umur Hope disini 17 tahun, Lightning tetap 21

2. Karena ini medieval, senjata Light bukan gunblade tapi dual sword dan Sazh enggak pake pistol. Senjatany Hope bukan boomerang, tapi nanti Hope bakalan bikin boomerang

3. Sihir disini merupakan hal yang umum, meski tidak semua orang bisa sihir. TAPI ada sihir tertentu yang hanya bisa dilakukan oleh orang tertentu juga

4. Sistem pemerintahan yang saya pakai adalah ada kerajaan-kerajaan dibawah satu imperium. Jadi Cocoon dan Gran Pulse bukan planet, melainkan dua imperium. Beberapa kota dan area yang muncul di game akan saya jadikan kerajaan

5. Eidolon dan fal'Cie disini manusia. Eidolon jadi pendeta sementara fal'Cie yang memimpin kerajaan. Diatas mereka ada Distinto fal'Cie, mereka yang memimpin Imperum Cocoon dan Gran Pulse. Yang memegang jabatan Distinto adalah Barthandelus dan Dahaka. Sedangkan fal'Cie yang lainnya memimpin tempat sesuai dengan tempat mereka muncul di game

6. Cara penceritaan saia hampir sama seperti video gameny, banyak flashback. Yang di-italic flashback, sementara yang biasa present


Day Zero: The Beginning of an Ending


Lightning terdiam saat dia mendengar kabar kalau Serah terpilih menjadi l'Cie. Apa yang dipikirkan oleh fal'Cie–fal'Cie adalah sebutan untuk pemimpin kerajaan–Anima? Dia tahu pemilihan anggota l'Cie dilakukan secara acak, tapi Lightning baru menyadari seberapa acak pemilihan tersebut, kalau sampai-sampai adiknya yang tidak pernah menyentuh benda tajam–selain pisau untuk memasak–bisa dipilih menjadi anggota ksatria pelindung tersebut.

Lightning menghela napas setelah mendengarkan penjelasan adiknya mengenai surat pemilihan yang datang beberapa hari sebelum hari ulang tahun Lightning. Lightning menatap Serah kemudian Snow yang merangkul Serah dengan erat. Mata biru keabu-abuan Lightning sudah melihat ada yang berbeda dari dua orang dihadapannya dan otaknya sudah meneriakkan kata itu berkali-kali, tapi hatinya tetap tidak mau menerima. Tidak sebelum dia mendengarnya langsung dari mulut adiknya.

"Ayolah kak–" ucap Snow

"Aku bukan kakakmu," potong Lightning dengan sinis.

"–aku bisa meminta fal'Cie Anima untuk menerimaku menjadi l'Cie, dan aku bisa menjaga Serah disana." Snow tidak mendengarkan omelan Lightning mengenai nama panggilan dan terus mengoceh mengenai ide briliannya untuk melindungi Serah.

"Apa kau pikir," Lightning menggeram marah. "fal'Cie Anima akan dengan senang hati menerimamu, Snow? Hanya karena kau memohon kepadanya? Kita membicarakan soal l'Cie, kumpulan orang-orang yang dipilih oleh Etro. Ini bukan rekuitmen prajurit pada umumnya."

Hanya para Eidolon–sebutan untuk orang yang mengabdi di kuil Etro sekaligus mentor bagi mereka yang ingin mendalami sihir–dan fal'Cie itu sendiri yang mengetahui cara pemilihan anggota l'Cie. Amodar, kapten unit Lightning pernah menjelaskan kalau pemilihan l'Cie itu tidak sembarangan.

"Kita tidak akan pernah tahu apa alasan Etro memilih orang itu, tapi selalu ada alasan dibalik semuanya, Lightning. Semua hanya masalah kapan dan bagaimana kita mengetahui alasan tersebut." Amodar memang tidak setuju dengan pemilihan acak tersebut, tapi dia percaya kalau ini adalah takdir yang diberikan Etro kepada umatnya.

"Kak..."

"Sudah aku katakan, aku bukan kakakmu!" Lightning menggebrak meja dihadapannya. Sebetulnya dia sangat ingin meninju wajah Snow hingga babak belur, tapi dia tidak mau melakukannya di hadapan Serah. Mungkin nanti. Ya, pasti nanti dia akan meninju Snow.

"Mungkin kau harus mulai membiasakan diri aku panggil 'kak' karena aku akan menikah dengan Serah!" balas Snow dengan nada tinggi.

Seketika itu ruangan menjadi hening. Jauh lebih hening dari sebelumnya. Hawa tegang dan panas barusan berubah menjadi dingin, seolah-olah api yang tadi membara diguyur oleh hujan deras. Serah menatap Snow kemudian melirik Lightning. Wajahnya terlihat datar, tapi Serah tahu kalau dibalik ketenangan tersebut, emosi Lightning sedang bergejolak. Terlihat dari sesering apa Lightning mengepalkan tangan, tarikan napas kakaknya, hingga pancaran matanya.

"Berita buruk mengenai l'Cie saja belum cukup huh?" Lightning mendesah kecewa.

"Hei!" Snow menggertak. "Sampai kapan kau akan membenciku seperti ini? Memangnya aku pernah melakukan kesalahan apa sih, sampai-sampai kau membenciku?"

Lightning menatap Snow dengan tajam, tapi pria itu tidak mundur, walau Serah sudah memohon. Sebetulnya Snow takut, tapi dia benar-benar tidak habis pikir dengan sikap bermusuhan Lightning yang ditunjukkan dari hari pertama mereka bertemu. Selama berhadapan dan berinteraksi dengan sang prajurit, Snow selalu berusaha untuk sopan dan ramah. Tapi semua itu sia-sia dimata Lightning.

"Hari ulang tahun terburuk yang pernah aku alami." Lightning berdiri. "Dan aku pernah melewati hari ulang tahunku di medan perang." Ia berjalan keluar dari dapur rumah yang ia tempati bersama Serah selama sepuluh tahun.

Serah mengembuskan napas panjang saat mendengar suara pintu dibanting. Matanya menatap pisau yang dia berikan sebagai kado ulang tahun kepada Lightning.

"Aku tidak paham, kenapa harus pisau?" tanya Snow saat menemani Serah pergi ke toko senjata.

"Kakak tidak suka dengan hadiah, kau tahu itu Snow. Tapi aku ingin memberikan sesuatu kepadanya, sebagai tanda terima kasih atas semua yang telah dia lakukan." Serah memilih pisau yang dikeluarkan oleh pemilik toko. "Dia tentunya tidak bisa menolak sebuah pisau, karena aku tahu kalau pisau miliknya baru saja rusak setelah pertarungan melawan kelompok Cie'th."

Snow mengangguk paham. Beberapa hari yang lalu Bodhum diserang oleh kelompok bernama Cie'th. Katanya kelompok itu didirikan oleh orang-orang yang tidak terpilih menjadi seorang l'Cie. Setelah melalui masa pelatihan yang lama dan sulit, mereka tidak terpilih. Dan mereka tidak pernah mendapatkan penjelasan kenapa mereka ditolak untuk menjadi l'Cie. Cie'th adalah cara bagi mereka untuk membuktikan bahwa mereka lah yang lebih berhak menjadi seorang l'Cie dibandingkan orang-orang yang kemudian disumpah oleh fal'Cie untuk menjadi ksatria pelindung Cocoon dan Gran Pulse.

"Maaf nona, tapi kau sudah melihat semua pisau yang aku punya." Kata si pemilik toko. "Mungkin kau harus mencari di toko yang lain."

Dengan sedih Serah mengucapkan terima kasih.

"Tenang, masih ada lima toko lagi. Kita pasti bisa menemukan pisau yang cocok untuk Lightning." Hibur Snow. "Kalau tidak ketemu juga, aku akan meminta Lenora untuk membuatkannya."

Serah tersenyum. "Terima kasih, Snow..."


Festival kembang api masih berlangsung hingga lewat tengah malam, malah festival ini semakin ramai. Para Guardian–sebutan untuk para prajurit Imperium yang ditugaskan untuk melindungi kerajaan-kerajaan yang berada dibawah Imperium Cocoon–mulai kewalahan menjaga ketertiban festival, sebab bukan hanya penduduk Bodhum saja yang berbondong-bondong datang ke alun-alun untuk melihat pertunjukan kembang api dari mulai matahari terbenam hingga terbit lagi.

Festival yang dilaksanakan setahun sekali ini membuat para penduduk yang membuka toko atau penginapan bahagia, sebab Bodhum bisa dibilang bukan kerajaan yang cukup menarik di Cocoon. Ya pantainya memang bagus, tapi selain itu, tidak ada apa-apa lagi. Banyak anak-anak muda yang pergi dari Bodhum demi melanjutkan pendidikan mereka, entah itu pendidikan tentang sihir atau pendidikan secara umum. Bahkan jika kau ingin menjadi prajurit, lebih baik keluar dari Bodhum karena kerajaan ini benar-benar damai.

Atau setidaknya begitu, hingga kelompok Cie'th menyerang mereka seminggu yang lalu. Tidak ada yang tahu kenapa tiba-tiba kelompok itu menyerang kerajaan mereka, padahal selama ini Cie'th hanya menyerang kerajaan-kerajaan besar. Banyak yang mengatakan kalau kelompok itu tidak pernah memiliki alasan apa-apa, kecuali ingin melihat orang menderita dan diangkat menjadi l'Cie.

Salah satu kedai minum yang ramai dikunjungi orang adalah Stray Cat, yang berada di pusat kota Bodhum. Sudah menjadi rahasia umum kalau tempat ini adalah tempat berkumpulnya para anggota NORA. Bahkan para petinggi NORA merupakan pemilik kedai minuman ini, atau hanya sekedar sering berada disini. Para penduduk Bodhum tidak begitu mempermasalahkan NORA, sebab kelompok itu memang tidak pernah menyerang masyarakat, malah sebaliknya. Mereka seperti kelompok prajurit pribadi kota Bodhum. Tapi tentunya hal ini membuat pemerintah berang.

"Huuuuh, pekerjaan yah?" Lebreau memiringkan kepalanya. "Kalau kau mau, kau bisa bertemu dengan Snow. Dia pemimpin NORA, mungkin kau bisa mendapatkan pekerjaan darinya."

Perempuan berkulit cokelat dihadapannya menaikkan satu alis, tertarik. "Oh? Kelompok apa itu?"

Lebreau menaruh segelas minuman dihadapan perempuan tersebut sambil berkedip. "Kelompok yang menarik untuk pemilik tombak sekeren yang kau miliki."

"Hanya tombakku yang keren?" tanyanya dengan nada sombong.

Lebreau tertawa. "Oke, pemiliknya juga. Tapi kau bukan tipeku."

"Kalaupun aku tipemu, aku sudah memiliki kekasih." Perempuan itu meneguk minumannya. "Aku hanya ingin mendengar orang mengakui kalau aku keren."

Lebreau tertawa makin keras, beberapa pelanggan tetap Stray Cat sampai menatap mereka berdua dengan heran. Sebab ada orang yang bisa membuat Lebreau tertawa tanpa harus terlihat bodoh. "Aku yakin Snow akan senang jika kau bergabung dengan kelompok kami."

Perempuan itu tersenyum sambil menggeleng. "Terima kasih untuk tawarannya. Tapi aku harus menemukan kekasihku."

"Oh, kau terpisah dari kekasihmu?" tanya Lebreau. Dengan malu perempuan mengangguk.

Lebreau pikir itu bukan hal yang aneh, dia saja sering terpisah dengan anggota NORA lainnya saat mereka melihat festival kembang api. Jangankan saat festival kembang api, kalau dirinya meminta untuk ditemani oleh Gadot atau Maqui ke pasar mereka pasti akan terpisah dan Lebreau harus menunggu mereka sadar kalau mereka tidak pergi sendirian.

"Huuum, agak sulit untuk mencarinya sekarang karena Bodhum terlalu ramai. Apa kalian tidak punya tempat janjian atau semacamnya?"

"Sayangnya tidak," ia mengangkat bahu.

"Oh," Lebreau terlihat sedih. "Jika kau membutuhkan bantuan untuk menemukannya, NORA siap membantu. Kami memang belum pernah dimintai tolong untuk mencari orang hilang, tapi kami memiliki banyak kenalan di Bodhum."

Perempuan itu menyeringai. "Aku tahu kalau kau bukan hanya sekedar pemilik kedai minuman, iya kan Lebreau? Satu dari Four-leaf Clover NORA." Four-leaf Clover adalah istilah yang digunakan orang untuk tim inti NORA. Empat orang yang selalu berada disisi Snow, empat orang yang membantu Snow mendirikan NORA.

"Aku rasa ini tidak adil, kau sudah tahu siapa aku tapi aku belum tahu siapa dirimu." Lebreau melipat tangan. Pura-pura marah. Sebetulnya perempuan yang jago masak ini penasaran bagaimana orang dihadapannya ini bisa mengetahui siapa dirinya, padahal dia bukan dari Bodhum. Dan hanya penduduk asli Bodhum yang tahu siapa saja Four-leaf Clover.

"Namaku Fang." Perempuan misterius itu akhirnya memberikan namanya juga. "Sayangnya aku hanya seorang pengelana yang tersesat dan saat ini sedang mencari kekasihku."

Belum sempat Lebreau berkomentar, suara gelas pecah membuatnya berteriak kesal. "Dan ketika aku kira aku bisa melewati satu malam tanpa ada orang yang menghancurkan kedaiku." Ia melirik Fang. "Masih ada kamar kosong di lantai dua, kalau kau mau menginap."

Fang mengangguk. "Terima kasih." Tanpa ia sadari tangan kanannya menyentuh tato dipundak kirinya. Tato yang mulai rusak, apakah Fang berusaha menghapus tato itu menggunakan pisau? Sehingga tatonya terlihat seperti sekarang? Tapi dia tidak ingat tentang itu. Dia tidak ingat bagaimana dirinya bisa mendapatkan tato l'Cie.

Dia tidak ingat bagaimana dirinya dan Vanille bisa berada di Bodhum.


Hal pertama yang Fang rasakan sebelum terbangun adalah jantung yang kembali berdetak, dan paru-parunya berusaha untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Tubuhnya masih kaku, tapi dia sudah bisa merasakannya lagi. Dia merasa seperti baru selesai bertarung dengan Long Gui atau tertimpa monster besar itu. Atau mungkin gabungan keduanya. Untuk membuka kelopak mata saja dia tidak sanggup. Tidak ada ludah untuk sekedar membasahi mulutnya yang kering kerontang.

Fang tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan tubuhnya untuk bisa berfungsi mendekati normal. Begitu dia akhirnya berhasil membuka kelopak matanya, hal pertama yang ia lihat adalah sosok Vanille yang berada didalam kristal.

"Vanille..." panggil Fang. Suaranya jauh berbeda dengan suara normalnya. Seolah-olah dia baru saja berteriak hingga pita suaranya nyaris putus sebelum dia... apa yang terjadi kepada mereka?

Kristal yang membungkus tubuh perempuan berambut merah itu mulai mencair, hingga akhirnya tubuh Vanille terjatuh tidak jauh dari Fang. Dengan susah payah Fang menggerakkan tangannya untuk menyentuh leher Vanille, berusaha untuk merasakan denyut nadi kekasihnya. Begitu dia berhasil menemukannya, Fang bernapas lega.

Fang menggunakan sihirnya untuk mengobati luka apa pun yang ada ditubuh Vanille, walau dia tahu seharusnya dia tidak melakukannya. Menggunakan sihir setelah bangun tidur (apalagi dari tidur yang tidak jelas berapa lama) itu tidak baik, sebab tubuh belum bekerja secara maksimal. Dan jika kau memaksakan tubuh untuk menggunakan sihir, itu akan memberikan pekerjaan yang berat bagi tubuhmu. Mungkin tidak akan ada efek sampingnya, mungkin kau hanya pusing, tapi bisa juga kau langsung tewas.

"Fang..."

Fang terkesiap begitu mendengar desahan lemah Vanille. "Hei, hei, kau sudah sadar?" tanya Fang bahagia dan penuh kelegaan.

"Ya... Aku... Apa yang...?" Vanille melihat ke sekelilingnya dengan bingung. "Fang, dimana kita sekarang?" Nampaknya bukan hanya Fang yang kehilangan ingatan.

"Aku tidak tahu, Vanille..."

"Apa kita," Vanille menelan ludah. "apa kita berhasil membunuh Waise?"

Waise. Tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan sang fal'Cie tersebut. Konon katanya, Waise pernah berkomunikasi secara langsung dengan Etro. Karena itulah mereka–Waise selalu menyebut dirinya dengan kata ganti mereka–merasa kalau mereka yang berhak memimpin dunia ini. Karena mereka mendapatkan 'restu' dari sang Dewi.

Waise yang menentukan semuanya di dunia ini. Kerajaan mana yang bertahan, kerajaan mana yang harus hancur, siapa yang akan dipenggal demi menegakkan keadlian, siapa yang menjadi fal'Cie berikutnya. Barthandelus dan Dahaka hanya boneka Waise. Para fal'Cie lainnya berusaha untuk menjatuhkan Waise dari takhta kepemimpinan mutlak yang dia jalankan dari balik layar.

Ada desas-desus yang mengatakan kalau Waise bukan manusia.

"Aku tidak tahu, Vanille. Aku tidak ingat apa-apa..." Fang menutup matanya.

Vanille menyentuh pipi Fang dengan lembut. "Oh, Fang."


"Jadi, apa kau sudah membuat permohonan saat festival barusan?" Sazh bertanya kepada anaknya, Dajh, yang berada di pundaknya.

"Iya, aku memohon kepada Etro supaya Ayah bisa bahagia lagi." Gumam Dajh bahagia.

Sazh menelan ludah, semenjak kematian istrinya, dia memang menjadi lebih murung. Beberapa temannya mengatakan kalau sifat cerianya itu tidak bisa membohongi mereka, setidaknya mereka yang sudah kenal Sazh dengan baik. Dajh masih terlalu kecil ketika Ibunya meninggal, bahkan Sazh ragu apakah anak semata wayangnya ini tahu mengenai Ibunya. Oeh sebab itu Sazh selalu menceritakan tentang perempuan baik hati yang telah membuat Sazh rela berhenti menjadi prajurit bayaran dan menjadi kusir kereta kuda. Pekerjaan yang setidaknya lebih aman dibandingkan yang sebelumnya.

"Dajh, Ayah..."

"Tidak apa-apa, Ayah. Aku tahu aku memang masih terlalu muda untuk menjadi l'Cie, tapi aku yakin aku bisa melakukannya." Dajh berusaha menghibur ayahnya yang masih merasa bersalah atas kejadian beberapa hari silam. Itu memang bukan salah ayahnya. Walaupun mereka tidak pergi ke Euride Gorge, pasti para prajurit PSICOM akan menemukan mereka dirumah.

Sampai sekarang Sazh tidak paham, orang gila macam apa yang membiarkan anak kecil menjadi anggota kelompok ksatria pelindung sebuah imperum. Apa yang bisa dilakukan oleh anak kecil? Apakah Cocoon kekurangan pemuda-pemudi yang lebih layak untuk menjadi ksatria? Dan dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan anaknya dari masa depan yang suram itu. Ini adalah hari terakhir Sazh bersama anaknya, setelah hari ini, Dajh akan resmi disumpah menjadi seorang l'Cie.


Sesuai dengan janjinya, Sazh membawa Dajh ke Euride Gorge. Dia sendiri sering mendengar tempat itu waktu dia masih menjadi kusir serabutan, banyak penumpangnya yang menyewa jasa Sazh untuk mengantar mereka ke Euride Gorge. Penduduk di Euride Gorge memanfaatkan gunung api di kerajaan mereka untuk banyak hal, bahkan penduduk di Euride Gorge percaya kalau sihir mereka berasal dari gunung itu. Atau setidaknya membuat mereka tambah kuat. Euride Gorge juga dikenal sebagai kerajaan penghasil senjata terbaik, karena memanfaatkan hawa panas dari Gunung Euride.

Mereka memanfaatkan gua alami yang terbentuk akibat aktivitas lava dimasa lalu. Sekarang lava tersebut sudah mendingin dan meninggalkan jejak berupa sebuah terowongan panjang didalam gunung. Menurut salah satu petugas kemananan yang bekerja disini, ini adalah satu-satunya jalur lava yang sudah tidak dilewati oleh lava lagi. Menurut penelitian, masih ada sekitar dua puluh jalur lava yang aktif didalam gunung.

"Jangan pergi telalu jauh, Dajh!" teriak Sazh yang berdiri di pintu masuk. Ditinggalkan begitu saja oleh anaknya setelah mereka tiba di sini.

Untungnya Sazh mengenal salah satu penjaga disini, sehingga Sazh bisa masuk gratis, walau memang mereka harusmasuk setelah jam tutup. Sebetulnya Sazh ingin membeli tiket, tapi sang penjaga bersikeras supaya Sazh dan Dajh masuk gratis. Sebagai tanda balas budi, katanya. Siapa yang mengira kalau penjaga itu masih ingat kepada Sazh?

Ketika pria berambut kribo itu sedang membayar Chocobo yang baru saja dia beli di toko souvenir (sang pemilik toko melihat Sazh dan Dajh masuk, makanya dia sengaja belum pulang) tiba-tiba terdengar suara ledakan dari dalam gua. Sazh menjatuhkan anak Chocobo itu dan berteriak. "DAJH!"

"Hei, kau tidak boleh masuk ke sana!" teriak petugas yang lain. Bukan yang membantu Sazh masuk.

"Anakku ada didalam sana!" Sazh berusaha melepaskan diri. "DAJH!"

Jika beberapa menit yang lalu tempat ini sunyi senyap, sekarang jadi penuh. Para prajurit dari luar berdatangan, masyarakat biasa juga ikut masuk atau setidaknya berusaha untuk masuk dan mencari tahu apa sumber suara ledakan barusan. Apakah jalur lava ini akan kembali aktif?

Entah sudah berapa lama Sazh berdiri di luar, entah sudah berapa prajurit yang dia hajar karena menghalanginya untuk mencari Dajh. Bagi Sazh, penantiannya terasa seperti ribuan tahun. Dia tidak tahu apa-apa, dia tidak tahu apakah anaknya masih hidup atau tidak. Dia tidak apa yang terjadi. Perlahan-lahan kerumunan penduduk mulai berkurang, hingga akhirnya hanya ada Sazh dan sepuluh prajurit yang berjaga-jaga di dalam.

Suara langkah kaki membelah keheningan yang tercipta. Sazh mengangkat kepalanya disaat anak Chocobo yang dia beli keluar dari balik rambutnya. Sazh tidak punya tenaga untuk mengeluarkan Chocobo itu. Biarkan saja dia ingin tidur dimana, yang penting Dajh selamat.

"Apa Anda Sazh Katzroy?" tanya seorang perempuan berkaca mata.

"Dajh... Apa yang terjadi kepada putraku?!" Semangat yang tadi hilang langsung kembali sepuluh kali lebih besar. Para prajurit yang tenaganya belum kembali seratus persen tidak sanggup menahan Sazh, sampai-sampai tiga prajurit terpental seolah-olah mereka hanya bulu Chocobo.

"Saya punya berita baik dan berita buruk..."

"Aku tidak peduli dengan beritamu, nona!" bentak Sazh. "Dimana anakku? Dimana Dajh?!"

Perempuan berkaca mata itu menghela napas."Bisa ikut dengan saya? Anda bisa bertemu dengan anak Anda."

Sazh tidak perlu diberi tahu dua kali.


Hope menutup buku yang baru selesai dibaca olehnya. Wajahnya terlihat puas, dia sudah hafal semua mantra sihir penyembuhan tingkat tiga. Sekarang tinggal prakteknya. Setelah ia pulang nanti, dia akan langsung melakukannya. Wajahnya terlihat tambah bersinar karena letusan kembang api yang menghiasai langit malam kerajaan Bodhum.

Untuk ukuran kerajaan kecil, Bodhum tidak main-main soal Festival Kembang Api yang rutin mereka selenggarakan. Kalau tidak salah tadi ada seorang pemandu yang menjelaskan sejarah ini kepadanya, jika saja Hope bisa mengingatnya sekarang. Dia merasa bersalah kepada ibunya, yang telah mengajaknya jauh-jauh untuk liburan, tapi Hope tidak tahu bagaimana caranya untuk bersenang-senang.

"Kau sama saja seperti Ayahmu," gumam Nora yang duduk di sebelah Hope.

Hope terkejut mendengar suara ibunya. "Maafkan aku, ibu. Aku tidak..."

"Sangat disayangkan karena ayah tidak bisa bergabung dengan kita."

Hope menelan ludah begitu mendengar nama ayahnya disebut. Dia tahu kalau ibunya tahu kalau hubungan Hope dengan Bartholomew semakin renggang. Ayahnya ingin Hope meneruskan usaha keluarga, sementara Hope sendiri lebih memilih untuk mengabdikan hidupnya untuk mempelajari sihir. Baginya sihir jauh lebih menarik dibandingkan debat untuk menentukan harga bahan pokok.

Dia tahu kalau acara jalan-jalan ini merupakan salah satu ide ibunya untuk memperbaiki hubungannya dengan ayahnya, tapi ayahnya tidak bisa ikut karena ada rekan bisnis yang mengajaknya pergi entah kemana. Disatu sisi dia merasa lega karena tidak harus berhadapan dengan ayahnya, tapi disisilain dia merasa sedih karena rencana ibunya tidak berhasil. Dia tahu kalau sebenarnya Nora merindukan Bartholomew, pria itu terlalu sibuk bekerja sampai-sampai dia lupa dengan keluarganya sendiri.

"Ibu tahu kalau masalah antara kalian berdua bukan hanya soal usaha keluarga saja..."

Hope mengerutkan kening. "Apakah ada masalah yang lain?" Setahu Hope hanya itu alasan kenapa dirinya dan ayahnya sering bertengkar. Bagaimana mungkin ibunya bisa mengetahui penyebab Hope bertengkar dengan ayahnya sementara dirinya sendiri saja tidak tahu?

"Alyssa Zaidelle."

Ah. "Oh."

"Oh? Hanya itu jawabanmu?"

Hope menghela napas. "Aku tidak mungkin menolak pernikahan itu bukan? Plus dengan pernikahan itu, hubungan keluarga kita akan semakin erat. Dengan kondisi seperti sekarang,keluarga Estheim butuh banyak dukungan dan..."

"Hope." Nora menggenggam kedua tangan anaknya. "Ada seribu jalan menuju Phoenix. Aku yakin kita bisa menemukan cara lain untuk bertahan hidup. Dan aku tahu kondisi keuangan keluarga kita belum separah itu sampai-sampai kami harus menjual anak kami sendiri."

"IBU!" Hope berteriak kaget. Tidak percaya kalau ibunya baru saja bicara seperti itu.

"Tapi itu benar, Hope." Nora menatap anak laki-lakinya dengan penuh cinta. "Aku tahu kalau kau tidak menyukai Alyssa, setidaknya tidak dalam konteks seperti itu, iya kan?"

Hope menatap kembang api yang membantu para bintang untuk menyinari langit malam yang kelam. "Aku hanya ingin membantu keluarga kita." Laki-laki berusia tujuh belas tahun itu menatap ibunya dengan lirih. "Dan aku ingin membahagiakan kalian berdua."

"Oh, Hope." Nora mengusap pipi Hope. "Kamu tidak perlu menikah dengan orang yang tidak kamu cintai, anakku. Cukup menjadi dirimu sendiri saja itu sudah membuatku bahagia."

"Sungguh?" tanya Hope tidak percaya.

"Iya. Aku akan membantumu bicara kepada ayahmu mengenai ini, oke?"

Hope mengangguk, tapi ibunya memeluk Hope dengan erat. Sorak sorai bahagia dan rasa kagum semakin membaha, seolah ingin mengalahkan suara letusan kembang api yang semakin menggila.


Hope menghela napas, dia tidak mau mengecewakan Alyssa tapi dia juga sebetulnya tidak mau pergi ke acara ini. Oh, Hope tahu kalau orang tuanya berharap Hope akan menikah dengan Alyssa. Dia berasal dari keluarga bangsawan, keluarganya dan keluarga Zaidelle selalu melakukan bisnis bersama. Topik mengenai pernikahan Hope dan Alyssa sudah beberapa kali muncul, entah hanya sebatas bahan bercandaan atau dalam percakapan serius.

"Kenapa kau tidak bilang kepadaku kalau kau tidak suka pementasan seperti ini?"

"Eh?" suara Alyssa membuyarkan lamunan Hope. Ah, ternyata pertunjukannya sudah selesai. Hope tidak sadar. "Maaf, bukannya aku tidak suka, tapi aku kurang tidur semalam. Oleh sebab itu aku tidak bisa menikmati pementasan ini."

"Kau sudah tidak sabar ingin pergi liburan bersama ibumu, huh?"

Bagaimana kau tahu? Sebetulnya Hope ingin menanyakan itu, tapi dia menahan diri dan mengangguk sambil tersenyum. "Iya. Sudah sangat lama semenjak terakhir kali aku dan ibuku pergi liburan." Cepat-cepat Hope menambahkan. "Dan ayahku juga. Tapi karena beliau sedang sibuk dengan bisnisnya..."

Alyssa tertawa geli. "Bisa kau bayangkan apa yang akan terjadi dengan bisnis keluarga kita kalau kita menikah? Kita berdua tidak ada yang paham mengenai bagaimana dunia bisnis bekerja. Bisa-bisa kita malah menghancurkan warisan keluarga kita."

Hope ikut tertawa, meski dalam hati dia merasa panik. Perutnya mendadak mual saat mendengar Alyssa membicarakan soal pernikahan mereka. Hope tidak membenci Alyssa, hanya saja Hope tidak bisa membayangkan menjadi pasangan dengan teman sekelasnya ini. Dan seperti kata Alyssa, mereka tidak paham apa-apa soal bisnis. Dan Hope yakin kalau ayah mereka tidak akan setuju jika mereka menyewa seseorang untuk mengurus bisnis keluarga mereka.

Dia berharap dengan pergi menjauh dari Palumpolum dia bisa menemukan alasan untuk menolak pernikahannya dengan Alyssa. Tanpa membuat Alyssa terluka dan menghancurkan hubungan baik keluarganya dengan keluarga Alyssa. Ya, bukan hal yang sulit. Pasti Hope bisa menemukan alasan yang tepat.

"Tapi aku dengar beberapa hari yang lalu Bodhum diserang oleh kelompok Cie'th. Apa kalian akan baik-baik saja, Hope?"

"Aku rasa kelompok Cie'th tidak akan menyerang kerajaan yang sama dalam kurun waktu yang dekat." Hope menggeleng. "Dan seandainya memang mereka kembali menyerang Bodhum, aku tidak perlu khawatir. Guardian di Bodhum terkenal sangat kuat. Mereka hanya butuh waktu tiga hari untuk mengalahkan kelompok Cie'th, padahal jumlah anggota kelompok itu jauh lebih banyak dibandingkan jumlah Guardian yang ada di kerajaan itu."

"Waow, kau tahu banyak soal Bodhum yah, Hope?"

Hope tersipu malu. "Aku hanya senang membaca saja..."


Vanille berdiri di antara lautan manusia yang sedang melihat Festival Kembang Api di Bodhum. Sebenarnya sudah dari dulu Vanille ingin melihat festival ini, namun latihannya sebagai l'Cie selalu menjadi halangan. Pernah sekali dirinya dan Fang berusaha kabur dari Oerba untuk pergi ke Bodhum, tapi mereka langsung tertangkap oleh prajurit Oerba. Mereka lupa kalau Long Gui keluar saat malam hari. Berlari-lari menghindari Long Gui dan prajurit Oerba pada waktu bersamaan sangat melelahkan. Terlebih lagi dari pagi hingga matahari terbenam mereka latihan fisik dan sihir.

"Fang..." Vanille menelan ludah. Dia sudah berkeliling Bodhum, namun tidak berhasil menemukan Fang. Apakah dia lupa dengan janji mereka untuk melihat festival ini? Semenjak mereka berpisah di Euride Gorge, Vanille terus berusaha mencari Fang, tapi tidak membuahkan hasil.

Seharusnya mereka tidak menghadang Kujata seperti itu. Tapi Fang menuntut kebenaran, dan Vanille tidak sanggup memberikannya kepada Fang.

Tapi Vanille tidak habis pikir kalau Kujata akan menggunakan anak kecil itu sebagai tamengnya. Apa yang salah sih dengan para fal'Cie di Cocoon?

Suara ledakan kembang api membuyarkan lamunan Vanille. Dia menatap langit yang bermandikan cahaya kembang sedih berkembang dibibirnya. Perlahan, dia mulai berdoa. Berharap kalau dia bisa bertemu dengan Fang. Dan ketika mereka bertemu kembali, dia sudah siap untuk memberi tahu kekasihnya apa yang sebenarnya terjadi enam puluh tahun silam.

Ya, Vanille masih ingat dengan kejadian sesaat sebelum dirinya dan Fang berubah menjadi kristal. Dan dia tidak kaget saat mengetahui kalau kekasihnya lupa dengan kejadian tersebut. Sesungguhnya, Vanille berharap kalau dia juga bisa melupakan mimpi buruk itu.


"Fang, tunggu!" teriak Vanille sambil berlari untuk mengejar Fang. Sudah tiga hari semenjak mereka keluar dari kondisi kristalisasi. Fang mengatakan kalau dia tidak ingat berapa lama mereka menjadi kristal, Vanille mengatakan dirinya juga tidak ingat. Dia menelan kembali informasi yang ingin dia bagi kepada Fang.

"Kita tidak punya banyak waktu, Vanille!" teriak Fang. "Satu hal yang pasti, kita tidak berhasil mengalahkan Waise. Yang jadi pertanyaan, kenapa? Dan jika kita memang gagal, kenapa kita masih hidup?" Fang akhirnya berhenti untuk menunggu Vanille menyusulnya. "Aku yakin para fal'Cie Cocoon tidak akan membuang-buang kesempatan untuk membunuh l'Cie dari Pulse bukan?"

Iya, itu memang pertanyaan terpenting bagi mereka saat ini. Kenapa mereka masih hidup? Padahal kalau ada l'Cie Cocoon yang tertangkap di Pulse, pasti l'Cie itu akan langsung dieksekusi. Apa rencana Barthandelus? Dan kenapa Dahaka belum mengirim orang untuk mencari mereka? Apakah mereka benar-benar sendirian? Nampaknya ucapan Dahaka waktu itu bukan main-main.

"Menjadi seorang l'Cie itu berarti kalian bisa menjadi lebih kuat dari manusia lainnya, tapi harga yang harus kalian bayar adalah kalian akan mati sendiri. Tidak akan ada yang menolong kalian nanti. Kalian benar-benar sendiri. Sebab, meski setiap l'Cie memiliki tugas yang sama, mereka akan selalu mengambil jalan yang berbeda untuk sampai ke tujuan."

Mungkin itu adalah alasan utama kenapa dia meminta Fang untuk dipasangkan dengannya dalam misi ini. Dia tidak mau sendiri, dan dia tidak mau Fang menjalani semua ini sendirian.

"Aku tidak akan pernah paham Kujata dengan obsesinya terhadap gunung berapi. Sampai-sampai dia rela masuk ke dalam tempat seperti ini sendirian." Gumam Fang pelan, takut ada yang mendengarnya.

"Mungkin karena selama ini tidak ada orang yang mengincar Kujata?" Dari dulu fal'Cie kerajaan Euride Gorge memang tidak pernah menjadi target pembunuhan atau semacamnya. Sebab orang-orang yang dipilih menjadi fal'Cie kerajaan ini memang selalu orang yang, yah, baik. Atau setidaknya cukup baik dan tidak pernah memiliki musuh yang sampai berniat untuk membunuhnya.

"ITU DIA!" teriak Fang saat melihat sosok Kujata tengah menatap aliran lava di bawahnya. "KUJATA!" Fang berlari sambil menarik tombaknya.

Pria berkulit hitam itu terkejut saat mendengar suara Fang. "Kau! Kalian! Bagaimana mungkin kalian masih hidup?!"

Fang berhenti berlari. "Apa? Apa maksudmu, Kujata?"

"Aku tahu, aku tahu, aku tahu kalau ada yang berkhianat di Cocoon!" Kujata berjalan mondar-mandir. Wajahnya pucat pasi. "Gran Pulse telah menyebarkan ide gila mengenai Waise. Dan sekarang hampir semua fal'Cie yang lain percaya dengan gosip murahan kalian."

"Hei, aku memang tidak selalu setuju dengan keputusan yang diambil Dahaka, tapi aku tahu kalau orang itu tidak berbohong! Tidak seperti kalian para fal'Cie di Cocoon!"

"Ini bukan sebuah kebohongan, Oerba Yun Fang."

Genggaman tangan Fang mengendur. "Bagaimana kau tahu namaku?"

Kujata tersenyum licik. "Mungkin kau lupa, tapi aku adalah saudara Eidolonmu."

Fang menggeram marah. "Kau tidak pantas menyebut dirimu sebagai saudara Bahamut. Kau tahu, aku sangat bersyukur karena Bahamut mengambil keputusan untuk menjadi Eidolon dan meninggalkan rumahnya."

"Itu adalah keputusan terbodoh yang diambil oleh Liwash."

"HEI! Aku tidak tahu apa yang diajarkan oleh keluargamu, tapi jangan sekali-sekali kau memanggil Eidolon resmi dengan nama terdahulu mereka. Itu adalah sebuah penghinaan!" Fang semakin marah. Hubungannya dengan Bahamut memang tidak sebaik Vanille dengan Hecatonchier, yang memiliki nama panggilan Hecaton untuk sang Eidolon.

Bahkan mereka–Hecaton percaya kalau jiwa-jiwa para Hecatonchier sebelumnya masuk ke dalam diri mereka saat mereka dibaptis menjadi Eidolon. Oleh sebab itu mereka selalu meingatkan orang lain untuk memanggil Hecatonchier dengan sebutan mereka, bukan dia. Walaupun secara fisik Hecatonchier yang sekarang adalah seorang pria, namun mereka merasa kalau mereka bukan hanya seorang pria, tapi juga seorang perempuan, gabungan keduanya, bahkan bukan keduanya sama sekali–cukup senang dengan nama panggilan yang diberikan oleh Vanille.

Vanille menahan Fang sebelum perempuan itu melempar tombaknya ke wajah Kujata yang menyebalkan. "Fang, kita ke sini untuk mencari informasi mengenai apa yang terjadi sebelum dan selama kita mengkristal. Bukannya membunuh Kujata."

"Kalau orang ini tidak berhenti menghina Bahamut, mungkin kita akan mengalami sedikit perubahan rencana, Vanille."

Sebelum sempat ada yang bergerak atau berkomentar, terdengar suara asing. "Um, maaf, tapi nampaknya aku tersesat."

Fang, Vanille dan Kujata menatap sumber suara yang ternyata adalah seorang anak kecil dengan rambut kribo. Perlahan Fang menatap Kujata, rasa takut dan ngeri menjalari tubuhnya saat dia melihat seringai di wajah pria itu. "Jangan coba-coba..."

Tapi terlambat, Kujata sudah berdiri di belakang anak kecil malang itu. Vanille dan Fang terkesiap. "Ini akan terdengar klise, tapi kalau kalian mencoba untuk melukaiku, anak ini juga akan menanggung akibatnya."

"Pengecut." Cemooh Fang. Tombak dalam genggamannya terasa jauh lebih berat dari yang seharusnya. Fang tahu kalau dia bisa melempar tombak ini tepat ke kepala Kujata, tapi dengan melihat begitu eratnya tangan Kuata berada dibahu anak kecil itu, Fang tidak mau mengambil resiko dengan apa yang akan dilakukan oleh pria gila ini.

"PENJAGA!" Kujata berteriak dengan lantang. Wajahnya menunjukkan ekspresi bahagia. "Aku memang tidak bisa menang melawan Liwash, tapi setidaknya aku bisa menggembor-gemborkan kepadanya kalau aku berhasil membuat anak didiknya tidak berkutik."

"Sudah aku katakan, namanya sekarang adalah Bahamut." Fang nyaris melempar tombaknya jika saja Vanille tidak menghentikannya.

"Fang, kita harus kabur dari sini!"

Fang mencibir sebelum membiarkan dirinya ditarik lari oleh Vanille. Meninggalkan anak kecil tidak berdosa itu ditangan Kujata.


Lightning menatap langit Bodhum yang masih dihiasi kembang api. Padaha sekarang sudah hampir pagi, namun festival belum usai. Biasanya kembang api terakhir yang akan melayang ke udara itu menjadi penanda kalau sebentar lagi matahari akan terbit. Bagaimana Bodhum bisa menjadi kerajaan yang besar kalau setiap tahun pemasukan para penduduknya dibakar hanya dalam waktu semalam? Biaya Festival Kembang Api ini jauh lebih besar dibandingkan pemasukan yang dihasilkan oleh festival itu sendiri.

"Farron! Aku kira aku sudah menyuruhmu untuk pulang ke rumah dan merayakan ulang tahunmu!"

"Kapten Amodar." Lightning memberi hormat.

Pria bertubuh besar itu memincingkan mata. "Jangan bilang kalau kau dan Serah bertengkar? Kita semua tahu kalau Serah akan menikah dengan Snow,untuk apa lagi kau pura-pura kaget dan marah seperti ini?"

"Bagaimana kau bisa tahu?" Lightning berdahem. "Maaf, maksud saya, bagaimana Anda bisa mengetahuinya? Soal Snow akan menikah dengan Serah, tentunya. Saya tidak pura-pura marah dan kaget. Saya memang benar-benar marah dan kaget."

Amodar tertawa. "Lightning, kau memang payah kalau soal membaca kondisi yang tidak ada hubungannya dengan perang."

Salah. Sebetulnya Lightning cukup mahir membaca segala situasi, hanya saja terkadang dia ragu (seorang Lightning tidak pernah takut) kalau dia salah. Jika ini adalah orang lain, mungkin Lightning sudah meninjunya. Tapi ini Amodar, kapten unit dia mengabdi. Orang kedua yang memanggilnya dengan nama Lightning, bukan Claire Farron. Bukan nama anak kecil lemah yang tidak bisa melakukan apa-apa, yang tidak bisa melindungi siapa-siapa.

Tapi terkadang Amodar memanggilnya dengan sebutan Farron, karena itu adalah nama keluarga Lightning. Nama yang dia bagi dengan Serah. Setidaknya yang Lightning bisa lakukan adalah membiarkan Amodar berpikir kalau Lightning tidak mampu membaca sebuah situasi jika tidak dalam keadaan antara hidup dan mati.

"Sebetulnya bukan hanya masalah pertunangan Serah dengan Snow saja. Tapi juga soal pengangkatannya sebagai l'Cie."

Amodar menghela napas. "Itu juga tidak ada yang bisa kita lakukan, Lightning. Dia sudah dipilih oleh Etro. Yang bisa kau lakukan hanyalah memberikan dukungan untuknya. Dan kau tahu kalau kau bisa mengunjungi Serah. Tempat dia latihan hanya beberapa jam jaraknya dari Bodhum."

Amodar benar, memang sudah tidak ada yang bisa Lightning lakukan. Serah sudah dipilih oleh Etro, berserta puluhan orang lainnya yang bernasib sama seperti Serah. "Anda benar, Kapten Amodar."

Amodar tertawa sambil menepuk punggung Lightning dengan keras. Yang dipukul berusaha menahan sakit dengan tersenyum. Tidak peduli sudah sesering apa punggungnya menjadi korban pukulan Amodar, tetap saja rasa sakitnya masih sama, bahkan semakin sakit. "Kalau begitu apa yang kau lakukan disini, Lightning? Cepat pulang dan minta maaf kepada adikmu."

Lightning memberi hormat. "Terima kasih, kapten."


Lightning menelan ludah saat melihat rumahnya kosong. Dia mengambil pisau hadiah Serah. Adiknya memang tahu apa yang terbaik untuk Lightning. Dia tahu kalau kakaknya tidak suka diberikan hadiah yang tidak penting, dan juga tahu kalau Lightning tidak akan menolak sebuah pisau. Dia ingat kalau Serah mengatakan pagi ini semua l'Cie yang terpilih akan berkumpul di kuil sebelum berangkat ke kastil untuk persiapan penobatan malam harinya.

Ah, itu menjelaskan kenapa banyak Sanctum di luar sana. Para Sanctum biasanya dikirim dari kapital Eden untuk menjaga kelangsungan penobatan para l'Cie yang baru.

Sayangnya Lightning adalah Guardian, bukan Sanctum. Jika Guardian adalah prajurit yang ditugaskan untuk melindungi kerajaan-kerajaan Imperium, maka Sanctum adalah unit yang ditugaskan untuk melindungi kapital Imperium, yaitu Eden. Dan juga untuk melindungi acara-acara besar dan spesial, seperti penobatan l'Cie. Selain merupakan kerajaan terbesar di Imperium Cocoon, kerajaan Eden juga tempat Distinto fal'Cie Barthandelus berada. Dua fal'Cie di satu kerajaan. Tentu saja penjagannya akan sangat ketat dan hanya mereka yang memiliki kemampuan terbaik yang bisa mengabdi disana.

Lightning pernah mendapat tawaran untuk bekerja sebagai Sanctum, tapi dia menolak. Sebab dia tahu kalau Serah tidak bisa meninggalkan Bodhum meskipun pada akhirnya dia akan mendukung Lightning, tapi dia tahu kalau adiknya sebetulnya tidak bahagia. Plus Light suka dengan Bodhum dibandingkan dengan Eden. Kerajaan itu terlalu ramai, walau memang tidak seramai Nautilus.

Kalau tidak salah ingat Lightning memiliki teman yang bergabung di Sanctum. Semoga saja dia ditugaskan untuk menjaga penobatan l'Cie di Bodhum. Jika tidak, Lightning akan mencari cara untuk masuk ke istana. Hingga beberapa tahun yang lalu, keluarga para l'Cie diizinkan untuk masuk ke dalam istana saat acara penobatan.

Namun ada insiden, dimana seorang ayah yang tidak setuju anaknya menjadi l'Cie nyaris membunuh Alexander, Eidolon yang waktu itu mengawasi penobatan para l'Cie. Semenjak itu para anggota keluarga tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam lingkungan istana pada saat acara penobatan.

Lightning pasti bisa menemukan cara untuk bisa masuk ke dalam istana untuk mengatakan kepada Serah kalau dia mendukungnya. Oh tidak, itu hanya bercanda. Dia akan masuk ke istana untuk menghentikan penobatan itu terjadi. Dia tidak akan membiarkan adiknya menjadi seorang l'Cie hanya karena Etro memilih Serah Farron untuk menjadi ksatria pelindung Imperium.


Akhirny saia bikin fanfic Final Fantasy XIII juga *nangis bahagia*. Saia baru namatin trilogi game ini beberapa minggu yang lalu, tearbending bangetlah. Mbak Lightning emang kece badai. HopeRai forever! Fang sama Vanille gay abis sumpah, so yes, of course I make them as a couple in this story. Apakah ini bisa dikatakan sebagai re-tale? Tapi saia bakalan ganti beberapa major plot, jadi... Half re-tale?

Nama Liwash itu nama ikan paus yang dinaiki oleh Bahamut. Atau setidakny begitu menurut wikipedia final fantasy, dan Kujata adalah nama sapi jantan yang dinaiki oleh Bahamut. Yup, ada 2 versi legenda Bahamut, so why not use both of them? Soal panggilan Hecaton dengan mereka, itu karena Hekatonkheires memang digambarkan memiliki banyak tangan dan kepala. Jadi walaupun sosok Hecaton itu pria, karena di wikia final fantasy disebut him, saia juga menggunakan they untuk menghormati mitologi Hekatonkheires. And yes, Waise is Orphan. Menurut google translate sih Waise itu bahasa Jermanny Orphan

Karena dicerita ini Eidolon adalah manusia, saia sedang mencari-cari aktor dan aktris yang kira-kira cocok untuk gambaran visualisasi para Eidolon. Karena untungny para Eidolon ini diambil dari mitologi, jadi lebih gampang. Saia akan menyesuaikan dengan mitologi itu berasal. Jadi misalny kalau Bahamut itu dari mitologi Arab, maka saia akan mencari aktor atau orang terkenal lainny (?) yang kelahiran Timur Tengah. Tapi kalau misalkan kamu memiliki visualisasi sendiri, silahkan. Saia cuma mau mempermudah saia waktu ngetikny, supaya engga bingung. Atau mungkin ada yang mau berbagi visualisasi?

Saran dan kritik sangat diharapkan