HAI MINNA-SAN :D KITA KETEMU LAGI ^_^
aku persembahkan fanfic SasuNaru again nih XD
kalau begitu selamat membaca :)
X0X0X
I Just Wanna Say I Love You
Disclaimer:
I do not own them.
Naruto © Masashi Kishimoto
I Just Wanna Say I Love You © Uzumaki Shieru
WARNING: OOC, Shonen-Ai, Boy x Boy
KALAU TIDAK SUKA, TIDAK USAH BACA, KALAU PERLU TEKAN TOMBOL BACK! ^^
.
.
.
"Dobe! Kau mengerti tidak, sih?"
Keluhan tersebut berasal dari seorang bocah kelas 5 SD berambut raven—sebut saja Uchiha Sasuke.
"Ya, aku mengerti," kali ini seorang bocah berambut pirang yang menyahut—sebut saja Uzumaki Naruto.
"Lalu? Kenapa dari tadi salah terus? Dan jangan lihat ke depan, Usuratonkachi! Lihat bukumu!" ucap Sasuke dengan nada tak biasa.
"Iya, Sasuke," ucap Naruto dengan cengiran khasnya.
Sasuke hampir menjedukkan kepalanya ke atas meja. Ok, ternyata mengajari Uzumaki Naruto itu tidaklah mudah. Lihat saja bocah pirang di depannya itu! Bukannya memperhatikan pelajarannya, malah cengar-cengir tak jelas.
Berawal saat Naruto mendapatkan nilai rendah saat ulangan matematika. Well, tidak kali ini saja Naruto mendapatkan nilai jelek, hampir setiap ulangan ia selalu mendapatkan nilai terburuk di kelasnya. Jujur saja, dulu—sebelum Naruto sekelas dengan Sasuke—bocah pirang itu sebenarnya anak yang rajin, ia tidak pernah tidur di dalam kelas, dan selalu memperhatikan guru di depannya. Tapi entah kenapa akhir-akhir ini kualitas belajar bocah pirang itu menurun—membuat Sasuke merasa heran sendiri. Dan kenapa juga harus Sasuke yang mengajari bocah pirang di depannya itu? Salahkan Kakashi-Sensei yang seenaknya saja mengklaim dirinya menjadi seorang guru privat bagi Naruto.
"Kau bisa lebih serius tidak sih, Dobe?" Sasuke memicingkan matanya.
'Plak'
Tamparan kecil mendarat mulus di pipi Sasuke.
"Ada serangga," ujar Naruto.
'TWITCH'
"Ck, aku pulang, Dobe!" Sasuke menutup buku-bukunya dengan kasar, dan memasukkannya ke dalam tasnya.
Cukup, tidak ada gunanya mengajari bocah pirang itu. Sasuke terlalu lelah hari ini. Untung saja ia masih menahan kesabarannya atas perbuatan Naruto tadi.
Sasuke menyambar tasnya, tapi tiba-tiba sebuah tangan berkulit tan menahannya. Alhasil, Sasuke terhenti dan menoleh pada pemilik tangan tersebut.
"Apa?" Sasuke menatap datar.
"Terima kasih, dan hati-hati di jalan."
Sadar atau tidak, wajah Sasuke sedikit merona. Senyum Naruto memang dapat melelehkan siapapun. Inilah alasan mengapa Sasuke tidak bisa marah pada bocah pirang itu. Naruto itu terlalu manis di matanya—tapi terkadang juga menyebalkan.
"Iya, Dobe." Sasuke buru-buru memalingkan wajahnya—bermaksud menyembunyikan rona merah di wajahnya. "Besok...pulang sekolah, kita belajar lagi." lanjutnya.
"Iya, Sasuke." ujar Naruto.
.
.
.
"Baiklah anak-anak, hari ini sensei akan mengukur kekuatan berlari kalian, pertama-tama kalian harus pemanasan, dan bla...bla...bla..."
Sasuke hanya mendengarkan perkataan Guy-Sensei dengan malas. Hari ini matahari cukup menyengat, dan Guy-Sensei malah menyuruh berlari? Yang benar saja!
Sasuke menoleh pada bocah pirang di sampingnya. Heran, karena bocah itu terlihat begitu...semangat?
"Baiklah, mulai berbaris dengan rapi! Kita mulai pemanasan!" kata Guy-Sensei dengan semangat. Seluruh murid-murid mulai berbaris dengan rapi, dan mulai mengikuti instruksi pemanasan dari Guy-Sensei.
Keringat mulai turun di dahi Sasuke. Pemanasan saja membuatnya lelah begini, apalagi jika berlari? Entah hanya perasaan atau apa, pemanasan yang di berikan oleh Sensei beralis tebal itu berbeda dengan yang lain. Ck, benar-benar semangat masa muda. Sasuke sweatdrop sendiri.
"Ok! Sensei akan memanggil nama kalian masing-masing. Pertama-tama Sensei akan mengambil lima orang saja. Yang pertama, Inuzuka Kiba!"
Bocah bertato segitiga yang ternyata adalah Inuzuka Kiba itu langsung berjalan menuju garis start, dan berdiri di sana.
"Hyuga Neji,"
Kali ini bocah bermata lavender yang maju.
Sasuke menghela nafas. Well, sebenarnya ia sungguh-sangat-malas-berlari. jangan sampai namanya di panggil.
"Uzumaki Naruto,"
Naruto dengan semangat menuju garis start. Membuat Sasuke menggelengkan kepala.
"Aku pasti menang, Dattebayo!" seru Naruto semangat.
"Ok, yang keempat adalah Rock Lee!" kata Guy-Sensei semangat. "Selamat berjuang, Lee!" ujar Guy-Sensei memberi semangat.
"Tentu saja, Sensei!" Lee mengarahkan jempol jarinya sambil memperlihatkan gigi putih berkilatnya kepada Guy-Sensei—membuat seluruh murid ber-sweatdrop ria, termasuk Sasuke yang sekarang tengah memutar kedua bola matanya. Benar saja, Guy-Sensei dan Lee itu bagaikan Ayah dan Anak. Lihat saja penampilan mereka? Sangat mirip.
"Yang terakhir, Uchiha Sasuke."
Sasuke mendecah kecil. Dengan langkah malas ia menuju garis start—menuju tempat Naruto dan yang lainnya.
"Ok! Kalian semua bersiap-siaplah. Dalam hitungan ketiga, Sensei akan meniup peluitnya. Ingat, lari jarak pendek hanyalah memutari lapangan ini sekali saja. Kalian harus berlari secepat mungkin, dan kalahkan musuh kalian masing-masing. Kalian mengerti?"
"Mengerti!" seru semuanya.
Dan mereka semua mengambil ancang-ancang start jongkok. Wajah mereka semua begitu serius, terutama Naruto—membuat Sasuke sedikit terpana melihat perubahan raut wajah bocah pirang itu.
"Bersedia.."
Sasuke pun mulai serius menatap ke depan.
"Siap.."
'Prriiiiittt'
Guy-Sensei meniup peluitnya dengan keras. Para peserta mulai berlari dengan antusiasnya. Lee dan Naruto berada di posisi terdepan. Tidak mau kalah, Sasuke pun mulai mempercepat laju larinya. Ia sudah tidak peduli dengan matahari yang mulai menyengat menusuk kulitnya. Yang terpikirkan olehnya adalah berharap ia bisa mendahului Naruto secepatnya. Sasuke sempat heran, tubuh bocah pirang itu terlihat mungil, tapi memiliki kekuatan yang sangat lincah. Seperti ninja.
Sasuke sempat melihat dua bocah—sepertinya merupakan para senpai—yang sedang bermain bola di tengah lapangan. Salah satu bocah mulai mengambil ancang-ancang untuk menendang bola tersebut begitu keras. Ketika...
'BUAGH'
"DOBE!"
Seketika para peserta pelari menghentikan aktifitas berlari mereka saat mendengar suara teriakan Sasuke. Mata mereka semua tertuju pada Naruto yang kini telah terkapar tidak berdaya.
Sasuke mengambil langkah seribu menuju ke tempat Naruto berada. Kepanikan mulai melanda dirinya.
"DOBE!" Sasuke menghampiri Naruto.
"Cepat! Bawa dia ke ruangan kesehatan!" kata Guy-Sensei cemas.
Mereka bertiga—Kiba, Lee, dan Sasuke—mulai mengangkat Naruto, membawa bocah pirang itu ke ruangan kesehatan.
.
.
.
Kedua bola mata itu terbuka perlahan, menampilkan iris birunya yang cantik. Naruto telah tersadar kembali.
"Di mana...aku?" tanya Naruto
"Naruto,"
Naruto menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya. Sasuke tengah menatapnya dengan cemas.
"Sasuke!" Naruto reflek terbangun, "Aw.." ia meringis kesakitan memegangi kepalanya.
"Idiot! Jangan bangun dengan cara seperti itu, bodoh! Kepalamu masih sakit!" nada Sasuke begitu keras—tapi tersirat kecemasan di dalamnya.
"Go-gomen.." Naruto menundukkan kepalanya takut-takut.
Naruto memegangi dahinya yang telah di plester dengan kapas. Lalu kemudian pandangannya tertuju pada lututnya yang juga tampak di perban. Ah, sepertinya setelah ia terkena bola, ia juga sempat tersandung batu, dan kemudian terjatuh.
"Kau mengobatiku, Sasuke?" tanya Naruto.
"Hn,"
"Jawabanmu ambigu sekali, Teme!" Naruto mengerucutkan bibirnya, membuat dirinya tampak imut.
"Kiba, Lee, dan aku yang membawamu ke sini. Dan..ya, aku yang mengobatimu." ucap Sasuke akhirnya.
Naruto tersenyum. "Arigato, Sasuke."
Wajah Sasuke sempat merona.
"Tak perlu sungkan, Dobe." Sasuke memalingkan wajahnya. "Dan hari ini kau tidak usah belajar privat denganku, Dobe. Pulang saja, dan istira—"
"Jangan," potong Naruto.
Sasuke memandang Naruto heran. "Ehm, maksudku. Aku tidak apa-apa, Sasuke. Jadi, kau tidak perlu menunda mengajar." ucap Naruto.
Sasuke menghela nafas. "Kau benar-benar keras kepala ya, Dobe?"
"TEME!"
Sasuke tertawa kecil, "Baiklah,"
.
.
.
"DOBE! Kau bisa mengerjakannya tidak, sih? Kenapa dari tadi salah terus?"
"Aku lupa, Sasuke."
"Perhatikan bukumu! Jangan melihat padaku terus!"
"Iya, Sasuke."
Sasuke merebahkan kepalanya di atas meja.
Kenapa begitu sulit mengasah otak 'Dobe' bocah pirang di depannya itu? Atau mungkin selama ini dirinya tidak begitu jelas mengajarkan? Kalau begini terus, pasti Kakashi-Sensei akan menuntutnya! Duuh...
"Sasuke?"
"..."
"Sasuke?"
"Apa, Dobe?" Sasuke menatap Naruto dengan pandangan lelah.
"Maaf ya," ujarnya sambil tersenyum simpati.
Sasuke menghela nafas, "Lupakan! Lebih baik kita pulang," ucap Sasuke akhirnya.
Naruto hanya tertawa kecil. Ia tidak pernah menyangka bahwa selama ini Sasuke selalu sabar mengajari dirinya. Dari dulu Naruto sudah mengagumi Sasuke. Bocah berambut raven itu pernah menolongnya di saat ia tengah kehilangan mainan kesayangannya.
FLASHBACK
"Kenapa menagis?"
"Hiks...mainanku hilang...tadi aku menaluhnya di cini, tapi waktu belmain cama teman-teman, tiba-tiba cudah hilang. Hueee~"
"Cup, cup...tenang caja, aku akan menyalikannya untukmu. Mainanmu sepelti apa bentuknya?"
"Bentuknya bulat, di campingnya ada beci yang bica di putal, dan bica mengelualkan cuala nyanyian, cepelti kotak mucik."
"Baiklah, ayo kita cali sama-sama!"
Mata bulat bocah berambut pirang itu berbinar—tak menyangka bahwa ada seseorang yang mau membantunya. Di raihnya tangan bocah berambut raven itu dengan cengiran khasnya, dan memulai mencari sang mainan.
Tidak menyangka beberapa menit kemudian, mainan si bocah berambut pirang itu ketemu juga.
"Syukullah, akhilnya ketemu," ujar sang bocah raven.
"Iya, telima kacih ehmm..."
"Sasuke. Panggil aku begitu,"
"Cacuke?"
Bocah raven itu tersenyum mengangguk.
"Sasuke, di kelas 1-A. Kau?"
"Ujumaki Nalluto. 1-D. Yolochiku Cacuke!" Naruto tersenyum cerah.
"Baiklah, Nalluto. Aku halus segela kembali. Sampai ketemu lagi." Sasuke melambaikan tangannya, dan pergi meninggalkan sosok Naruto dengan tersenyum hangat.
FLASHBACK END
Setelah pengalamannya tersebut, akhirnya Naruto mulai jatuh cinta pada sosok bocah berambut raven tersebut. Dan impiannya untuk mengenal bocah berambut raven itu terwujud juga. Akhirnya ia bisa sekelas dengan Sasuke, bahkan bisa sedekat ini dengan Sasuke.
Tapi...kapankah perasaannya tersampaikan? Kapan Sasuke menyadari perasaannya? Atau mungkinkah Naruto yang harus mengutarakan perasaannya? Tapi ia takut...takut akan jawaban Sasuke yang berbeda dengan pemikirannya.
'I just wanna say i love you, Teme'
Kenapa mengucapkan kalimat itu begitu sulit?
.
.
.
TBC
GIMANA? Jelek ? Mau di lanjutin nggak? XD
Kalau begitu aku minta pendapat kalian semua :D
Flame di terima *tapi yang membangun ya!*
R
E
V
I
E
W
(~^_^)~
