Mendekati akhir Oktober, kesibukan makin terlihat jelas di setiap sudut kota Dublin. Semakin banyak rumah-rumah yang dihiasi oleh ornamen khas musim gugur, begitu lengkap dengan karangan bunga lingkar berwarna hitam dan jingga, yang digantung di sisi luar pintu. Bahkan sudah ada beberapa ukiran labu yang dipajang di halaman depan.Terdengar familiar? Mungkin kita akan langsung menginterpretasikan Halloween jika bertandang. Tetapi ini adalah festival Samhain, dan tempat ini adalah Irlandia di abad pertengahan.
*
Lukas mempercepat langkahnya ketika sisa-sisa hujan kembali turun. Mantelnya sudah basah kuyup, tercampur noda lumpur dan bahkan cipratan darah di beberapa bagian. Ia harus segera menemukan tempat untuk berteduh. Beruntung, tak perlu waktu lama bagi kakinya untuk menapaki gerbang masuk ke pusat kota.
Jalanan terasa begitu lengang. Lentera di sisi-sisinya saja hanya berpendar redup. Hanya ada segelintir orang yang masih mau keluar di malam hari, apalagi di tengah cuaca seperti ini. Sisanya? Sudah pasti mereka bergumul di dekat perapian atau mungkin menikmati alkohol di bar. Penghujung musim gugur tidak pernah menjadi waktu yang baik untuk bepergian.
Lukas lantas segera membelokkan langkahnya ketika matanya menangkap sebuah bar yang cukup redup. Tidak banyak orang berlalu lalang di sana, dan tidak terdengar tawa barbar khas para pria yang tengah menikmati alkoholnya. Melihat pintu depan yang sedikit reot dan digantungi karangan bunga khas Samhain, bar itu barangkali menyediakan makanan yang murah. Merupakan pilihan yang sangat tepat bagi Lukas yang baru saja 'menggelandang'.
Ketika Lukas mendorong pintunya, ia disambut gemerincing lonceng yang terdengar halus... dan sedikit mistis. Ia tergelitik untuk meliriknya. Tetapi Lukas harus menelan kecewa karena pada kenyataannya itu hanyalah dua buah lonceng biasa. Ia menggeleng. Mungkin hanya perasaanku. Kewaspadaanku pasti meningkat karena 'mereka'.
Matanya lantas memindai seisi bar. Hanya ada seorang pelanggan tua di dekat jendela, bertopang dagu dan melamun pada gerimis yang turun. Sepertinya pria itu bahkan tidak sadar akan kedatangan pelanggan lain--atau mungkin hanya tidak peduli. Tetapi lebih baik untuk tidak mengganggunya.
Lukas berjalan ke arah meja konter. Lidah api di dalam lentera-lentera yang temaram sesekali bergoyang, menimbulkan kedipan dalam penerangannya yang sudah samar-samar. Pemuda itu sedikit terhenyak ketika mendapati daerah konter kosong melompong. Tidak ada seorang barista pun.
Lukas menautkan alisnya bingung. Ia sedikit melongok dan mencoba memanggil siapapun yang barangkali bertugas untuk menjaga bar itu.
Pada panggilan ketiga, barulah seorang perempuan menjawab dan menampakkan diri. Lukas seketika terpaku. Dia cantik memang, dengan mata hijau berkilauan layaknya zamrud dan rambut bergelombang yang halus dan sewarna jahe--begitu khas Irlandia. Gadis itu juga punya aura yang memikat. Hanya saja bukan itu yang menjadi fokus Lukas.
"Selamat datang. Maaf atas ketidak nyamanan yang-"
"Kau," potong Lukas. "Kau seorang Aos Sí, bukan?"
