Moshi-moshi! Aku dengan penname mutmutte, baru pertama kalinya nulis di fandom ini, di fandom Prince of Tennis. Itu juga pertama kali tau komik ini exist di dunia perkomikan(?) karena melihat fandom ini salah satu fandom yang digandrungi di dunia. Baca baca baca dan gangerti #plak akhirnya saya bertekad untuk menggali informasi tentang komik ini. Dan, setelah puter-puter kota punya saya #PLAK eh salah deng, kota kelahiran saya alias Bogor, nemu juga di Elex Comic Center komik Prince of Tennis! Yey!
Dan akhirnya, setelah berminggu-minggu baca dan juga karena edisinya yang ada 42, memakan waktu lama. Belum lagi ada banyak komik yang tidak ada di tempat. Huft, harus buka internet itu mah. Kesel deh, hahaha. Akhirnya, kelar juga semua komiknya di baca. Dan tiba-tiba entah dateng angin dari mana, jatuh cinta sama Pillar Pair! Shishishi…
Dan akhirnya, terbentuklah ide ini! Hehehe….
Eng, ini pertama kalinya aku bikin fict di fandom ini, jadi mohon maaf kalau ada keganjilan. Belum lagi fict ini AU, hehehe. So, Review and critics are needs here! Hehehe….
No more talk –or writes:
Summer Breeze
Disclaimer : Prince of Tennis to Takeshi Konomi
Rate : T
Genre : Romance / Drama. Genre bisa berubah seiring jalannya cerita.
Summary :
Ryoma pikir, liburan musim panasnya bisa ia gunakan untuk santai, tidak dikejar ujian sekolah ataupun turnamen tennis. Tapi, kali ini pikirannya salah. Di hari terakhirnya sekolah, ayahnya memberitahukan bahwa ada seseorang yang akan tinggal di rumah mereka selama liburan. Dan, liburan kali ini benar-benar menguras tenaga, hati, dan pikirannya, dengan berbagai fakta yang tiba-tiba muncul –atau sebenarnya sudah ia ketahui, tapi berusaha ia hiraukan?
WARNING! AU, OOC –maybe buat tokoh-tokoh utamanya- dan bakalan ada OC di chapter-chapter mendatang. Boyxboy alias Boy's Love walau di chapter awal-awal baru shounen-ai, Ryoma yang suka duluan tapi terlalu polos untuk menyadari bahwa itu cinta(?), dan bahasa berbelit(?), UPDATE NGARET hehe
This is a Pillar Pair fict!
DON'T LIKE DON'T READ
But yeah,
Enjoy!
Chapter 1 – What?
.
"Game and match, won by…Echizen! 7 games to 6!"
Akhirnya suara itu terdengar, setelah sekian detik yang sunyi tepat setelah bola terjatuh ke tanah, menandakan akhir permainan.
Sejenak lapangan itu sunyi, tapi detik kemudian sorakan kemenangan terdengar, membahana. Aura kemenangan memenuhi udara, pekat. Dan detik berikutnya, Ryoma Echizen sang penentu kemenangan dikelilingi oleh anggota tim regular Seigaku, dengan pelukan erat yang diberikan. Mengabaikan sang korban pelukan yang merasa lemas setelah pertandingan.
"Senpai, nafas-"
Beberapa saat kemudian, setelah pelukan demi pelukan yang menumpuk terlepas, seseorang menutup penglihatan Ryoma.
'Aroma ini…'
Sesaat setelah pelukan erat dari entah siapa itu, karena tingginya yang lebih daripada Ryoma, orang itu melepas pelukannya. Dan dari tangannya yang besar yang khas, Ryoma tahu siapa itu.
Dan ketika ia mendongkak, ia mendapati sepasang mata yang amat dikenalnya –yang dibingkai kacamata- menatapnya lurus, seolah menghipnotis dirinya untuk terus menatapnya.
"Selamat, Ryoma, dan terima kasih…"
Ryoma sangat kenal suara itu dan ia sangat suka suara itu, dan merindukannya.
Wajah mereka makin mendekat…
.
"Wake me up inside, wake me up inside, call my name and safe me from the dark-"
Suara kencang membahana di seluruh ruangan, membuat sebuah tangan keluar dari gumpalan selimut, mencoba menggapai meja di sebelah tempat tidur dimana ia meletakkan sumber bunyi yang membuat mimpinya membuyar.
Mimpi.
Sosok itu kemudian mengambil handphone-nya, membuka flip-nya, dan mematikan lagu 'Bring Me to Life'-nya Evanescence. Kemudian kesadaran akan mimpinya menghantamnya, membuatnya teduduk dengan cepat dan menyingkap selimutnya. Kemudian, setelah beberapa saat yang sunyi, ia mengangkat tangan kanannya dan mengacak rambut hijaunya.
Kebiasaan yang sudah sering ia lakukan dikala bingung, terutama saat seperti ini terjadi.
"Kenapa ga bisa nahan diri sih?" gumamnya, lirih.
Pasalnya, mimpi kan merupakan cerminan dari suatu hal yang dipendam dalam hati. Dan lagi, mimpinya itu sebagian realita, nyata. Dan sebagian lagi merupakan hasrat terpendamnya, yang sudah lama ia rasakan dan tanpa ia sadari memendam di dalam dirinya.
Hasratnya, merasakan pelukan darinya, dan entah kenapa makin lama mimpinya makin liar.
Padahal, bagian ia memenangkan Kejuaraan Nasional kemarin sudah lama terjadi. Setidaknya sebulan sudah bisa dihitung, lebih lagi. Tapi entah kenapa mimpinya bisa datang lagi.
Akhirnya ia berhenti memikirkan mengenai mimpinya, karena ia merasa kalau ia terus saja memikirkan hal itu, mungkin ia bisa jadi gila karenanya.
Ia mendongkak, menatap jam dinding. Baru pukul setengah tujuh, sedangkan sekolahnya masuk pukul delapan. Latihan pagi sudah ditiadakan, karena hari ini hari terakhir mereka sekolah sebelum minggu depan musim sudah memasuki musim panas. Walau begitu, pulang sekolah mereka tetap akan mengadakan latihan, karena Tezuka-senpai dan Oishi-senpai sudah memberi tanda-tanda bahwa mereka akan memberitahu ketua klub Tennis sepulang sekolah.
Dan ia memang berniat untuk ke sana sepulang sekolah, walaupun nanti mungkin tidak ada latihan, ia akan bermain satu dua set.
Akhirnya ia memutuskan untuk bangkit, menyingkap selimut sepenuhnya, dan menyabar handuk yang tergantung di lemari di sebelahnya. Terdengar suara 'duk' pelan, tanda pintu tertutup, disusul 'duk' yang lain, tanda pintu dibuka dan ditutup. Sekitar lima belas menit kemudian, dari arah kamar mandi terdengar decitan pintu terbuka, dan sosok Ryoma terlihat. Dengan cepat ia menuju kamar tidurnya, dan berganti pakaian. Hanya sepuluh menit, ia sudah keluar dari kamarnya lengkap dengan seragam, tas sekolah dan tas tennis-nya yang tergantung di bahu.
Ia berjalan melewati sebuah pintu tepat di sebelah kamarnya, sebuah ruangan yang ia sendiri tidak tahu punya siapa ataupun kegunaan ruangan itu. Tapi, memang pada dasarnya ia sendiri memang tidak peduli, jadi ia hanya mengangkat kedua bahunya dan berjalan menuruni tangga, bergabung dengan keluarganya.
"Ohayou,"
"Ohayou, Ryoma-kun,"
Ryoma duduk di salah satu kursi kosong, lalu mengambil sumpitnya. Dengan kata "Itadakimasu," pelan, ia mulai makan.
Anehnya, makan pagi kali ini berlangsung sunyi. Tidak ada kata yang keluar dari anggota keluarganya. Heran sih, makanya sekarang ia menaikan sebelah alisnya. Tapi, ia lebih memilih tidak peduli daripada mengurusi hal-hal yang tidak berkaitan dengannya.
Tapi, andai ia tahu, bahwa hal yang sedang dipikirkan kedua orangtuanya sangat berkaitan dengan dirinya.
"Aku selesai." Katanya, menaruh kedua sumpitnya bersisian dengan piringnya, lalu berdiri. Ia sudah mengangkat tas-nya, tepat ketika ayahnya memanggilnya.
"Ryoma,"
"Apa?"
Sunyi. Sampai Ryoma mengetahui kebimbangan yang mengental di mata ayahnya. Akhirnya, ia buka suara juga. "Apa, yah?"
"Ehm," sepertinya Nanjiro Echizen gugup mengenai apa yang akan ia katakana, "Er… pulang sekolah kau harus pulang cepat ya,"
Ryoma menaikan alisnya. Ini pertama kalinya ayahnya menyuruhnya pulang cepat. Biasanya, jam berapapun ia pulang tidak dipermasalahkan, apalagi kalau hal itu terjadi karena ia harus latihan tennis. Tapi sekarang?
"Kenapa?"
"Ung…"
Mengerti bahwa sang ayah tidak mau mengatakan alasannya, akhirnya Ryoma menghela nafas dan mengangkat tas-nya, menaruhnya ke pundak.
"Ya sudah, aku berangkat."
Ketika ia sudah sampai di teras dan memakai sepatunya, terdengar suara ibunya, "Hati-hati ya!"
Setelah ia menjauh dan tidak bisa mendengar apapun dari dalam rumahnya, sang ibu berbisik kepada suaminya, "Apa Ryoma bisa menerima hal ini?"
Sang ayah alias Nanjiro mengangkat bahu, menyulut rokoknya. "Kita tidak akan tahu kalau belum mencoba, bukan?"
.
.
.
.
"Yak, pelajaran hari ini sampai di sini saja. Kalian semua, selamat liburan musim panas!"
Sorakan terdengar dari kelas Ryoma, tanda anak-anak bersorak. Dengan cepat mereka membereskan tas, dan bergegas keluar.
Tepat saat sang wali kelas berseru, "Jangan lupa kerjakan PR kalian!"
Dengan santai Ryoma keluar dari kelasnya, berjalan sepanjang koridor dan menuruni tangga, menuju lapangan tennis. Dan di sana, sudah menunggu beberapa senpai-nya.
"Kau telat, Echizen!" seru Momoshiro, menyeringai.
"Huh, bel baru saja berbunyi, Momo-senpai. Kau saja yang terlalu rajin." Dengusnya, pura-pura kesal.
"Woo, yang lain saja sudah datang!"
"Yah, b iasa lah, wali kelas yang terlalu cerewet."
"Ehm," Eiji muncul di antara mereka dan menarik Ryoma, "Sudah saatnya pemanasan, chibi! Ayo!"
Mendengus kesal, Ryoma akhirnya pasrah ditarik Eiji ke ruang klub dan menaruh tas-nya di loker, lalu berganti.
Setelahnya, yang ia lakukan sekarang adalah berlari keliling lapangan, pemanasan dengan anggota tim reguler lain, menunggu kedatangan anggota lainnya.
Mereka latihan seperti biasa, walau porsinya berkurang karena pertandingan sudah usai. Dan memang Ryoma melakukan tanding tiga set dengan Momoshiro, dengan kemenangan 3-1.
"Wah, kau memang sudah banyak berkembang, Echizen!" seru Momoshiro sambil setengah ngos-ngosan, kelelahan selepas bertanding.
Ryoma hanya mengangguk lalu meraih botol minumnya, merasa haus mendadak menyerangnya setelah latih tanding tadi.
Setelah beberapa waktu istirahat, mereka kembali melanjutkan latihan. Kali ini, entah kenapa Tezuka dan Oishi tidak mengikuti latihan. Dan Ryoma yang menyadari hal itu, mendadak semangat berlatihnya menurun(?)
"Baiklah, latihan hari ini cukup sampai di sini!" seru Oishi yang tiba-tiba muncul, dengan Tezuka di sebelahnya. Dan entah kenapa, pandangan Tezuka terkunci kepada satu sosok. Ryoma. Dan Ryoma, yang menyadari seseorang memperhatikannya, mendongkak dan menyadari sepasang mata tajam Tezuka memandangnya intens, membuat entah kenapa wajah Ryoma memerah dan akhirnya ia memutuskan kontak mata.
Untungnya, tidak ada seorangpun yang melihat hal itu.
"Baik, semua anggota, kumpul!" seru Oishi lagi, lalu dengan cepat seluruh anggota klub Tennis Seigaku berkumpul di satu pusat, Oishi dan Tezuka.
"Sesuai janji, hari ini kami akan mengumumkan posisi kapten dan wakil kapten baru." Tezuka angkat bicara, membetulkan letak kacamatanya. Entah kenapa, pandangannya terkunci kepada sosok yang selalu membuatnya penasaran –dan membangkitkan rasa entah apapun di dalam dirinya.
"Dan, posisi kapten klub tennis kuserahkan kepada Echizen Ryoma."
Mendengar namanya disebut oleh sang kapten lama, Ryoma mendongkak. Kaget, tentu. Tapi, tatapan mata Tezuka yang intens itulah yang membuatnya jadi salah tingkah, bukan tepuk tangan dari seluruh anggota.
"Terima kasih, senpai," ia hanya bisa bergumam, memalingkan wajah. 'Kami, kalau aku lebih lama lagi melihat tatapan wajahnya… entah apa yang terjadi padaku…' batinnya dalam hati, diam-diam menghela nafasnya.
Tezuka menyadari bahwa Ryoma menghindari tatapannya, dan dalam hati bertanya-tanya. Apa mungkin karena pilihannya dengan menetapkan Ryoma, yang notabane masih kelas satu, menjadi kapten?
Mencatat dalam hati bahwa ia akan menanyakan hal itu nanti, Tezuka lalu mengalihkan perhatiannya kepada Oishi yang akan mengatakan siapa yang akan menggantikannya menjadi wakil kapten.
"Oke, selanjutnya. Untuk jabatan Wakil Kapten diserahkan kepada… Momoshiro Takeshi!" seru Oishi, sembari tersenyum ke arah Momoshiro, yang setelah mendengar pernyataan itu membelalakkan matanya.
"A-"
"YEEEY!" sorak-sorakan membahana, walau sebenarnya mereka kaget juga Momoshiro yang diangkat sebagai wakil kapten. Tapi, tetap saja mereka bertepuk tangan.
"Ehm, setelah ini, latihan bubar!"
Satu per satu kerumunan bubar, bahkan Ryoma. Bukan niatnya untuk pulang cepat seperti yang dikatakan ayahnya sih, tapi entah kenapa… ia tidak tahan satu tempat lebih lama dengan kaptennya.
Entah kenapa.
Jadi, yang ia lakukan berjalan cepat meninggalkan lapangan, menuju ruang klub. Agar mata anggota regular tidak menangkap sosoknya dan menyeretnya untuk entah apapun itu.
Tapi, ia terlambat sepersekian detik.
Karena, mata tajam Tezuka melihat pergerakannya, sehingga dengan cepat niatnya pun ketahuan oleh sang mantan kapten.
"Tunggu dulu, Echizen. Masih ada yang harus dibicarakan."
Glek! Hilanglah kesempatan Ryoma untuk kabur dari sana. Jadi, dengan terpaksa ia menurunkan topinya untuk menutupi sebagian mukannya yang entah kenapa menghangat, dan berjalan menuju tempat para senpai-nya.
Dan hari itu, Ryoma terpaksa menahan detak jantungnya yang terus berdetak lebih cepat dari biasanya karena Tezuka berada di dekatnya.
'Damn,' batinnya, sementara ia mendengarkan penjelasan Oishi sambil memalingkan wajah dari Tezuka yang berada di sampingnya, 'Kenapa dia harus ada di sebelah ku sih? Kan banyak tempat kosong di sini!'
Dan akhirnya… rapatnya pun selesai. Jam di tangannya sudah menunjukan pukul setengah enam, dan akhirnya dengan tergesa-gesa Ryoma pamit dan berlari menuju halte bis di dekat sekolahnya, menunggu bis yang sudah terlihat di kejauhan.
Dan anehnya, tiba-tiba di sebelahnya muncul sosok (mantan) kapten klub tennis Seigaku.
"Bu-buncho?"
"Hem," gumam Tezuka, merapihkan tas-nya. "Kau terlihat terburu, Echizen."
"Yah, pak tua itu menyuruhku untuk pulang cepat, jadi," Ryoma mengangkat bahunya, sekalian membetulkan letak tasnya. "Kuturuti saja."
"Hh, sepertinya sangat diluar kau, menurut begitu saja."
"Ah, sudahlah."
Percakapan mereka terpotong karena bis sudah datang, lalu mereka bersama menaikinya dan mencari tempat yang kosong.
Sepanjang perjalanan, walau mereka duduk bersebelahan, sunyilah yang menemani mereka. Akhirnya, di salah satu terminal, Tezuka turun duluan.
"Aku duluan, Echizen."
"Hn."
Dan, setelah sosok kaptennya hilang, ia mengutuki dirinya sendiri.
"Kenapa gaberani ngobrol sih, Ryoma baka!"
.
.
.
.
Sekarang, Ryoma menyesal pulang terlalu cepat.
Karena, keadaannya sekarang sangat sangat membuatnya kesal.
Kenapa?
Karena Ryoma Echizen telak dikerjai oleh ayahnya. Ingat, tadi pagi sang Samurai Nanjiro menyuruh anaknya pulang cepat? Penasaran, Ryoma menuruti kata ayahnya. Ia pulang cepat, tapi yang didapatinya, hanya ada ayahnya di rumah. Seperti biasa, ia menaruh sepatu di loker, lalu berjalan menuju arah tangga dan menaikinya, lalu menaruh tas-nya di kamarnya.
Penasaran akan apa yang menantinya, Ryoma turun cepat. Dan dilihatnya sang ayah menantinya di ujung tangga, dengan benda yang sangat di kenalnya.
Sebuah sapu, seserok, lap, dan sebuah kain.
Menelan ludah paksa, Ryoma bertanya kepada ayahnya untuk apa semua itu. Dan ayahnya dengan santai berkata bahwa ia meminta tolong (baca: menyuruh) Ryoma membersihkan kamar kosong di sebelah kamarnya. Menggerutu, akhirnya Ryoma menerima hal itu.
Dan sekarang, dirinya berada di kamar tersebut yang rupanya sedikit berdebu, menyapu sudut-sudut ruangan. Setelah selesai, ia membuat debu-debu tersebut ke kantong plastik yang ada di depan pintu. Setelahnya, ia mengeluarkan lap dan mulai membersihkan sudut-sudut ruangan.
Tanpa sadar, jam sudah menunjukan pukul tujuh lewat sepuluh malam, tepat pada saat bel pintu rumahnya berbunyi dan terdengar pintu terbuka. Tepat pada saat itu, Ryoma sudah selesai membershikan ruangan yang rupanya itu merupakan sebuah kamar tidur.
Ia berniat untuk membershikan tangan dan mandi, tepat saat namanya dipanggil oleh ayahnya.
"Ryoma! Turun cepat!"
Menghela nafas karena acara mandinya tertunda, Ryoma lalu berjalan lesu menuruni tangga, menuju pintu depan. Di sana, dilihatnya ayahnya berdiri dengan muka… ganjil? Aneh. Jarang sekali ayahnya berwajah seperti itu.
"Ada apa, yah?" tanyanya sambil membershikan tangannya yang kotor dengan ujung baju. Percuma. Kotoran di tangannya memang harus dibersihkan dengan air.
"Eng, mulai hari ini dan selama liburan musim panas, ia akan tinggal di rumah kita karena kedua orangtuanya sahabat ayah, jadi menitipkannya selama liburan. Ayo," katanya sambil menunjuk sosok di pintu –yang baru disadari keberadaannya oleh Ryoma- dengan dagunya.
Ryoma menoleh ke arah pintu, dan betapa kagetnya ia mendapati seseorang yang sudah sangat ia kenal berada di sini. Jantungnya berdegup kencang, dan tanpa sadar ia menelan dengan susah payah.
Untuk pertama kalinya, ia merasa gugup.
"Malam, Echizen."
Dan, musim panasnya baru saja akan dimulai.
XOXOXOXOXO
TBC
XOXOXOXOXO
Gimana gimana gimanaaaa?
Hehehe… mungkin chapter keduanya bakalan lama, so…
REVIEW please!
