A/N: hehehe kali ini author terinspirasi bikin fic yg berbau suspense, misteri, dsb banyak lah. Berhubung belakangan ini author suka nonton anime / dorama yang berbau misteri dan detektif. Awalnya author mau bikin yang ala detektif, tapi susah juga bikin kasus-kasus dan gimana cara mecahinnya. Akhirnya author nyerah dan ganti bikin fic yang lebih ke arah psychological & suspense. Moga-moga readers enjoy ya

Genre: Suspense, Tragedy, Mystery, supernatural, Romance, Humor (a bit), Adventure

Warning: OOC, AU, OC, kemungkinan typo(s), EYD berantakan, kosa kata minim, dll

Disclaimer: I don't own any Vocaloid, the real owner is and will always be Yamaha Corporations.


Chapter 1 : Prologue

Pagi itu Crypton High diselimuti oleh awan gelap tebal yang tak lama kemudian menurunkan hujan deras. Puluhan siswa yang tadinya masih dengan santai berjalan menuju ke sekolah segera berlari-lari kecil sambil menutupi kepala mereka dari rintikan hujan yang semakin lama semakin deras. Dan salah seorang dari mereka sedang menggerutu kesal sambil menarik seseorang lagi di belakangnya untuk berjalan lebih cepat lagi sebelum mereka berdua benar-benar basah kuyup.

"Nee, Gaku, HAYAKU!" kata Luka setengah berteriak melawan guntur yang turut meramaikan suasana. Lalu, orang yang sedang diseretnya itu hanya menguap-nguap lebar seperti ikan lohan, tidak peduli terhadap hujan yang terus menerpa.

"Hoamm…tapi aku masih ngantuk…semalam aku begadang, Luka-chan."

"Siapa suruh kau tidur subuh-subuh heh? Peduli amat, aku tidak ingin basah kuyup ketika sampai di sekolah! Ayo!"

Dengan tenaga super power nya Luka menggeret Gakupo yang terus-terusan menguap sepanjang jalan. Yap, mereka berdua sudah saling mengenal sejak kecil. Rumah mereka tepat bersebelahan, jadi mereka sering bermain bersama ketika masih kecil. Bahkan kamar mereka pun bersebrangan, hanya dibatasi oleh tembok yang tidak terlalu tnggi dan jendela di masing-masing kamar. Karena itulah mereka bisa akrab dan sama-sama cueknya ketika banyak orang mengira mereka sepasang kekasih.

Ketika tiba di sekolah sialnya pintu gerbang utama sudah ditutup rapat, artiya mereka terlambat.

'Apes! Sudah kehujanan, basah kuyup, sekarang terlambat lagi!' batin Luka.

Dari kejauhan beberapa murid lainya yang terlambat dapat melihat guru olahraga mereka datang mendekat sambil membawa stik kendo kesayangannya disertai dengan senyumnya yang terasa seperti menghina.

"Huh, dasar pemalas. Pagi-pagi begini banyak yang terlambat. Cih, karena hari ini hujan, maka kalian boleh masuk. Cepat! Sebelum aku berubah pikiran." Katanya dengan santai membuka pintu gerbang sambil tersenyum sinis. Murid-murid yang lain langsung menghela napas lega dan tak berpikir panjang lagi langsung berlari menuju ke sekolah, begitu juga dengan Luka. Tapi tidak begitu juga dengan Gakupo.

"Oe, kau! Kenapa hanya berdiri saja di sana, heh? Ayo cepat masuk!"

"…" Gakupo tak merespon.

Hiyama Kiyoteru, si guru olahraga, mulai naik darah. Ia segera mengacung-acungkan stik kendonya tepat hampir mengenai hidung Gakupo. "Oi bocah, cepat masuk!"

"zzzzz…."

"Grrr…kau dengar tidak sih?!"

"zzzz….Groooooookkk….." lalu Gakupo jatuh tersungkur ke aspal sambil mendengkur keras.

"Bangun dasar murid MALAS!"


Suasana kelas 2-C saat itu sangat ramai. Maklum, tidak ada guru yang menjaga kelas itu. Bahkan sepertinya mungkin beberapa guru yang lain pun juga terlambat datang. Pada pukul 08.30 guru wali kelas baru masuk. Tanpa perlu diperintah lebih lanjut seisi kelas kembali tenang. Sensei mereka, atau biasa disebut dengan Meiko-sensei, meletakkan beberapa lembaran kertas di meja lalu menarik nafas dalam-dalam.

"Ohayo nee, Minna-san!" katanya dengan ceria. "Maaf hari ini kami para guru masuk terlambat karena kami baru saja selesai rapat tentang studi karyawisata yang akan diadakan besok lusa. Rencananya angkatan tahun pertama dan kedua yang akan berangkat tahun ini."

Suasana kelas pun tetap hening, sepertinya tak seorangpun merasa tertarik dengan studi karyawisata yang seharusnya menarik bagi anak-anak seumuran mereka. Hingga tiba-tiba seseorang bertanya.

"Sensei, kali ini kita akan pergi kemana?" Tanya ketua kelas mereka dengan setengah hati karena merasa risih tidak ada seorangpun yang tertarik.

"Ah itu, kita akan menginap di mansion besar yang ada di gunung belakang sekolah selama 5 hari. Asyik bukan? Kita akan melakukan banyak aktivitas di sana sepanang hari seperti barberque, api unggun, dan masih banyak lagi. Apa kalian tidak ada yang tertarik."

Dalam sekejap Meiko-sensei dapat melihat kilauan mata murid-muridnya yang berapi-api begitu mendengar kata "barberque".

"HOREEE!" jerit seisi ruangan.

Namun kegembiraan mereka segera diinterupsi seeorang. "Tunggu! Sensei, apa anda yakin tidak akan terjadi apa-apa selama kita ada di sana?" Tanya gadis yang duduk di bangku depan Luka dan Gakupo.

"Apanya yang terjadi apa-apa, Gumi-san?" Suaana kelas kembali hening. Gakupo yang tidak mengerti apa-apa, cuek dan mengantuk hanya menguap-nguap saja di bangkunya.

"Setiap tahun…sejak 15 tahun yang lalu, setiap kali sekolah ini mengadakan karyawisata kesana selalu terjadi sesuatu."

"Apa maksudmu dengan 'selalu terjadi sesuatu', Gumi-san?" Meiko-sensei semakin kebingungan, tidak mengerti apa yang dimaksud Gumi.

"Maksudmu 'kutukan' itu?" celetuk seorang pemuda serba merah yang duduk di ujung ruangan dengan kedua kaki bertaut di atas meja. Pemuda ini tampak dingin dan berandal. "Apa kau bodoh? Hal-hal seperti itu mana ada? Kau saja yang terlalu paranoid." Sahutnya kembali dengan ketus.

Seisi kelas menjadi gaduh. Murid-murid yang lain saling membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan 'kutukan' itu. Luka hanya dapat menunduk, begitu juga dengan Gumi yang merasa malu karena dihina habis-habisan oleh pemuda serba merah itu.

"Semuanya harap tenang!" seru Meiko-sensei sambil menggebrak meja. "Akaito-san, kau tidak perlu berkata seperti itu kepada Gumi-san kan?"

"Cih."

Gakupo hanya tidur-tiduran di bangkunya dengan mata setengah terbuka, masih ngantuk walaupun sudah diguyur hujan tadi pagi.

"Nee, Luka-chan, apa yang mereka maksud dengan 'kutukan' itu?"

Mendengar apa yang baru saja Gakupo tanyakan seisi kelas langsung dengan sigap menoleh ke arahnya, memandangnya seperti pemburu memandang hewan buruannya. Ada yang memandangnya dengan tatapan tak percaya, ada juga yang memandangnya dengan tatapan tidak suka, ada juga yang ketakutan. Gakupo yang semakin bingung sendiri hanya celingukan saja sementara Luka hanya bisa menepuk jidat.

"Oh iya, kau masih baru di sini ya, Gakupo-san? Pantas saja kau tak tahu." Kata Miku yang duduk di sebelah ketua kelas. "Nee nee, katanya-umph!"

"Sudahlah Miku-chan, jangan dibahas lagi." Sahut si ketua kelas, Kaito, sesegera mungkin sambil menutup mulut Miku. "Gakupo-san, tak usah terlalu dipikirkan."

"Oh…oke.."


Di jam istirahat Gakupo dan Luka menghabiskan break makan siang mereka berdua di atap sekolah. Saat itu masih mendung, tapi setidaknya tidak terlalu gelap dan udaranya terasa sejuk setelah hujan berhenti. Sepanjang mereka menghabiskan bekal mereka masing-masing tidak terlalu banyak hal terjadi, mereka hanya bertukar cerita satu dengan yang lain hingga mereka kedatangan tamu tak terduga. Seorang pemuda keren berambut hijau agak gelap datang menghampiri mereka.

"Oh, kau anak baru itu ya?"

Gakupo hanya diam lalu nyengir lebar sambil manggut-manggut. "Hehe, iya senpai. Apa aku sebegitu populernya di sekolah ini? Hehehe."

"Berhati-hatilah, siapa tahu kau akan mati dalam waktu dekat ini?" Luka langsung kaget mendengar perkataan senpai nya itu. "Mikuo-senpai, kenapa kau berkata seperti itu?"

Mikuo menoleh ke arah Luka yang sedang mengerutkan kedua alisnya. Lalu ia hanya tersenyum pahit. "Tidak apa-apa, aku hanya ingin memperingatkan saja. Aku pergi dulu." Dengan begitu pemuda yang 1 tahun lebih tua dari mereka itu pergi meninggalkan mereka berdua sendirian. Suasana di antara Gakupo dan Luka menjadi dingin dan sunyi. Luka hanya terus tertunduk dengan wajah datar sementara Gakupo terus memandani senpai nya yang sedang berjalan menuju pintu akses ke lantai bawah hingga pemuda itu menghilang. Setelah Mikuo-senpai benar-benar meninggalkan mereka, Gakupo kembali memecah keheningan dengan menanyakan hal yang sama seperti yang ia tanyakan tadi pagi.

"Nee, Luka-chan, ada apa dengan sekolah ini? Mereka semua seperti…sangat paranoid terhadap hal-hal yang mereka sebut 'kutukan' itu. Memang apa yang pernah terjadi di sekolah ini?"

Luka hanya diam saja, tapi lalu ia mendongakkan kepalanya menatap kosong langit mendung di atas mereka. "Nee, Gaku, apa kau tidak merasa 'aneh' dengan sekolah ini?"

"Tentu, sejak awal aku heran kenapa sekolah ini punya 4 kelas untuk murid tahun pertama dan kedua, tapi kenapa hanya 3 kelas untuk murid tahun ketiga? Melihat reaksi yang lain tadi pagi terhadap karyawisata tahun ini, sepertinya insiden yang mereka sebut-sebut 15 tahun yang lalu itu berkaitan dengan hilangnya 1 kelas untuk murid tahun ketiga. Benar begitu, Luka-chan?" jelas Gakupo panjang lebar dengan menggunakan pemikiran dari hasil logika dan observasinya.

"Benar kok. Hanya kurang komplit saja." Sahut Luka enteng lalu duduk semakin dekat dengan Gakupo. Senyum usil mulai menghiasi wajah imut Luka. "Ceritanya panjang. Kau yakin tidak akan ketiduran kalau kuceritai sekarang?"

"Tidak akan." Tentu saja kedekatan mereka sekarang membuat wajah Gakupo memerah.

"Tidak takut?"

"Err…selama bukan hantu aku tidak takut."

"Baiklah kalau begitu. 15 tahun yang lalu….."


To be continued