Papa Cacuke © AzuraLunatique

NARUTO © Masashi Kishimoto

Genre : Family, Romance

Rate : K+

Warning : AU. Adult!Sasuke. Chibi!Hinata. Kata-kata kasar(Gue-Elo). Alur berantakan. OOC-ness akut. Typos

.

[It's a SasuHina Story]

.

Don't Like, Don't Read.

Happy Reading! XD

.

Chapter 1

Little Dwarves

Sasuke menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pria berumur 25 tahun itu mendengus kesal. Keringat telah membanjiri tubuh atletisnya. Ia menyipit memandangi keadaan di sekitarnya. Nihil. Kurcaci kecil itu tidak ada. Kurcaci kecil dengan bando ungu muda di kepalanya. Kurcaci yang beberapa menit lalu berlari kabur darinya sambil menangis. Ya, menangis.

Sasuke kembali melangkahkan kakinya di halaman belakang rumah mendiang kakaknya, Itachi. Ia mencari di semak-semak juga di balik pohon. Tetap tidak ada. Sasuke berpikir, seharusnya anak kecil berumur 4 tahun dengan tinggi tak sampai 100 meter itu tak mungkin bisa menghilang begitu saja.

"Kemana sih kurcaci satu itu?" dengus Sasuke sambil menggulung kedua lengan kemejanya.

Sasuke melirik pintu gudang yang terkunci lalu menggeleng. Pintunya terkuci. Kurcaci satu itu nggak mungkin ada di dalam gudang. Sasuke melirik kardus-kardus yang bertumpuk di samping pintu gudang.

Aku akan meminta Temari-san untuk membersihkannya nanti, batin Sasuke sambil kemudian melangkah masuk ke dalam rumah.

"CACUKEEEEE!" Sebuah suara cempreng khas anak-anak menggema di lantai satu rumah itu, menyebabkan salah satu alis Sasuke berkedut. Sasuke yang sedang meletakkan beberapa piring di atas meja langsung terjungkang ke depan, hampir menjatuhkan piring-piring yang ada di tangannya.

Sasuke menggeram. "Kurcaci Dua!" serunya, sambil menundukkan kepalanya, akhirnya menemukan pelaku yang hampir saja membuatnya harus bekerja ekstra membersihkan serpihan piring. "Jangan tiba-tiba meloncat ke kakiku!"

Kurcaci dua atau yang aslinya bernama Hanabi itu nyengir lebar. Kedua matanya yang bulat dan begitu jernih menatap Sasuke dengan pandangan berbinar. Bibirnya yang berwarna merah muda itu mulai berceloteh riang. "Aku menemukan powel langel melah di jendelaku! Dia bilang lahacia, tapi aku akan mengatakannya padamu, Cacuke! Jangan bilang ciapa-ciapa ya?"

Sasuke sweatdrop. Pria itu masih tidak mengerti, darimana kebodohan anak kecil itu berasal. Tapi, ia ingat akan perkataan Temari-san, pengasuh kedua kurcaci barunya, untuk memuji setiap kelakuan baik kedua kurcaci bodoh ini. Oke! Mereka memang bodoh, tapi itu kan karena mereka anak kecil. Ayolah Sasuke, kau tak bisa sekejam itu sama anak kecil!

Sasuke menjongkokkan badannya lalu mengusap kepala Hanabi lembut. "Oh ya? Kok bisa ada power ranger di jendela kamarmu, Kurcaci Dua?"

Hanabi mengedikkan bahunya. "Katanya cih mau membacmi kuman tapi Hanabi nggak ngelti. Membacmi kuman itu gimana ya, Cacuke?"

Sasuke kembali sweatdrop. Power ranger membasmi kuman? Darimana datangnya kisah bodoh ini?

Dengan gemas Sasuke berjalan ke kamar Hanabi lalu melirik satu-satunya jendela di kamar itu yang cukup lebar. Sasuke langsung melotot mendapati seorang bocah laki-laki dengan rambut berwarna kuning dan mengenakan sebuah topeng power ranger merah sedang menyemprot mobil mahalnya dengan semprotan yang entah apa isinya. Sasuke mengepalkan kedua tangannya lalu menyeblak buka jendela kamar Hanabi.

"HEI BOCAH! LO APAIN MOBIL GUEEE!"

.

.

.

Sasuke menghela nafas panjang. Ia melangkah masuk ke rumahnya setelah berkunjung ke tetangga sebelahnya karena kelakuan anak tetangga sebelah yang dengan iseng menyemprot mobil Fordnya dengan cairan pembersih lantai. Sasuke mendecih. Ia tak mengira kalau kehidupan barunya bisa begitu menyebalkan. Tapi, ia tak bisa menolak. Ia tak bisa.

Kakaknya, Itachi, dan istrinya, Ino, meninggal beberapa hari yang lalu. Sudah merupakan tanggung-jawabnya untuk mengambil alih asuh kedua kurcaci kembar milik Itachi dan Ino. Kedua orang tua Sasuke sudah lama tiada, hanya ada dia dan Itachi. Tapi, tampaknya, kini Sasuke kembali ditinggal, sendiri.

Sasuke mendecih. Kesendirian bukan sesuatu yang penting. Sasuke yakin, ia akan baik-baik saja. Tapi, ternyata salah satu kurcaci ada yang tidak baik-baik saja. Kurcaci bernama Hinata berhasil membuatnya sakit kepala karena tidak mau makan dan hanya nangis kerjaannya. Dan kini, kurcaci itu menghilang! Ck.

Sasuke menemukan Hanabi sedang bermain dengan boneka-bonekanya. Sasuke kini malah bingung kenapa Hanabi terlihat baik-baik saja. Itu aneh. Anak-anak biasanya tak bisa menahan tangis ketika orang tuanya pergi. Seharusnya begitu. Tapi, Hanabi tidak.

"Kamu sedang apa, Kurcaci Dua?" tanya Sasuke, menghampiri Hanabi.

Hanabi mendongakkan kepalanya yang mungil lalu nyengir lebar. "Aku lagi dandanin anak buahku."

Sasuke sweatdrop. Anak buah?

"Hmm." Sasuke hanya bisa mangut-mangut. "Kurcaci dua tahu dimana Kurcaci Satu?"

"Nggak tau," jawab Hanabi, dengan senyum polosnya. "Hanabi taunya, Hinata cuka tempat cempit kalau ngambek."

"Eh?" Sasuke terdiam membeku.

Jangan bilang…

Sasuke segera beranjak dari posisi duduknya. Ia harus bergegas.

Yang benar saja. Masa di tempat itu?

.

.

.

Sasuke menghela nafas lega ketika menemukan seorang gadis kecil dengan bando ungu sedang menelungkup di salah satu kardus di dekat gudang. Gadis kecil dengan rambut panjang yang indah itu tampaknya sudah jatuh tertidur karena kelelahan. Sisa-sisa tangisan tampak di kedua sudut matanya.

Sasuke dengan perlahan mengangkat tubuh Hinata ke dalam pelukannya. Sasuke sontak cemberut mendapati bau tak sedap.

"Ugh. Anak ini butuh mandi." Sasuke melangkah masuk ke rumah sambil menggendong Hinata.

"Cacuke! Hinatanya ketemu?" tanya Hanabi sambil menyeret selimut kesukaannya.

Sasuke mengangguk. "Ayo, Kurcaci Dua. Kita mandi!"

Hanabi cemberut. "Nggak mauuuuuu!"

Eeeeh?

Sasuke sontak mengejar Hanabi yang langsung kabur menjauh.

"Tunggu! Oy! Kurcaci duaaaa- Adaw!"

Tiba-tiba, sebuah pukulan dirasakan Sasuke di pundaknya. Ia menoleh dan mendapati sepasang mata jernih yang terlihat marah menatap tajam ke arahnya.

"Ah. Kau sudah bangun?" tanya Sasuke.

"Tulunkan aku!" perintah si gadis kecil.

Sasuke memutar bola matanya.

Zaman sekarang, anak kecil pada songong ya!

Sasuke langsung memeluk Hinata lebih erat, membuat gadis kecil itu meronta. Sasuke langsung berlari menuju kamar Hanabi, dimana Hanabi sedang mencari sesuatu.

"Ketemu kamu!" seru Sasuke, sambil meraih Hanabi ke dalam rengkuhan tangannya dengan tangan yang satunya lagi.

"Tidaaaaaaaaak!" teriak Hanabi. "Aku nggak mau mandiiiii!"

"Tulunkan akuuuuu!" teriak Hinata, tak kalah nyaring.

Sasuke nyengir dengan tampang yang sedikit horor. "Ketangkap kalian."

"TIDAAAAAAAK!"

.

.

.

Sasuke memijat belakang lehernya, berusaha menghilangkan pening yang ada di kepala. Kamar Hinata dan Hanabi kini hanya diterangi oleh lampu tidur. Sasuke memandang kedua kurcaci itu sambil sesekali menghela nafas panjang.

"Mengurus anak itu nggak mudah ya?" tanya Sasuke, ke seseorang yang sedang merapikan baju-baju Hinata dan Hanabi.

Temari terkekeh. "Tentu saja."

Sasuke kembali menatap kedua kurcacinya dalam diam.

Temari beranjak dari lemari kedua asuhannya lalu mendekati Sasuke. "Bapak yakin mau mengurus mereka? Saya dengar bapak bisa menitip kedua anak ini ke orang tua mendiang Ino-san."

Sasuke menggeleng pelan. "Tidak. Ini tanggung jawabku. Aku yang akan mengurus anak-anak kakakku."

Temari tersenyum. "Saya harap anak-anak ini bisa menerima bapak sebagai orang tua baru mereka. Saya yakin, mereka akan bahagia."

"Ya, saya juga berharap mereka mau lebih terbuka pada saya."

"Lebih baik kita keluar sekarang. Takutnya mereka terbangun."

"Oke."

Sasuke dan Temari pun melangkah keluar kamar dan menutup pintu dengan pelan. Tapi, kedua orang dewasa itu tak menyadari, seorang gadis kecil dengan pita ungu di kepalanya kini sedang menangis. Meski kedua air matanya terus mengalir, bibir mungil itu tersenyum.

"Pa…pa… Ca…cu…ke…"

.

To be continued

.

1117 words.

October 17th, 2014.

.

Thank you for reading! #bow