-From A Until Z-
*A to F*
Story by: Kiriko Alicia
Kamichama Karin Belongs Koge Donbo
Rating: T
Pairing (Main): Hanazono Karin x Kujo Kazune
Warning: Typo(s), all in Normal PoV, walaupun ceritanya mencakup semua, main pairingnya KazuKarin, drabble A sampai Z, untuk #KKEvent: Drabble A to Z.
Summary: Drabble dalam berbagai macam genre. Mulai dari A hingga Z. Main Pair: KazuKarin.
Attention
Cast: Miyon, Karin, & Kazune
Genre: Romance & Humor
"K-Kau Hanazono-san?" tanya salah seorang murid kelas 9-A—tak mempercayai pengelihatannya. Gadis yang dipanggil 'Hanazono' itu mengangguk pelan sambil menaikkan sebelah alisnya.
Gadis berambut hijau tosca di hadapannya—Miyon—terperangah.
Dirinya berada di ambang ketidakpercayaan dan takut.
Takut?
Pasti.
Gadis itu tentu saja takut, mengetahui fakta bahwa sebelum ini Hanazono Karin merupakan gadis paling tak rapi—berantakan—yang pernah ia kenal.
Bahkan Hanazono Karin merupakan salah satu anggota gang berandalan yang berhasil menang melawan pentolan sekolah sebelah.
Miyon menggaruk bagian belakang kepalanya—merasa canggung—lalu mengalihkan pandangannya dari Karin.
Terserah. Mau menatap interior apapun ia tak peduli, yang terpenting—jangan Karin.
"Kau berubah," ucap Miyon pelan sambil menatap lemari di belakang kelas. Karin menggidikan kedua bahunya.
"Terserah," jawab Karin acuh tak acuh. Miyon menaikkan sebelah alisnya dan kembali menatap sang gadis.
Seragam rapi?
Check.
Rambut disisir?
Check.
Memakai make-up?
Che—
"K-KAU MEMAKAI MAKE UP?!" jerit Miyon tidak percaya—melihat bibir Karin yang sedikit bercahaya, seperti mengenakan lip gloss. Beberapa murid di kelas menatap kearah Miyon dan Karin dengan pandangan binggung.
Telinga mereka tidak setajam itu hingga dapat mendengarkan percakapan mereka, namun mereka dapat mendengar teriakan lantang sang gadis berambut hijau dengan jelas.
J-e-l-a-s.
Karin segera menarik kerah baju Miyon dan menutup mulutnya dengan sebelah tangan serta menghadiahi tatapan tajam bagi yang memerhatikan mereka. Miyon membelalakan kedua matanya.
"Ah, rupanya sifatnya tidak berubah, hanya penampilannya saja," batin Miyon—sedikit merasa lega. Karin pun melepaskan Miyon setelah melihat keadaan kelas yang mulai kembali normal.
Ia meletakkan jari telunjuk di bibirnya seraya berkata, "Sssh… jangan keras-keras! Aku tidak ingin sekelas mengetahuinya!"
Miyon hanya mengangguk pelan—membuat Karin menghela nafas lega.
"Thanks," responnya. Miyon kembali mengangguk. Namun segera, pandangannya teralihkan kearah pintu kelas yang terbuka—menandakan para lelaki yang mulai memasuki kelas.
Tidak, mereka tidak terlambat datang.
Justru para lelaki selalu datang terlebih dahulu dibandingkan perempuan—menyebabkan mereka setiap hari lebih memilih bermain basket di lapangan daripada diam di kelas tanpa melakukan aktifitas apapun.
Hal tersebut pernah dikomplain oleh sang guru—mengetahui bau keringat mereka yang menyengat saat memasuki kelas. Namun tampaknya mereka tak menggubrisnya sama sekali dan terus melakukan rutinitas tersebut.
Miyon menghela nafas lalu menatap Karin.
Betapa terkejutnya ia begitu melihat Karin tengah memerah sambil menatap seseorang. Ia pun mengedipkan kedua matanya beberapa kali dan diiringi rasa penasaran, ia menatap lurus orang yang tertuju oleh arah pandang Karin.
Kedua manik matanya kembali melebar begitu melihat lelaki yang menjadi tuju pandang sang gadis.
Kujo Kazune.
Miyon menatap Karin horror—namun sangat disayangkan, Karin tak menyadarinya. Ia terlalu sibuk menatap pujaan hatinya.
Kazune yang merasa ditatapi pun sedikit merinding lalu mengarahkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Hingga kedua manik matanya mendarat di Karin.
Rona merah pun tampak di kedua pipi Karin—melihat Kazune yang menatapnya intens. Namun gadis berambut coklat tersebut tetap mempertahankan dirinya untuk tegap dan terlihat natural.
Mimik wajah Kazune menggambarkan perasaan binggung, cemas, serta ketidakpercayaan yang mendalam.
Detak jantung Karin berpacu cepat. Pikirannya tak dapat berhenti memutar kalimat yang sama berulang-ulang bagaikan kaset rusak.
—apakah aku telah berhasil menarik perhatianmu?
.
.
.
Boundary
Cast: Karin, Kazune, & Jin
Genre: Friendship, (slight) Humor, & Parody
"Ehem." Karin berdeham—sok berwibawa—lalu memulai kalimatnya. "Karena cinta tak mengenal batasan—"
Jin dan Kazune yang mendengarnya pun menatap Karin dengan pandangan aneh. Meskipun tak dapat dipungkiri, keduanya tertarik untuk mengetahui lanjutan ucapan sang gadis.
"—mari kita adakan JinKazu wedding day!"
Hari itu juga, rumah sakit mendapatkan dua pasien tambahan yang diduga terkena serangan jantung.
.
.
.
Christmas
Cast: Karin, Kazune, & Himeka
Genre: Romance, Friendship, & Humor
"Merry Christmas!" Karin menjerit senang sambil meletakkan sebuah kado di telapak tangan Kazune.
Kazune mengedipkan kedua matanya beberapa kali sebelum mengadahkan kepalanya—mempertemukannya dengan iris berwarna hijau emerald yang menatapnya dengan pandangan berbinar.
"A-Apa?" tanya Kazune ragu—melihat Karin seakan begitu antusias akan reaksi dirinya.
"Buka!" pekik gadis berambut coklat tersebut. "Buka kadonya, Kazune!"
Kazune hanya mendelik lalu menghela nafas.
Sulit untuk tidak mematuhi ucapan gadis berambut coklat tersebut jika ia sudah berkeras kepala seperti ini. Pemuda berambut pirang itu pun menarik pita yang melilit kotak tersebut dan membuka tutupnya.
Kedua matanya melebar begitu melihat sebuah syal berwarna biru dan kuning di dalamnya. Syal tersebut terlihat begitu rapi dirajut dan nyaman untuk digunakan.
"Bagaimana? Kau suka?" tanya Karin. Kazune hanya mengadahkan kepalanya menatap Karin dengan pandangan tak percaya.
"Oi, kau yang membuat ini?" tanyanya. Karin mengangguk ceria.
"Oh," jawab Kazune pelan—lalu mengalihkan pandangannya. "Terima kasih."
Karin menanggapinya dengan sebuah senyuman manis. "Sama-sama!"
Tiba-tiba, terdengar suara derap langkah pelan. Kedua insan berbeda gender itu pun menoleh ke arah sang pembuat suara dan menemukan Himeka yang menatap mereka dengan sebuah senyuman khasnya.
"Ah, Himeka!" jerit Karin begitu melihat gadis berambut hitam keunguan tersebut. Himeka tetap tersenyum sembari menatap dua insan di hadapannya secara bergantian.
"Ini untukmu, Karin!" tutur Himeka lalu menyerahkan sebuah kado—yang terlihat sedikit lebih besar—kepada Karin. Karin berbinar saat menerima kado tersebut.
"Arigatou ne, Himeka!" Himeka hanya tersenyum melihat Karin yang tampak sangat gembira. Kemudian ia mengarahkan pandangannya ke Kazune.
"Ini untukmu! Jangan lupa untuk membuka kadoku juga, ya!" seru Himeka seraya menyerahkan kadonya kepada Kazune. Kazune menatap Himeka aneh setelah menerimanya—namun mengangguk.
Segera, ia pun membuka kotak kado pemberian Himeka.
"…"
"…"
"…"
"HUWAAAAAA! SERANGGA! SERANGGA! SERANGGAA!"
Pemuda berambut pirang itu pun lari terbirit-birit begitu melihat sebuah kupu-kupu bercorak biru melesat keluar dari kotak pemberian Himeka. Karin sweatdrop di tempat, sedangkah Himeka hanya bisa terdiam dengan wajah kebinggungan.
"Hah?" Himeka menggumam. "Seingatku aku tidak meletakkan serangga itu…"
Karin yang mendengarnya pun menoleh ke arah Himeka dengan wajah heran. "He? Kalau begitu apa yang kau letakkan di dalam sana?"
Himeka mengerjapkan kedua matanya berulang kali sebelum menjawab dengan dua buah kata yang singkat namun mengandung makna dalam dibaliknya.
"Ulat bulu."
"…"
"…"
"…"
"…"
"ITU JUSTRU LEBIH PARAH!"
.
.
.
Doppelganger
Cast: Karin, Jin, & Kazune
Genre: Friendship, (slight) Romance, & Supernatural
"Doppelganger? Ini pertama kalinya aku mendengar kata itu," ucap Karin terus terang. Kazune mendengus melihat sahabat dekatnya yang sedang bertelpon ria dengan seseorang.
Ia tidak tertarik sedikit pun dengan pembicaraan Karin dan penelpon tersebut, namun tak dapat dipungkiri ia merasa sedikit kesal mengetahui Karin terlalu fokus dengan teleponnya.
"Eh, begitu kah?"
Sekali lagi Kazune mendapati Karin tengah merespon sang penelpon dengan pertanyaan yang kelak memperpanjang pembicaraan.
Kazune mendesah lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Sekilas, ia mendapati sebuah bayangan melesat di halaman sekolah.
Kazune mengerjapkan kedua matanya berulang kali untuk memastikan penglihatannya.
Rambut pirang...
Manik mata berwarna biru...
Mengenakan seragam sekolah...
Eh—tunggu.
Itu kan... dirinya? Kazune mengucek kedua matanya untuk memperjelas penglihatannya. Namun apa daya, setelah ia membuka mata, tak ada apapun disana.
Lelaki tersebut menghilang tanpa jejak.
Karin yang di sebelah Kazune tampak telah selesai berbincang dengan Jin—sang penelpon—dan tampak kebinggungan melihat perilaku Kazune.
"Kazune? Ada apa?" tanyanya. Kazune terlonjak mendengar panggilan Karin lalu menghela nafas.
"Bukan apa-apa," jawabnya singkat. Karin menaikkan sebelah alisnya—heran.
"Kau yakin?" Kazune mendengus lalu mengangguk—berusaha meyakinkan Karin.
"Baiklah kalau begitu," jawabnya pendek. "Ngomong-ngomong, tadi aku berbincang sedikit dengan Jin."
Kazune menautkan kedua alisnya—tampak tak nyaman mendengar nama familiar yang diucapkan sang gadis berambut coklat.
"Dia bertanya padaku mengenai doppelganger," lanjut Karin. "Aku tidak begitu mengerti, tapi Jin mengatakan ia sering melihat doppelganger-mu belakangan ini, Kazune."
Kazune berdecak. "Doppelganger? Jangan bercanda. Lagipula, apa itu doppelganger?"
"Um... bagaimana ya?" Karin terlihat sulit untuk menjelaskan. "Seperti hantu begitu, hantu yang katanya sama persis dengan dirimu. Dan jika kau melihatnya, katanya kau akan mati."
Kazune menaikkan sebelah alisnya lalu mendengus. "Hah, hal seperti itu mah hanya mistis dan tidak nyata—"
Tiba-tiba saja terputar kembali memori dimana lelaki berambut pirang tersebut menangkap gambaran seorang lelaki yang mirip—atau bahkan persis—dengan dirinya saat Karin menelpon.
"Eh, Kazune? Mengapa tiba-tiba saja wajahmu memucat?"
.
.
.
Eternal
Cast: Karin & Kazune
Genre: Romance, Drama, & Angst
Karin menggigit bagian bawah bibirnya melihat lelaki berambut pirang—Kujo Kazune—yang terbaring di kasur dengan kedua kelopak mata tertutup.
Gadis berumur lima belas tahun itu berusaha tetap tegar walaupun perasaan hatinya kini sangat bertolak belakang. Cairan bening mulai mengumpul diujung matanya dan gadis itu tampak mengepalkan kedua tangannya erat-erat.
"Ha-Halo lagi, Kazune." Gadis berambut coklat tersebut memulai pembicaraan dengan nafas tersendat-sendat. Namun sang pemuda tetap tak bergeming di tempatnya.
Karin menunduk sejenak. Namun ia segera menggeleng-gelengkan kepalanya dan melanjutkan ucapannya.
"Kau tahu? Hari ini semuanya bertanya kepadaku begaimana keadaanmu," serunya lirih. "Kujawab kalau kau masih sama seperti kemarin."
Karin kembali mendesah begitu tak mendapatkan respon yang berarti dari sang pemuda. Kedua manik matanya menatap Kazune dengan tatapan sendu.
Ia pun mengulurkan kedua tangannya dan menggengam erat tangan kiri lelaki berambut pirang tersebut. Gadis itu tercekat begitu menyadarinya.
Dingin.
Sangat dingin—bagaikan es.
Gadis itu sekali lagi mendecak dan bergumam pelan. "Kapan kau akan bangun? Dokter bilang tak lama lagi kau akan bangun... tapi kapan?"
Satu persatu cairan bening tersebut mulai meluncur turun dari pelupuk matanya dengan mulus tanpa ada inisiatif untuk menghapusnya. Dirinya terlalu sibuk dengan isakan pelan yang ia ciptakan dalam ruangan tersebut—ruangan pasien nomor tujuh puluh tujuh.
Baginya, hari-harinya sudah sangat berbeda saat Kazune menghilang dari siklus hidupnya.
Kapan lelaki tersebut akan terbangun dan kembali berbicara padanya? Ia tak peduli jika nanti Kazune akan memusuhi dirinya serta membuang muka saat bertemu pandang.
Ia tak peduli.
Yang terpenting untuk saat ini adalah, ia ingin Kazune kembali.
Dirinya tak peduli mengenai setiap detik yang ia sia-siakan dalam rumah sakit hanya untuk menemaninya. Ia ingin, saat sang lelaki membuka mata, dirinyalah yang tampak pertama.
Karin tersenyum simpul dan mengeratkan gengamannya pada tangan Kazune yang dingin.
Ia akan menunggu hingga hari tersebut tiba.
Dan saat hari itu tiba, semuanya akan kembali seperti semula. Ya, kan?
Karena itulah, ia akan menunggu.
Meskipun berarti selamanya.
Ya, selamanya.
—for eternity, I'll wait for you.
.
.
.
Friday
Cast: Karin & Kazune
Genre: Romance, Friendship, & Drama
Tok tok tok!
Kazune terlonjak mendengar suara ketukan pintu di depan rumahnya. Ia pun beranjak berdiri dengan kesal—walaupun sedikit rasa tak aman terselip disana.
Maksudnya, siapa yang tidak merasa kesal saat tiba-tiba saja seseorang datang menggangu acara nonton anime kesukaanmu?
Tok tok tok!
Kali ini sang pengetuk mengetuk lebih keras lagi. Kazune simpulkan, sang pengetuk sangat tidak sabar untuk masuk ke dalam.
"Mungkin Kazusa." Kazune berusaha berpikir positif. Walaupun dirinya sangat tidak yakin dengan pikirannya sendiri—mengetahui Kazusa pulang minggu depan karena mengikuti study tour.
Ia pun berjalan menuju pintu dengan langkah lambat—atau lebih tepatnya sengaja dilambatkan—mengetahui ia cukup ragu mengenai sang pendatang yang kini tengah ia fantasikan bentuknya.
Malingkah? Atau komplotan pencuri?
Kazune menghentikan langkahnya saat kedua kakinya sampai di depan pintu. Perlahan ia meletakan tangannya di gangang pintu yang dingin. Bulu kuduknya meremang seketika dan wajahnya mulai pucat.
"Oke, Kazune. Jangan pikir macam-macam," ucapnya pelan—berusaha menenagkan diri.
Lelaki berambut pirang itu pun meneguk ludah. Bermodal kenekatan yang mendalam, ia pun memutar pintu dan menariknya.
"HUWEEEEEEEE—"
"APA—"
Seorang gadis dengan cepat menerjang Kazune—membuat lelaki berambut pirang itu kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.
Bruk!
Keduanya pun terjatuh terduduk dengan posisi Karin yang memeluk Kazune dengan erat.
"Itai! Apaan sih, Ka—"
"HUWEEE—! Kazune! Aku takut!" jerit gadis berambut coklat yang menjabat sebagai tetangganya dan teman sekelasnya—Hanazono Karin—dengan manja. Kazune pun memosisikan dirinya untuk berdiri—disusul Karin—lalu berdecak pelan.
"Takut apanya? Toh lihat saja, langit masih terang karena sinar bulan," ucapnya datar. Karin menatapnya dengan mata berkaca-kaca—membuat Kazune merasa iba.
Kazune pun menghela nafas. "Lalu kau mau apa hah?"
Karin berbinar melihatnya lalu dengan ceria berseru, "Aku mau menumpang di rumah Kazune sampai Kaa-san pulang! Kau tahu kan? Apalagi ini kan malam jumat kliwon."
Kazune mengerjapkan kedua matanya beberapa kali lalu menatap Karin dengan sinis.
"Tidak," jawabnya singkat. Karin mencibir.
"Mengapa? Memangnya kau tidak takut jika terjadi apa-apa? Setidaknya dua lebih baik daripada satu!" sergahnya.
"Kubilang tidak ya tidak," ulang Kazune lagi sambil memutar kedua bola matanya. Karin mendengus.
"Aku janji takkan menjadi beban," ucapnya lagi. Kazune mengerjapkan kedua matanya. Karin tampak kesal ketika Kazune tampak meragukan ucapannya.
"Janji. Aku janji," serunya—berusaha meyakinkan Kazune. Kazune terdiam dan berpikir sejenak.
Toh ia sebenarnya juga cukup takut sendirian dalam rumah. Dan seperti yang dikatakan Karin, hari ini malam jumat.
Akhirnya ia pun menghela nafas dan mengangguk. "Terserahlah."
Karin tersenyum lebar dan mengikuti Kazune masuk dalam rumah. Kazune dengan cepat menutup pintu lalu kembali ke aktifitasnya semula sebelum ini—menonton anime sambil duduk di sofa yang empuk.
Karin menatap Kazune kebinggungan—namun tetap mengikutinya. Ia pun duduk di sebelah Kazune sementara Kazune menyalakan kembali televisinya.
Karin mengerjapkan kedua matanya beberapa kali begitu melihat acara tontonan Kazune. Jujur, ia tidak habis pikir. Mengapa lelaki suka sekali menonton anime bernuansa battlefield?
Diam-diam, gadis berambut coklat itu mencuri pandang ke arah Kazune. Beberapa kali ia mendapati lelaki itu tampak begitu antusias menonton—tidak seperti dirinya yang hanya menonton setengah-setengah.
Tapi, bukankah lebih baik seperti ini daripada sendirian dalam rumah pada malam jumat?
"Umm... Kazune?" Karin berusaha memulai pembicaraan.
Suara paduan tokoh dalam layar pun terdengar. Namun tak terdengar satu pun jawaban dari sang pemuda. Mungkin lelaki itu terlalu fokus pada anime yang telah memikat hatinya.
"Hm?" sekitar semenit setelahnya, Kazune menyahut. Karin menundukkan kepalanya dan memainkan jari-jari kedua tangannya.
"Bo-Boleh tidak aku datang berkunjung setiap malam jumat? Kau tahu sendiri kan? Aku selalu sendirian di rumah saat malam jumat," tuturnya ragu-ragu. Kazune menaikkan sebelah alisnya.
"Boleh saja," jawabnya pendek. "Asal tidak merepotkan."
Karin memandang Kazune tidak percaya. Kazune yang menyadari tatapan tersebut menatap Karin tajam.
"Apa?" tanyanya sinis. Karin meneguk ludahnya.
"Kukira kau akan bilang tidak atau semacamnya," ucapnya berterus terang. "Aku tak menyangka kalau ternyata Kazune baik juga ya."
Wajah Kazune memerah sedikit. Dengan cepat, kedua manik matanya kembali menatap layar televisi yang terus memutar anime tanpa kenal lelah.
"T-Terserahlah..."
—dan sisa waktu mereka pergunakan untuk saling mengamati dalam keheningan. Tontonan di hadapan mereka kini bagaikan angin berlalu, dan batin mereka tak habis pikir untuk mengetahui insan di sebelahnya lebih jauh.
.
Halo. Perasaan ini FF ketiga saya disini ya… Hahaha, kali ini saya coba buat ikut event KK Fest... kayaknya ini fandom kedua saya yang tetap ya. Biasanya numpang satu fict terus ngak pernah buat disana lagi. Jadi kayaknya saya bakalan buat banyak fict di fandom ini :3
Btw, ada yang kalian pengen saya coba bikin lanjutannya dari drabbles? Soalnya yang C itu ada lanjutannya di S.
Dan bagi yang mau buat fict dari drabbles ini juga boleh kok, saya ga larang.
Berminat mereview, fave, ataupun follow?
Sekian.
~Kiriko Alicia
