DISCLAIMER: Death Note belongs to Takeshi Obata and Tsugumi Ohba
AN: I really actually planned it to be one shot, but ouch, I made it in chapters, the main reason why I'm terribly late submitting this. Can't do oneshot it is... #sigh# What a pain in neck. Oh well. I insert my OC again, please don't hate me (?) and I'm too lazy making it English, so it ended up Indonesian. So, happy reading!
-Light's POV-
Yeah. Namaku Yagami Raito. Dan karena beberapa alasan yang bersangkutan dengan pembunuh massal tidak tahu diri yang supranatural, detektif panda jelek, dan penahanan yang membuat siapapun jadi gila, aku diborgol dengan rantai sepanjang 6 kaki bersama detektif nomor satu di dunia, yang tak lain dan tak bukan adalah L.
Atau Ryuuzaki.
Atau Ryuga Hideki. Terserahlah.
Tidak, yang kumaksud bukan artis bertampang necis itu. Maksudku, ayolah. Ryuga Hideki, detektif? Kau pasti bercanda. Kalau kau masih meragukannya, baca pernyataanku di atas. Aku tidak mungkin menggunakan kata 'jelek' tanpa alasan, kan? Memangnya itu tidak terlalu obvious bagimu?
Pokoknya, kenyataan bahwa kami berdua diborgol bersama dengan rantai yang panjangnya sekitar 6 kaki itu tidak dapat dipungkiri. Karena kenyataan itu, aku jadi tahu banyak tentangnya, kebiasaannya yang eksentrik dan aneh itu.
Aku tahu kalau dia tidak bisa tidur tanpa memeluk sesuatu. Biasanya sih, dia dapat tidur pulas cukup dengan memeluk kedua kakinya sendiri. Namun, di malam-malam yang tidak beruntung, aku kerap kali menjadi sasaran alat-pembantu-tidurnya, yang kalau jujur bukan sebuah pengalaman paling menyenangkan dalam hidupku. Dipeluk cewek? Itu hal yang biasa. Dipeluk cowok? Um, tidak terlalu. Tidak.
Aku tahu kalau dia itu cowok dewasa yang egois. Buktinya? Mudah saja. Dia merebut bantalku dengan alasan itu adalah bantal kesukaannya. Ia tak pernah mau mematikan lampu kamar kalau kuminta. Dia selalu masuk ke kamar mandi duluan ('Ryuuzaki, mandi?' tanyamu. Yep, ternyata dia masih manusia.). Dia memaksaku makan semua manisan itu, dengan alasan 'gula itu baik untuk sel otak'-nya yang biasa. Dan yang terburuk dari semuanya, dalam setiap kesempatan, Ryuuzaki pasti menuduh bahwa aku Kira. Seperti, "Hei Light-kun, sikap seperti itu adalah sikap khas Kira lho. Naik 4,5%," atau "Kau makan apel! Presentasemu naik menjadi 8%," atau, "Hei Kira!" "Apa?" "Kau menyahut! Naik 3,7%"
Aku juga tahu kalau dia diam-diam membuat blognya sendiri di saat bosan. Dengan penname 'Lollipop Lovers'. Bahkan isinya menjijikkan. Tentang sweets di seluruh dunia dan rasanya menurut lidahnya. "Tidak ada yang membaca blog bodoh seperti itu, Ryuuzaki," kataku beberapa waktu lalu saat ia sibuk mengetik entri blog terbarunya. Ia hanya menatapku dengan tatapan kosong sesaat lalu membuka blognya dan menunjukkan jumlah follower blognya. Yang digit '0'-nya mencapai 8. Mau tak mau aku terbelalak. Dia hanya berpaling setelahnya dan berkata, "Kalau begitu, sebanyak itulah orang bodoh di dunia."
Aku tidak pernah mengerti manusia. Bahkan blog 'The Legend of Kira Our Savior' tidak memiliki follower sebanyak itu.
Tapi aku sadar, aku tidak pernah tahu tentang masa lalunya.
Aku menimbang-nimbang dan memutuskan untuk memulai dari hari ulang tahunnya. Maksudku, hei, itu kan bisa dibicarakan sambil lalu?
Aku berbalik dari layar monitor dan menatap ke arah sang detektif yang sibuk mengetikkan entri blognya, sesuatu yang kerap kali ia lakukan di waktu senggang.
"Hei, Ryuuzaki?"
"Ya, Raito-kun?"
"Cuma ingin tahu saja, kapan sih, ulang tahunmu? Ulang tahunku─"
"Tidak ada yang bertanya pada Raito-kun tentang ulang tahunnya," selanya.
"Oh, ayolah!"
"Hanya kalau Raito-kun mengaku bahwa dirinya Kira."
"..."
Lupakan saja soal ulang tahun sialnya itu.
Aku kembali memfokuskan diri pada pekerjaan yang kutekuni dari tadi, membuat tabel frekuensi korban yang baru-baru ini terbunuh. Membosankan? Iya. Menyenangkan? Sangat.
Oke, aku bercanda
Padahal setelah lulus SMA kupikir aku bisa bebas dari statistik-statistik-yang-sangat-berguna-nan-edukatif-dan-atraktif sial itu. Dan setelah aku masuk ke Kira Task Force, aku menyadari bahwa dugaanku salah.
"31 Oktober, Tsucchan."
Aku mengetikkan '31 Oktober' di tabelku.
Tunggu, itu harusnya nama pelaku.
.
.
.
"Hah?"
"31 Oktober, Tsucchan. Tidak dengar?" ulang cewek berambut hitam yang tidak kusadari kehadirannya sampai tadi.
"Sudah kubilang, namaku Yagami Raito. Ra-i-to. Bukan Tsuki! Dan lagi, apanya yang 31 Oktober? Halloween?" gerutuku sambil berpaling ke arah cewek berambut hitam itu.
Yeah, cewek berambut hitam itu. Bagaimana aku bisa menjelaskannya? Pada dasarnya, cewek ini tidak secara resmi bergabung di Kira Task Force, tetapi karena beberapa argumen tidak jelas (sumber: L) dan karena masalah intelegensi dan kekurangan personil (sumber: Watari), ia diizinkan untuk bergabung di saat-saat senggangnya. Kubilang cewek ini sedikit... bagaimana cara mengatakannya? Aneh. Absurd. Eksentrik. Tidak bisa dibilang begitu juga, sih. Baiklah, kupilih frasa 'aneh' untuk menggambarkannya. Biarpun rambutnya hitam legam, matanya yang selalu memandang dengan tatapan penuh analisis itu berwarna hijau seperti rumput, warna yang amat kontras dengan matanya. Kulitnya putih pucat, tetapi tidak sepucat L. Tubuhnya cukup tinggi, semampai lah, dan tampangnya di atas rata-rata─
Apa? Kau berharap aku mendeskripsikan cewek imut seperti apa?
Dengar ya, Misa pun kudeskripsikan sebagai cewek menyebalkan yang sedikit bitchy, mendengar deskripsi seperti ini harusnya dia berterima kasih!
Oke, kembali ke topik. Cewek ini, ia memanggil dirinya sendiri Dee. Atau mungkin sebenarnya 'D', mengingat mungkin dia 'sejenis' dengan L. Namun, mengingat anggota Task Force yang sebagian besar beranggotakan kewarganegaraan Jepang, yang tak bisa menyebutkan 'di' dengan baik, ia memakluminya dan berkata, "Kalau begitu, panggil aku Tenshi (malaikat) saja." Saat aku bertanya kenapa, ia hanya mengangkat bahu dan menjawab bahwa 'Angel' adalah code name-nya. Menyadari kami tak dapat berargumen lebih lanjut, kami menyerah dan memanggilnya Tenshi. Selebihnya, dia terlihat seperti anak remaja seumuranku pada umumnya, tapi harus kuakui, aku cukup terkesan dengan kemampuan intelegensinya. Maksudku, cewek mana yang mempelajari psikologi kriminal dan pembedahan cabang neurologi di umur semuda itu? Sekali, aku pernah bertanya padanya berapa umurnya hanya karena ingin tahu. Dan dia dengan simpel menjawab, "13."
Sekarang kau tahu alasan utamaku berprasangka bahwa L, detektif ternama dunia, adalah seorang pedofil mesum.
Tenshi menghela napas panjang dan melanjutkan.
"Sudah kubilang, kan? 31 Oktober! Ulang tahun Rue─eh, Ryuuzaki!"
L berputar (harafiah, maksudku berputar menggunakan bangku rodanya) menghadap Tenshi dan menatapnya tajam.
"Dee, I have told you not to mention such personal things in front of the Task Force, right?"
Mulai lagi deh, L dengan bahasa Inggris kebanggaannya.
Aku beruntung, karena tidak seperti ayahku dan teman-teman bodohnya, aku menguasai bahasa tersebut cukup baik sehingga dapat menangkap maksud percakapan yang berkecepatan tinggi tersebut.
"Come on, Ryuuzaki! Besides, isn't Raito your friend? Thought you know that things like birthday and stuff are common between friends!"
"Still, I dislike the fact that Dee is leaking precious informations to a person who I suspect as a mass murderer known as Kira," jawabnya balik.
"Hei, aku dengar itu, Ryuuzaki!" seruku sebal.
Kedua orang itu berpaling ke arahku sesaat sebelum kembali berdebat.
Meninggalkan aku yang berpikir, 'Bagus, sekarang mereka menggunakan bahasa Swahili.'
"Bukan Swahili, Tsucchan. Prancis," protes Tenshi tiba-tiba.
Oke, Prancis kalau begitu.
Eh?! Tunggu─
Tenshi, yang seketika seakan menyadari sesuatu, langsung mengalihkan pembicaraan, meninggalkan L yang menggerutu sambil memotong-motong lavender cheese cake yang baru saja diantarkan Watari.
"Pokoknya, ulang tahun Ryuuzaki itu sama dengan hari Halloween," ia berhenti sesaat dan mengamati kalender hp-nya, "yang kurang lebih 2 hari lagi."
Eeeh? Dua hari?
Aku cepat-cepat melihat kalender dinding yang baru saja dipasang oleh Watari dua hari lalu, yang tujuan sebenarnya hanya untuk mengingatkan L jadwal cake-nya tiap bulan. Dan benar kata Tenshi, aku mendapati hari ini tanggal 29.
Kalau ini manga, aku pasti sudah menambahkan sound effect 'JEDEEEEERRR!', tapi sayang sekali, ini jelas bukan manga atau sesuatu yang mirip seperti itu.
Iya, kan?
Matsuda, seakan baru saja menerima informasi penting (memang iya sih), segera bangkit dari kursinya.
"Bagus kalau begitu! Ayo kita rayakan sama-sama, bagaimana?" usulnya antusias.
Satu ruangan hening.
"Matsuda-san, saya rasa itu bukan sesuatu yang benar-benar perlu dilakukan untuk─"
"Bukan ide jelek, kan, Tsucchan?" Tenshi menyela L dengan sigap ketika ia mulai dapat membaca situasi.
Aku mengangguk. "Yah, kurasa tidak masalah...," gumamku.
"Saya tidak masalah, selama Ryuuzaki setuju," ujar Watari setengah pasif.
"Aku juga setuju, tak ada salahnya menghirup udara segar sedikit meski hanya satu hari," komentar ayahku ketika menyadari aku menyetujuinya.
"Yah, itu benar. Lagipula, kau kan selama ini telah berusaha keras. Kurasa satu hari bukan sesuatu yang besar," imbuh Aizawa.
Kami semua menatap Mogi penuh harap.
"Apa? Aku sih, ikut Aizawa saja!"
Misa, yang baru saja kembali dari toilet, berderap masuk ke ruangan dengan gayanya yang khas.
"Hai hai hai! Apa yang baru saja Misa-Misa lewatkaaaan~?" senandung Misa.
"Misacchan, mau tidak merayakan ulang tahun Ryuuzaki di suatu tempat?" tanya Matsuda.
"EEEEEH? Kapan? Tentu saja dong! Selama Raito ikut~" ia menyetujui sambil mengerjap-ngerjapkan bulu matanya yang penuh maskara kepadaku.
Aku dengan baik menyembunyikan wajah 'ewww'-ku dan mengangguk, "Tentu saja aku ikut! Jadi bagaimana, Ryuuza─"
"Tidak," potongnya cepat-cepat.
"Lho? Kenapa? Ini kan cuma ulang tahun? Maksudku, Kira tidak akan berubah menjadi godzilla setinggi 32 kaki dalam 1 hari kan?" protes Matsuda.
"Kau mendengar saya, Matsuda-san," ulang L, "Tidak."
Matsuda memanyunkan bibirnya, kebiasaan khasnya saat ia tidak mau menyerah. "Tapi kita kan suda─"
"TIDAK!"
Seisi ruangan hening, terkejut karena reaksi tak terduga dari sang detektif.
"Tidak ada yang akan merayakan hari ulang tahun dua hari lagi, pembicaraan selesai," ia menegaskan kemudian berbalik ke arah monitor.
Tenshi tampak terkejut, seperti baru saja mengingat sesuatu dan menunduk. "Tentu saja. Maaf, Ryuuzaki."
Dan diskusi kami selesai. Bahkan Tenshi segera menyerah.
Aku kembali mengerjakan kegiatan yang kulakukan sedari tadi setengah hati. Tapi selama sisa jam itu, aku tanpa henti berpikir, Ada apa sebenarnya? dalam hati.
AN: Yeah, that's it for chapter one. I'm submitting all of those in one day, so, let's continue to chapter 2! Ganbatte!
eh, review is the fuel of my writing (wut dah -")!
