A Naruto Fanfiction : Talking About Moon

Disclaimer : Naruto belongs to Masashi Kishimoto and I don't take any profit from made this Fanfiction

Main Characters : Kakashi Hatake, Sakura Haruno

Semi-canon setting. Drabble Fic.


Jika Kakashi mau, dia bisa saja langsung mengutarakan maksud perkataannya beberapa menit lalu. Bukannya membuat Sakura terlihat seperti orang yang tengah ujian dadakan, mencoba mencari arti ucapan sang guru.

Bulan bersinar terang di atas sana. Kanopi‒kanopi yang menjulang tinggi membingkai bentangan langit. Suara letupan berasal dari api yang memanjat udara, menjadi penghantar radiasi panas bagi Kakashi dan Sakura. Dan Sakura masih belum menemukan jawaban yang pasti. Seolah‒olah, apa yang dikatakan Kakashi itu bagaikan teka‒teki yang sulit dipecahkan bahkan sulit ditangkap oleh nalar manusia. Padahal, jika saja kunoichi muda itu mau memperhatikan hal kecil, ada kemungkinan ia dapat menemukan jawaban yang dicarinya.

"Aku menyerah. Sensei, sekarang katakan jawabannya," jengah Sakura.

Namun Kakashi tidak mau membocorkannya.

"Kenapa tidak kau cari sendiri jawabannya, Sakura? Bukankah kau itu cerdas?"

Lontaran kalimat retoris itu bagaikan serat daging yang menyangkut di sela gigi. Sangat menyebalkan.

"Sensei, aku tidak mengerti. Bulan? Pasangan? Apa hubungannya?" Sakura terus mengutarakan hal‒hal yang sebenarnya dapat menjadi petunjuk untuk memecahkan misteri itu. Terus saja ia mendesak Kakashi untuk mengatakannya. Namun, Kakashi bukan tipe orang yang mudah untuk dipaksa.

"Saat kau melihat bulan, kau sadar bulan hanya ada satu. Saat kau melihat replikanya di atas air, kau tetap akan mengatakan bulan hanya ada satu. Sama seperti manusia. Ditakdirkan hanya untuk memiliki satu pasangan. Meskipun kau berkata kau jatuh cinta pada dua orang, hatimu akan tetap menyangkal bahwa hanya ada satu yang ditakdirkan untukmu." Lagi, Kakashi mengutarakan perkataan yang semakin membuat Sakura bingung. Kenapa harus bulan?

Ia mengacak rambutnya sekilas, kemudian menghela nafas.

"Apa yang kau katakan, sensei? Kau membuatku semakin bingung," keluh Sakura.

"Baguslah kalau begitu."

"Apa?" Sakura menyelak.

"Karena aku tidak ingin kau tahu siapa yang kusukai."

Sang medic-nin merengut kesal seperti anak kecil yang diambil permennya. Tak ayal membuat sang mantan copy nin sekaligus kandidat terkuat hokage selanjutnya itu mendengus geli. Ekspresi yang tidak akan pernah berubah dan lekang oleh waktu.

"Berapa umurmu sekarang, Sakura?"

"Umurku 21 tahun. Ada apa?"

"Kau sudah dewasa ya?"

"Kau pikir aku ini anak kecil?"

Kakashi mengangguk. "Sampai kau belum berhasil memecahkan teka‒teki bulan itu aku akan terus menganggapmu anak kecil."

Sakura mendecak. "Bagaimana aku bisa tahu? Kau bahkan tidak mau memberitahuku. Sedari tadi bicaramu hanya berputar‒putar," dengus Sakura jengkel, "bulan? Pasangan? Takdir? Tidak ada benang merah yang menghubungkan mereka, sensei."

"Maka yang pertama kau harus mencari benang merah itu dan menyambungkannya." Kakashi merespon santai. Sakura menguap, tanda kantuk mulai menguasai otaknya.

"Terserahlah. Aku mau tidur saja. Bangunkan aku saat pagi," tutur Sakura yang mulai menyamankan dirinya di batang pohon.

"Kau memerintahku?"

Sakura membuka matanya sekilas, kemudian memejamkannya kembali.

"Ya," jawabnya singkat padat dan jelas.

"Ya ampun."

Gadis itu sempat menyengir sebelum benar‒benar berpindah ke alam mimpi. Kakashi hanya memandanginya dengan senyum kecil. Kemudian ikut memejamkan mata.

"Kau bulanku dan bagimu aku bahkan bukan replika dari bulanmu di atas air."

Sayang sekali Sakura tak mendengar jawaban yang ia cari sejak tadi.

Mungkin saja kadar kepekaan Sakura hanya terbatas pada Sasuke seorang. Meskipun begitu, sang guru akan tetap memendamnya. Karena cinta itu tak harus memiliki. Yakin di dalam hatinya bahwa perasaan ini akan larut bersama angin malam.

Kadang cinta bisa semenyakitkan itu.


End