Evil heart

masashi kishimoto

Narupingki #dihajar

.

Special buat Kei Deiken (seperti permintaanmu ^^)

Karakter sakura akan sedikit kejam di sini, bukan mau bashing. Hanya tuntutan cerita. Untuk genre entah cocok untuk cerita ini. Kalian beri nilai saja ya ^^


Sore ini begitu mencengkam, tegang dan perasaan takut mencampur baur membuat Sakura gementar.

Ya, cerita ini tentang seorang gadis mahasiswa angkatan 3 bernama Sakura Haruno, gadis yang menempati peringkat urutan ke 5 di kampusnya.

Ia tinggal di rumah susun, yang sekarang menjadi tempat penyelidikan polisi. Karena telah terjadi pembunuhan disalah satu kamar kosong, yang berjarak lima kamar dari ruangan tempat tinggal sang gadis dewasa.

Mahasiswi itu mengalami hari sial sejak ia bangun tidur, di interogasi oleh polisi yang kelebihan tampang. Awalnya ia berlove-love ria, siapa yang tidak akan terpesona dengan lelaki tampan? Namun ia harus membuang jauh-jauh perasaan senangnya.

Karena polisi keren itu, bersifat kasar, garang dan menakutkan. Sakura harus berkali-kali mengelus dada dengan pertanyaan yang sungguh menjebak dari polisi itu, hanya karena ia kenal dengan buronan yang di sedang dicari.

Sebenarnya Sakura juga tidak mengenal dengan baik sang buronan, lelaki penjahat itu hanya sekali pernah menolong Sakura. Saat ia menghilangkan uang pembayaran pra semesternya, dan lelaki itu mengembalikan uang yang ia jatuhkan.

Mana Sakura tahu lelaki itu adalah pembunuh berantai, berdarah dingin yang suka memotong tubuh perempuan, ia saja merinding mendengarnya.

Sebenarnya yang lebih mencekam dan menyebabkan penyesalan pada seluruh penghuni rumah susun, karena semua orang pernah mendengar jeritan kesakitan perempuan dari arah kamar kosong itu, setiap tengah malam. Dan bau busuk yang menusuk, namun mereka lebih percaya gosip ketimbang membuktikan kebenarannya. Bahwa ada 'penghuni' di kamar itu, termasuk Sakura yang memang takut dengan hal-hal berbau horor.

Pembunuh itu benar-benar kejam, karena dengan sadis memotong tubuh korbannya hidup-hidup. Sebenarnya Sakura tidak berniat untuk melihatnya, namun ia terpaksa menontonnya saat tanpa sengaja petugas yang membawa mayat tersandung. Dan potongan tubuh yang berbeda jatuh di hadapannya, satu potong masih terlihat segar dengan darah yang mengalir, yang artinya potongan itu masih baru dan baru saja mati. Sedangkan potongannya satu lagi sudah dipenuhi belatung dan membusuk.

Sakura langsung mual saat itu juga.

Pembunuh berantai itu memang sudah di ketahui rupa serta indentitasnya. Lelaki yang sepertinya memiliki darah campuran. Ia tinggal di lantai 3 di bawah tempat Sakura tinggal.

Namanya Naruto Uzumaki anak yang kelihatan pendiam sehari-harinya, satu-satunya orang yang pernah bicara dengannya hanya Sakura. Itupun sekali saat pria itu mengembalikan dompet perempuan itu. Tahu sendiri saat itu Sakura sangat merana karena menghilangkan uangnya, namun kedatangan pria pirang itu seakan ia sedang di datangi malaikat penolong, saat Naruto mengembalikan uangnya.

Tapi malaikat penolongnya, adalah pembunuh mutilasi yang begitu menakutkan.

Ia memandang tidak minat pada masakannya sendiri, Sakura lapar namun perutnya bergejolak. Apalagi samar-sama ia bisa mengingat dengan jelas potongan mayat kemarin.

Kling! Ia mengelus rambutnya saat mendengar suara bel, perlahan ia berjalan dan membuka pintu pada seseorang yang menyentuh bel tempat tinggalnya.

Di hadapannya berdiri gadis muda berambut panjang, senyumnya lembut keibuan.

"Permisi, saya penghuni baru di kamar sebelah. Nama saya Hinata," ujar perempuan itu manis, sambil menyerahkan beberapa bingkisan. Sakura tersenyum ramah, ia lega akhirnya ada juga penghuni di sebelahnya setelah beberapa hari tidak ada penghuni. Karena orang sebelumnya memilih pindah, setelah kejadian pembunuhan itu.

Wanita itu sedikit heran, pada wanita bernama Hinata. Padahal rumah susun ini lagi dalam kondisi yang menakutkan. Di tambah dengan tempat ia tinggal pernah terjadi pembunuhan yang berjarak 6 kamar dari tempat tinggalnya.

Sakura sendiri kalau ada uang lebih, berniat untuk pindah.

"Salam kenal juga, saya Sakura Haruno, emm..." Sakura bingun harus memanggilnya apa, karena ia tidak memberitahu marganya, sedangkan wanita muda itu merona sedikit, melihat keramahan yang ditunjukkan Sakura. "Panggil saja Hinata."

"Kalau begitu kau boleh juga memanggilku Sakura, Hinata-chan." Ia mengangguk senang. Namun Sakura terkejut ketika mendengar kegaduhan di sebelah. Perempuan muda yang ada di hadapannya juga ikut terkejut. "Aduh Sasuke-kun kamu ngapain?" ujar Hinata panik sambil menengok kedalam kamarnya sendiri.

Ternyata ia tidak tinggal sendiri, pantesan wanita itu tidak takut. Sesaat penghuni lain keluar. Sakura terkejut lagi, pasalnya ia kenal dengan wajah orang yang baru keluar. Polisi seram yang kemarin membuat ia takut. Ia keluar dengan wajah masam.

"Kau terlalu banyak bawa barang." Suaranya datar, Sakura memperhatikan Hinata yang minta maaf pada lelaki itu. Lalu Hinata melihat Sakura, dan tersenyum lagi.

"Ah… perkenalkan ini suamiku, Sasuke Uchina. Sakura-chan." Sakura terpaksa tersenyum, ia tidak menyangka ternyata mereka sudah menikah. Padahal kelihatannya mereka masih muda.

"salam kenal Uchiha-san." Sapanya sopan, namun reaksi lelaki itu hanya diam memandang penuh selidik padanya. Dasar polisi kampret!

Ia sempat prihatin pada Hinata-chan yang menikahi polisi seram seperti itu. Lihatlah wajah lelaki itu yang tidak ramah, padahal mereka tetangga. Wajahnya benar-benar menakutkan padahal ia tampan. Ia bahkan tidak terlalu mau repot-repot untuk beramah tamah dengannya.

"Hn." Benar-benar jawaban ambigu.

Hinata kemudian mendekat dan berbisik di kupingnya. "Suamiku memang seperti itu, tapi hatinya baik kok." Sakura Cuma bisa mengangguk kaku.

"Kau tinggal sendiri?" Pertanyaan suami wanita itu, membuat Sakura tidak enak hati. Laki-laki dengan rambut aneh itu sepertinya mencurigainya, kehadirannya di sini jangan-jangan emang berniat memata-mematainya.

"Ya," Jawabanya tegas. "Maaf, saya harus ke kampus sekarang." Ia memandang sebal membuat istri orang itu tidak enak hati. Sakura bergegas masuk ke kamarnya lagi.

Pikirannya masih mumet, apalagi di kampus yang bikin pusing dengan banyak tugas. Ia berjalan lesu lalu berpapasan dengan Hinata yang sedang membuang sampah harian.

"Sudah pulang, Saku-chan?" Tanyanya sambil tersenyum manis, terpaksa Sakura ikut tersenyum walau sebenarnya ia tidak mood.

Ia menghela nafas berat, setelah berusaha ramah akhirnya ia memilih menuju ke ruangannya sendiri.

Klik!... suara pintu yang baru saja ia buka.

Ia membuka pintu kulkas dan mengambil minuman segar, lalu meneguknya perlahan. Ia dapat merasakan perasaan aneh, seperti ada orang yang memperhatikan segala gerak-geriknya.

Ia takut-takut memperhatikan seluruh sudut ruangan dapur, namun hanya kesunyian yang menyapanya. Akhirnya ia menghela nafas. Ia hanya paranoid pikirnya.

Greek! Suara gesekan kursi membuat ia kembali takut, sepertinya ada sesuatu di bawah meja makannya. Jantungnya terpompa dengan cepat. Ia ketakutan sekarang, tapi kalau ia tidak memastikan sendiri. Maka ia akan semakin ketakutan.

Pelan… ia menunduk, sambil mencengkeram dadanya yang berpacu hebat dengan tangan kiri dan tangan kanannya menggenggam botol minuman.

Klang!

Sakura menjatuhkan begitu saja botol minuman yang ada di tangannya, karena ia begitu kaget sekaligus ketakutan saat sosok pria berambut pirang ada di dapurnya di bawah meja makan.

Laki-laki itu meringkuk kesakitan, seluruh tubuhnya dipenuhi luka dan darah yang banyak. Ketika lelaki itu memandang Sakura. Gadis itu terkejut dengan hebat, tubuhnya begetar karena takut. Ia mundur mulutnya kaku.

Mereka saling tatap dalam waktu lama, lelaki itu melihat Sakura penuh kekosongan sedangkan wanita itu ketakutan. Sebelum akhirnya si pria pirang jatuh, dan tidak sadarkan diri.

Sakura tidak tahu harus berbuat apa, di satu sisi ia ketakutan dan ingin melaporkan pada suami Hinata, tetapi di sisi lain ia kasihan dan iba. Biarpun lelaki ini kejam tapi ia pernah berbuat sangat berarti bagi hidupnya.

Ia akhirnya menyeret tubuh lelaki itu ke sofa dengan susah payah, kemudian mengobati luka-luka yang ada di tubuhnya.

Setelah semua selesai ia beri obat di beberapa tempat di tubuh lelaki itu, sekarang Sakura menghela nafas berat lagi. Apa yang harus ia perbuat? Ia ketakutan pada pria itu, tapi ia juga merasa harus balas budi.

pada akhirnya hati lah yang mengendalikan semua. Kata orang hutang budi di bawa mati, mungkin seperti itulah Sakura memandang lelaki itu, walaupun ia tahu Naruto adalah orang yang patut ia jauhi.

Setelah beberapa jam Naruto pingsan, perlahan matanya terbuka. Hal pertama yang ia lihat adalah gadis merah jambu yang pernah ia tolong dulu sedang menaruh makanan di atas meja.

Ketika mata mereka bertemu, pria itu melihat ketakutan di matanya.

"A-aku s-sudah memasak, ayo makan." Kata-katanya gugup karena panik, Naruto tidak berkomentar. Perlahan ia berdiri, tanganya sulit di gerakkan dan di bagian perutnya terasa nyeri. Ini karena ia terkena amukan masa.

Saat seseorang mengenal wajahnya ia dikejar kemudian di pukul ramai-ramai, untung ia bisa melarikan diri. Ia berniat bersembunyi di tempat ia tinggalnya dahulu, tapi ia terjebak ketika melihat polisi. Tanpa pikir panjang ia masuk sembarangan dan bersembunyi di bawah kolom meja.

Ia duduk, kemudian dengan tangan kirinya yang masih berfungsi menggambil sendok. Menyuapkan makanan yang seperti kare ke dalam mulutnya.

Ia mengunyah perlahan, Sakura terdiam menunggu reaksi pria itu. Naruto diam sebentar.

"Tidak enak." Komentarnya membuat Sakura ingin memukul pria itu, untung ia ingat kalau lelaki di depannya adalah seorang pembunuh, bisa-bisa ia dimutilasi.

Biarpun ia berkomentar sadis, namun ia terus memakan makanan itu sampai habis. Membuat Sakura ternganga.

"Terimakasih." Ucapnya lagi, Sakura mengangguk kaku. Ia tidak tahu pembunuh juga bisa bilang terimakasih.

.

Sakura memiringkan tubuhnya ke kanan, ia tidak bisa tidur malam ini. Bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau ada pembunuh di ruang tamunya, bagaimana kalau pembunuh itu masuk ke kamarnya dan memotong-motong tubuhnya. Sakura bergidik ngeri.

Malam ini cuacanya juga tidak mendukung, suara petir semakin keras di langit. Membuat ia semakin takut.

Kerrt… suara pintu di buka. Sakura kaget!

Di sana jelas ia melihat pria pirang itu berdiri di kegelapan malam, matanya tajam, senyumnya sadis mengerikan. Kilatan petir menyamarkan penglihatan. Perlahan tangan kirinya terangkat, dan ada pisau tajam yang terhunus di depannya.

"Bolehkan aku memotong tanganmu?" Tanyanya menyeramkan, air mata perlahan keluar, Sakura ketakutan, ia bergeser berniat lari. Perlahan lelaki itu masuk.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" Teriaknya keras. Terbangun dari tidurnya.

"Ada apa?!" Sakura Kaget, secara reflek ia mundur dan terjatuh dari ranjang, masih dengan perasaan takut ia berdiri jauh.

"K-kenapa kau di sini?" Tanyanya penuh ketakutan, lelaki itu memandang heran. "Aku hanya ingin melihatmu, dan kau berteriak," Jawabnya. Ternyata ia mimpi. Sakura bernafas lega.

"Aku baik-baik saja, kau keluar saja," Usirnya dengan cepat, Sakura benar-benar ketakutan melihat lelaki itu.

"Iya." Jawab Naruto biasa, kemudian ia keluar. Sakura kembali bernafas lega.

Gadis itu masih tidak tenang, lalu ia mengambil tongkat baseballnya. Untuk jaga-jaga siapa tahu lelaki itu akan masuk lagi.

Petir semakin keras menggemuruh. Membuat Sakura semakin gementar, ia benar-benar takut. Salahnya sendiri membiarkan pembunuh di rumahnya.

Ketakutannya kian bertambah, saat pria itu benar-benar muncul di depan pintu kamarnya.

"Aku boleh di sini?" Sakura mengeratkan tangannya di tongkat, ia akan memukul pria itu kalau macam-macam. Walaupun ia ketakutan setengah mati.

Naruto mendekat, Sakura sudah bersiap, namun ia tersentak saat suara petir kembali terdengar pria itu cepat-cepat menunduk. Menutup kuping dan gementar persis seperti anak kecil yang takut mendengar suara petir.

Entah kenapa, tiba-tiba urat-urat tegangnya mengendor. Pria itu tidak kelihatan menakutkan, tapi terlihat lucu di matanya.

"Kau takut petir, he?" Tanyanya sambil terkikik, pria itu bangun dan cemberut. "Enak aja! Aku tidak takut, aku hanya ingin melihatmu." Tapi kata-katanya tidak sesuai dengan sikapnya. Karena saat suara petir kembali terdengar, ia kembali bergetar dan sembunyi.

Sakura terkikik lebih keras, Naruto kembali mengerucut bibirnya lucu. "Oke-oke! kau boleh di sini, anak kecil," katanya jahil.

"Heh! Aku bukan anak kecil."

Setelah itu ketakutannya menghilang ia tidur dengan nyaman, sambil memeluk tongkat baseball. Saat ia bangun, ia baik-baik saja. Pria itu tidak melakukan apapun padanya. Entah dapat firasat dari mana, Sakura menyimpulkan kalau lelaki itu adalah lelaki yang baik.

Apalagi setelah melihat si pirang di dapurnya, memasak masakan enak. Lebih baik dari masakannya.

Hari berlalu dengan cepat, tidak terasa berlalu begitu saja. Sakura sangat menikmati hidupnya ia bahkan lupa kalau pria yang ia biarkan tinggal di tempatnya adalah seorang penjagal.

Baginya kehadiran pria itu di tempatnya adalah sebuah anugerah, ia tidak lagi sendiri. Ada yang memasak untuknya saat ia pulang dari kerja sambilan, mencuci bajunya, dan merapikan tempat tidur.

Ia senang bukan karena punya pembantu gratis, walau tidak dapat ia pungkiri ia merasa sangat terbantu. Tapi berdua itu lebih baik daripada sendiri.

Lelaki itu begitu pandai mengambil hatinya, begitu baik walaupun jarang memperlihatkan keinginannya. Tidak ada satupun tingkahnya yang membuat Sakura benci atau takut. Ia malah terpesona dengan kelembutannya. Di hati kecilnya sudah timbul rasa yang sulit ia ungkapkan.

"Ah… hari ini kau masak kari, Naruto?" Pria itu mengangguk, Sakura tersenyum. Tangan kanan pria itu hampir sembu, setidaknya ia tidak perlu membalut tangannya lagi.

"Makasih." Ia mengambil sendok kemudian memakan nasi.

"Aku ingin mengajakmu keluar, aku baru dapat gaji lho… " Sakura tidak meneruskan perkataannya, ia jadi ingat kalau Naruto sekarang buronan. Naruto tersenyum sedikit. Ah… semestinya ia tidak perlu menyinggungnya.

"Kita bisa merayakan di rumah, kan" Sakura bisa bernafas lega.

Kemudian malam itu mereka habiskan dengan minum-minum bersama, mungkin Sakura memang sudah nyaman dengan lelaki itu, merasa ia baik. Perhatian padanya, tahu apapun yang diinginkan olehnya. Mungkin karena itu ia tidak menolak ketika Naruto menciumnya. Walaupun ia setengah sadar tapi Sakura menikmati ciuman lembut laki-laki itu.

Ia juga tidak menolak ketika lelaki itu menggendong dirinya ke dalam kamar, setelah itu membiarkan lelaki tampan itu mencium seluruh tubuhnya, menanggalkan pakaiannya dan membiarkan Naruto memasuki dan meninggalkan bekas di dalam tubuhnya.

Semua terasa wajar, perlakuan Naruto lembut, hati-hati dan menenangkan. Sakura semakin lupa siapa sebenarnya lelaki di atasnya, yang menciumnya membabi buta. Yang memanjakannya sepanjang malam. Ia lupa karena ia terlalu bahagia. Karena pengakuan cinta lelaki itu merasuk ke inti terdalam hatinya.

"Pagi, sweet." Sakura mengerjap beberapa kali dengan sinar yang langsung masuk ke retina matanya, saat sedar siapa yang membangunkannya. Wajahnya merona apalagi ia masih ingat jelas apa yang mereka lakukan semalam.

Naruto mendekat dan mencium dahi perempuan manis yang memberikan malam luar biasa untuknya, perempuan itu kaget dan warna merah di sekitar wajahnya semakin pekat. Ia menutup mukanya saat Naruto melihatnya sambil menyeringai, ia berniat mengoda wanita itu lagi. Tapi Sakura melempar bantal di mukanya kemudian ia dengan cepat ke kamar mandi.

Naruto hanya terkekeh.

Saat mengeringkan rambutnya Sakura tersenyum melihat sarapan pagi sudah tersusun rapi di atas meja makan, Naruto memang lelaki romantis, ia pikir ini hanya terjadi di novel-novel saja. Pasangan kekasih yang menikmati malam indah dan menghabiskan malam bersama, kemudian paginya ia akan di manja dengan segelas kopi panas, sarapan pagi buatannya. Makan berdua.

Dan senyumnya yang hangat, tapi Naruto memang selalu memasak untuknya kan! Ih ia sebel seharusnya sekali-kali ia juga ingin memasak untuk pria itu.

"Kenapa? Apa kau tidak suka sarapannya?" tanya Naruto cemas, Sakura cepat-cepat menggeleng. Jahat sekali kalau laki-laki pirang itu sampai berpikir begitu.

"Nggak! Aku juga ingin memasak sekali-kali." Naruto terdiam untuk beberapa saat, lalu ia tersenyum.

"Tapi… masakanmu tidak enak." Sudut siku-siku muncul di dahi perempuan itu.

"Narutoooo!" Dan ia pun memukul-mukul kepala pria itu sebel. "Sudah! Sudah…!"

Naruto menangkap kedua tangan Sakura mempersempit jarak, perempuan itu memandang tidak mengerti. Lalu sebuah ciuman dicuri darinya.

"Ciuman selamat pagi," kata Naruto terkekeh, membuat wanita itu kembali berblushin ria.

"I love you, Sakura."

Dan Sakura benar-benar telah lupa.

"Sampahmu dua kali lipat lebih banyak sekarang, nona." Sakura tersentak dengan nada datar tetapi banyak mengandung kecurigaan, Sakura memang melupakan satu hal lagi, yaitu polisi yang tinggal di sebelahnya. Polisi yang gencar mencurigainya.

"Ada masalah dengan sampahku, tuan Uchiha?" Lelaki itu tetap memandangnya penuh selidik, membuat Sakura risih. Tapi lucu juga ia yang sedang membuang sampah harian, ia pikir suami Hinata pasti tidak akan melakukan ini.

"Hari ini giliranmu membuang sampah ya?" Tanya Sakura jahil, jelas sekali pria itu malu.

"Aku cuma membantunya," jawab lelaki emo itu cepat dan meninggalkan Sakura, membuat wanita itu tersenyum merasa lucu, benar kata orang, wanita itu akan hebat bila sudah menikah. Tentu saja jadi kan suamimu babu! tapi kalau di pikir-pikir ia juga sering menjadikan Naruto babu.

.

Hari ini Sakura pulang cepat, ia sudah janji akan membantu Naruto membuat makan malam sekalian belajar.

"Kau sudah beli bahannya?" Sakura mengangguk, Naruto dengan sigap mengambil belanjaan gadis itu. Kemudian menyiapkan bahan-bahan yang di perlukan di atas meja.

Mereka mengerjakan itu dengan serius, kadang-kadang bercanda juga. Habis Naruto itu jahil. Namun suara bel menghentikan mereka. Ketakutan jelas muncul di wajah mereka berdua.

Naruto cepat-cepat bersembunyi, Sakura ke depan lalu membuka pintu. Ada Hinata yang tersenyum padanya.

"Ini ada sedikit oleh-oleh dari ibu mertuaku, Sakura-chan." Sakura yang cemas mencoba setenang mungkin, jangan sampai membuat wanita itu curiga.

"Ah… terimakasih."

"Kau sedang masak?" tanya Hinata lagi, saat tanpa sengaja mengintip dapur Sakura, gadis itu mengangguk kaku. Tapi Hinata memandang dapurnya lagi, Sakura makin was-was.

"Apa porsinya tidak terlalu besar, kau kan sendiri?" Wajah Sakura memucat dalam otaknya berputar mencari alasan yang lebih masuk akal, namun yang terucap di mulutnya hanya…

"Makanku besar." Ia tertawa kaku dan terpaksa.

"Ohh… ah, maaf Sakura-chan aku jadi lancang." Hinata menutup mulutnya, sakura mengibaskan tangannya dan bilang tak usah dipikirkan.

"Sakura-chan, bagaimana kalau sekali-kali kau makan bersama kami?"

"Eh?" Sakura kaget mendengar permintaan itu. "Makan sendiri tidak enak, tak apa kan sekali-kali makan bersama kami," ujarnya kembali tersenyum manis, seolah-olah perempuan ini hanya di progam untuk tersenyum saja.

"Makasih." Senyumnya lebih hangat saat mendengar Sakura menerima undangannya. "Baiklah aku tunggu, ya."

Sakura kembali masuk ke dalam rumahnya, tetapi terkejut melihat Naruto yang bersembunyi melihat dengan inters ke arah pintu.

"Perempuan yang baik," ucapnya, tetapi Sakura merinding dengan nadanya. Entah kenapa suara Naruto membuat ia takut.

Setelah itu keanehan semakin terjadi, pria pirang itu jadi sering keluar. Sakura tidak tahu apa yang ia kerjakan, saat ia bertanya Naruto bilang mencari angin. Tapi perasaannya tidak enak, ia merasa akan terjadi sesuatu.

Ia kembali syok saat menemukan banyaknya lembaran foto Hinata. Foto itu ada yang di potong-potong ada juga yang bagian wajahnya di gores dengan pisau. Ia gementar tidak tahu harus berbuat apa.

"Sakura?" Tiba-tiba lelaki itu ada di belakangnya, panggilannya berat, membuat gadis itu membatu. Foto itu jatuh dari tangannya, gementar semakin hebat. Ia bahkan takut untuk melihat lelaki yang memanggil namanya.

Ya, Sakura telah lupa kalau pria yang ia cintai adalah seorang psikopat, pembunuh kejam berdarah dingin. Naruto mendekat, wanita itu kembali berkeringat. Laki-laki itu mengambil foto yang di jatuhkan olehnya, kemudian terkekeh menakutkan.

"Perempuan ini begitu lembut. Aku jadi ingin mendengar teriakan kesakitannya, saat aku memotong satu persatu bagian tubuhnya," ujarnya begitu santai sambil mengelus foto itu perlahan.

Akhirnya air mata Sakura tumpah, tidak kuasa melihat lelaki itu yang jadi menakutkan. Ia kemudian memeluk Naruto erat.

"Jangan… jangan… aku mohon. Aku takut kehilanganmu." Naruto memandang wanita yang memeluknya, ia menghapus air mata Sakura dan mencium dahinya sayang.

"Jangan menangis." Suara pria itu kembali seperti biasa, lembut dan menenangkan. Ia kemudian menggendong Sakura ke kamar, membaringkannya di ranjang lalu menciumnya. "Naruto! Kita harus masak," ujarnya malu, namun Naruto menyentuh hidung wanita bersurai pink lembut.

"Tapi aku ingin memakanmu dulu." Dan lagi-lagi Sakura di buat merona dan lupa segalanya.

Hari ini bukanlah hari dengan cuaca yang bagus, semenjak dari tadi pagi langit mendung, kemudian hujan deras. Sampai sore ini masih dengan rintik-rintik kecil, benar-benar bukan suasana yang menyenangkan, begitupun dengan hati Sakura. Tidak tenang.

Sekali-kali ia kepikiran dengan Naruto, takut pria itu berbuat macam-macam, ia tidak mengerti kenapa Naruto begitu, apa karena pengaruh psikologinya? Apa sebenarnya pria itu sakit? Mungkin saja mental jiwanya terganggu, tapi ia bersikap normal selama bersamanya. Tidak menunjukkan hal negative.

Ketika pelajarannya usai, ia dengan cepat pulang.

Ketika sampai di tempat tinggalnya… memang setelah insiden ditemukan korban pembunuhan. Tingkat ia tinggal Cuma di huni olehnya dan keluarga Hinata saja. Suasana jadi sepi.

Ketakutannya bertambah, misalnya Hinata sendiri. Bukankah Naruto dengan gampang…

Tidak-tidak! Ia tidak mau berpikir jauh, dengan jantung berdebar Sakura mendekati tempat tinggal tetangganya itu.

Tok… tok…

"Hinata-chan!" panggilnya, namun hanya gema suaranya yang terdengar memantul. Ia tunggu beberapa menit, tapi hanya sepi yang menemaninya.

"HINATA!" Kali ini ia memanggil cukup keras, lagi-lagi tidak ada sahutan, sekarang ia panik kemudian dengan membabi buta berusaha memanggil sambil menggedor pintu rumah tetangganya.

"Ada apa ni?" Suara itu mengagetkan Sakura.

"Aku memanggil Hinata, tapi ia tidak menjawabnya." Suara Sakura penuh kecemasan, Sasuke yang baru pulang hanya memandang heran pada tetangganya, sebenarnya sejak ia masih di kantor perasaannya tidak tenang. Makanya ia pulang sore begini.

Ia juga sebenarnya sudah menaruh curiga pada tetangganya tentang hubungan dengan Naruto, namun bukti tidak cukup kuat untuk membuat wanita itu membuka mulut.

Ia tetap tenang ketika membuka pintu kamar sewaannya, namun ia sedikit terkejut saat melihat pintu itu tidak terkunci. Tidak biasa istrinya ceroboh seperti ini.

Kemudian ketenangannya di gantikan dengan kepanikan, ketika ia melihat ruangan yang biasanya rapi kini berantakan. Jelas sekali istrinya ketakutan dan melempar apapun ke arah seseorang, sebagai seorang polisi ia cukup familiar dengan situasi ini.

Ia bergegas keluar, Sakura yang melihat kecemasan di wajah itu segera tahu bahwa Hinata tidak dalam keadaan baik.

"Sejak kapan kau tahu Hinata tidak ada?!" Biarpun Sasuke berusaha bersikap tenang, tapi tidak bisa ia tutupi rasa ketakutan di hatinya. Ia tidak bertanya tapi terkesan membentak.

Sakura jelas tahu sekarang, yang ia takutkan pelaku semua ini adalah Naruto. Di mana? Kemana kira-kira Naruto membawa Hinata?

Saat Sakura sibuk dengan pikirannya, Sasuke sudah berlari-lari, menggedor setiap ruangan yang ada di rumah susun itu. Bertanya satu persatu tentang istrinya.

Sakura ingat, ia ia ingat! Di suatu hari Naruto pernah menyinggung tentang gudang yang kosong di bawah di sebelah rumah susun mereka.

Tanpa pikir panjang lagi, Sakura berlari cepat. Menabrak orang-orang yang menghalanginya, ketika sampai ia langsung mendobrak pintu itu yang ternyata tidak di kunci.

Ketika ia masuk tidak ada siapa-siapa di sana, tapi Sakura berkeyakinan kalau Hinata memang di sekap disini. Samar-sama ia mendengar suara tertahan seperti mulutnya di sumbal sesuatu. Ternyata di dalam gudang itu ada ruangan yang lain lagi.

Ia pelan-pelan melangkah ke sana, dan ia langsung kaget dengan rasa syok berat. Di hadapannya ada Hinata yang di ikat di kursi dengan mulutnya di plaster, membuat wanita itu tidak bisa bersuara.

Mata wanita itu terbelalak melihatnya, raut wajah itu menampilkan kesakitan dan ketakutan. Ia berontak berusaha berteriak namun suaranya sama sekali tidak dapat terdengar.

Di hadapan Hinata ada Naruto yang menyeringai sadis, wajah pria itu tidak seperti biasanya. Menakutkan! Wajahnya benar-benar menakutkan, sakura melangkah pelan.

Naruto hanya memandangnya tanpa ekspresi, di tangan kananya ada sebilah pisau dan bajunya merah… baru Sakura sadari warna itu adalah darah. Ia berubah horor saat menyadari satu jari Hinata sudah tidak ada di tempatnya lagi. Darah masih setia mengalir dari potongan yang nampak tulang itu.

"Naruto." Desisnya takut.

"Uh…Uh…" Hinata bersuara tidak jelas lagi, apakah ia minta tolong atau malah menyuruhnya pergi dari sini. Tapi Sakura biarpun takut tetap mendekat ke arah mereka.

Naruto terkekeh aneh, Sakura makin takut sedangkan Hinata sudah mengerikan sekali ekspresinya. Pria pirang itu mengangkat pisau itu tinggi-tinggi, Hinata berontak di kursinya. Ia takut! Pria itu akan memotong tubuhnya yang lain lagi.

Ia masih merasakan kesakitan yang luar biasa saat lelaki pirang memotong jari tengahnya, tubuhnya waktu itu menggelinjang karena sakit yang teramat sangat, dan ia masih merasakan sakitnya sampai saat ini.

Hinata takut dan tidak mau merasakannya lagi, matanya memandang Sakura. Meminta pertolongan ketika ia tahu ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"JANGAN!" dan

Crass!

Jempol Hinata terpotong jatuh ke atas lantai, darah mengucur mengenai kaos yang di pakai laki-laki itu. Hinata menjerit tanpa suara, sekarang sakitnya bersumber dari dua arah. Ingin rasanya ia pingsan saja.

Naruto tertawa. Tawa yang menyeramkan! Sakura jatuh terduduk, air matanya berhamburan keluar. Ini bukan narutonya, pria itu menakutkan.

"Kumohon jangan!... jangan… Naruto!" gumannya tersendat-sendat, pria pirang itu menyeringai ke arahnya. Ia mengangkat pisau itu lagi, Hinata berusaha mundur namun tidak bisa, ia hanya memandang pisau itu dengan ketakutan yang sangat.

"Sakura!" Teriakan di luar membuat Naruto tersentak, ia melempar pisau di tangannya dan kabur. Kemudian Sasuke masuk dengan beberapa polisi.

Polisi itu begitu terkejut melihat kondisi istrinya, ia berlari cepat ke arah Hinata dan membuka ikatan tali di tubuhnya. Darah tidak berhenti keluar, tubuh istrinya melemah dan pucat.

Sasuke dengan panik mengangkat tubuh istrinya.

Sakura yang masih syok di atas lantai, pasrah ketika ada polisi yang menariknya bangun dan di bawa ke kantor polisi.

Sakura pulang dengan lesu, tubuhnya begetar. Ia takut, marah, sedih. Bercampur baur dalam hatinya. Ia bersyukur Hinata tidak memberitahu polisi kalau ia mengenal Naruto, kalau tidak mungkin ia sudah ada di sel. Tapi semua ini terasa tidak benar. Mungkin ia harus menjenguk Hinata di rumah sakit, karena itu ia melangkah ke sana.

Sasuke yang menemani istrinya memandang tajam ke arah Sakura yang baru datang, membuat wanita berambut pendek itu menghela nafas berat. Pasti lelaki itu sekarang semakin curiga padanya. Namun ia tetap keluar memberi keleluasan pada perempuan itu.

"Hinata-chan, apa kau baik sekarang?" Wanita di atas ranjang itu mengangguk lemah sambil tersenyum sedikit. Tangannya di balut, ia memandang kasihan dan prihatin.

"Maaf, terlambat menolongmu," kata Sakura sendu sambil menunduk kepalanya penuh penyesalan, Hinata diam.

"Sakura kamu kenal laki-laki itu, kan?" tanya Hinata dengan suara pelan, ia takut suaminya mendengar. Sakura mengangguk.

"Kekasihmu?" Sakura menengok dalam mata perempuan itu. Pandangan sang Haruno menjelaskan semua pertanyaan Hinata.

"Aku mungkin bisa menolongmu… tapi, maaf aku tidak bisa menolong kekasihmu. Ia terlalu menakutkan," Sakura kembali menunduk. "Aku tahu bagaimana rasanya mencintai, namun… kau jatuh cinta pada orang yang salah."

Jatuh cinta pada orang yang salah? Benarkah itu tidak boleh? Tapi kalau hati bisa di atur tentu ia tidak akan mau mencintai laki-laki itu, tapi kalau hati bisa di atur mungkin ia juga akan menjatuhkan hatinya pada Naruto. Kemudian ia menangis memeluk tubuh lemah Hinata.

Perempuan berambut panjang itu, merasa prihatin. Merasa kasihan pada Sakura, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Pria yang di cintai oleh wanita itu sangat menakutkan dan menyeramkan, lelaki itu tidak boleh berkeliaran bebas.

Setelah dari rumah sakit, Sakura pulang. Ia melihat ruangan yang di tempati olehnya dan Naruto dengan miris. Baru saja ia bahagia, tapi kemalangan selalu menimpanya.

Dulu ibunya juga meninggalkan ia pada ayahnya yang miskin, ia harus banting tulang demi hidup karena ayahnya yang tidak bisa di harapkan. Untunglah ia punya otak yang cemerlang jadi ia tidak terlalu cemas dengan pendidikannya.

"Sakura!" Wanita itu kembali syok melihat Naruto keluar dari kolom meja, tempat Sakura pertama kali melihat Naruto saat datang ke tempatnya.

"Naruto." Ia mundur ke belakang, takut, ngeri, dan perasaan rindu menjadi satu dalam benaknya.

Bau darah kering membuat perut Sakura menjadi tidak enak, laki-laki itu kian mendekat. Sedangkan Sakura terdiam tak bergerak karena terlalu syok dan karena tubuhnya terhalang dinding.

Ia sempat kaku sebentar saat Naruto meraih tubuh dan memeluk dirinya, perasaanya mencair ketika tahu lelaki itu gementar dan menangis di dalam pelukannya. Ia membalas memeluk lelaki itu, mendekapnya erat.

"Jangan lakukan itu, Naru. Aku takut," Ia ikut menangis. "Jangan membunuh lagi." Pelukan di tubuhnya melonggar, lelaki itu memandang Sakura kosong.

Sakura memandang takut saat melihat sorot mata biru itu, matanya tajam menyimpang kebengisan yang menakutkan. Naruto kemudian menyeringai.

"—Menyenangkan melihat perempuan itu ketakutan… he…he..! apa kau tak melihatnya Saku-chan saat aku memotong jarinya, ekspresi yang cantik." Naruto terkekeh menyeramkan, sekarang Sakura sadar. Naruto!... jiwanya memang terganggu. Ia membelai surai pirang yang terjatuh di sisi muka kekasihnya, lembut serta menyimpan banyak duka.

"Kenapa Naru-kun melakukan itu? " Mata sang pirang terbelalak mendengar pertanyaan itu, lalu sorot matanya berubah lagi. Sakura berusaha tenang, ia tahu dan entah mendapatkan kepercayaan darimana Naruto tidak akan menyakitinya.

"Perempuan itu mengambil ayahku!" Sakura tahu bukan Hinata yang ia maksud. "Ibuku bunuh diri! Dan ayah membawa perempuan itu ke rumah." Mungkin ini adalah masa lalu yang membuat Naruto terganggu.

"Perempuan itu sangat lembut, baik hati dan tidak pernah marah padaku," Sakura mengeratkan genggaman di tangan Naruto saat melihat senyum aneh yang terukir di bibir itu.

Naruto terkekeh lagi, "Padahal aku selalu menyakitinya, berusaha mencelakainya. Tapi ia memaafkan ku."

"Pada suatu hari… aku mengikatnya saat tidak ada ayah, dan menyembunyikannya di gudang." Naruto semakin menakutkan, matanya menunjukkan kesenangan yang berbahaya. Ia tersenyum lebar yang membuat bulu tengkuk Sakura merinding.

"Setiap hari aku memotong tubuhnya satu persatu!... aku senang saat ia melotot kearahku! Saat ia menggelinjang kesakitan dan mukanya yang mengerikan saat ia menjerit-jerit! He…he…"

Mata sakura terbelalak ketakutan! Naruto memang berbahaya, jiwa lelaki ini tidaklah sehat. Naruto ikut menggenggam tangan Sakura yang gementar.

"Jadi… Saku-chan. Jangan tinggalkan aku seperti ibu, aku akan melindungi Saku-chan dari wanita itu." Naruto tersenyum namun senyum kali ini seperti anak kecil yang polos.

Ekspresi yang berubah-ubah ini, karena Naruto trauma dengan perselingkuhan ayah dan kematian ibunya. Naruto kasihan, hidupnya menyedihkan seperti dirinya.

Ia merangkul tubuh yang penuh dosa itu, "Sekarang Naru-kun bersama ku, jangan lakukan apapun pada wanita itu mengerti." Walaupun di hatinya timbul rasa takut, tapi ia tidak bisa meninggalkan lelaki ini.

Laki-laki itu tidak mengangguk, hanya menggesekkan pipinya dan mencium lembut bahu Sakura.

Sakura memang bisa mengatakan apapun, namun ia tidak bisa mengekang Naruto. Hati pria itu penuh kebencian pada wanita selingkuhan ayahnya, setiap melihat wanita yang mirip dengan ibu tirinya. Ia akan tertarik untuk memotong tubuh wanita itu.

Karena itu Sakura berubah gementar saat Hinata tersenyum ramah di depan pintu tempat ia tinggal.

"Kau benar-benar akan tinggal di sini lagi Hinata-chan." Perempuan itu mengangguk sambil tersenyum lembut.

"Sasu-kun bilang, pembunuh itu tidak akan berani lagi datang."

Sakura pusing, ia takut Naruto akan nekad. Dan ketakutannya menjadi nyata saat ia melihat Naruto di borgol di kamar Hinata. Saat itu ia baru pulang dari kampus dan melihat banyak polisi di ruangan Hinata.

Naruto di jebak! Sakura syok ia tidak menyangka, Hinata ikut membantu dalam penyergapan ini.

"Aku tahu, Sakura menyembunyikan Naruto, iya kan?" Saat itu Naruto sudah di dalam mobil polisi bersama Sasuke, dan Hinata berbisik di kupingnya.

"Maaf… tapi Saku-chan tidak bisa bersamanya. Aku tidak akan bilang pada Sasu kalau Sakura terlibat." Ia tersenyum lagi, sakura terdiam tidak bisa berbuat apa-apa. Matanya sendu melihat lelaki itu.

Setelah itu seperti pukulan yang besar menimpa dirinya, ia menerima kabar kalau Naruto di jatuhi hukuman mati.

Ia berdiri di kamar mandi sangat lama, ia menangis. Hatinya resah, takut, benci entah kepada siapa. Apalagi saat melihat alat tes kehamilan di tangannya.

Positif hamil.

Ia mencengkeram perutnya, buah cintanya dengan Naruto. Tapi bayinya tidak akan mengenal ayahnya dan kasih sayang. Jangankan kenal melihatnya pun tidak akan pernah, sakura miris anaknya pun akan sama dengan Naruto dan dirinya. Menyedihkan.

"Saku-Chan, kau di dalam?" Lamunannya buyar saat mendengar suara lembut memanggilnya, Sakura buru-buru menghapus air mata kemudian mencuci muka.

Ia berusaha tersenyum ketika keluar dari kamar mandi, di sana ada Hinata dengan aura bahagianya. Biarpun dua jarinya sudah tidak ada, namun gadis itu tetap semangat menjalani hari-hari dan berusaha melupakan kejadian yang mengerikan yang pernah menimpanya.

"Ada apa Hinata-chan? Kau kelihatan bahagia sekali." Gadis itu kembali tersenyum, namun kali ini ia melompat ke arah Sakura. Dan memeluk gadis itu membuat Sakura kaget.

"Aku hamil!" Hinata berseru bahagia, "Seharusnya Sasuke yang pertama tahu, tapi aku ingin berbagi kebahagian ini denganmu Sakura." Gadis berambut pink itu terpaksa berbohong dengan pura-pura bahagia. Dalam hati ia terluka, Hinata bisa berbagi kebahagian karena ia punya keluarga yang normal. Tapi tidak dengan dirinya.

Sakura iri, ia juga ingin berbagi kebahagiaan. Ia ingin bilang kalau ia bahagia dengan benih cinta yang Naruto tanamkan. Namun ia tidak bisa, mulutnya hanya diam air mukanya menyimpan duka.

Muka perempuan itu masih berseri-seri, saat melihat wajah Sakura ia sadar itu sedang bermuram durja. Ah… ia merasa jahat, bukankah hari ini Naruto akan di hukum mati. Hari ini hari terakhir Naruto ada di muka bumi. Apalagi sakura tidak di perbolehkan melihat lelaki itu.

"Maaf, Sakura." Katanya dengan raut menyesal, Sakura menggeleng.

"Nanti bantu aku belanja, ya. Aku nanti malam ingin memberi Sasu kejutan dan merayakannya bertiga, Sakura-chan pokoknya harus hadir," kata Hinata memaksa, Sakura mengangguk.

Hinata senang sekali, nanti malam Hinata dan Sasuke pasti akan sangat bahagia. Dalam kehidupan mereka akan ada seorang anak, setelah itu Sasuke naik pangkat karena berhasil menangkap Naruto.

Mereka bahagia dan ia akan sengsara, kelak anak mereka akan tertawa senang karena punya orang tua lengkap. Bangga karena bapaknya pernah menjadi pahlawan karena berhasil menangkap penjahat, sedangkan anaknya akan menanggung malu dan dijauhi karena bapaknya seorang penjahat. Hidupnya juga tidak akan kekurangan karena orang tua mereka mapan.

Anaknya pasti menyedihkan, anaknya akan menagis sedih karena tidak punya ayah. Setiap hari anaknya kan mengulang kehidupan yang sama dengan dirinya.

Tidak! … ia tidak boleh membiarkan hidup anaknya sama dengan hidupnya!

Anaknya akan tertawa bersama dengan keluarga lengkap. Anaknya akan tertawa senang bersama Naruto!

Ia akan terus bersama anaknya sampai rambutnya dan Naruto memutih, ia tidak akan membiarkan seorang pun merenggut kebahagian anaknya.

" Aku pergi dulu Hinata!"

"Heh?" Perempuan berambut panjang itu terkejut dengan kepergian Sakura, padahal ia tadi berniat mengajak gadis rambut pendek itu untuk membantu mendekorasi rumahnya. Kemudian ia menggelengkan kepalanya, tidak seharusnya ia merepotkan Sakura.

Sedangkan gadis berambut pendek dengan warna pink itu sudah melajukan mobilnya, di dalam otaknya mencari cara bagaimana menyelamatkan Naruto.

Ia tahu Naruto akan di eksekusi di dalam hutan di sebelah timur Konoha, jalan itu sangat rawan dan sepi. Cocok untuk melakukan hukuman tembak mati.

Satu-satunya cara yang terpikirkan oleh gadis itu adalah menabrak mobil polisi yang membawa Naruto, tapi tindakan ekstrem itu kemungkinan 70 persen akan gagal, tapi ia tidak akan tahu sebelum di coba.

Sakura tahu Naruto akan di eksekusi pada jam tiga sore, karena itu ia sudah menunggu di sebuah jalan sepi yang di sebelahnya ada jurang yang dalam. Rencananya ia akan menabrak mobil itu sampai ke pembatas, lalu secepatnya ia keluar dan membawa Naruto saat polisi sedang kalut.

Rencananya sudah mantap, ketika sirene polisi terdengar ia bersiap-siap.

Tubuh Sakura gementar, namun ia sudah yakin. Gagal pun ia tidak akan peduli.

Namun ia salah langkah, saat ia mencoba untuk menghantam badan mobil itu. Pengemudi mobil itu tahu caranya berkelit. Setelah itu mereka kejar-kejaran, polisi di dalam mobil itu berteriak panik kearahnya.

Namun ia tidak peduli ia menancap gas lebih dan saat mereka berdempet dengan kasar Sakura membanting stir, membuat mobil itu oleng sebelah kanan. Melihat itu sakura sekali lagi menghantam mobilnya dengan badan mobil polisi.

Mobil polisi itu menghancurkan pembatas jalan, bersiap meluncur ke dalam jurang. Sakura panik ia buru-buru keluar mobil, ia harus menyelamatkan Naruto.

Mobil polisi itu emang hamper jatuh, namun tertahan dengan ban di belakangnya. Sakura dengan hati-hati membuka pintu belakang.

Di sana ia melihat Naruto yang di borgol sedang bergantung di salah satu pintu, matanya memandang senang pada Sakura. Di sebelahnya ada Sasuke yang juga dengan susah payah bergelantung . ia sepertinya mencoba menggapai pintu di sebelahnya namun tidak berhasil.

Saat lelaki itu melihat Sakura, ada nada lega di sana. "Cepat tarik aku! Dan kita selamatkan mereka semua!" katanya tegas menyakinkan, sekarang Sakura melihat ke bawah lagi pada polisi yang menjerit minta tolong. Seluruh tubuhnya sudah keluar dari mobil hanya kakinya saja yang terjepit dengan gantungan di atap mobil. Sedangkan pengemudi sepertinya sudah mati, karena kepalanya menghantam cukup keras kemudinya.

Sakura kembali mengalihkan pandangannya ke arah Naruto dan Sasuke. Sepertinya hanya salah satunya yang bisa ia selamatkan. Ia harus memilih salah satu di antara mereka.

Ia tahu pilihan apapun akan kejam sekali, kalau ia memilih Sasuke, Hinata dan bayi dalam kandungannya pasti bahagia. Tapi ia dan anaknya akan menderita.

Namun Sakura bukan malaikat, dunia nyata hanya berupa pilihan yang sulit. Tidak ada kata-kata manis atau si gadis baik hati. Pilihan Cuma ada dua, bahagia atau menderita!

Manusia egois kan? Mereka akan selalu mementingkan dirinya sendiri. Tidak ada peran malaikat di sini, semuanya kejam. Baik dirinya Naruto dan Hinata.

"Maaf" keluar dari mulutnya, 'maafkan aku hinata, kau gadis baik hati. Aku juga ingin bahagia'katanya dalam hati, kemudian ia dengan cepat menarik Naruto, sedangkan Sasuke terbelalak ngeri saat wanita itu lebih memilih pembunuh. Ia berusaha menggapai kaki Naruto, benci pada wanita itu.

Bukannya ia tidak tahu, kalau Sakura punya hubungan dengan pembunuh. Namun karena permintaan istrinya Sasuke tidak mengambil tindakan apapun pada wanita itu.

Sasuke hampir bisa menangkap kaki Naruto, melihat gelagat itu pria pirang itu dengan cepat menendang badan mobil.

Mobil yang hanya tersangkut sedikit, oleng. Suara gesekan keras terdengar beserta suara jerit polisi yang terjatuh, Sakura bisa melihat Sasuke yang jatuh dengan mata yang tajam terasa ingin membunuhnya.

BRAKKK!

Mobil itu jatuh dan hancur tidak berbentuk, beberapa saat kemudian segalanya menjadi sunyi sekejab.

Naruto yang sudah terangkat sedikit, dengan tangannya terborgol ia menggapai pembatas jalan yang rusak. Kemudia ia naik perlahan. Ketika ia sudah berdiri dengan kedua kakinya ia menatap Sakura yang terduduk ketakutan, tidak percaya dengan apa yang telah ia lakukan.

Ia telah memilih Naruto dan menjadi pembunuh! Ia menatap tangannya yang telah melakukan tindakan berani itu, shock.

Naruto mendekat… menarik tubuh perempuan itu dan memeluknya dengan erat, hingga dia bisa merasakan Sakura membalas pelukannya dengan tangan gementar… dan… Sakura… menangis di dada bidangnya.

"Kita harus pergi dari sini." Sakura mengangguk dan bergegas menuju mobilnya yang sudah rusak, mereka harus pergi sejauh-jauhnya.

Di lain tempat, Hinata tersenyum senang. Menunggu kepulangan suami tercinta. Ia berdandan cantik hari ini, walau sedikit bingun Sakura tidak muncul-muncul. Ia bahagia di tangan kanannya ada surat dokter.

Entah ekspresi seperti apa yang akan di perlihatkan suaminya yang kaku itu, mendengar kehamilannya yang mereka tunggu-tunggu.

Namun ia tidak pernah tahu… jauh di dalam hutan tubuh suaminya tercabik mengeluarkan segala isi dalam perut. Matanya melotot tak percaya dan kepalanya pecah di ujung. Pemandangan yang mengerikan.

end