Title : RPM (Radians per Minutes)

Pairing : KrisTao, HunTao,

Genre : Romance, Drama

Rated : T

Inspired by NU'EST's song, I'm Bad and Rainbow's song Black Swan

A/N : Oke, salahkan saya yang masih nggantungin FF saya yang sebelumnya. Serius saya bener-bener nggak mengira bakal terinspirasi buat bikin FF baru. Dan entah kenapa pengen aja upload FF ini. Eum, tapi don't worry, FF yang sebelumnya masih dalam proses, yah meskipun masih berantakan #plakk.

.

RADIANS PER MINUTES

Musik klasik bergema dari speaker berukuran sedang yang terletak di pojok ruangan. Volume terset dalam mode maksimal. Sosok tinggi dengan tubuh proporsional dan rambut semi ikal tengah meregangkan tubuhnya. Sweater hitam menempel pas di tubuhnya, rok tutu hitam terpasang di pinggang rampingnya. Sepatu balet yang juga berwarna hitam tersandar di cermin besar yang menjadi salah satu dari empat dinding yang mengelilingi ruangan tersebut.

Bibir kucingnya bersenandung ringan mengikuti nada. Gadis itu berjongkok meraih sepatunya. Tanpa menghentikan senandungnya, ia memakaikan sepatu itu pada kedua kakinya.

Perlahan ia bangkit kembali, merentangkan kedua tangannya dengan luwes. Tubuhnya mulai berputar sesuai irama, langkah kakinya begitu anggun. Membuat siapapun yang melihatnya akan bertepuk tangan sambil menganga.

"Knock knock?"

Gadis itu menoleh mengenali suara itu, dan benar saja Sehun berdiri di celah pintu dengan senyum lebar. Gadis itu balik tersenyum, mempersilahkan pria itu masuk.

Sehun masuk melemparkan air mineral, kemudian duduk di sofa yang terletak tak jauh dari speaker.

"Seingatku, kau tidak bilang kalau kau akan datang hari ini!" gadis itu membuka air mineral, kemudian meminum beberapa tegukan.

"Oh, ayolah, apa aku perlu bertanya untuk sekedar datang menemui kekasihku sendiri, Huang Zi Tao?" Sehun tersenyum menggoda.

Tao menggeleng lucu, ia berjalan menghampiri Sehun. Tangannya meraih remote di atas speaker kemudian menekan tombol merah untuk menghentikan suara musik. Gadis itu duduk di sebelah Sehun, membiarkan tangan kekar Sehun melingkar di lehernya.

"Sehun-a, kau melihat tarianku tadi?" jemari Tao memainkan jemari putih Sehun yang menggantung di atas bahunya.

"Tentu saja, kau sangat hebat tadi. Aku bahkan tak bisa menghitung kecepatan putaranmu!" Sehun mengacak rambut semi ikal kecoklatan Tao.

"Oh Sehun, candaanmu sama sekali tidak lucu!" Tao memukul pelan dada bidang Sehun.

"Hei, aku tidak bercanda. Kau bertanya dan aku menjawab, di mana letak candaan yang kau bilang?" Sehun tertawa kecil.

"Baiklah, baiklah kalau begitu traktir aku pizza!" Tao menyandarkan kepalanya di dada bidang Sehun. Membiarkan jemari Sehun mengelus rambutnya pelan.

"Hei, aku pihak yang tidak bersalah di sini, dan kau malah menyuruhku menratirmu. Tapi baiklah, aku sedang baik hari ini. Lagipula tak setiap hari kau meminta pizza mengingat program diet ketatmu itu."

"Oke, kalau begitu tunggu di sini sebentar. Aku akan mengganti bajuku!" Tao bangkit dengan cepat.

"Tunggu dulu, kupikir kita hanya akan memesan layanan antar?" Sehun mengernyitkan dahinya.

"Aku sedang ingin keluar hari ini, jadi temani aku Oh Sehun-ssi!" Tao berujar sambil berlalu, tentu saja tanpa menolehkan wajahnya.

Dalam hati Sehun menyesali keputusannya untuk mengiyakan permintaan Tao. Dan jika Tao bilang sedang ingin keluar, itu berarti neraka baginya. Tidak hanya pizza, tetapi baju, sepatu, tas dan berbagai barang limited edition pasti akan segera diborong oleh Tao. Dalam diam, Sehun meraih dompetnya kemudian sesegera mungkin mengamankan Black Card miliknya, sebelum Tao 'merampasnya' dengan paksa.

.

.

.

Tao melahap potongan pizzanya dengan cepat. Dalam sekejap delapan potong pizza telah masuk ke dalam lambungnya dan kemungkinan besar langsung bereaksi dengan enzim di sana. Sehun memandangnya takjub, colanya habis dengan cepat.

"Tao, kau baik-baik saja? Bagaimana dengan program dietmu?" Sehun menyedot colanya yang telah habis, menimbulkan suara sedotan.

"Tenang saja, aku akan berhenti diet. Lagipula diet itu tidak berguna." Tao melahap porsi keduanya.

"Ternyata benar, kau tidak baik-baik saja. Apa yang terjadi?"

"Tidak ada, Sehun. Aku hanya sedang ingin makan. Tenang saja aku tak akan menggunakan Black Card kesayanganmu itu. Aku hanya akan makan apapun yang tak bisa aku makan selama program diet."

"Oh ayolah, aku mengenalmu selama berapa tahun sih? Aku sudah hafal sikapmu di luar kepala. Kalau kau sedang ingin makan itu berarti kau sedang stress. Jadi, Huang Zi Tao, kekasihku, ceritakanlah padaku apa yang terjadi. Mungkin aku bisa membantumu." Sehun menatap iris gelap Tao intens.

"Baiklah, baiklah. Aku benci Mr. Kim. Woah, gayanya seolah dialah pencipta tari balet. Kau tahu, dia bilang padaku bahwa aku adalah yang terburuk yang pernah dia lihat. Dan di depanku dia malah memuji Ji Hyun yang jelas-jelas seorang amatir. Aku tahu Mr. Kim memujinya karena dia anak perdana menteri. Tapi ayolah, sikapnya sungguh menyebalkan sekali. Dan Sehun-a kau tahu? Mr. Kim mencalonkan Ji Hyun menjadi Odet di pertunjukkan bulan ini. Ya Tuhan, kau tahu kan kalau tarian Ji Hyun amat sangat buruk. Dia bahkan tak bisa berputar dengan benar. Aku benar-benar benci Mr. Kim." Tao berceloteh tanpa jeda. Sehun yang diam-diam menyesal lagi hanya mampu mengangguk-angguk pura-pura menyimak dan ketika Tao selesai bercerita, ia tersenyum lebar. Tao kembali menyantap potongan pizzanya.

"Well, kau masih ingin makan? Aku sedang ingin ddeokbokki di perempatan depan sana." Sehun menawarkan sesuatu yang lebih menggirukan daripada pizza. Dengan cepat Tao mengangguk mengiyakan.

"Ya Tuhan, Oh Sehun, bobotku bertambah setengah kilo!"

Sehun yang masih setengah memejamkan mata, langsung bangun begitu mendengar teriakan kekasihnya dari speaker ponselnya. Ia melirik jam yang menunjukkan pukul enam pagi. Ya Tuhan, ia baru saja tidur beberapa jam dan kekasihnya menelepon di pagi buta hanya untuk membuat telinganya berdengung dengan bobotnya yang naik setengah kilo gara-gara semua makanan yang dimakannya semalam.

"Zi Tao sayang, ini baru jam enam dan kau sudah berteriak-teriak seperti kehilangan pakaian dalam dan ternyata bobotmu hanya naik setengah kilogram." Sehun mengucek matanya yang masih saja sulit untuk terbuka lebar.

"Oh Sehun, ini petaka, baru saja aku dihubungi temanku bahwa pagi ini ada audisi. Aku bahkan tak sempat jogging! Apa yang harus kulakukan?"

"Ya Tuhan, aku pikir setengah kilo tidak terlalu berpengaruh bagimu. Dan jujur saja, kurasa kau terlalu kurus, jadi mungkin dengan setengah kilo itu bobotmu jadi normal." Sehun mengacak rambutnya, mulutnya menguap berkali-kali.

"Kalau begitu kuharap kau benar. Doakan aku sukses, love you!"

"Love you too!" Sehun menguap lagi, kemudian melempar ponselnya dan menjatuhkan tubuhnya di atas kasur lagi.

.

.

.

Tao duduk di ruang tunggu, kedua tangannya menopang wajah cantiknya. Matanya terpejam, otaknya sibuk mengulang kembali gerakan-gerakan yang ia kuasai. Kakinya bergoyang-goyang gelisah. Beberapa temannya keluar dari ruang audisi dengan raut wajah kecewa. Hati Tao semakin ketar ketir.

"Huang Zi Tao," suara seorang perempuan menyadarkannya ke alam nyata.

Gadis cantik itu bangkit dari duduknya, kemudian memasuki ruang audisi dengan gugup. Beberapa orang duduk membelakangi tempat duduk audience. Ia bahkan melihat Mr. Kim yang sama sekali tidak menatapnya. Selain itu semuanya tidak ia kenal. Sementara dirinya berdiri di panggung dengan lantai kayu.

Dengan kaku, ia membungkukkan badannya, mengenalkan dirinya. Ketika musik klasik mulai mengalun, Tao mulai merentangkan kedua tangannya. Berputar dengan anggun dan menarikan tariannya tanpa jeda. Begitu anggun dan luwes. Dan ketika alunan musik itu berhenti, gerakan Tao pun berhenti dengan akhiran yang amat sangat menyentuh.

Semuanya memberikan standing applause, bahkan Mr. Kim. Kecuali satu, sosok tinggi dengan rambut blonde yang dipotong cepak dan dagunya yang runcing. Dalam hati, Tao mengumpat sosok yang tidak ia ketahui namanya itu. Tao membungkukkan badannya kemudian pergi dari ruang audisi.

Begitu menutup pintu, Tao langsung meraih tasnya kemudian mengambil ponselnya. Ia menekan tombol panggilan cepat. Nada sambung pertama, panggilannya langsung di angkat.

"Oh Sehun, kau sibuk?" Tao buru-buru bertanya.

"Tidak juga, datanglah ke sini aku sedang bosan." Sehun menjawab dengan tenang.

"Aku akan ke sana dalam lima menit!" Tao menutup teleponnya. Kemudian berlari keluar dari studio tempat ia menari. Ia menyetop taksi pertama yang lewat di depannya, memasukinya kemudian menyebutkan arah tujuannya.

.

.

.

Tao menyapa resepsionis yang sudah dikenalnya, kemudian bergegas menuju lift. Ia menekan tombol lantai teratas. Saat pintu hampir tertutup sepenuhnya, tiba-tiba sebuah kaki yang dibungkus dengan sepatu kulit muncul di sela-sela pintu membuatnya terbuka kembali. Sosok tinggi dengan rambut blonde yang beberapa menit lalu duduk dengan raut wajah menyebalkan kini sudah berdiri di depannya.

Pria itu memasuki lift, kaca mata hitam bertengger di hidung mancungnya. Tao sama sekali tak mempedulikannya, ia memilih pura-pura sibuk dengan ponselnya. Dan ketika akhirnya lift berdenting pertanda sampai di lantai tujuan, Tao buru-buru keluar. Ia berjalan lurus ke arah pintu besat di ujung lorong. Ia membuka pintu itu pelan, kemudian menemukan Sehun yang tengah membaca berkas entah apa.

"Sehun, kau keberatan kalau aku mengganggumu dari berkas keparat itu?" Tao menatapSehun dengan wajah lucu.

Sehun tersenyum, "kalaupun aku mengatakan tidak pasti kau juga akan memaksaku, apa yang harus kulakukan?" ia menumpuk berkas-berkasnya menjadi satu lalu mendorongnya ke pojok meja kerjanya.

Tao berkedip senang. "Aku menemukan ini tadi malam, jadi maukah kau menemaniku ke sini malam ini?" Tao menyodorkan selebaran yang ia ambil dari tasnya.

"Konser?" Sehun mengernyitkan sebelah alisnya.

Tao mengangguk, "yep, kau tahu pianis Lee Jae Hyun kan? Aku ingin sekali menonton konsernya. Aku membuat beberapa koregrafi dengan iringan musiknya, kau tahu kan? Yang beberapa hari lalu kukatakan."

"Aku tahu, tapi ini kan bukan konser solo Lee Jae Hyun, dia hanya sebagai bintang tamu di konser ini kan?"

"Yah, soalnya Lee Jae Hyun memang jarang konser solo, dia hanya konser di Eropa saja. Kau tahu sendiri kan, sangat sulit sekali mendapati Lee Jae Hyun tampi di negerinya sendiri." Tao mulai merajuk.

"Kau yakin mau menonton? Dia belum pasti tampil kan?"

Tao mengangguk yakin.

"Baiklah kalau kau yakin, oh ya bintang utamanya Wu Yi Fan kan? Aku mengenalnya ngomong-ngomong." Sehun kembali membaca tumpukan berkas-berkasnya.

"Oh ya?" Tao meraih selebaran kemudian membacanya pelan dan menemukan satu foto. Foto itu membuatnya berpikir. Tunggu dulu itu kan orang yang tadi pagi tidak bertepuk untuknya, ah ya orang itu juga bersamanya di lift tadi. Matanya beralih pada biodata singkat di sebelah foto itu. Wu Yi Fan?

"Sehun-a, maksudmu Wu Yi Fan yang ini?" Tao menunjukkan yang ia maksud kepada Sehun. Sehun mengangguk-angguk mengiyakan. "Woah, kau mengenalnya? Kalau begitu kau bisa menolongku untuk memukulnya." Tao bergumam, "kau tahu? Dia salah satu juri audisiku pagi ini, dan dia satu-satunya yang tidak bertepuk, mukanya menyebalkan sekali, alisnya benar-benar mengingatkanku pada guru killer di sekolahku dulu. Aku benar-benar ingin memukul….."

"Sehun, kau tidak lupa makan siang hari ini kan?" tiba-tiba sosok tinggi itu menyelonong masuk ke ruangan Sehun membuat Tao yang tengah mengoceh mendadak berhenti dan pura-pura batuk.

"Oh hei, Wu Fan, tentu saja aku tidak akan melupakannya. Aku akan mengajak seseorang nanti, kau tidak keberatan kan?" Sehun bangkit dari duduknya kemudian menyalami Wu Fan.

"Tidak, tentu saja, apa itu dia yang kau maksud?" Wu Fan mengarahkan daegur uncingnya ke arah Tao yang berpura-pura sibuk dengan ponselnya.

Sehun mengedikkan bahunya, diam-diam merasa geli dengan tingkah kekasihnya. "Kau bisa duduk di manapun kau mau, aku harus memeriksa seluruh berkas itu sebelum waktu makan siang." Sehun menunjuk tumpukan berkasnya di atas meja.

Wu Fan mengangguk kemudian berjalan ke arah sofa yang berada di tengah ruangan.

"Tao, kau bisa duduk menemaninya. Kalau kau ingin ditemani nanti malam kau harusnya tak menggangguku sekarang. Jadi, princess silakan duduk di sofa sana!" Sehun tersenyum menggodanya. Tao merengut, tapi ia tetap menuruti apa yang diperintahkan oleh kekasihnya.

"Ehem, jadi anda mengenal Sehun?" Tao duduk di hadapan Wu Fan memasang senyum terpaksanya.

Wu Fan mengangguk, "dan anda?" ia mengenyitkan sebelah alisnya.

Ya Tuhan, sepagian ini benar-benar menyebalkan bagi Tao. Ia menari dengan sepenuh hatinya hanya untuk dilupakan oleh orang semenyebalkan ini. Tao masih memasang senyumnya, walaupun dalam hati ia berteriak ingin memukulnya.

"Huang Zi Tao," gumamnya pendek.

Wu Fan mengangguk-angguk. Dalam hati, ia tertawa puas, sepertinya ia berhasil mengerjai gadis itu.

.

.

.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan padaku Sehun-ssi?" Wu Fan duduk berhadapan dengan Sehun dan Tao. Sementara seorang pelayan datang menyerahkan buku menu.

"Aku ingin minta tolong padamu beberapa hal." Sehun menerima buku menu itu tanpa mengalihkan pandangannya dari Wu Fan.

Kris mengatakan pesanannya pada pelayan kemudian menatap Sehun kembali. "Aku akan membantumu kalau aku bisa tentu saja."

Tao membiarkan kedua pria itu mengobrol entah apa, ia lebih memilih untuk diam setelah mengatakan pesanannya pada pelayan. Jujur saja, ia benar-benar ingin memukul orang bernama Wu Yi Fan itu.

"Langsung ke intinya saja, kudengar kau membutuhkan ballerina di album-mu berikutnya. Kau sudah bisa menebak kan? Atau aku perlu menjelaskan lebih lanjut?" Sehun meletakkan sikunya di atas meja.

Wu Fan mengedikkan kepalanya, "sudah kuduga soal itu."

Tao yang mendengar obrolan itu diam-diam mulai merasa dia harus ikut campur. Terutama, pada bagian ballerina yang tadi Sehun sebutkan. Perasaannya mulai tidak enak.

"Ehem, Sehun-a, kita perlu bicara empat mata!" Tao menatap Sehun penuh permohonan.

Sehun bangkit dari duduknya kemudian menarik tangan Tao mengikutinya. Ketika sampai di samping toilet, ia menghentikan langkah kakinya. "Kenapa?"

"Sehun, kau gila?" Tao menyandarkan tubuhnya pada tembok abu-abu yang dingin.

"Tao, ini kesempatanmu. Kau bisa menari di manapun yang kau mau setelah bergabung dengannya."

"Aku tahu, tapi kenapa harus dia?" Tao menghentakkan kakinya.

"Kenapa? Kau takut jatuh cinta padanya dan mengkhiatiku?" Sehun tersenyum menggodanya.

"Woah, kau mulai menggodaku. Aku tak akan jatuh semudah itu pada seorang alis guru killer itu. Dan Oh Sehun-ssi, tenang saja kekasihmu ini tak akan mengkhianatimu." Tao menarik kerah jas Sehun, mendekatkan wajahnya pada dada bidang Oh Sehun. Untuk kemudian melepaskannya begitu saja, dan pergi meninggalkan pria itu yang kini tertawa geli.

Tao berdeham lagi ketika ia duduk kembali di kursinya di ikuti Sehun yang menahan geli sehingga ekspresi wajahnya menjadi lucu. Piring-piring berisi makanan kini memenuhi meja dengan taplak meja putih polos itu. Ketiga orang itu meraih garpu dan memutuskan untuk menghabiskan makanannya masing-masing sebelum akhirnya kembali membicarakan apa yang seharusnya dibicarakan.

"Jadi, Wu Fan, bagaimana jawabanmu?" Sehun bertanya ketika piring-piring kosong itu di ambil oleh pelayan dan digantikan sebotol wine berumur cukup tua dan tentu saja cukup mahal.

"Well, aku sedang tidak berada dalam posisi yang dengan mudahnya menolak permintaanmu. Jadi….. oke!"

Jangan lupa REVIEW

Do'a-in juga semoga saya diberi pencerahan dalam imajinasinya *amiin*