Do'a

By : VQ

Disclaimer : Kubo Tite

Inspired by a song : Aimer - Re:pray

Saa, yonde kudasai ne !


Senja hari, persimpangan jalan begitu basah digenang air. Langit semakin deras menangis, seakan menyelimuti langkah dan tujuan keramaian orang yang hilir-mudik di empat arah yang berbeda. Namun tidak disangka, dalam masa yang sama pula, sebuah kesunyian di salah satu Trotoar mencoba mengalahkannya. Kesunyian yang tak lain berasal dari dua insan yang berbeda, yang sedari tadi mematung bagai benda mati tanpa kata, dan terkekang oleh perasaan mereka masing-masing.

"Begitu ya, Rukia?"

Salah satu dari mereka, seorang pemuda jangkung bersurai senja mencolok yang tengah melindungi dirinya dan orang didepannya dari guyuran hujan dengan sebuah payung mulai mengeluarkan kata-kata.

"Yah..."

Diikuti jawaban sederhana dari seorang gadis yang ada di hadapannya dengan nada benar-benar kurang dari bilangan 0,5 oktaf, tapi masih terdengar. Hanya saja ia tampak bertindak layaknya tak mau diajak bicara.

Mereka pun terdiam, untuk kesekian kalinya. Angin pun berani berhembus dan menggoyangkan sesuatu yang dilaluinya dengan mudah, seakan memaksa dua insan Tuhan itu untuk saling bicara dan mengungkap rasa. Namun sayang, mereka malah semakin menunduk lesu, membuat angin menyesal.

"Kau yakin?" tanya si pemuda.

"Aku yakin. Karena itu adalah keinginanku sendiri"

"Tapi aku mencintaimu. Bukan mencintainya !"

"Jika kau benar-benar mencintaiku, penuhilah keinginanku, Ichigo"

Nada bicaranya mulai meninggi. Gadis itu memejamkan mata, mengumpulkan berbagai tekanan dalam dada, dan menundukkan parasnya semakin dalam. Pemuda bernama Ichigo itu juga mengikuti tindakan si gadis, menunduk untuk menatap tindakan si gadis yang lebih pendek tiga puluh senti darinya itu.

"Aku... . Sebenarnya aku tidak mau memenuhi keinginanmu itu" ,balas Ichigo, tenggorokannya mulai parau.

"Ku mohon, Ichigo. Jangan biarkan dia merasa kecewa"

"Dan aku tidak mau membuatmu merasakan hal yang sama"

"Hidup adalah pilihan, Ichigo. Lagipula, aku akan baik-baik saja"

Rukia mengangkat kepalanya menatap Ichigo. Mata mereka pun bentrok. Ada tatapan memelas di iris ungu itu. Tatapan yang mendesak Ichigo untuk tidak mengucapkan alasan lain lagi. Tatapan agar Ichigo bisa terus mengerti.

"Dan ini adalah pilihan yang sulit." Pemuda itu kembali berkata.

"Ku mohon, Ichigo... " pinta si gadis, sekali lagi. Kemudian mereka pun kembali kedalam keadaan canggung dan sunyi.

Sementara tak ada jawaban pasti, neuron pemuda itu bekerja, mengumpulkan memori dan rasa. Kemudian membiarkannya berdiskusi dengan hati untuk mencapai sebuah keputusan rumit dalam waktu yang sangat krusial. Ichigo harus melakukannya. Sebab, ia tidak pernah mengetahui akan kemana jalan pikiran si gadis ini menuju. Tapi saat ia merasakan segalanya tentang Rukia, sebuah keputusan tak masuk akal pun mungkin harus ia ambil dengan sedikit paksaan. Dan pada akhirnya,

"Baiklah, Rukia. Ku penuhi keinginanmu. Tapi bukan berarti aku tidak mencintaimu."

Gadis itu mendongkak, senyum menghiasi wajahnya dengan sekejap. Ia menjadi bahagia.

"Rukia, cepat masuk !."

Suara itu terbang dan memanggil gadis bernama Rukia itu. Sebagai pertanda, ia harus segera menyelesaikan percakapannya dengan Ichigo.

"Sebentar lagi, Nii -sama !"

Rukia menoleh kearah sumber suara, sedikit berteriak dan meminta waktu. Kemudian menatap Ichigo kembali dan tersenyum manis.

"Terimakasih, Ichigo."

"Yah... . Sampai jumpa lagi, Rukia. Aku tidak akan pernah melupakanmu."

Suara Ichigo semakin parau, dengan segera seraya membalikkan tubuhnya, kemudian berlari berlawanan arah dengan Rukia dan membiarkan gadis itu basah kuyup oleh hujan.

"Jaa naa.. Ichigo... ,"

Ditemani gemercik hujan dan derap langkah Ichigo, Rukia melambaikan tangan tanda perpisahan kearah punggung Ichigo yang mungkin tidak akan mampu Rukia lihat lagi. Seiring waktu berjalan dan secepat lampu lalu lintas menyala hijau, Ichigo hilang di telan oleh kerumunan payung keramaian. Kini, Rukia pun telah merelakan cintanya yang tak bisa abadi. Ichigo pasti menangis. Tapi tangisannya tidak akan pernah mempertahankan cinta mereka yang bisu. Rukia berharap, mereka bisa kembali. Tapi, sepertinya mereka tidak akan pernah bisa kembali.

Sebenarnya cinta bukanlah akhir dari segalanya. Tapi cinta itu adalah segalanya yang akan hilang seiring berjalannya waktu. Dan bagi Rukia, Ichigo telah memberikan sesuatu yang tersisa dihatinya paling dalam. Yang tak lain adalah kehangatan dan cinta yang perlahan harus ia lupakan, yang semuanya memang pernah menyelimutinya.

"Selamat tinggal dirimu yang mencintaiku, selamat tinggal aku yang dicintai." gadis itu menggumam.

Ya, sebenarnya Rukia mencintai Ichigo, hanya mencintai Ichigo. Tapi sesuatu yang hadir diantara mereka bukanlah hal yang Rukia inginkan. Gadis itu sadar, bahwa dirinya lemah dan tidak bisa melakukan apa-apa. Karena itu, yang bisa ia lakukan adalah hanya mengirimkan do'a untuk orang yang telah mencintainya selama ini.

Rukia menarik nafas panjang. Kemudian, dia membalikkan tubuhnya dan berjalan kearah mobil yang sedari tadi standby beberapa meter dari Trotoar dan menunggunya. Tapi setelah kakinya berhasil melangkah sampai pintu mobil, Rukia berhenti sejenak. Ia menyempatkan diri untuk menengadahkan wajahnya ke arah langit yang masih kelabu.

"Semoga kau bahagia dengannya, Ichigo. Dan semoga aku di beri kekuatan untuk memaafkan semua ke egoisanku."

Gadis itu membiarkan lelehan airmata langit mendarat di parasnya. Ia hanya berharap do'a yang ia panjatkan akan membelah langit kelabu menjadi sedikit lebih putih atau membiru. Walaupun nyatanya tidak berubah sama sekali.

Rukia mengembalikan posisi wajahnya ke semula. Membuka knop pintu depan dan melenggang masuk kedalam mobil itu. Kemudian dengan perlahan, kendaraan itu pun berlalu pergi meninggalkan kenangan Rukia ... .

ooOoo

Sepanjang jalan, Rukia terdiam sambil bersedekap dan menyandarkan kepalanya di kursi mobil, tidak terlihat sedikit pun ia ingin beranjak dari semua itu. Mata indahnya yang besar juga tampak tak mau berkedip barang sedetik pun, tetap saja menatap ke luar jendela mobil di sampingnya, dan tak peduli banyaknya percikan dari derasnya hujan yang menghalangi pandangan mata. Bahkan gadis itu pun sepertinya tidak akan pernah tahu bahwa sepasang iris abu-abu di tempat kemudi sudah melirik kearahnya berkali-kali.

Pribadi yang selalu tampak kalem dalam segala situasi itu mulai risih melihat kondisi gadis di sampingnya yang tampak masih kalut semenjak duduk bersamanya. Sebagai saudara satu-satunya, belum pernah sekalipun ia merasa was-was. Masalahnya, gadis itu selalu menyembunyikan masalah apapun darinya karena bisa menyelesaikan semuanya sendirian. Tapi kali ini, ia benar-benar merasa ada yang berbeda dari Rukia. Jika gadis itu punya masalah tentang keuangan, rasanya itu tidak mungkin. Karena toh, mereka tidak akan pernah kehabisan uang, mereka adalah kelompok bangsawan. Baginya, mengatasi masalah keuangan itu adalah sesuatu yang mudah. Lalu masalah apa lagi? Kenapa gadis itu tidak mau berbicara barang sejenak?. Jika gadis itu marah padanya, apa penyebabnya?. Toh, Lelaki itu juga tidak merasa punya masalah dengan Rukia.

Tanpa menghilangkan kesan terbaiknya, dengan gugup, lelaki itu memperbaiki lambang kebangsawanan yang tertempel di atas kepalanya sebelum akhirnya ia pun angkat bicara,

"Apa kau punya masalah, Rukia?"

Gadis itu tampak sedikit terlonjak dari lamunannya, kemudian mengalihkan pandangan ke arah sumber suara, "Tidak. Aku tidak apa-apa, Nii -sama."

"Tadi kau bertemu dengan siapa?"

"Ichigo.", balas Rukia singkat, sambil mengalihkan pandangannya kembali kedepan.

"Kau bertengkar dengannya?,"

Mereka terdiam agak lama bahkan sampai lelaki itu mengendalikan kemudi mobil ke arah sebuah belokan menuju tempat tinggalnya yang masih jauh.

"Rukia?", lelaki itu berusaha memastikan keberadaan lawan bicaranya dalam topik pembicaraan.

"Tidak. Kami tidak bertengkar."

"Aku tahu kau punya masalah. Jangan memendamnya seorang diri. Ungkapkan saja."

"Tapi ... "

"Apa gunanya aku menjadi kakakmu, jika kau masih memendam semua masalah sendirian?. Ungkapkan saja. Barangkali aku bisa mengerti dan membantu menyelesaikan masalahmu.", ujar lelaki itu dengan pandangan masih terfokus ke depan dan kemudi mobil.

Sementara gadis itu memang sudah tidak merasa aneh lagi tentang sikap sang kakak yang sangat peduli padanya. Itu wajar. Namun masalahnya, ini memang berbeda. Ini masalah tentang kehidupan kecilnya. Tentang dirinya dengan Ichigo, dan ini tidak ada hubungannya dengan sang kakak. Tapi memang benar juga apa yang dikatakan sang kakak. Memendam masalah sendirian itu sebenarnya juga terasa sangat sakit. Jadi memang tidak ada salahnya jika kali ini ia harus mengungkapkannya. Ini kesempatan.

Gadis itu menarik nafas panjang. Mengumpulkan semua masalah yang ia simpan dalam kepalanya agar terurai menjadi kata-kata. Kemudian mulai memberanikan diri untuk mengungkapkannya,

"Sebenarnya ...,"

Rukia menundukkan kepala seakan masih tak sanggup untuk mengatakan apapun,

"Ini tentang ikatan kami,"


To Be Continue ...