Yo, minna! Inilah fic kedua Yucchan, dengan pair IchiHime.
Dan Yuu tegaskan bagi yang membenci pair ini. Don't Like? Don't Read!
Ada flame yang berupa bashing pair ini? Langsung saya hapus. Atau bisa saja saya enyahkan. Saya akan menganggap flame tersebut tidak pernah ada.
Enjoy!
.
.
Can I?
.:IchiHime:.
Warnings: mungkin ada OOC dan typo, gaje, masih banyak kekurangan, dll.
Don't Like? Don't Read! Simple, right?
.
.
Chapter 1: This tastes bad….
Inoue Orihime berjalan santai sembari mendendangkan sebuah lagu—entah lagu apa itu. Ia mendekap sebuah kotak bekal di tangannya, seolah kotak tersebut sangat berharga baginya. Tentu saja berharga, karena ia akan meminta orang yang diam-diam dicintainya untuk mengicipi bekal yang tengah berada dalam dekapannya itu.
Orihime tersenyum lebar ketika ia melihat sosok yang ditunggunya nampak berjalan keluar dari ruang OSIS. Segera ia percepat langkahnya, sebelum sosok tersebut menghilang terlebih dahulu. Dengan suara riangnya, Orihime memanggil sosok berambut orange itu.
"Kurosaki-kuuun!"
Sontak, Kurosaki Ichigo menoleh ke arahnya dengan tatapan bingung. Namun tak lama kemudian tersenyum ketika ia melihat orang yang cukup familiar. Ia melihat Orihime berjalan ke arahnya, masih dengan senyum riang yang terpatri di wajahnya.
"Inoue. Belum pulang?" tanya Ichigo sekedar untuk basa-basi.
Orihime menggeleng. "Belum. Aku menunggu Kurosaki-kun," jawabnya kemudian. Seraya menunjukkan bekalnya, Orihime melanjutkan, "Aku ingin Kurosaki-kun mencicipi bekalku. Ta-Tapi…kalau Kurosaki-kun sedang sibuk, tidak usah."
Ichigo ingin sekali mengatakan 'Aku sibuk', tetapi setelah melihat tatapan memelas Orihime, ia jadi tidak tega. Menelan ludah, Ichigo hanya bisa berharap masakan Orihime kali ini tidak mematikan. Dengan ragu, Ichigo akhirnya mengangguk tanda setuju.
Mata abu-abu Orihime kembali cerah, seakan kekhawatiran bahwa Ichigo mungkin saja menolaknya telah sinar. Bagaimana tidak khawatir? Semua orang yang diajak mencicipi masakannya selalu saja menolak. Tak terkecuali Ichigo sendiri. Di samping itu, Orihime yakin sekali, tugas Ichigo sebagai Shinigami Pengganti dan ketua OSIS sangatlah menumpuk.
"Te-Terima kasih, Kurosaki-kun," Orihime menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan wajahnya sedikit memerah. "Bi-Bisakah kita ke atap? Di sana lebih tenang."
Ichigo sekali lagi menangguk, sebelum Orihime menarik lengannya. Ia benar-benar berharap masakan terkutuk yang ia yakini bisa membunuh Hollow itu tidak meracuninya. Ah, jika bisa masakan itu tidak masuk ke dalam mulutnya, sehingga Ichigo tak perlu merasa bersimpati pada perutnya yang malang.
.
.
Ichigo merasa wajahnya memanas. Ia tidak tahu alasannya, kenapa saat Orihime menyentuh lengannya, ia merasakan perasaan aneh pada dirinya. Seperti ada kupu-kupu beterbangan di perutnya. Semua perasaan takutnya pada masakan Orihime serasa terbakar begitu saja.
Ia juga merasakan kekosongan dan kekecewaan ketika Orihime melepas pegangannya pada lengan kirinya.
"Nah, duduklah di sini," Orihime menepuk tempat di sebelahnya. Sementara Ichigo duduk di sebelahnya, Orihime membuka tutup kotak bekalnya dengan semangat. "Silahkan!"
Ichigo kembali menelan ludah. Ia menatap horror masakan Orihime yang berupa buruk itu. Ichigo tebak, pasti rasanya juga buruk. Namun, wajah pemilik bekal tersebut tidak buruk. Apa? Apa yang kau pikirkan sih, Ichigo! Pikirkan berkalnya, bukan pemiliknya!
"I-Inoue, entah kenapa tanganku gemetar saat ini," ucap Ichigo penuh horror. Matanya masih memelototi bekal yang sangat ditakutinya tersebut. "A-Aku tak bisa makan saat ini."
Mata Orihime mengerjap-ngerjap, sebelum otaknya yang polos menemukan ide. Entah apa yang ada di pikirannya, Orihime mengambil sumpit di dalam bekalnya. Ia ambil sepotong omelet dengan sumpit tersebut, sebelum Orihime menyodorkannya pada mulut Ichigo. "Buka mulutmu….Aaaa…"
Bagai terkena petir di siang bolong, rasanya Ichigo ingin berteriak 'Tidaak!' sekencang-kencangnya. Hatinya bingung, mau menolak tapi kasihan Orihime. Ia juga tidak tega menolak ketika melihat wajah imut Orihime. Imut? Ichigo menggelengkan kepalanya. Jangan berpikir yang aneh-aneh saat keadaan darurat begini, pikirnya.
Memutuskan untuk pasrah, perlahan Ichigo membuka mulutnya. Membiarkan omelet itu masuk ke dalam mulutnya. Mengunyahnya pelan, Ichigo mengerjapkan matanya. Kemudian menghela nafas pelan. Syukurlah, masakan Orihime kali ini masih 'agak' normal. Rasanya aneh, antara asin , kecut dan manis. Ichigo merasa sedikit mual juga, namun ia tahan setengah mati keinginannya untuk muntah. Kasihan Orihime jika ia memuntahkannya di depan gadis itu.
"Inoue, ini masakan apa?"
"Omelet dengan saus coklat campur saus tomat! Bagaimana? Enak, tidak? Kalau ada sesuatu yang kurang, tolong beritahu aku."
Ichigo serasa ingin memuntahkan omelet terkutuk itu sekarang juga. Namun ia urungkan niatnya ketika Orihime menunggu jawabannya sembari tersenyum. Ia selalu tidak tega ketika melihat wajah manis Orihime. Tunggu. Ma-Manis?
Segera ia tepis pikirannya tersebut ketika Orihime mengerutkan alisnya, bingung melihat tingkahnya. "E-Em…Yah, rasanya tidak begitu…buruk…Kalau kau tidak mencampurkan bahan aneh ke omelet ini, pasti rasanya sangat enak. Kau hanya perlu memperbanyak praktekmu."
"Begitu ya," lirih Orihime. Sejenak kemudian, sebuah senyuman terukir di bibirnya. Dengan wajah tak berdosa, Orihime menambahkan, "Kalau begitu aku akan terus mencoba! Kurosaki-kun, kau mau mencicipinya lagi, kan?"
Mati kau, Kurosaki Ichigo.
Hidup Ichigo serasa mau berakhir. Ingin sekali ia menjawab 'Maaf Inoue, aku sibuk' tapi lagi-lagi ia tak tega. Melihat Orihime yang sudah antusias dengan tatapan mata abu-abunya yang penuh harap, selalu bisa meluluhkan hatinya. Akhirnya, pemuda Kurosaki itu hanya bisa menghela nafas.
"Ya, akan kuusahakan. Semoga saja bisa," desah Ichigo. Ia merasa seperti kelinci percobaan saja.
"Hontou? Terima kasih, Kurosaki-kun! Sungguh, aku tidak tahu apa yang seharusnya kulakukan jika tak ada dirimu."
Orihime tersenyum tipis. Ia kemudian mendongakkan wajahnya untuk melihat langit cerah berawan putih. Perlahan angin menerpa rambut senja Orihime, membuat helaian rambut berkibar karenanya. Masih dengan senyum tipisnya, Orihime menekan bagian rambut yang diterpa angin dengan tangan kanannya.
"Terima kasih, Kurosaki-kun…Karena kau selalu jujur padaku."
Ichigo terkesiap mendengarnya. Mata hazel-nya perlahan menatap sosok Orihime yang melihat ke arah bawah, ke arah lapangan sekolah ini. Orihime yang seperti itu terkesan dewasa sekali, meskipun suara Orihime yang cempreng masih menyertainya.
Menggaruk belakang kepalanya, Ichigo kemudian menunduk malu. Sejak kapan ia diam-diam terpesona pada Orihime seperti ini? Ia bukan orang yang mesum, juga bukan orang yang peduli dengan wanita di sekelilingnya.
"Ah!"
Seruan Orihime membuyarkan lamunan Ichigo. Sesaat kemudian ia menoleh, mata hazel-nya mendapati Orihime yang memberikan sebagian makanannya pada seekor kucing. Bisa ia lihat dari sudut matanya, kucing tersebut mengendus-endus makanan aneh itu dengan curiga, sebelum akhirnya pergi meninggalkan Orihime. Tak ayal, Orihime langsung memasang raut wajah kecewa.
Sedikit geli, Ichigo berjalan mendekati Orihime, lantas menepuk pundaknya pelan, membuat Orihime terlonjak kaget.
"A-Ah, Kurosaki-kun…"
Sesaat kemudian, Orihime menunduk dengan wajah muram. Melihat Orihime yang seperti ini membuat Ichigo risih. Ia tak ingin melihat senyum itu pudar dari wajahnya. Rasanya, Ichigo ingin mengembalikan senyum itu.
"Tak apa, Inoue. Mungkin lain kali, kau harus bawakan makanan yang lebih…normal. Yang pasti, kau jangan sedih begini. Aku lebih suka melihat senyummu, Inoue!"
Mendadak wajah Orihime memerah. Sungguh, mendengar Ichigo mengucapkannya membuatnya sangat senang. Jika ia tak bisa mengendalikan dirinya, saat ini Orihime pasti sudah memeluk tubuh kekar di depannya.
Mengangguk pelan, Orihime kemudian tersenyum lebar. Ia kemudian berdiri untuk membereskan bekalnya, lantas ia masukkan ke dalam tas sekolahnya. Orihime kemudian berbalik menghadap Ichigo yang tersenyum tipis kepadanya. Sontak, senyum Orihime semakin melebar.
"Terima kasih, Kurosaki-kun. Terima kasih untuk hari ini. Aku pulang dulu. Ah, dan kau tak perlu mengantarku, aku bisa pulang sendi—"
"Jika aku adalah seorang lelaki, aku seharusnya mengantarmu pulang," sela Ichigo. Ia membungkuk sedikit untuk memungut tasnya yang masih tergeletak. Menaikkan sebelah alisnya, Ichigo kemudian berbalik menghadap Orihime yang masih terdiam dengan tangan terkepal di depan dadanya.
"Inoue?"
"A-Ah! I-Iya, baiklah kalau itu maumu." Orihime berjalan di belakang Ichigo, dengan semburat merah menghiasi wajah cantiknya. Ia tak pernah menyangka Ichigo akan mengatakan hal-hal seperti itu hari ini. Jantungnya berdegup sangat cepat hingga serasa ingin keluar dari tempatnya.
Perjalanan pulang mereka lalui dengan candaan dan obrolan ringan, seolah mereka merupakan suasana mendebarkan barusan. Hal ini membuat Ichigo maupun Orihime bersyukur, setidaknya mereka tidak menjadi canggung dan berjauh-jauhan. Orihime sendiri ingin semakin dekat dan dekat dengan Ichigo. Ia ingin mengetahui lebih banyak hal tentang pemuda itu.
Tanpa terasa, mereka sudah sampai di depan apartemen Orihime. Orihime lantas mengucapkan terima kasih kepada Ichigo, tak lupa ia berikan beberapa permen lolipop yang kemarin ia beli kepadanya. Jika Ichigo tak ingin memakannya, setidaknya ia bisa memberikan permen-permen itu pada Yuzu atau Karin. Setelah sosok Ichigo menjauh, Orihime tersenyum lebar.
"Terima kasih untuk hari ini, Kurosaki-kun."
TBC
Selesaiii…Geje, ya? =="
Terima kasih bagi para reader yang telah membaca fic abal ini. Yucchan sangat membutuhkan review dari kalian semua. *bow*
Ah, dan Yuu tegaskan. Bagi yang tak suka pair ini, jangan memberikan komen tentang bashing couple ini. Mohon bantuannya, minna…^^
