Tomodachi

-ともだち-

.

.

.

The Best Friend © R.

All Character of Naruto © Masashi Kishimoto-Senpai

Warning : OOC, AU, TYPO(S), slight SAISAKU, SASUSAKU, SAINO, INOSAKU (NO YURI) DLDR

Rated T

Summary : Gadis berambut pirang itu mengaku bernama Yamanaka Ino. Ino memberitahu jika ia adalah satu-satunya sahabat terdekat Sakura. Tapi Sakura yakin, ia belum pernah bertemu dengan Ino. Gadis itu mulai memasuki kehidupan Sakura, menirunya dalam segala hal. Bersamaan dengan itu, peristiwa-peristiwa mengerikan mulai terjadi. Lalu siapakah Yamanaka Ino?/AU, slight SAISAKU, SASUSAKU, SAINO, INOSAKU (NO YURI)

.

.

.

Pintu kamar tidur itu terbuka dengan tiba-tiba. Sakura nyaris menjatuhkan gelas teh yang isinya hampir tandas itu. Matsuri dan Tenten melompat berdiri. Mereka bertiga terbelalak heran ketika seorang gadis bersurai pirang panjang melangkah masuk ke kamar itu dengan senyuman yang terpatri di wajahnya.

"Sakura!" jeritnya. Ia menghampiri Sakura dan memeluk Sakura erat-erat. "Akhirnya kita bertemu lagi! Aku senang sekali!" pekiknya. Ia melepaskan pelukannya, "Aku tak percaya!" jerit gadis itu lagi.

Sakura tercengang, begitu heran dengan kedatangan tiba-tiba seorang gadis ke kamarnya. Ia tak bisa bicara apa-apa. Siapa gadis ini?

Sakura mengernyit, bingung. Aku bahkan tak ingat pernah bertemu dengannya.

...

...

Chapter 1

"Jadi... apa yang membuatmu menyuruhku keluar malam-malam begini?"

Gadis itu menghembuskan nafas dalam. Kepulan asap keluar dari mulutnya. Ia cukup menggigil, dirapatkannya mantel tebal berwarna cokelat gelap itu, "Kita harus bicara," katanya, suaranya melengking di luar kemauannya.

"Bicara?" Pria bersurai hitam kelimis itu terkekeh, "bicara apa lagi, Sakura? Bukankah lewat telepon saja sudah cukup? Aku sedang sibuk!"

Gadis bermarga Haruno itu tahu, jika 'sibuk' itu di artikan bersama gadis lain. Selama ini ia hanya di bodohi. Coba ia tak menulikan telinganya ketika kedua sahabatnya beradu argumen dengan tema 'Sai adalah pria bajingan di muka bumi ini.' Sekarang ia benar-benar menyesal. Kenapa penyesalan selalu datang di akhir?

Sai tiba-tiba mengulurkan lengannya hendak merangkul bahu Sakura dan berusaha menarik Sakura lebih dekat. Seketika Sakura berjengit, kaget. Gadis pink itu dengan cepat menarik diri, menolak rangkulan Sai.

Sai mengerutkan keningnya, sedikit kesal, "Hei! Ada apa denganmu? Bukankah kau selalu senang aku memelukmu?"

"Aku sedang tak ingin dipeluk!" sahutnya dengan nada sedikit kasar.

Sai menghela nafas pelan, "lalu kau ingin bicara apa?" ucapnya datar. Mungkin masih kesal dengan penolakan Sakura tadi. Sakura menggit bibir bawahnya, kebiasaan gadis bermarga Haruno itu jika gugup. Ayolah! Katakan saja jika kau mau putus!

Ia ingat jika ini sudah satu bulan lebih ia berpacaran dengan Sai. Tapi entah kenapa Sakura selalu merasa tak nyaman bersama Sai. Apalagi, gosip-gosip tentang cewek-cewek simpanan Sai. Itu membuatnya gerah. Dan aku menjadi gadis simpanan yang keseribu. Dasar brengsek! Makinya dalam hati.

Sakura berhenti menggit bibir bawahnya, "Aku ingin kita bicara tentang... semuanya!" Angin mulai berhembus pelan membelai tengkuk Sakura. Ia tak merasa kedinginan lagi, karena jantungnya berdebar-debar, udara di sekitarnya memanas. Ayo! Katakanlah! Kenapa aku menjadi pengecut seperti ini? Ini demi kebaikanmu! Ia menghela nafas panjang, menyiapkan mentalnya. Tenanglah, katakan dengan hati-hati.

"Menurutku, lebih baik kita sudahi saja hubungan ini!" Akhirnya sudah ku katakan.

"APA?" teriak Sai kaget. Sakura mencoba memperhatikan raut wajah Sai yang terkejut. Di irisnya yang gelap itu nampak sedikit terlihat sebuah perasaan tak rela jika Sakura menyudahi hubungan mereka. Sakura bingung, bukankah ia memiliki selusin gadis yang dengan rela mau berkencan dengannya? Kenapa harus seperti ini? Aku jadi tidak enak dengannya.

Tetapi Sakura tetap bersikeras, ia tak mau termakan oleh ekspresi itu, "Sebaiknya kita mulai mencari orang lain," Sakura menambahkan dengan suara gemetar. Sai terkekeh, mengeleng-gelengkan kepalanya. Menganggap hal ini adalah lelucon gila di awal bulan April.

"Oke," sahut Sai. Ekspresi wajahnya sekarang berubah menjadi kosong—tanpa ekspresi. "Aku tahu ini akan terjadi, tak apa-apa."

"Menurutku, kau lelaki yang penuh perhatian, tapi..." Sai mengangkat tangannya untuk menghentikan Sakura meneruskan ucapannya, "Sudah kubilang tak apa-apa. Akan ku antar kau pulang."

Ia mendahului Sakura melangkahkan kakinya menyusuri jalanan yang baru saja dibasahi hujan. Sakura mengekor di belakangnya, iris emeraldnyamenatap punggung besar itu. Bibirnya terkatup rapat. Hanya itu saja? Tak ada derai air mata? Pikir Sakura sedikit takjub. Gadis itu merasakan rintikan-rintikan air berjatuhan mengenai rambutnya yang tak tertutup apa-apa. Hujan turun lagi. Dengan perlahan ia memakai tudung kepala jaketnya yang terbalut di dalam mantel yang juga ia kenakan.

Keadaan menjadi kaku. Mereka tak mengucapkan kata-kata. Sakura berharap semuanya berlangsung dengan mudah. Tapi, faktanya tak semudah seperti dugaannya. Ia menjadi tersiksa.

"Gomen!" Sakura memulai pembicaraan. Sai hanya merespon dengan gelengan, sekali lagi ia mengatakan tak apa-apa.

Apakah tak ada lagi kata-kata selain itu? Pikir Sakura sedikit jengkel.

Emeraldnya sekali lagi menatap perawakan figur di hadapannya. Ketika atensinya menatap rambut hitam kelimis Sai, ia jadi ingat mantan kekasihnya, Sasuke Uchiha. Juga berambut hitam. Sudah beberapa bulan ia tak pernah mendengar kabar Sasuke. Tiba-tiba perasaannya menjadi senang, mungkin ia bisa kembali berkencan dengan Sasuke lagi. Tidak! Tidak! Lupakan ide itu. Pikirnya. Orang tuanya akan membunuhnya jika mereka tahu Sakura kembali berkencan dengan Sasuke.

Ia ingat ketika insiden itu kedua orang tuanya mulai tak menyukai Sasuke. Tetapi ketika Sakura mendepak Sasuke dengan perasaan tak rela dan mulai berkencan dengan Sai, entah kenapa kedua orang tuanya terlihat bahagia.

Sakura pikir Sai orang yang baik. Tapi ternyata ia lelaki brengsek. Ya, walaupun pada awalnya Sai memang terlihat seperti lelaki idaman setiap gadis-gadis Konoha High. Setelah putus dengan Sasuke, ia jadi ingat tatapan tajam Sasuke selalu tertuju ke arah Sai. Seakan tatapan itu bisa menguliti hidup-hidup Sai dengan sadis.

Tepat pada saat lima deret rumah sebelum rumah Sakura. Sai menghentikan langkahnya. Sakura mengernyit, bingung. Ia menyapu atensinya di sekeliling area perumahan itu. Tak ada apa-apa.

Sai berbalik, ia menatap wajah bingung Sakura, "Gomen, aku hanya bisa mengantarkanmu sampai di sini."

Sakura mengangguk, "Arigatou! Gomen!" ia menunduk, gadis itu tak kuat menatap iris hitam itu lagi. Sakura merasakan tangan Sai menepuk perlahan pucuk kepalanya, "berhentilah meminta maaf, sudah kubilang tak apa-apa. Sampai jumpa di sekolah." ucap Sai sembari melangkahkan kakinya menuju jalanan lurus yang gelap. Sakura menghela nafas lega. Jangan terkesan dengan sifat manisnya tadi. Itu hanya akal-akalannya saja. Pikirnya tegas.

...

...

"Akhirnya kau putus juga dengan pria brengsek itu!" seru Tenten senang sembari berhigh five dengan Matsuri.

"Kita perlu merayakan ini!" timpal Matsuri, "betul begitu Tenten?" Tenten mengangguk afirmatif, sudut bibirnya terangkat. Mereka berdua duduk dengan nyaman di atas karpet putih berbulu kasar. Bersandar pada badan tempat tidur.

Sakura menghela nafas bosan, "Kau terlalu berlebihan Matsu-chan!" sahut Sakura tanpa menatap Matsuri, ia membalik halaman buku yang sedang ia baca. Tenten dan Matsuri berdecak, "Kau sama sekali tidak seru! Padahal ini adalah momen yang paling ku nantikan!" ucap Matsuri dramatis. Sakura menoleh ke arah Matsuri dan menggelengkan kepalanya tak percaya. Matsuri hanya meresponya dengan cengiran jahilnya.

Siang itu, Minggu cerah. Sinar mentari menembus ventelasi kamar Sakura. Begitu hangat, berbeda sekali dengan semalam, udara terasa membeku. Padahal hanya turun hujan saja. Ketika paginya, Sakura mengirimi kedua sahabatnya mail tentang Sai. Tenten dan Matsuri bergegas menuju rumah kediaman keluarga Haruno, tak sabar ingin mendengar detail ceritanya. Tentu saja Sakura dengan kesalnya bercerita betapa mudahnya Sai mengatakan 'oke!' Padahal Sakura sedikit berharap jika Sai menolak. Tenten menimpali jika itu menandakan memang benar gosip-gosip mengenai Sai.

"Gara-gara kau putus dengan Sai, jadi kau memotong rambutmu menjadi pendek juga?" tanya Tenten meperhatikan potongan rambut sebahu Sakura.

Sakura menggeleng, dengan bebas rambut pinknya mengikuti pergerakannya, "Tidak juga, hanya ingin mengganti suasana saja."

"Kau terlihat," Matsuri berpikir sebentar, "lebih fresh." pujinya, "dan kelihatan manis!" tambahnya lagi.

"Arigatou," gumam Sakura.

"Hmpph, aku bertaruh, kau pasti kembali berkencan dengan Mr. kutub itu!" tebak Tenten, ketika Matsuri hendak membuka mulutnya, Sakura sudah memotong pembicaraannya, "Siapa yang kau sebut Mr. Kutub Teenie?" Akhirnya Sakura meninggalkan bahan bacaannya. Ia bangkit dari duduknya, meletakkan novel keluaran lawas itu di atas meja belajarnya.

"Berhenti memanggilku Teenie! Yaks! Nama yang aneh!" protes Tenten. Sakura mengangkat bahunya, dan kembali menghenyakkan pantatnya di atas tempat tidur berbalut seprei berwarna putih dengan motif bunga-bunga berwarna cerah, ia bersandar di punggung tempat tidur, "Aku suka nickname mu itu. Sangat lucu!"

Tenten meringis jijik, "Ya, sangat lucu jika kau berpakaian norak dengan make-up yang tebal, kemudian mengelilingi lapangan Konoha High." sahut Tenten tak senang.

"Ha-ha-ha... lucu sekali Tenten." Sakura tertawa datar.

Matsuri terkekeh, "Bertengkarlah terus. Kalian seperti anak-anak umur lima tahun!" Sakura dan Tenten dengan sigap melemparkan pandangan mematikan, Matsuri hanya mampu terdiam kaku bagai bongkahan batu besar, ia berusaha menelan salivanya, uugh aku kalah. Pikirnya.

Tak lama Sakura dan Tenten tertawa bersamaan, "Kena kau!" seru mereka. Matsuri memalingkan wajahnya, kesal. Uuugh... mereka mengerjaiku!

"Gomen... Gomen... Gomen... kami tak bermaksud jahat seperti itu Matsu-chan." Sakura nyengir, sembari menoel-noel pundak Matsuri. Mungkin bermaksud menenangkan sahabatnya yang bisa di bilang begitu mudah ngambek. Matsuri akhirnya menoleh, masih memasang tampang cemberut. Ia memejamkan matanya sesaat, dan menghembuskan nafas panjang. Ketika kelopak matanya terbuka, tampangnya langsung berubah seratus delapan puluh derajat menjadi ceria kembali. Sakura dan Tenten dibuat melongo.

"Hentikan tatapan bodoh kalian itu! Bukankah, sudah bagus aku tak marah lagi dengan kalian?" Matsuri menggembungkan pipinya, ia kesal. Bagi Sakura dan Tenten Matsuri terlihat seperti bayi besar yang lucu. Sakura dan Tenten tersenyum kikuk, mereka mengangguk.

"Hei! Kau belum menjawab pertanyaanku! Tepatnya sih tebakanku." tunding Tenten tak sabar mendengar respon yang akan di katakan Sakura.

"Yang mana sih?" tanya Sakura linglung. Tenten dan Matsuri menatap Sakura dengan tatapan 'jangan-berpura-pura-bodoh'

Akhirnya Sakura menyerah, ia menghela nafas pasrah, "Aku tak tahu, tapi sebenarnya aku ingin. Tapi itu tak mungkin! Kalian pasti tahu penyebabnya apa!"

Tenten dan Matsuri menyahut bersamaan, "Pasti orang tuamu, bukan?" Sakura mengangguk lemah, ia ingat jika di rumah masih ada ibunya.

"Ssst!" Sakura meletakkan jari telunjuknya di atas bibirnya, "Kalau kalian ingin membicarakan tentang Sasuke, jangan keras-keras. Ibuku masih di rumah. Aku ingat ibu sering sekali menguping pembicaraan kita."

Tenten dan Matsuri memebelalakan matanya, tak percaya mendengar kebenaran tentang nyonya Mebuki Haruno, "Cukup mengerikan," bisik mereka bersamaan.

"Padahal aku lebih suka kau pacaran dengan Sasuke, lho?" ungkap Tenten masih berbisik, Matsuri mengangguk setuju. Sakura hanya tersenyum masam, ia tahu kedua sahabatnya lebih mendukung Sakura pacaran dengan Sasuke. Tapi itu tak mungkin, pikirnya kesal. Ia mengambil segelas teh yang hampir mendingin di meja buffet sebelah tempat tidurnya.

"Aku tahu itu," gumam Sakura sembari menyesap pelan teh beraroma lemon.

"Ngomong-ngomong apa yang membuat orang tuamu, oh! Tepatnya ibumu menentang hubunganmu dengan Sasuke?" tanya Matsuri berbisik, matanya berkilat cerah.

"Hmmph, kau tahu," sahut Sakura cemberut, seakan enggan menceritakan kembali insiden itu. "Masalah itu muncul ketika nona Tsunade telah lama mencurigai beberapa geng yang membuat onar di Konoha High, mereka sering memakai beberapa pil yang katanya bikin mabuk."

"Tapi itu kan bukan salahnya! Aku ingat Naruto mengatakan Sasuke tak terlibat!" sahut Matsuri membela Sasuke.

"Tapi Sasuke bersama kawanan anehnya itu. Suigetsu dan Juugo," jerit Sakura tertahan. "Aku percaya dia tak memakainya, tapi ia di sana!" Sakura mencoba menenangkan diri, bercerita mengenai insiden itu membuat emosinya meluap.

"Tempat yang salah, dan waktu yang salah," ucap Tenten sambil mengeleng-geleng.

"Tapi..." Sakura langsung cepat menyela ucapan Matsuri, "Sasuke dicurigai juga, ingat?" Sakura memasang tampang kesal. "Orang tuaku ingat kejadian itu. Setelah Sasuke dicurigai. Aku tak diizinkan menemui atau bahkan menelponnya dan yang lainnya."

"Ya, aku ingat," ucap Tenten bersimpati. "Kau jadi sinting!"

"Ya, kau sangat kacau sekali." Matsuri menambahkan.

"Hmmph, aku berharap tahun ini berbeda dengan tahun lalu," Sakura mencoba mengingat-ingat. Emeraldnya berkaca-kaca. "Aku tahu jika Sasuke sudah tak bergabung lagi dengan dua temannya itu. Sebenarnya Sasuke itu baik, dan..."

Sebelum Sakura mampu menyelesaikan kalimatnya, pintu kamar tidur itu terbuka dengan tiba-tiba. Sakura nyaris menjatuhkan gelas teh yang isinya hampir tandas itu. Matsuri dan Tenten melompat berdiri. Mereka bertiga terbelalak heran ketika seorang gadis bersurai pirang panjang melangkah masuk ke kamar itu dengan senyuman yang terpatri di wajahnya.

"Hei!" sapanya, atensinya menatap bergantian Tenten dan Matsuri. Kemudian tatapannya mendarat ke arah Sakura. "Sakura!" jerit gadis itu. Ia menghampiri Sakura dan memeluk Sakura erat-erat. "Akhirnya kita bertemu lagi! Aku senang sekali!" pekiknya. Ia melepaskan pelukannya. Gadis itu memperhatikan Sakura dengan wajah yang hampir menangis, "Aku tak percaya!" jerit gadis itu lagi.

Sakura tercengang, begitu heran dengan kedatangan tiba-tiba seorang gadis ke kamarnya. Ia tak bisa bicara apa-apa. Siapa gadis ini?

Sakura mengernyit, bingung. Aku bahkan tak ingat pernah bertemu dengannya!

.

.

.

.

To Be Continue

*Nyengir gaje* Aha! Saya bikin Fict baru lagi. Maklum, manusia itu cepat bosan. Apalagi saya, kalau ada ide, gatal banget pengen nuangin lewat tulisan. Kalau gak ditulis cepet-cepet malah bakalan ilang tuh ide. Entar kesel sendiri. Hmmph, sebenarnya, ide ceritanya yaaah~ dari novel om R. , noh penulis novel Goosebumps *PASTI TAHU* karena saya lama banget gak ngeksis di FFn *hoeh?* jadi ngambil ide cerita di novel The Best Friend. Mungkin alurnya bakal ada perubahan, gak bakalan sama ama yang ori.

Okeh, saya minta reviewnya yah readers-san *nadah-nadah kayak pengemis* satu review anda sangat berharga bagi saya *lebeh*

Love,

Vanilla Yacchan