Disclaimer: Mau diinterogasi gimana juga Bleach bukan punya saya.

Pairing: Ichigo x Rukia, Byakuya?

Rate: T


Keterangan:

Otou-chan: versi manja otou-san artinya sama yaitu 'ayah'.

Mofuku: jenis kimono yang dikenakan saat berkabung saat ada keluarga yang meninggal dunia. Terbuat dari sutra hitam tanpa hiasan. Obi, obijime, obiage, zori, semua aksesorisnya juga berwarna hitam .

Kawaisou ne: 'kasihan ya'

Shitteru yo: 'aku tahu'

Tadaima: 'aku pulang'

Gomen nasai: 'maafkan saya' (bentuk formal)

Ichi-Nii: 'kak Ichi' (panggilan Karin untuk Ichigo, dapat diartikan juga 'kakak nomor satu')

Onii-chan: 'kakak' (panggilan Yuzu untuk Ichigo, panggilan untuk saudara laki-laki)

Ojii-chan: 'kakek'

Oyajii: 'ayah'


I LOVE YOU, OTOU-CHAN

One: Strawberry and a Little Girl

Kota Karakura, 16 Januari.

Kurosaki Ichigo melirik jam di pergelangan tangannya sambil terus menyusuri jalanan kota Karakura yang berselimut salju. Tiga puluh menit sudah lewat dari jam tujuh malam. Lagi-lagi dia terlambat pulang. Saat tiba di rumah nanti, pasti ia akan kembali disambut dengan tendangan memutar dari ayahnya. Ichigo membuat catatan di memorinya untuk merunduk begitu membuka pintu rumah nanti. Apa boleh buat, dia harus membantu Chad di sasana tinju sebagai lawan tanding. Meskipun postur tubuh mereka tidak sepadan, hanya Ichigo yang bisa mengimbangi Chad.

Langkah kakinya terhenti di samping lampu merah perempatan jalan yang masih menunjukkan lampu merah bagi penyebrang jalan. Tujuannya adalah swalayan 24 jam di seberang jalan. Ini karena SMS dari Yuzu, adik perempuannya, yang memintanya membelikan susu, telur dan buah jeruk untuk menu sarapan besok. Lagipula hari ini Shounen Jump terbaru terbit. Dia memang berencana membelinya sejak tadi siang. Sambil menunggu lampu merah, dia membenahi syal di lehernya yang longgar.

"Pantas saja leherku terasa dingin." Pikirnya.

Secara kebetulan dia menoleh ke samping bawahnya. Seorang gadis berambut hitam sebahu dengan membawa sebuah payung transparan sedang berdiri di sisi kananya. Hal yang membuat kening Ichigo berkerut adalah pakaian gadis itu. Mofuku? Bukankah itu tipe kimono yang dikenakan oleh orang yang berduka karena ditinggal mati oleh keluarganya? Ichigo bukan satu-satunya yang merasa heran akan penampilan gadis itu, orang lain yang kebetulan lewat juga berbisik-bisik membicarakannya.

Mencampuri urusan orang lain bukanlah hobinya. Oleh karena itu, Kurosaki Ichigo berjalan ke arah tujuannya ketika lampu hijau telah menyala. Setiba di swalayan, dia segera ke bagian buku dan majalah untuk membaca-baca dulu sebelum membeli. Saat membalik halaman majalah yang dibacanya, tak sengaja pandangan Ichigo terarah ke luar kaca swalayan. Gadis kecil itu ternyata masih berdiri di tempatnya semula tanpa bergeming sedikitpun.

Jadi dia tadi bukannya antri mau menyeberang jalan? Apa yang dilakukannya di sana?

"Ne, apa kau tahu? Tiga hari yang lalu ada kecelakaan di perempatan jalan itu." Kata seorang gadis berseragam SMP pada temannya yang tengah membaca majalah fashion.

Ichigo curiga gadis itu mengenakan seragam itu hanya untuk cosplay. Alasan pertama karena sekarang masih liburan musim dingin dan besok adalah hari pertama masuk sekolah. Kedua, karena dia kelihatan 'sedikit' terlalu dewasa untuk seumuran anak SMP.

"Shitteru yo. Aku lihat di televisi beritanya. Pasangan suami istri meninggal di tempat dan hanya anak perempuan mereka yang selamat. Kawaisou ne…" kata temannya yang memakai pakaian perawat. Sepertinya kecurigaan Ichigo bahwa mereka adalah cosplayer memang benar.

Ichigo kembali melirik dari balik majalah yang dibacanya ke arah gadis kecil itu. Entah sudah berapa lama dia berdiri di samping lampu merah perempatan itu, hanya dengan berbekal sebuah payung dan sarung tangan. Meskipun tidak memakai syal ataupun penutup kepala, dia tidak terlihat kedinginan. Matanya menatap lurus ke satu titik di pertengahan jalan dengan pandangan kosong.

Setelah sekitar lima belas menit, akhirnya dia memasukkan Shounen Jump dan majalah memasak untuk Yuzu ke keranjang belanjaannya. Ichigo lalu mengambil sekarton susu full cream di salah satu rak pendingin minuman, telur di bagian bahan makanan dan buah jeruk di bagian buah dan sayur. Saat mengantri di kasir, sekali lagi dia tak sengaja mendengar percakapan orang di depannya.

"Kau lihat gadis kecil di ujung jalan sana? Dia sudah hampir sejam berdiri di sana. Apa jangan-jangan dia mati beku?"

"Jangan konyol! Aku melihatnya kemarin malam juga. Dia akan pulang tepat pukul Sembilan malam nanti."

"Apa yang dia lakukan di sana?"

"Entahlah. Mungkin dia menunggu orang tuanya pulang kerja."

"Tega sekali orang tuanya membiarkan anak sekecil itu menunggu di malam sedingin ini."

"Sudahlah, bukan urusan kita. Ayo kita minum-minum sampai pagi di apartemenku!"

Ichigo menghela nafas panjang. Musim dingin tahun ini pastilah yang paling dingin. Sedemikian dinginnya hingga membekukan hati hampir setiap orang di kota ini. Atau mungkin hanya Ichigo yang merasa demikian. Dia mengambil sekaleng minuman coklat lalu saat di kasir dia meminta agar minuman itu dihangatkan.


Kepingan salju melayang dengan anggunnya lalu mendarat lembut di payung transparannya. Shiba Rukia mengulurkan tangannya yang terbungkus sarung tangan putih untuk menangkap kepingan salju yang turun. Alih-alih merasakan dinginnya salju, sensasi hangat meresap dari pori-pori kain sarung tangannya dari sekaleng minuman coklat yang menyentuh telapak tangannya. Dia menarik tangannya namun kaleng itu tidak jatuh. Mungkin karena ada tangan yang memegang bagian atas kaleng tersebut.

Rukia menengadahkan wajahnya dan mata amethyst-nya bertemu dengan sepasang mata berwarna amber yang menawan. Seorang pria yang tinggi, dua kali tinggi tubuhnya, tengah berdiri di hadapannya dan tersenyum ramah. Matanya yang semula sayu melebar seketika saat lensa matanya menangkap gambar wajah pria itu.

"Hei, gadis kecil. Siapa namamu?"

Rukia tahu dia seharusnya menjawab pertanyaan sederhana itu, namun dia terlalu sibuk mengamati laki-laki bermantel hitam dengan syal putih itu. Meskipun wajahnya tidak menunjukkan ekspresi bingung, namun sebenarnya sedang terjadi kekacauan di benaknya.

Apa aku sedang bermimpi?

Rukia mencubit pipinya yang suhunya menyaingi tumpukan salju di bawah kakinya. Seperti yang sudah semestinya, dia merasakan sakit akibat cubitannya sendiri.

Aku tidak sedang bermimpi. Dia nyata!

Dia tinggi seperti Otou-san. Wajahnya sangat mirip dengan Otou-san. Cara bicaranya juga menyerupai Otou-san. Tapi…

Kini pandangan Rukia berlabuh pada rambut pria itu.

Warna rambutnya tidak sama dengan Otou-san.

Rambutnya memang tidak umum karena berwarna orange.

Orange?

"Rukia, sudah cukup! Berhenti makan jeruknya. Apa kau mau rambutmu berubah menjadi warna orange?"Mata Rukia membulat saat teringat peringatan ibunya, Shiba Miyako. Tatapannya beralih pada tas belanjaan pria itu. Buah jeruk!

"Kau baik-baik saja? Aku tidak tahu kau sedang apa di sini, tapi sebaiknya cepatlah pulang."

Pria itu melepaskan syal di lehernya lalu memasangkannya di leher Rukia tanpa banyak bicara lagi. Rukia tidak melepaskan pandangannya dari pria yang sangat mirip dengan ayahnya itu. Saat pria itu mengalungkan syal di lehernya, tiba-tiba kenangan itu menyeruak ke permukaan,

"Rukia, mana syalmu? Kau pasti lupa lagi. Ini, pakailah punya ayah…"

Rukia tersentak saat pria itu menggenggamkan kaleng berisi minuman coklat hangat itu di tangannya.

"Kau pasti kedinginan. Minumlah supaya tubuhmu menjadi hangat."

"Kau pasti kedinginan setelah bermain perang bola lanju tadi. Ini ayah buatkan coklat hangat. Ayo minum supaya tubuhmu hangat…"

Kaleng minuman itu terlepas dari pegangan tangannya saat Rukia menghambur untuk memeluk kaki pria itu.

"Kau kembali… Aku tahu kau akan kembali!" Rukia tidak bisa menahan tangis bahagianya.

"O-oi! Apa yang kaulakukan?" Tanya pria itu dengan nada bingung.

"Aku tidak percaya saat mereka bilang kau tidak akan kembali lagi. Aku tahu mereka berbohong." Ujarnya sambil tersenyum disela-sela tangisnya.

"Aku tidak mengerti apa maksudmu, anak kecil."

"Ini aku, apa kau sudah lupa padaku? Aku Rukia, Otou-chan!"


Ichigo terhuyung ke belakang saat tiba-tiba gadis kecil itu memeluk kakinya dengan erat. Gadis itu hanya setinggi pinggulnya jadi kedua tangan kecilnya hanya mampu memeluk paha kanannya. Segera saja mereka menjadi pusat perhatian orang-orang yang sedang lewat.

"Kau kembali… Aku tahu kau akan kembali." Kata gadis itu disela isak tangisnya.

"O-oi! Apa yang kaulakukan?" Ichigo celingukan, tidak enak akan pandangan menuduh yang dilontarkan orang-orang padanya.

"Aku tidak percaya saat mereka bilang kau tidak akan kembali lagi. Aku tahu mereka berbohong."

Bagus, Ichigo! Sekarang semua orang akan mengira kaulah orang yang meninggalkan gadis ini dijalanan. Inilah yang kaudapat jika kau sok pahlawan menolong gadis kecil yang kedinginan di jalanan.

"Aku tidak mengerti apa maksudmu, gadis kecil." Kata Ichigo seraya berusaha melepaskan diri dari pelukan gadis itu.

"Ini aku, apa kau sudah lupa padaku? Aku Rukia…,"

Rukia? Bagaimana aku bisa lupa? Mendengar nama itu saja aku belum pernah, apalagi bertemu denganmu sebelumnya!

"…Otou-chan!"

O..Otou-chan? Apa dia barusan memanggilku dengan 'ayah'?

"Dengar, gad-..maksudku, Rukia. Kau salah orang. Aku bukan ayahmu." Ichigo menjauh dari Rukia setelah lepas dari pelukannya.

"Otou-chan? Kau mau kemana?" Tanya Rukia dengan panik.

"Aku mau pulang. Aku tidak punya waktu bermain-main dengan anak kecil sepertimu."

"Bawa aku bersamamu! Tolong jangan tinggalkan aku lagi! Otou-chan!"

Ichigo berjalan pergi tanpa megindahkan panggilan Rukia hingga…

"OTOU-CHAN! HUAAA…." Rukia menangis keras seperti anak hilang setelah meneriakinya dengan panggilan ayah.

Ichigo menutup kedua telinganya akibat teriakan keras Rukia. Dia menjadi tidak berkutik saat puluhan orang mengepung mereka seperti halnya semut mengerumuni gula. Puluhan komentar pedas segera saja menghujaninya tanpa ampun.

"Anak muda sekarang berani sekali, ya, sudah punya anak sebesar itu. Melihat penampilannya, dia pasti pemuda berandalan." Kata seorang ibu pada ibu yang lain.

"Aku bukan-…"

"Hei, anak muda, tega sekali kau menelantarkan anakmu!" kata seorang kakek-kakek.

"Dia hanya-…"

"Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Besarkan anakmu dengan baik!" kata seorang pria separuh baya yang disambut koor setuju oleh khalayak ramai.

Ichigo menepuk keningnya sebelum mengusapkannya ke wajahnya dengan pasrah. Mereka sama sekali tidak memberinya kesempatan bahkan untuk menjelaskan, apalagi untuk membela diri. Akhirnya ia mengambil keputusan yang menurutnya paling tepat untuk mengeluarkannya dari krisis saat itu. Ichigo menggandeng tangan kecil Rukia lalu menariknya keluar dari kerumunan itu. Dia sama sekali tidak ambil pusing akan teriakan mereka.

"Besarkan anakmu dengan baik, anak muda!"

"Jangan berani-berani meninggalkannya lagi di jalan, rambut orange!"

Berisik! Dia bukan anakku dan aku tidak pernah meninggalkannya di jalanan!


Rukia tidak bisa berhenti tersenyum meskipun dia ditarik untuk berjalan cepat oleh 'Otou-chan'-nya. Dia tidak peduli payungnya terlepas dari genggaman tangannya dan tercecer di jalan. Dia juga tidak ambil pusing bahwa 'Otou-chan'-nya membawanya menyusuri jalanan yang asing baginya. Yang terpenting baginya saat ini adalah bahwa 'Otou-chan'-nya telah kembali.

"Otou-chan, kita mau kemana? Ini bukan jalan ke rumah kita, kan?"

Rukia tidak bisa tidak mengerutkan kening saat pria yang secara teknis tengah berjalan cepat dengan setengah menyeretnya itu tidak menjawab pertanyaannya.

Apa Otou-chan marah padaku? Apa karena aku tadi menangis?

"Otou-chan, gomen, Rukia tidak berniat menangis tadi. Aku janji tidak akan menangis lagi, tapi Otou-chan juga jangan pergi lagi." Kata Rukia dengan nada manja yang tidak pernah gagal ia gunakan untuk merayu ayahnya.

Lagi, sang ayah tidak menjawab.

"Otou-chan, ini dimana?" tanya Rukia saat 'Otou-chan'-nya membawanya masuk ke halaman sebuah rumah.

"Tadaima." Kata sang ayah setelah membuka pintu depan.

Tiba-tiba saja….

BRUAK!

Rukia memekik saat tubuh 'Otou-chan'-nya melayang seratus senti di udara dan mendarat keras di lantai dengan punggungnya setelah menerima tendangan keras dari seorang pria berbadan tegap dengan jenggot dan kumis.

"Kau terlambat, anak berandalan! Kau tahu jam berapa sekarang? Ini sudah lewat waktu makan malam. Kemana saja kau selama ini?"

"Sial! Aku lupa merunduk!" Rukia mendengar Otou-chan-nya menggerutu.

Belum habis rasa terkejut Rukia, sang ayah bangkit seolah tidak pernah menerima serangan mematikan itu sebelumnya dan membalas makian pria asing itu.

"Ayah macam apa yang menyambut anaknya dengan pukulan dan tendangan? Lihat apa yang kaulakukan! Telur untuk sarapan besok pecah semua!"

"Diam! Itu salahmu! Jika kau bisa mengelak dari tendanganku, telur-telur itu tidak akan pecah!"

"Apa kau bilang?"

"Kau-…"

Tiba-tiba Rukia berdiri di depan 'Otou-chan'-nya dengan merentangkan kedua tangannya seolah menjadi perisai pelindung dari pria asing itu.

"Aku tidak tahu apa salah Otou-chan padamu, Tuan, tapi tolong…jangan lukai Otou-chan!"


Kurosaki isshin itu mengedipkan matanya dengan ekspresi bingung melihat gadis kecil yang tiba-tiba muncul entah darimana untuk menjadi pelindung bagi anak laki-lakinya. Mata violet gadis itu menyiratkan keberanian dan harapan saat beradu pandangan dengannya. Tatapannya beralih pada Ichigo yang membuat kode penolakan dengan menyilangkan kedua tangannya membentuk tanda silang.

"O..Otou-chan? Oi, Ichigo, apa dia…?"

"Tentu saja bukan!" teriak Ichigo dengan kesal bercampur marah.

"Kau yakin? Mungkin saja kau sempat lupa memakai pengaman atau…."

"Kaupikir berapa umurku? Tanya gadis itu berapa umurnya!" teriak Ichigo dengan wajah memerah karena malu.

"Perkenalkan, namaku Shiba Rukia. Umurku Sembilan tahun, Tuan." gadis kecil itu memperkenalkan diri lengkap beserta umurnya dengan sopan, bahkan disertai membungkukkan badan.

"Coba pikir! Apa mungkin aku menghamili seseorang saat berumur delapan tahun?"

Isshin menggaruk jenggotnya. "Hmm…Kau adalah anakku, jadi mungkin saja…"

Jawaban yang belum selesai itu menuai sebuah tinju tepat di wajah pria separuh baya itu. Akibatnya, di ayah mengerang sambil memegangi hidungnya yang mimisan.

"Dasar otak mesum!" gerutu Ichigo.

Ichigo berjalan ke arah dapur dengan membawa kantong belanjaannya.

"Ichi-nii. Kau sudah pulang?" sapa Karin yang tengan menonton TV di ruang tengah.

"Karin, mana Yuzu? Aku bawa pesanannya, tapi telurnya pecah semua gara-gara oyajii."

"Yuzu sedang mandi. Pesannya, kau bisa menaruhnya di meja dapur. Tenang saja, masih bisa dijadikan omlet untuk sarapan besok pagi. Eh, sepertinya aku mendengar suara anak perempuan tadi. Apa ada teman Yuzu yang datang?"

Ichigo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Karin tidak punya teman dekat perempuan selain saudara kembarnya. Keempat teman baiknya yang sering berkunjung ke rumah mereka laki-laki semua. Jadi wajar saja dia langsung menyimpulkan kalau anak perempuan yang sedang berkunjung kini adalah teman Yuzu.

"Oh, dia…"

"Otou-chan!"

Sebelum Ichigo menyelesaikan kalimatnya, Rukia berlari dan memeluk kakinya seperti beberapa waktu yang lalu di jalanan. Karin menjatuhkan remote TV di tangannya karena shok.

"Ichi-nii…, siapa dia?"

"K-Karin, ini tidak seperti kelihatannya."

"Kalau begitu jelaskan! Apa ini? Kenapa dia memanggilmu 'Otou-chan'?"

Ichigo baru membuka mulutnya saat Yuzu memasuki ruang makan dengan handuk di kepalanya yang basah.

"Onii-chan, kau sudah pulang! Eh, ada tamu, ya? Siapa dia, Onii-chan?"

"Bukannya dia temanmu, Yuzu?" Karin balik bertanya.

"Otou-chan, ini dimana? Mereka itu siapa?"

Kali ini Yuzu yang menjatuhkan handuknya karena kaget.

"Good job, Ichigo! Kau tahu ayah sudah lama mendambakan seorang cucu dan kau memberikan yang seumuran dengan Karin dan Yuzu. Siapa namamu, gadis kecil?"

"Rukia. Namaku Shiba Rukia, Tuan."

"Karena kau memanggil anakku dengan 'Otou-chan', kau bisa memanggilku 'Ojii-chan' kalau kau mau."

"Baik, Ojii-chan."

Kurosaki Isshin menari-nari bak penari balet lalu mendarat dengan pose cicak di poster besar seorang wanita bertuliskan 'MASAKI FOREVER'.

"Masaki, anak kita sudah dewasa. Dia memberikan seorang cucu yang sangat manis bernama Rukia. Aku sangat senang!"

"Jangan dengarkan dia. Karin, Yuzu, ini hanya salah paham. Akan kujelaskan semua setelah ini. Oyajii, bisakah Rukia menginap di sini malam ini? Akan kupastikan keluarganya menjemputnya besok pagi."

"Tentu saja boleh. Karin, Yuzu, bawa Rukia untuk beristirahat di kamar kalian."

"Baik, Otou-san." Kata Yuzu, sementara Karin hanya menjawab dengan anggukan.

Yuzu dan Karin membimbing Rukia namun gadis itu tidak bergeming dan hanya menatap Ichigo dengan pandangan penuh harap, seolah takut Ichigo akan pergi meninggalkannya bersama orang-orang yang baru dikenalnya itu.

"Aku tidak akan pergi." Ichigo meyakinkannya setelah membaca kekhawatiran Rukia.

"Janji?" Rukia mengulurkan jari kelingkingnya.

Isshin, Yuzu dan Karin mengarahkan pandangan secara serentak pada Ichigo seakan menyuruhnya untuk menuruti keinginan Rukia untuk menenangkan gadis yang kelihatan sangat lelah itu.

"Janji." Ichigo menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Rukia.

"Rukia akan jadi anak baik dan tidur tepat waktu. Otou-chan…"

Rukia membuat tanda alphabet 'I' dengan jarinya telunjuknya lalu landa 'L' dengan telunjuk dan ibu jari dan terakhir huruf 'U' dengan sedikit menekuk jari telunjuk dan ibu jarinya. Dia memberikan senyum termanisnya pada Ichigo yang masih termangu tak berkedip sebelum mengikuti Yuzu dan Karin ke kamar lantai dua.

Ichigo baru berkedip kembali setelah Isshin menepuk pundaknya dengan bangga.

"Kau lihat tadi? Rukia bilang 'I love you' padamu dengan bahasa isyarat tangan."

"Itu karena dia mengira aku ayahnya! Lagipula siapa sih orang yang kurang kerjaan mengajari anak usia 9 tahun soal begituan?"

"Dia gadis yang manis. Jika saja dia bukan 'cucu'ku, aku pasti menjadikan putri ketigaku."

"Apa maksudmu dengan 'cucu'? Jangan berharap terlalu banyak, Oyajii. Dia Cuma anak hilang yang bingung karena kehilangan orang tuanya. Setelah dia kembali ke keluarganya, dia pasti sudah melupakan kita. Aku akan menghubungi Urahara-san."

"Urahara?"

"Dia sumber informasi tercepat yang mungkin bisa mengungkap identitas Rukia." Kata Ichigo seraya mencari nama 'Urahara Kisuke' di daftar kontak handphone-nya.

"Aku tidak keberatan Rukia-chan tinggal di sini." Isshin memungut remote control dengan niat mematikan TV yang masih menyala setelah ditinggal Karin.

"Orang tuanya yang akan keberatan. Mereka pasti sedang kebingungan mencarinya saat ini. Kalau kita tidak segera mengembalikannya, salah-salah kita disangka penculik. Urahara sialan! Dia tidak mengangkat teleponnya."

"Ichigo…, kurasa orang tuanya akan senang Rukia bersama kita." Kata Isshin dengan nada suara serius bercampur prihatin.

"Bagaimana kau bisa tahu, Oyajii?"

"Mereka sudah meninggal, Ichigo." Isshin menunjuk ke arah televisi dengan remote control di tangannya.

Mata Ichigo melebar saat melihat gambar rekaman kecelakaan di televisi. Telepon genggam di tangannya terlepas setelah mendengar isi berita yang dibacakan oleh seorang pembawa berita wanita.

"…Pasangan suami-istri, Shiba Kaien (34 tahun) dan Shiba Miyako (29 tahun), meninggal di tempat sebelum tim medis tiba di lokasi kecelakaan. Kecelakaan terjadi pukul 7 malam namun korban dan kendaraan yang terguling baru dapat dievakuasi dua jam kemudian akibat kemacetan lalu lintas. Korban selamat dengan luka ringan adalah putri mereka, Shiba Rukia (9 tahun). Sampai saat ini pihak kepolisian lalu lintas kota Karakura masih melakukan penyelisikan penyebab kecelakaan maut tersebut…"

"Ini berita tiga hari yang lalu, Ichigo." Ujar Isshin.

"Ne, apa kau tahu? Tiga hari yang lalu ada kecelakaan di perempatan jalan itu."

"…Pasangan suami istri meninggal di tempat dan hanya anak perempuan mereka yang selamat. Kawaisou ne.."

"…Dia sudah dua jam lebih berdiri di sana…"

"…Aku melihatnya kemarin malam juga. Dia akan pulang tepat pukul Sembilan malam nanti."

Suara ringtone handphone Ichigo memecah keheningan. Entah mengapa Ichigo merasa jantungnya berdebar kencang, yang pasti bukan karena panggilan telepon dari Urahara tersebut.

"Moshi-moshi, Kurosaki-san. Maaf aku tadi ke toilet jadi…"

"Urahara-san, maaf, akan kutelepon lagi lain kali. Selamat malam." Ichigo mematikan ponselnya tanpa menunggu jawaban Urahara.

Akhirnya, dengan pikiran kalut dia menuju ke kamarnya untuk bersiap-siap tidur meskipun dia tidak yakin bisa tidur lelap malam ini. Dia tidak bisa menghilangkan pikiran tentang Rukia dari benaknya. Wajah sedih Rukia saat menunggu di lampu merah persimpangan jalan meningatkannya akan masa kecilnya.

Dia memang lebih muda dari Rukia saat ibunya meninggal dunia demi melindungi dirinya dari sebuah mobil yang lepas kendali karena remnya blong, namun dia memiliki ayah dan adik-adik untuk menghibur dan membantunya melewati masa-masa suram itu. Namun Rukia? Dia hanya gadis kecil yang seorang diri berusaha menghadapi kenyataan pahit kehilangan kedua orang tua yang dicintainya secara mendadak dan bersamaan.


Mata Ichigo telah terpejam saat dia merasakan sesuatu mendarat dengan perlahan di ranjangnya. Dengan cepat dia menoleh ke sisi kiri dan mendapati Rukia berbaring di dekatnya.

"Rukia…?"

"Otou-chan…, gomen nasai. Bisakah…sekali ini saja, tolong izinkan Rukia tidur di samping Otou-chan." Pinta Rukia dengan penuh harap.

Tangan kecilnya meremas kaos Ichigo dengan erat, seolah tidak rela melepaskannya. Ichigo mengacak rambut Rukia dengan lembut sebagai jawabannya. Segera saja Rukia merapatkan diri ke tubuh Ichigo untuk mendapatkan kehangatannya. Dia membaringkan kepalanya di samping dada kiri Ichigo, sedemikian dekat hingga dia bisa mendengar detak jantung Ichigo.

"Rukia senang bisa mendengar lagi suara jantung Otou-chan. Syukurlah…Otou-chan sudah kembali…" suara Rukia kian meredup hingga akhirnya berganti suara irama nafas teratur yang menandakan bahwa gadis itu telah terlelap.

Ichigo merapikan selimut Rukia untuk memastikan dia mendapatkan kehangatan setelah hampir satu jam berdiri di luar saat cuaca sedingin ini. Saat memikirkan bahwa Rukia berdiri menunggu kedua orang tuanya yang tidak mungkin kembali setiap hari, Ichigo tidak bisa tidak setuju dengan ayahnya. Mungkin bukan ide yang buruk membiarkan Rukia tinggal di rumahnya. Mungkin juga bukan ide konyol membiarkan Rukia mengira dia adalah ayahnya untuk sementara waktu. Ya…, untuk sementara waktu.

hanya untuk sementara.


Fanfiction pertama dalam bahasa Indonesia. Special Thanks to Chariot330. I'll never write this story without your support^^ Herannya, kenapa aku masih memakai kamus English-Indonesia saat menulis cerita ini^^; Mungkin karena ada beberapa istilah English yang biasa kupakai waktu menulis dalam English yang bingung mau diterjemahkan apa dalam Bahasa Indonesia.

Cerita ini terinspirasi dari 'Otogi Mo You Aya ni Shiki' dan 'Miriam', dua-duanya karya Kyoko Hikawa (my number one favorite mangaka^^). Jika Shinkuro 18 tahun dan Suzu 7 tahun (selisih 9 tahun); Douglas 17 tahun dan Miriam 10 tahun (selisih 7 tahun) saat pertama bertemu, maka di sini Ichigo 17 tahun dan Rukia 9 tahun (selisih 8 tahun).

Sebenarnya judul awalnya 'I love you, Toto-sama' tapi 'Toto-sama' rasanya sudah panggilan paten Suzu buat Shinkuro. Melihat pribadi Kaien yang tidak terlalu suka formalitas, mungkin dia akan protes kalau anak gadisnya yang imut-imut memanggilnya 'Otou-sama', makanya jadinya 'Otou-chan'.

Minna-san, mohon pendapat, kritik dan sarannya. Arigatou ne^^