Dubai

Seorang wanita bersurai hitam sebahu memasuki sebuah apartemen mewah, tepat di pintu masuk, seorang bouncer menghadangnya.

"Excuse me, lady. Did you know not everyone allow—" bouncer tersebut menganga lebar melihat kartu pengenal wanita tersebut. "Oh Miss Natalya Smirnov! Pardon me, this way. Mr. Smirnov are waiting for you in the rooftop."

"Sure, don't mind about it 'kay?" Wanita tersebut dan bouncer tadi memasuki lift menuju lantai 56.

"If you need anything, just call me, Miss Smirnov." Ia menganggukkan kepalanya dan keluar dari lift, ia menghampiri seseorang yang sedang duduk di lantai teratas apartemen mewah tersebut.

"Oh, my dear Natalya! How was your last job?"

"Crystal clear boss. Now can i go back home?"

"Sure darling! I've already prepared your ticket and passport. Have fun dear!" Laki-laki bernama Dmitry Romanov tersebut berujar.

"Thank you so much, i'm leaving now, Sir." Ia membungkuk hormat pada atasannya tersebut dan kembali menuju mobil Porsche Turbo 911nya yang terparkir di lantai bawah.

"Fyuh— Akhirnya." Ia mengibaskan rambutnya, dan jatuhlah rambut yang ternyata hanya wig tersebut. "Softlens ini menganggu sekali—tck!" Ia berdecak sambil melepas sebuah benda yang menempel di matanya.

Ia mengibas-kibaskan rambutnya dan memacu kencang mobilnya menuju ke suatu tempat.

Angelic Agent

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Side story from Sister sister's?

Drama, Romance

Rate T+

Warning: Standard Warning Applied

DLDR!

"Kise temeee~ kenapa kau mengajakku keluar pagi-pagi begini hah!?" Seorang pemuda berkulit tan berteriak kesal kepada pemuda cantik di sebelahnya.

"Ayolah-ssu! Temani aku menjemput kakakku-ssu! Nanti kutraktir ke Maji deh!" Rayu Kise sambil tetap fokus menyetir. Ia memasuki parkiran Haneda International Airport.

"Halo? Kau dimana-ssu!? Oh di terminal dua? Tunggu aku akan kesana bersama temanku-ssu!" Kise berbicara di telpon sambil menarik lengan Aomine. "AOMINECCHI! CEPATLAH SEDIKIT! IA BISA MEMBUNUHKU KALAU SAMPAI IA MENUNGGU LAMA-SSU!"

"Urusai,Kise! Lagian siapa yang akan kau jemput ini?"

"Dia kakakku-ssu~" Kise menjawab sambil menolehkan kepalanya seperti anak hilang. "Ah itu dia!"

Dengan gerakan slow-motion, Aomine menoleh ke arah yang ditunjuk Kise. Seseorang datang menghampiri mereka sambil melepas kacamatanya.

"Ryota?" Tanya pemuda tersebut. "Kau Ryota kan?" Kise melongo berat menatap pemuda di hadapannya.

"Oh, jadi ini kakakmu Kise? Tampan juga dia." Celetuk Aomine, sedangkan Kise membuka tutup mulutnya, berusaha mengeluarkan suatu kata.

CTIK.

Perempatan siku-siku muncul di dahi pemuda tersebut. "Apa kau bilang tadi? Tampan hn?" Ia menaikkan kedua lengan jaketnya dan berjalan menuju Aomine.

"Huwaaa~ Ryoko-nee jangan pukul temanku-ssu!"

Sekarang gantian Aomine yang menganga. "Ne-nee? Dia perempuan!?" Teriaknya histeris. Sementara Kise sibuk menghadang kakak perempuannya tersebut agar tidak menghajar Aomine.

"Bukan salahnya-ssu kalau dia mengiramu laki-laki! Lihatlah dirimu Ryoko-nee~" Aomine ikut memperhatikan Ryoko. Dia sangat mirip dengan Kise Ryota, ditambah dengan model rambut pixie cuts super pendek ala Shailene Woodley di film Insurgent, ia memiliki garis wajah yang sedikit lebih tegas dari Kise. Tingginya sekitar 180cm, ia mengenakan kaos tipis dengan outer plaid warna merah-hitam dan celana jeans belel ditambah topi dan sepatu tentara yang ia gunakan. Siapapun akan mengiranya laki-laki.

"Oh ya hahaha... Jadi sejak aku pindah ke Dubai aku berubah banyak ya, Ryota?" Tanya Ryoko sambil tersenyum lebar, Aomine menghangat melihat senyum tersebut.

"Jadi..." Kise bertanya sambil membawakan kopernya. "Bagaimana Dubai-ssu?!"

"Taruhan, kau tidak akan mau pulang kalau sudah disana. Disana menyenangkan sekali! Serasa di surga, mobil mewah, apartemen mewah. Uh banyak hal disana yang tidak kudapatkan disini." Ujarnya sambil mengerucutkan bibir ala Kise.

"Dubai? Disana kan banyak padang pasirnya, apanya yang menyenangkan?" Tanya Aomine malas.

"Nanti sampai dirumah akan kuceritakan, Nee temani aku makan dulu ya. Ada rekomendasi tempat makan enak?"

"Maji burger/-ssu!" Aomine dan Kise menjawab bebarengan. Lalu mereka bertiga menuju parkiran dan keluar menuju Maji Burger.

-0-

"Ryoko-nee mau pesan apa-ssu?"

"Cheese burger saja, 6 ya! Minumnya Strawberry Shake saja."

"APA? 6-SSU? KAU INI PEREMPUAN SUNGGUHAN KAN-SSU?" Kise membelalak tak percaya mendengar pesanan kakak perempuannya tersebut.

"Cepat Ryota. Aku lapar~"

"Aominecchi? Seperti biasanya kah?" Aomine mengangguk malas, Kise melenggang menuju kasir untuk memesan makanan mereka.

"Jadi, kau kakaknya Kise yang mana?" Aomine melipat kedua tangannya dan menyenderkan diri ke sofa.

"Aku kakakknya yang nomor dua, yang pertama, Reiko sudah menikah. Dan kau siapa?" Ryoko bertanya sambil menopang dagu di meja.

"Aomine Daiki."

"Oh, kau alumni Teiko juga seperti Kise, Kiseki no Sedai kah?"

"Kau tahu?"

"Tentu saja. Ibuku tak bisa berhenti membicarakan kehebatan kalian dalam basket, saat itu kalian masih smp kan?" Aomine mengangguk pelan, raut wajahnya masih malas namun matanya menatap intens sosok di depannya tersebut. "Keren."

Aomine mendengus malas lalu mulai mengalihkan pembicaraan, "Jadi apa rencanamu setelah kembali kesini?"

Ryoko terdiam sejenak sambil menerawang. "Mungkin menyelesaikan SMAku, aku di tingkat tiga sekarang. Rencananya sih aku akan satu sekolah dengan Ryota di Kaijo, mungkin juga mengajar bahasa inggris. Aku berniat... Tidak kembali ke Dubai." Ujarnya lirih. "Dan kau tingkat berapa?"

"Tingkat dua di Touou. Kenapa kau tidak ingin kembali ke Dubai?" Aomine merasa ada sesuatu yang aneh dengan gadis di depannya tersebut.

"Etto... Resikonya besar... Dan berbahaya..." Ia menjawab sambil melamun. Aomine semakin penasaran dengan gadis di depannya tersebut.

"Berbahaya? Sebesar itukah resikonya belajar di negeri padang pasir tersebut?" Ryoko menggeleng pelan.

"Bukan begitu... ja—"

"Kalian membicarakan apa-ssu? Serius sekali." Kise datang membawa pesanan mereka.

"Ha-hanya seputar kehidupan disana kok, Ryota." Ryoko menjawabnya sedikit gugup. Aomine menyipitkan matanya sambil berusaha mengobservasi gadis tersebut. Lalu dia menyeringai. Menarik juga dia, penuh rahasia.

"A-ah panas sekali, lebih baik aku melepas ini." Ryoko mengibaskan tangannya, kemudian ia membuka outernya dan ia hanya mengenakan loose tanktop super tipis. Oh ayolah bahkan –ehem— branya tercetak jelas, membuat kedua pemuda di dekatnya itu menelan ludah.

"R-ryo-ryoko-nee..."

"Ehm. D-cup ya? Kukira dadamu rata. Lumayan juga." Celetuk Aomine sambil menyeringai.

Blush

Muka Ryoko memerah. Ia menutup dadanya dengan kedua tangannya. "Aomin-ecchi? Cocok sekali untukmu." Ujarnya sarkatis dengan wajah yang masih memerah.

"Aominecchi hentai-ssu! Ewh." Celetuk Kise sambil melirik tajam ke arahnya.

"Wajar kan? Aku laki-laki Kise, kau juga mengaku saja kalau menyimpan koleksi AV di bawah kasurmu." Raut wajah Kise Ryota berubah ketakutan. Aura-aura mencekam muncul di dekat Aomine dan Kise.

"Are? Adikku yang manis ini menyimpan AV? Menarik, terimakasih informasinya, Aomin-ecchi." Kise menyilangkan tangannya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Oi berhenti memanggil namaku seperti itu!" Ryoko tak menghiraukannya dan mulai makan. Kise memperhatikan pintu masuk dan melambaikan tangan kepada seseorang.

"KUROKOCCHI!" Suaranya yang amat keras tersebut membuat semua orang menoleh ke arah mereka. Dan dari arah berlawanan terlihatlah seseorang berambut hijau dan hitam. "Ah! MIDORIMACCHI! TAKAOCCHI!"

"Oh itu Aomine dan... Ki..." Takao menoleh ke arah dua sosok pirang di hadapannya. "... Se." Ryoko melambaikan tangan ke arah mereka semua. Midorima dan Takao yang barusan datang ikut bergabung ke meja mereka. "Ki-kise a-ada dua-nodayo!"

"Domo minna." Kedua orang tadi melongo saking kagetnya.

"Kise-kun jadi dua?" tanya Kuroko dengan polosnya.

"Dia kakaknya Kise, namanya Ryoko. Dan, Midorima... Anak siapa yang kau gendong?" Aomine melirik ke sosok anak perempuan berambut hijau di punggung Midorima.

"Oh ini adikku, Shiori-nodayo. Nee, Shiori kau bisa turun sekarang..." Gadis kecil itu tampak malu-malu. Seketika muka Kise dan Ryoko berubah berbinar-binar.

"Ka-kawaii~" Bisik mereka berdua bebarengan. "Tak kusangka adiknya Midorimacchi lucu sekali-ssu!"

"Te-tentu saja-nanodayo!" Ujarnya sambil menaikkan kacamata. "Bukan berarti aku bangga ya-nodayo!"

"Pffft..." Takao menahan tawa. "Adiknya saja tidak tsundere. Semoga Shiori-chan tidak ketularan tsunderenya Shin-chan ya!"

Gadis kecil tersebut berjalan pelan-pelan menuju Aomine yang terlihat cuek dan memakan burgernya, lalu duduk di sebelah Aomine. Wajah Aomine yang terkenal menyeramkan tersebut tidak membuat Shiori takut, ia duduk tenang sambil senyum-senyum memandangi Aomine.

Ryoko memperhatikan interaksi antara Aomine dan Shiori, iapun tersenyum tipis melihatnya. Shiori menarik-narik baju Aomine, namun ia tetap tak menggubris. Lalu gadis kecil itupun berkaca-kaca dan menggapai-gapaikan kedua tangannya ke arah Aomine.

"Hah~ Baiklah." Aomine meletakkan burgernya dan mendudukkan Shiori di pangkuannya. Kise menganga lebar, Kuroko tetap datar, Takao tertawa terbahak-bahak dan kacamata Midorima melorot.

-0-

"Ternyata Aomine-kun penyayang anak-anak ya," Celetuk Kuroko sambil meminum Vanilla Shake yang dipesannya tadi.

"Yah mau bagaimana lagi, dia anak yang manis, Tetsu." Jawab Aomine sambil menyuapi Shiori dengan burgernya. "Dia umur berapa, Midorima?"

"Bulan depan dia 4 tahun-nanodayo."

Ryoko terlihat semakin murung entah kenapa. "Aomin-ecchi! Gantian dong! Aku juga mau menggendong Shiori~" Shiori menoleh ke arah Ryoko dan tertawa lebar.

"Kise-kun, lebih baik kau bertukar tempat dengan kakakmu." Ujar Kuroko pada Kise yang ada di sebelah Aomine. Kise mengangguk dan bertukar tempat dengan Ryoko.

"Aih lucunyaaaa~ Kau mengingatkanku pada Ryota saat masih kecil dulu~" pekik Ryoko sambil memeluk Shiori yang ada di pangkuan Aomine. Kise menepuk kedua wajahnya dengan mata berkaca-kaca. "Ryoko-nee hidoi-ssu! Kau mempermalukanku!"

"Asal kalian tahu saja ya, aku dan Reiko dulu sering mendandani Ryota dengan pakaian kami semasa kecil dulu, habisnya dia dulu cantik sekali~ sampai sekarang aku masih tak percaya kalau dia itu laki-laki tulen!" Godanya sambil menyeringai menatap Kise.

"APA KAU BILANG-SSU?! APA PERLU KUTUNJUKKAN 'INI'KU SEBAGAI BUKTI AKU LAKI-LAKI-SSU!— AWWW!" Midorima menjitak kepala Kise. "MIDORIMACCHI HIDOI -SSU! APA SALAHKUUUU?"

"Berhenti mengucapkan kata-kata ambigu-nodayo, aku tak mau adikku ketularan-nanodayo." Sementara Aomine dan Ryoko saling beradu pandang.

"Kalian berdua berhenti beradu pandang seperti itu-ssu, kalian mirip sepasang suami istri yang berebutan menggendong anak pertamanya." Ujar Kise sambil mulai memakan onion gratin soupnya.

Bletak.

"Dasar berisik." Lagi-lagi ia dijitak oleh Aomine. "Cepat habiskan makananmu, Ryota." Sambung Ryoko. Beberapa menit kemudian suasana sedikit lebih tenang, dikarenakan Shiori yang tertidur di gendongan Ryoko.

"Midori-san, apa kau yakin mau pulang sekarang? Shiori sepertinya kelelahan, bagaimana kalau kau dan temanmu menunggu disini dulu?" Tanya Ryoko khawatir sambil mengusap pelan kepala Shiori.

"Tidak apa-apa-nanodayo. Kalau sudah tertidur, ia tak gampang bangun-nanodayo." Midorima mengambil Shiori pelan dari gendongan Ryoko perlahan-lahan.

"Oi Midorima, lain kali ajak lagi Shiori bersamamu." Ujar Aomine. "Awas jangan membuatnya bangun." Midorima mengendikkan bahu. "Aku duluan-nodayo."

"Daaaah minna!" Takao ikut beranjak dan pergi bersama Midorima. Ryoko dan Aomine memandangi mereka dari kejauhan.

"Nee Aominecchi, terimakasih ya sudah mengantarku menjemput Ryoko-nee." Aomine mengangguk pelan.

"Sering-sering main sama Ryota ya, biar dia jadi laki-laki tulen." Ucap Ryoko sambil mengulum senyum.

"Jaa ne, Duo Berisik."

-0-

Seminggu setelah kedatangan Ryoko, mereka belum sempat bertemu lagi. Aomine sedang malas-malasan di atap sekolah sampai seseorang memanggilnya.

"Dai-chan! Cepat turun! Ada sensei baru loh! Dia tampan sekali~" Momoi mengatakannya dengan wajah yang berbinar-binar. "Coba lihat kesitu!"

Aomine menolehkan kepalanya ke arah yang dimaksud Momoi, di bawah tampak seorang pemuda yang baru saja turun dari motor ducatinya sambil memakai pakaian yang– kurang formal untuk seorang pengajar. Ia terus berjalan sambil memandangi ponselnya tanpa memperdulikan hiruk pikuk di sekelilingnya.

KRINGGGGG

"Ah jam istirahat sudah berakhir, turun yuk Dai-chan!" ujar Momoi sambil menarik-narik Aomine yang masih tidur-tiduran. "Kira-kira sensei itu mengajar apa ya?"

"Haaah. Baiklah. Berhenti mengoceh, Satsuki." Mereka berdua turun dan masuk ke kelas masing-masing. Aomine memasuki kelas 1B dan duduk di sebelah Sakurai Ryo yang memandangnya takut-takut. Aomine pun menghempaskan diri di kursi dan kembali tertidur.

Brakkkkk.

Seseorang membuka pintu kelasnya kencang, namun Aomine masih tetap setia dengan posisinya.

"Hello! Nice to meet you all! Hari ini dan beberapa minggu kedepan aku akan menggantikan Sarada-san mengajar kalian, hope we can go along together, guys!" suasana kelas yang awalnya ramai seketika menjadi bisik-bisik.

"Itu kan pemuda yang membawa ducati tadi. Dia—perempuan?" Seorang laki-laki berbisik pada teman di depannya.

"Astaga, untuk ukuran perempuan dia bahkan lebih tampan dariku."

"Dia mirip ace dari Kaijo ya?" Lalu orang itu berkacak pinggang sambil memperhatikan seseorang berambut navy blue yang sedang tertidur di pojok belakang.

"A-ano, A-aomine-san. To-tolong bangun." Dengan gagapnya Sakurai berbisik membangunkannya. Aomine mengangkat kepalanya dan menatap tajam Sakurai. "Sumimasen! Sumimasen! Tapi sensei itu memperhatikanmu dari ta-tadi—" Aomine mengalihkan pandangannya menuju orang yang dimaksud Sakurai. Matanya seketika melebar.

"AOMINE DAIKI!?/KISE RYOKO?!" Keduanya berbicara bersamaan. "Apa yang kau lakukan disini, hah?" tanya Aomine sebal.

"Kise... Ryoko?"

"Kyaaaaaa~ Dia mungkin saudaranya Kise Ryota si model tampan itu!"

"Kau tidak dengar? Aku akan menggantikan Sarada-san mengajar bahasa inggris untuk kalian. Kebetulan sekali bertemu kau disini, dan jangan malas-malasan selama aku berada disini, Aomine Daiki." Ujarnya penuh penekanan.

Ternyata ia bisa menyeramkan juga. Aomine kira Ryoko tidak akan terlalu memperdulikannya, nyatanya, pelajaran bahasa inggris kali ini terasa seperti neraka untuk Aomine Daiki.

"Ryoko temeeee~" Geramnya sambil mengepalkan tangan seusai pelajaran tersebut.

"Su-sumimasen Aomine-san! Kau dipanggil Ryoko-sensei ke kantornya." Bisik Sakurai sambil menunduk ketakutan. Aomine berjalan keluar kelas dengan mood yang buruk. Ia menghentak-hentakkan kakinya dan berhenti di luar ruangan Ryoko, kemudian masuk tanpa mengetuk pintu.

"Hoi, ketuk dulu pintunya."

Brak!

Aomine menutup kasar pintu tersebut. Ia lalu berjalan menuju Ryoko yang sedang bersandar di tembok, lalu mengurungnya dengan kedua tangan.

"Apa yang kau inginkan dariku, Kise Ryoko?"

Ryoko memasang pose berpikir. "Nilai-nilaimu buruk sekali, dan kelakuanmu di kelas itu sangat menyebalkan. Kau niat sekolah tidak? Semua sensei mengeluh tentangmu gara-gara itu. Kau juga jarang mengikuti latihan basket. Ada apa?"

"Lalu kenapa? Apa masalahmu?"

"Mengertilah sedikit Aomine, mereka memperhatikanmu dan peduli padamu. "

"Dan aku tidak peduli pada mereka. Yang terpenting aku naik kelas dan menang pertandingan kan? Kuberitahu satu hal, buat apa aku berlatih dan bertambah kuat kalau tak ada yang bisa mengalahkanku?" Aomine terlihat sangat emosional, nafasnya bahkan terengah-engah.

"Sampai sekarang aku terus menunggu orang itu, dan kau tahu? Bahkan lawan-lawanku sampai kehilangan semangat bermain karena aku bertambah kuat!" Aomine benar-benar mengeluarkan emosinya. Matanya memerah dan sedikit basah, ia selalu begini ketika ada seseorang yang membahas soal basket. "Dan tahukah kau bagaimana perasaanku saat mereka mengataiku monster? Apa sebegitu salahnya aku mencintai basket dan bermain sepenuh hatiku hah?! Apa—" Aomine berhenti bicara karena telunjuk Ryoko yang berada di bibirnya.

"Sshhh—Tenanglah Aomine, maafkan aku soal itu." Ia mengelus lembut punggung Aomine. "Kau sepertinya sudah begitu lama ya menahan emosimu? Sekarang kalau kau ingin, menangislah. Itu tidak akan membuatmu terlihat lemah." Bisiknya lembut. Aomine tercengang dan ia memeluk erat gadis tersebut. Beberapa menit kemudian ia mulai tenang.

"Sudah baikan?" Aomine tidak menjawab, ia masih memeluk Ryoko. Ia masih memejamkan mata dan bungkam, Ryoko masih mengelus-elus punggungnya. "Kau mengingatkanku pada Kise, dia bahkan lebih cengeng darimu..." Bisiknya pelan, mau tak mau Aomine tersenyum tipis mendengarnya.

"A... Jangan katakan ini pada orang lain ya, awas saja kalau kau mengatakannya." Aomine sudah kembali seperti biasa.

"Dan Aomine, kau keberatan tidak kalau aku menjadi guru privatmu untuk semua mata pelajaran?"

"Memang kau bisa?" Aomine menyeringai mengejek.

"Hoi, aku ini senpaimu! Di jepang mungkin aku masih siswa tingkat tiga, tapi di Dubai aku bahkan sudah meraih gelar S2! Mudah saja mengajari bocah sepertimu."

Perempatan siku-siku muncul di dahi Aomine. "Kau. Menyebalkan. Sekali. Aku. Jadi. Ingin. Menonjokmu."

"Tonjok saja, aku jago karate begini-begini." Dengan angkuhnya ia melipat kedua tangan di dada. Aomine berniat mencandainya dengan menyerangnya dari belakang.

Brukh.

Sialnya ia diseraang terlebih dahulu dan tergeletak di lantai, sementara Ryoko berada di atasnya sambil mengunci kedua tangannya. "Ups, seranganmu terlalu mengecoh. Tidak mempan." Ejeknya sambil menjulurkan lidah.

"Cih, jangan-jangan kau dan Kise tertukar jiwa, ia saja yang laki-laki tidak sekuat kau yang perempuan."

"Tentu saja, aku jauh~ berbeda dari Ryota. Dia tidak dididik sekeras aku." Wajah mereka hanya berjarak beberapa belas senti saja. Aomine menatapnya intens dan memajukan wajahnya, dan Ryoko terkejut setengah mati. Bagaimana tidak, pemuda dim ini mencium bibirnya tanpa izin di posisi yang bisa dibilang sangat ambigu, dan ini di sekolah! Bagaimana jika ada yang melihat mereka? Kejadian itu membuat Ryoko melepaskan kedua tangan Aomine, dan kedua tangan Aomine menangkup wajahnya.

Ryoko mengenggam tangan Aomine dan melepaskan ciuman sepihak tersebut. "APA YANG KAU LAKUKAN?!" Teriaknya sebal. Aomine malah meletakkan kedua tangannya di bawah kepala.

"Menciummu?" Jawabnya santai. "Setelah kupikir-pikir, aku tidak akan menerima tawaranmu begitu saja, sensei. Kau juga harus melakukan apa yang aku perintahkan, bagaimana?"

"Deal. Cepat sebutkan apa maumu, Aomin-ecchi."

"Jadi kekasihku?" Ryoko menganga lebar. "Kenapa? Tidak mau? Ya sudah, aku juga tidak berminat memperbai—" Ryoko membekap mulut Aomine dengan semburat tipis di wajahnya.

"Terserahmu." Jawabnya ketus.

"Okay sensei, kalau begitu kapan pelajarannya dimulai hm?" tanyanya dengan nada kemenangan.

" MULAI HARI INI, SETIAP HARI, SEPULANG SEKOLAH. TEMPATNYA TERSERAH."

"Setiap hari? Oke, tidak masalah. Bagaimana kalau dirumahku saja hari ini? Hanya ada kita berdua saja kok."

"Jangan macam-macam kau, Aomin-ecchi. Lebih baik kita mulai saja."

TBC