Malam yang dingin dimana lebih banyak orang yang memilih untuk menghabiskannya dengan mengurung tubuh mereka di dalam sebuah selimut tebal berlapis-lapis yang nyaman hingga membuat mereka terlelap nyenyak sampai sang mentari pagi yang hangat membangunkan mereka.

Atau dengan berkumpul bersama orang-orang yang mereka sayangi ditemani secangkir teh, susu, atau cokelat panas—untuk masing-masing orang—juga makanan kecil untuk menemani mereka menghabiskan malam dengan canda tawa dan kehangatan lainnya yang mereka buat sendiri.

Namun tidak dengan apa yang dirasakan oleh seorang pemuda berambut raven bermodel unik yang mencuat ke belakang—kalau tidak mau dikatakan pantat ayam—dengan mata hitam sekelam malam tanpa bintang. Sasuke—nama pemuda itu—terduduk lesu di bawah pohon besar yang terdapat di sebuah taman tanpa perduli pada rasa dingin yang saat ini menyerang itu tengah memikirkan apa yang baru saja terjadi padanya.


.

.

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Pairing: NaruSasu slight NejiNaru

Genre: Romance, Drama, and maybe sebenernya sedikit Hurt juga?

Rating: T

Warning: BL, BoyxBoy, Shou-ai, GJ, Typo(s), Alur lambat (maybe), dan segala kekurangan lain yang mungkin akan membuat mata kalian sepet! So?

Don't Like? Don't Read! And go away from here!

.

.

I Warn You!


.

.

Untuk yang suka, Enjoy This!

.

.

Plak!

Sasuke tidak berani mengtakan apapun lagi saat tangan besar milik sang ayah mendarat di pipi putih mulusnya. Menyisakan bekas kemerahan yang terasa sangat panas dan sakit di pipi yang ia rasakan ini tidak sebanding dengan apa yang hatinya rasakan saat ini. Ia tidak bisa menuruti perintah sang ayah untuk meninggalkan sang pemuda yang ia cintai.

Fugaku sangat marah besar saat mengetahui dirinya telah di lamar oleh pemuda yang ia cintai. Mengingat tatapan dari sang kepala keluarga ini begitu tajam saat dirinya membicarakan masalah tersebut. Melihat bagaimana raut wajah yang biasanya dingin itu menjadi berekspresi, mengeras marah.

Ekspresi yang belum pernah sekalipun Sasuke lihat kini bertengger di wajah dingin sang kepala Uchiha itu. Karena hal itu pula Sasuke mendapatkan hadiah 'spesial' yang belum pernah ia dapatkan dari siapapun seumur hidupnya setelah ia mengatakan bahwa ia lebih memilih pemuda itu di banding keluarganya.

Yah, Sasuke memang seorang pemuda dan ia juga mencintai pemuda, atau dengan kata lain ia adalah gay. Hal itu memang masih tabu dan sangat ditentang di negaranya. Tapi ia tak peduli dengan itu semua. Untuk apa ia peduli dengan itu semua? Cih, yang benar saja. Bahkan mereka tidak memikirkan perasaan Sasuke. Jadi untuk apa ia peduli!

Ia hanya ingin dicintai dan mencintai. Ia ingin bahagia. Bukankah cinta tak mengenal gender. Hatinya sangat sakit jika ia harus berpisah dengan satu-satunya orang yang dapat meluluhkan hatinya itu, seorang pemuda yang dapat menghancurkan dinding es yang sangat tebal di hatinya.

Sasuke tetap menunduk dan tak berani menatap mata ayahnya. Ia dapat mendengar suara tangisan ibunya dan suara sang kakak yang menenangkan sang ibu. Tapi keputusannya sudah bulat, ia tidak bisa mundur lagi. Ia sudah memilih.

"Kutanyakan sekali lagi padamu Sasuke, kau tetap memilih pemuda tidak jelas itu atau keluargamu yang merawatmu sejak kecil ini?," tanya Fugaku sekali lagi, untuk memastikan keputusan anak bungsunya itu dengan sangat tegas.

Sasuke hanya diam, ia juga memikirkan ibunya. Ia sangat menyayangi ibunya itu, tapi ia juga sangat mencintai pemuda itu. Sasuke membuka matanya yang sempat tertutup ia telah memutuskan, jadi ia harus berani menanggung semua resiko yang terjadi nanti.

"Aku akan tetap memilihnya. Dan dia bukan pemuda tak jelas, dia Na—"

Plak!

Lagi, Sasuke merasakan tangan besar itu bersentuhan dengan pipinya, meninggalkan jejak merah di tempat semula yang baru beberapa saat lalu merasakan hal yang sama, bahkan jejak merah beberapa saat lalu belum hilang sepenuhnya.

Mikoto kembali meraung di pelukan Itachi melihat anak bungsunya. Sebagai ibu ia sangat tidak tega membiarkan anak kandungnya mendapatkan tamparan sekeras itu dari sang kepala keluarga. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa selain berdo'a untuk ketabahan Sasuke.

"Pergi dari rumah ini sekarang juga! Dasar anak tak tahu diuntung!," Ucap Fugaku, ia sungguh sangat marah kepada salah satu anak kebanggannya itu—walaupun tidak pernah ia akui secara langsung—untuk itu ia harus melakukan cara ini sebagai pelajaran untuk Sasuke, agar Sasuke belajar untuk bisa patuh kepada orang tua.

Fugaku berjalan menuju kamarnya untuk meredamkan amarahnya, saat hendak membuka pintu kamaria berbalik. "Jangan bawa apapun yang kau dapat dariku, walaupun hanya sekedar baju, anak kurang ajar! Seharusnya kau mencontoh anikimu itu, dia sangat membanggakan. Tidak sepertimu yang sangat tidak tahu diuntung! Paling tak lama lagi kau akan pulang dan merengek, jangan harap aku akan menerimamu sebagai Uchiha!," ucapnya lalu memutar knop pintu, dan tubuhnya pun menghilang dibalik pintu kamar.

Sebenarnya Fugaku melakukan itu agar Sasuke tahu betapa kejamnya dunia luar, ia berpikir kalau Sasuke diberi pelajaran seperti ini anak itu akan menyerah dan tidak keras kepala lagi, dan akan kembali kepada keluarganya yang sesungguhnya, bukannya pemuda yang asal-usulnya saja tidak jelas itu. Fugaku meremas kuat gagang pintu yang ia pegang lalu membantingnya sekuat tenaga.

Brak!

"Hiks.. Sasuke, jangan pergi sayang. Hiks.. Kaa-san menyayangimu, hiks..Kaa-san mohon Sasuke." tangis Mikoto—mencoba membujuk anak bungsunya. Sebenarnya ia tidak melarang bahkan ia sangat mendukung Sasuke untuk berhubungan dengan siapa saja pilihan si bungsu, walau itu seorang pemuda yang notabene bergender sama dengan putranya itu, ia tetap mendukung.

Asalkan anaknya bahagia ia tidak akan pernah melarangnya. Ia sangat menyayangi kedua anaknya. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika suaminya telah bertindak, dan ia sangat terpaksa dan tidak rela jika Sasuke harus meninggalkan kediamannya bahkan Uchiha. Oh kami-sama apa yang harus ia lakukan.

"Tenanglah kaa-san, Sasuke sudah besar biarkan dia memilih pilihannya sendiri," ucap Itachi berusaha menenangkan sang ibu.

Sasuke mengepalkan kedua tangannya erat, ia benar-benar membenci orang yang sangat dicintai ibunya itu. Ia tidak ingin membuat ibunya menangis. Tapi jika ia mengingat ucapan ayahnya ia sama sekali tidak ingin tinggal di tempat itu. Ayahnya bahkan tidak menganggapnya ada. Ia hanya dianggap sebagai Itachi ke-dua bukan sebagai Sasuke.

"Maaf kaa-san, aku harus pergi." Ucap Sasuke tanpa menatap mata sang ibu. Ia tidak kuat melihat ibunya menangis. Ia cepat-cepat melangkahkan kakinya untuk keluar dari tempat terkutuk—menurutnya—itu. Sebelum ia keluar dari pintu ia sempat mendengar teriakan dari kakaknya, namun ia memilih untuk mengabaikannya.

"Kuharap kau berubah pikiran Sasuke!"

.

.

"Arrrgh!" Sasuke memukul pohon besar tempat ia bersandar ketika pikirannya kembali mengingat kejadian beberapa jam lalu. Tak terasa bulir keristal hangat turun dari permata hitamnya, melewati pipi mulus bak porselen milinya. Sebelum jatuh lebih ke bawah dan meninggalkan pipinya, buru-buru ia menyeka air matanya dengan kasar menggunakan tangan kanannya. Ia tak boleh menangis, ia pasti akan baik-baik saja. Yah, pasti dan Sasuke yakin itu selama dia ada di sampingnya.

Sasuke berdiri, tanpa memperdulikan debu yang menempel di celananya ia melangkahkan kakinya meninggalkan taman tersebut.

.

.

TBC

Terlalu lebay kah o.O ?
mind to RnR?
Kalo gak ada gak janji lanjut..^^