VictUuri/ OtaRio

Mitsuro Kubo

M

Family/ Drama

Summary: AU! Keinginan Yurio untuk membawa sang Mama ke Sekolah berakhir dengan sebuah bencana. Yurio shock berat. Semua teman-teman Yurio mencari Papa mereka, Victor menangis di dalam kamar seharian. Dan disaat itulah, Yurio tahu akan sebuah rahasia yang sangat menyakitkan.


Happy Reading.


Sebuah amplop undangan yang dilempar di atas meja.

Si pelempar mulai mendudukan dirinya di sebuah kursi dengan angkuhnya hingga membuat pria tampan didepannya menoleh dan mulai memungut amplop yang dilempar si pirang barusan.

"Apa ini Yurio?" Tanya sang kepala Keluarga yang mulai asik membaca isi amplop tersebut.

"Udangan." Balasan yang singkat. "Aku diminta untuk membawa salah satu orang tuaku ke acara Sekolah, memangnya kenapa?"

Hening sejenak sampai seorang pria berkaca mata datang dan menyimpan segelas es jeruk di atas meja.

"Yura-chan pasti haus sepulang Sekolah, ini Mama bawakan es jeruk." Ucapan yang lembut hingga membuat remaja pirang yang sebenarnya sedang menggerutu tersebut menggembungkan pipinya dengan wajah memerah.

"Jangan membawakanku es jeruk terus. Air dingin saja cukup! Mama pasti kerepotan."

"Hahaha.. Tentu saja tidak Yura-chan." Sang Mama yang bernama lengkap Yuuri Katsuki namun sudah berganti menjadi Yuuri Nikiforov hanya bisa tertawa renyah dan mulai berlalu meninggalkan anak dan suaminya.

Yurio hanya bisa tersenyum kecil sampai sang papa, Victor Nikiforov membuka pembicaraan kembali.

"Oh.. Kalau begitu Papa akan kesana bersama Yurio—

"TIDAK!"

Victor terdiam.

Yuuri menoleh dan—

Yurio yang berdiri di depan Papanya tersebut.

"Aku bosan membawa Papa terus! Dari aku umur 5 tahun sampai sekarang aku terus membawa Papa! Sekali-kali aku ingin membawa Mama. Aku malu dengan teman-temanku yang sering membawa Mama mereka. Bahkan mereka selalu membanggakan Mama mereka. Berbeda denganku yang terus membanggakan Papa di depan mereka. Pokoknya. Untuk acara kali ini aku mau membawa Mama."

"Tapi Yurio—" Victor mencoba menyela namun wajah sangar putranya telah mengurungkan niatnya tersebut.

"Kenapa selalu tidak boleh?" Tanya Yurio sedih. Ia mulai melihat ke arah Yuuri yang sebenarnya tengah memperhatikannya seraya mengaduk adonan.

"Mama sibuk di dapur, Yurio. Jadi Mama tidak akan bisa mengantarmu." Victor kembali bicara namun malah membuat Yurio menatap kesal dan mulai mendudukan dirinya di kursi kembali.

"Apa harus selalu seperti itu? Otabek saja bisa membawa Mamanya yang sibuk dirumah bahkan ditempat kerja. Kenapa aku tidak?"

Victor mulai menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung. Sangat bingung. Hingga sebuah tangan datang dan mengelus pipinya dengan sangat lembut.

"Kau pucat, Victor." Ucap Yuuri khawatir, Victor mulai gelagapan dengan wajah mulai merona merah.

"Hehehe.. Aku baik-baik saja Yuuri."

"Mau ke buatkan Katsudon atau.. Mau kubuatkan es jeruk sama seperti Yura-chan?"

"Tidak usah Yuuri. Aku sungguh baik-baik saja. Aku hanya—

"Ma!" Yurio memotong ucapan Victor hingga membuat pria berkaca mata dan beriris merah anggur tersebut menoleh ke arahnya.

"Ya, Yura-chan?"

Yurio mulai gugup.

Bahkan iapun mulai meneguk ludah dengan sangat susah payah.

"Aku.. Aku.. ingin.. Mama datang ke acara Sekolahku.. tahun ini. Mama kan belum pernah jalan beramaku. Terakhir kita berjalan saat ke Restoran 8 tahun lalu. Itu juga aku sampai tidak kenal dengan Mama."

Hening sedangkan Victor mulai menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Yuuri nampak berpikir.

"Tapi Mama sibuk di dapur Nak."

Jawaban yang sama.

Wajah berseri Victor

Dan, ekspresi kecewa Yurio.

"Tidak bisakah meluangkan waktu beberapa jam dengan ku? Atau.. Satu jam juga tidak apa-apa."

Tidak ada jawaban selain senyuman yang masih diberikan Yuuri sang Mama pada putra sematawayangnya.

Yurio seakan ingin menangis. Namun ia masih bisa menahannya.

"Lihat 'kan Yurio. Mama tidak bisa dat—

"PAPA JAHAT!"

Tap tap tap!

SLAM!

Hening terjadi bahkan setelah Yurio membanting pintu kamarnya dengan sangat keras. Tak lama kemudian bingkai yang menghiasi dingding pun jatuh dan pecah di tempatnya barusan.

Victor mulai menepuk jidatnya prustasi. Sementara Yuuri sang istri mulai menenagkannya dengan lembut.

"Mau ku buatkan sesuatu?" Tanya Yuuri.

"Tidak usah Yuuri. Yurio hanya ingin agar kau pergi bersamanya saat akhir pekan."

"Lalu? Bukannya aku tidak diperbolehkan keluar rumah?"

Victor terdiam. Ia mulai menatap wajah pria yang pernah menjerat hatinya tiga belas tahun yang lalu.

Ia mulai terdiam. Sampai elusan yang sama kembali ia dapatkan.

"Aku akan menurut apa kata-katamu, Victor. Aku tidak akan menuruti kata-kata orang lain bahkan Yura-chan sekalipun. Aku akan tinggal dirumah. Disini. Menunggu mu dan Yura-chan pulang dan kembali berkumpul bersamaku. Aku mencintaimu."

Deg.

Bagaikan kekurangan oksigen. Victor hanya bisa menahan napas ketika Yuuri memeluknya dengan sangat mesra. Wajahnya memerah dan tubuhnya sangat tegang ketika Yuuri mengelus tubuhnya dengan sangat menggoda.

"Lihat aku Vitya." Perintah Yuuri menggoda. Victor meneguk ludahnya gugup dengan jantung yang tak bisa berhenti berdetak. Ia mulai menatap wajah istri tercintanya.

"Mau tidur sekarang? Aku akan melayanimu hari ini. Sampai kau puas."

Crooot!

Darah segar mulai mengalir dari hidung Victor, sampai membuat Yuuri terdiam namun sedetik kemudian mulai menatap kaget seraya berdiri dengan sangat panik.

"Tu-tunggu. Aku ambilkan Tysu dulu."

Yuuri mulai melangkah pergi meninggalkan Victor yang masih mimisan dengan wajah yang masih terasa panas.

'Sial. Padahal Yuuri itu istriku. Tapi kenapa kejadiannya selalu seperti ini? Padahal aku sudah mengubahnya habis-habisan.' Batin Victor prustasi. Yuuri kembali datang dan dengan lembut mulai menghapus darah yang masih mengalir dari hidung suaminya.

"Maaf, Vic—

Tap.

Victor menggenggam tangan Yuuri lembut.

"Maaf telah mengurungmu, Yuuri. Aku egois. Aku hanya menginginkanmu untuk diriku sendiri. Aku—

Hening terjadi sampai membuat Victor merundukkan kepanya tidak berani melihat wajah sang istri.

Yuuri ikut terdiam namun tangannya mulai menggenggam tangan Victor yang mulai gemetar.

Yuuri kaget. Karena tubuh suaminya pun ikut bergetar.

"Victor?"

"Kau masih akan tetap menuruti kata-kataku kan Yuuri." Victor mulai bertanya lesu. "Tentu saja. Victor."

Tap!

Tanpa aba-aba, Victor langsung memeluk Yuuri dengan erat. Hingga membuat pria berdarah Jepang tersebut kaget dengan kelakuan suaminya tersebut.

"Terimakasih.. Terimakasih, Yuuri. Oh iya.. Darahnya sudah berhenti. Aku akan mencuci hidungkku dulu. Kau tunggu disini saja Yuuri."

"Baiklah." Balas Yuuri pelan. Victor pergi dan sekarang meninggalkan Yuuri yang duduk si sofa keluarga sendirian. Ia mulai memeluk bantal di sampingnya, dan mulai menyandarkan dagunya disana. Ia mulai menatap bosan sekelilingnya sampai ia membuka kaca mata yang menempel cantik di wajahnya.

"Hosh." Dan Yuuri mun mulai menghela napasnya perlahan.

.

.

.

Victor mulai menutup pintu kamar mandi di depannya. Ia mulai berjalan lemah sampi ia melewati kamar putranya.

Ia terus berdiri disana dengan sangat gugup.

Sepertinya Victor berniat minta maaf pada putranya.

"Yu—

"Hiks... Kenapa Papa selalu kejam padaku. Papa hanya mau Mama sendirian! Papa egois. Papa tidak mau membagi Mama denganku. Papa sialan! Kenapa tidak mati saja digigit harimau. Aku benci Papa! Benci semuanya. Hiks.. Papa jahat!"

Victor terdiam. Hantinya mulai sakit. Yurio benar. Dianya memang egos. Ia hanya menginginkan pria Jepang tersebut hanya untuknya sendiri. Bahkan ia tidak mau membaginya walau hanya untuk si priang yang juga adalah anaknya sendiri. Apa dirinya memang sejahat itu? Bahkan dia sampai tega mengurung sang Istri dari dunia luar agar tidak ada yang melihatnya lagi. Dia pencuri. Ya.. Victor seperti pencuri saja.

Tanpa sadar Victor sudah melangkah kembali tanpa jadi meminta maaf pada Yurio.

.

.

.

"Victor? Sudah selesai?" Tanya Yuuri.

"Yuuri.. Ayo bicara." Balas Victor yang langsung membuat Yuuri menatap bingung.

"Ehh?"


Keeseokan harinya.

"Yurio. Wajahmu memerah. Apa kau baik-baik saja? Matamu juga bengkak." Tanya seorang remaja yang duduk tepat di sebelah Yurio.

"Jangan pedulikan aku, Otabek! Aku hanya kesal pada Papa sialanku."

"Bertengkar lagi?" Tebak Otabek. Pemuda yang barusan bertanya pada Yurio.

Yurio tidak menjawab ia hanya memainkan handphonenya dan melihat sebuah akun dengan tema keluarga bahagia. Melihat itu rasanya Yurio ingin menangis lagi.

"Hiks."

"Ambil saputanganku." Tawar Otabek.

"Terimak— Yurio tak melanjutkan kata-katanya karena tanpa ia duga pemuda disebelahnya sudah menghapus air matanya dengan lembut menggunakan saputangan hitam ditangannya. Yurio terdiam namun dengan wajah lebih merah dari biasanya.

"Kau jadi jelek kalau menangis."

"Bu-bukan urusanmu!" Balas Yurio kesal bercampur gugup. Ia mulai mematikan handphonenya dan mulai melihat ke arah sahabatnya tersebut.

"?"

"Apa kau akan membawa Mamamu lagi nanti?"

Otabek menaikan sebelah alisnya. Ia mulai melihat ke arah langit pagi, dimana seekor burung mulai terbang menghiasi langit biru.

"Ibuku sedang sibuk ke luar kota. Mungkin aku akan membawa Ayahku. Tapi Ibuku akan berusaha pulang secepat mungkin agar dia bisa menemaniku."

Yurio mulai berunduk sedih.

"Begitu ya."

"Bagaimana denganmu, Yurio?" Tanya Otabek balik.

"Mungkin aku akan membawa Papa sialanku lagi."

"Sopanlah padanya. Bagaimana pun dia itu adalah Ayahmu."

"Untuk apa aku sopan pada pria egois macam dia. Sudahlah! Jangan dibahas lagi. Aku mau ketoliet dulu untuk cuci muka."

"Tapi sebentar lagi kelas masuk." Sela Otabek.

"Lindungi aku saja. Mudahkan? Kau kan selalu melakukannya."

Hening dan Otabek pun mulai tersenyum seraya mengacungkan jempol kanannya.

Yurio tersipu.

"Baiklah. Hati-hati di perjalananmu."

"Aku hanya ke toilet. Jadi tenang saja." Balas Yurio yang sebenarnya kembali gugup. Ia mulai berlalri meninggalkan kelasnya yang belum dimulai sama sekali.

.

.

.

Langit mulai berubah warna. Tanda malam akan segera datang. Namun anehnya si remaja manis bernama Yurio Nikiforov tersebut belum mau beranjak dari sebuah bangku taman. Ia terus melihat sesuatu. Atau tepatnya seorang Ibu yang berusaha membujuk putranya agar segera pulang.

Sedangkan dirinya.


"Yurio. Sudah malam. Ayo pulang." Ajak Victor pada putra kecilnya yang masih berusia empat tahun.

"Mama mana?"

"Mama sibuk Nak. Mama khawatir. Papa juga. Ayo pulang."

"..." Tidak ada balasan lagi selain tatapan sedih ketika tubuh ringannya di angkat sang Papa.


Yurio mulai menghela napasnya. Sampai handphoenya kembali bergetar.

Panggilan ke empat belas, dari Baka-Victor.

"Tck!"

Dan Yurio pun kembali mengreject panggilan tersebut.

Sementara itu.

"Bagaimana?" Tanya Yuuri pada Victor yang terlihat mulai prustasi.

"Yurio tidak mau menjawab panggilanku." Balas Victor yang mulai memijit keningnya prustasi. Yuuri ikut berpikir seraya melihat handphone milik suaminya.

"Boleh aku yang menelfon? Mungkin Yura-chan mau bicara kalau denganku. Aku akan memintanya segera pulang."

Victor nampak berpikir. Ia mulai melihat handphone ditangannya namun dengan perasaan khawatir.

"Ahh.. Maaf.. Ini demi Yura-chan. Kau jangan berpikir yang tidak-tidak Victor. Aku 'kan sudah janji tidak akan menyentuh handphone lagi. Hanya untuk kali ini saja. Aku— khawatir pada anak itu. Aku kan orang tuanya."

Yuuri benar. Yurio dalah putranya Yuuri, Putranya juga, putra mereka berdua. Jadi tidak ada salahnya 'kan jika Victor meminjamkan hadphoenya? Ya. Setidaknya hanya untuk kali ini saja.

"Baiklah." Balas Victor mantap dan iapun mulai mengetik beberapa patah kata di layar handphonenya.

Ddrrt.. Ddrrtt.. Ddrr—

Yurio mulai membuka handphonenya kembali. Kali ini dia sedang ada di sebuah kafe. Mungkin karena ia lapar karena belum makan sedari ia pulang Sekolah tadi. Salahkan dirinya yang tidak langsung pulang kerumah dan malah berdiam di taman sampai larut datang.

Yurio menaikkan sebelah alisnya ketika sang Ayah mengirimnya sebuah e-mail. Tidak biasanya.

Nit.

...

From: Baka-Victor.

Yurio. Mama ingin bicara denganmu. Tolong diangkat ya.

...

Bagaikan menang lotre. Yurio mulai berbinar senang dan langsung membalas e-mail tersebut dengan segera.

...

To: Baka-Victor.

Awas saja jika Papa menipuku. Sekarang telpone aku lagi!

...

Tak lama kemudian.

Ddrrtt ddrrtt dddrrt.

"H-Halo?" Sapa Yurio gugup.

"Yurio sayang.." Panggil suara di seberang seluler tersebut.

Deg!

Wajah Yurio mulai memerah padam dengan mata terbelalak sepenuhnya.

"Pulanglah Nak. Mama menunggumu. Tolong, jangan buat Mama khawatir seperti ini, Nak. Rasanya sakit. Mama sangat khawatir. Nah.. Kalau Yurio sampai ke rumah kurang dari 15 menit Mama akan peluk Yurio dan janji menemani Yurio tidur malam ini."

"..." Belum ada jawaban. Membuat Yuuri melihat ke arah handphonenya juga ke arah sang suami yang hanya bisa menutup lubang telinganya dengan mata terpejam.

Yuuri hanya bisa menggigit bibir bagian bawahnya dan mulai mendudukan diri disebelah sang suami yang mulai terlonjak kaget. Ia kembali bicara dengan wajah memamerkan senyumannya.

"Jika lebih.. Mama akan kembali tidur dengan Papa— Nit nit nit.

"Ehh? Tanya Yuuri kebingungan.

Sementara itu.

"Silakan pesanan— eh.. Rasanya tadi ada yang duduk di meja no 06? Gumam seorang pelayan Kafe bingung seraya clingukan kesana-kemari.


Yurio berlari secepat kilat.

"Hhyyyyyaaaaaaa!"

Ia mulai berbelok dengan sangat tajam.

Ckit!

Menyebrang jalan seenaknya.

"Oii!"

Hampir menabrak orang yang sedang pacaran.

"Dasar tidak sopan."

Bahkan mendahului sebuah motor yang tengah melaju.

"?"

BRAK!

Tepatnya. Yurio sampai ke rumah 13 menit 23 detik kemudian.

"MAMA!" Teriak Yurio didepan pintu masuk.

Didepan sana. Dirinya hanya bisa menatap penuh amarah karena melihat sang Papa asik menempel pada Mamanya.

Namun bukan itu yang membuat Yurio marah. Melainkan sang Papa yang asik menangis didada sang Mama seraya meremas-remas pantat sexy Mamanya.

Yurio makin emosi dibuatnya. Ia siap menerjang.

"PAPA SIALAN! BERHENTI BERBUAT MESUM PADA, MAMA!"

Victor yang kaget hanya bisa membelalakkan kedua matanya yang sembab dan kejadian selanjutnya.

Pak! Buk!

"Terima ini!"

"Yurio! Sakit!"

Tidak perlu di ceritakan.

.

.

Satu jam kemudian. Victor kembali menangis ketika ia melepas tangan sang Istri yang mulai berlalu ke kamar sebelah. Alias ke kamar Yurio.

Ingat. Janji adalah janji.

"Yuuri~ jangan pergi!"

Slam!

Dan pintu pun tertutup dengan sendirinya.

Sementara itu di kamar Yurio. Remaja 12 tahun ini mulai mengantuk ketika melihat rumus-rumus di atas bukunya. Semuanya membuatnya pusing. Salahkan dirinya yang belum tidur padahal waktu sudah menunjukan pukul 11 malam.

Yuuri langsung memeluk tubuh Yurio dari belakang.

"Sini Yurio."

Yurio terbelalak kaget. Seketika matanya langsung segar kembali ketika mendengar suara sang Mama beserta tangan halus dinginnya yang mulai menyentuh pipinya dengan lembut.

"Wah.. Yurio berat ya." Gurau Yuuri ketika ia menggendong tubuh Yurio untuk yang kesekian kalinya. Yurio tidak menjawab ia hanya menyembunyikan wajahnya tepat dileher sang Mama. Wajahnya memerah dan tangannya mengait kuat pada bahu Yuuri.

"Itu karena Mama tidak pernah menggendongku!" Balas Yurio pelan dengan wajah makin memerah.

Yuuri mulai mengingat masa lalunya.

"Masa? Sepertinya sering. Kalau tidak salah dulu saat Yurio baru lahir. Lalu saat Yurio pertama bisa berjalan, saat Yurio berulang tahun yang ke tiga dan saat Yurio jadi rengking kelas 4 kali berturut-turut, terus.. Hari ini."

Yurio makin menyembunyikan wajahnya.

"Sampai bisa dihitung dengan jari ya." Balas Yurio sedih. Yuuri mulai tersenyum dan dengan perlahan mulai mendudukkan dirinya di ranjang. Yurio masih memeluk sang Mama. Seakan tidak ingin melepasnya.

"Maaf ya. Kalau tidak salah. Ini jadi kali pertama kita bisa bicara berdua lagi."

"Iya.. Sudah bertahun-tahun berlalu. Mama hanya sibuk dengan Papa."

"Hahaha.. Maaf maaf."

Hening kembali terjadi.

"Yu—

"Mama wangi ya. Aku baru menyadarinya. Mama sering pakai parfume apa?"

"Mama tidak diijinkan mepakai benda itu, Yura-chan. Papa bisa-bisa marah."

"Begitu ya... Ma—"

"Yurio-nya Mama sudah besar ya sekarang. Pasti sudah punya pacar."

Yurio merona. Ia mulai menggerutu dan langsung membuat Yuuri tertawa karena berhasil menggoda putranya.

"Siapa? Seorang gadis atau seorang lali-laki?"

"Tidak punya! Aku masih kecil, Ma." Balas Yurio makin malu.

"Hahaha.. Jangan bohong Yurio. Dulu saja Mama sudah pacaran saat berusia enam tahun."

WHAT? Yurio mulai membelalakkan matanya shock. Ia mulai melihat ke arah Mamanya tepatnya pada wajah Jepang milik Mamanya.

Yurio kembali merona ketika Yuuri mulai tersenyum ke arahnya.

"Sudah sangat larut Yura-chan. Ayo tidur. Besok kita lanjutkan perbincangan mengenai pacarmu."

"Tapi aku— tidak punya—

"Ssstt.. Sekarang. Mari tidur." Ajak Yuuri memotong ucapan Yurio.

Ia mulai membaringkan Yurio di ranjangnya.

Dan Yurio hanya bisa mengangguk pasrah ketika selimut mulai ditarik ke atas tubuh mereka.

"Pejamkan matamu, Yura-chan." Hening dan Yuuri pun mulai mematikan lampu disebelahnya.

"Ma.. Mama jangan pergi. Mama harus disini denganku. Berjanjilah."

Yuuri hanya bisa tersenyum. Ia mulai mengangguk seraya mengelus helai pirang putranya.

"Janji."

Yurio mulai tersenyum dan iapun mulai memejamkan matanya dengan segera.

Beberapa saat kemudian.

Yuuri masih tersenyum di tempatnya dengan kegiatan masih memengelus rambut pirang Yurio.

Dilihatnya wajah damai Yurio, sangat tenang. Namun, entah kenapa kini Yuuri kehilangan senyumannya.

Ia mulai berhenti bergerak namun dengan perlahan iapun mulai bangun dan dengan perlahan mulai mencium kening putranya.

Cup.

"Tidur yang nyenyak anakku."

Keesokan harinya. Tepatnya pukul 08.16

"Mama?" Tanya Yurio clingukan namun yang ia dapat adalah handphonenya yang berkedip-kedip.

...

From: Otabek

Yurio? Kau sibuk? Kalau tidak ayo kita lari pagi. Aku tunggu kau di taman jam 08:40

...

Hening dan Yurio pun mulai membelalakkan matanya kaget.

"Gawat! Aku belum siap-siap!"

Dan kejadian selanjutnya, Yurio pun berlari kekamar mandi dengan pintu yang ditutup sekeras mungkin. Sampai membuat Yuuri yang sedang ada didapur mulai menoleh karena kaget dengan suara debuman yang barusan ia dengar.

Tak lama kemudian.

"Aku jalan dulu!" Teriak Yurio buru-buru.

"Hati-hati dijalan ya.. Ehh.. Tunggu! Sarapan dulu, Yura-chan." Balas Yuuri agak kaget karena keburu-buruan putranya tersebut.

"Selembar roti saja. Aku berangkat!"

Slam!

Pintu kembali ditutup dan Yuuri pun mulai menghala napasnya pasrah.

"Dasar remaja."

"Yuuri~" Panggil Victor lesu membuat Yuuri tersenyum dan kembali menggelengkan kepalanya.

Sementara itu.

Bruk!

Yurio pun bertabrakan dengan seorang pria tinggi hingga ia nyaris terjatuh namun beruntung pria yang ia tabrak langsung menarik tangannya hingga Yurio kembali berdiri seperti semula.

"Tck! Tidak lihat apa aku buru-buru!?" Tanya Yurio galak namun sesaat kemudian iapun mulai terbelalak kaget seraya meminta maaf pada pria didepannya.

"Ma-maafkan aku. Anda pasti teman Papaku kan? Aku.. Lupa hehe.."

"Hahaha.. Jadi ini Yurio ya. Yang sering dibicarakan Victor pada teman-temannya. Wah.. Kamu sudah besar ya. Makin cantik saja. Ngomong-ngomong bagaimana kau bisa tahu kalau aku teman Papamu."

Yurio mulai menggembungkan pipinya kesal namun malah membuat pria didepannya kembali tertawa karena berhasil menggoda remaja tersebut.

"Hahaha.. Maaf maaf."

"Aku sering melihat anda di televisi bersama Papaku. Makanya aku tahu. Oh iya. Papaku itu memang sedang ada dirumah. Mau ku antar? Tapi aku sedang buru-buru." Ucap Yurio sinis sampai membuat pria didepannya kaget seraya menggelengkan kepalanya.

"Oh.. Tidak usah kalau begitu. Aku masih ingat dengan jalan disini. Aku serius."

"Syukurlah. Kalau begitu aku pamit pergi sekarang ya."

"Si-silakan." Balasnya pelan.

Yurio kembali berlari membuat pria yang baru ia tinggalkan mulai menggelengkan kepalanya dan kembali berjalan seraya melihat kertas di tangan kanananya.

"Ku harap aku tidak tersesat lagi seperti kemarin." Gumamnya dengan suara teramat lesu.

.

.

.

"Ahh.. Victor." Suara desahan yang begitu menggoda, mulai terdengar dan memenuhi seluruh ruang dapur.

"Aku harus menghukummu, Yuuri. Karena sudah berani meninggalkanku semalaman. Kau tahu betapa aku tersiksa karena berpisah denganmu."

Yuuri tidak menjawab. Tangannya masih asik memegang pisau untuk memotong padahal pakaian bagian bawahnya sudah berserakan dilantai. Ia sudah setengah telanjang.

"Tunggu aku sampai selesai memas— ahh.. Sak, Victor." Desahan kembali lolos ketika tangan Victor dengan nakal kembali memainkan bendanya yang sudah menegang. Ia sedikit kesal karena diganggu saat memasak. Namun, karena ini adalah kegiatan yang paling ia suka maka, Yuuri pun hanya bisa pasrah.

Victor membalik tubuh Yuuri dengan paksa dan mulai mendudukkannya di atas meja membuat bahan sayur yang baru Yuuri potong setengahnya mulai berserakan bahkan berjatuhan dilantai.

Mereka mulai berciuman. Mengadu lidah bahkan saling menandai satu sama lain.

Sementara itu, si pria tinggi dengan bulu mata panjang dan lentik tersebut sudah sampai di depan pintu rumah keluarga Nikiforov.

Ia nampak meempertimbangkan sesuatu.

"Aku yakin yang ini rumahnya." Gumannya seraya melihat sebuah foto dengan gambar Victor yang sedang berselfie di depan pintu rumahnya sendiri.

"Baiklah."

Tok tok tok.

Hening.

Tok tok—

"Eh.. Tidak dikunci. Kalau begitu aku masuk saja."

Krieet.

"Permisi.. Victor kau ada di da—

BRUK!

Si pria tidak melanjutkan kata-katanya. Ia sangat shock bahkan sampai terjungkal kebelakang namun dengan tangan yang tak hentinya terus menunjuk ke arah Victor.

Wajahnya pun berubah jadi sangat merah.

"Ke— ke-ke-ke-ke.."

Victor yang sadar akan adanya tamu tak diundang datang kerumah mereka mulai berbalik dan alangkah kagetnya Victor karena ketahuan tengah bermain sex didepan temannya sendiri.

"Christophe?" Tanya Victor malu. Sedangkan pria yang barusan Victor panggil Christophe tersebut masih menunjukan jari telunjuknya ke arah Victor, atau lebih tepatnya ke arah Yuuri yang mulai tersenyum nakal ke arahnya padahal ia sedang sibuk bercinta dengan suaminya, Victor Nikiforov.

"HWWAAA! KE-KENAPA PRIA EROTIS ITU BISA ADA BERSAMAMU, VICTOR?" Teriak Chis membahana di minggu pagi yang cerah ini sampai membuat Yuuri kehilangan senyumannya kembali. . . .

TBC.


Entah kesambet apa ane sampai menulis fic ini -_- padahal rasa-rasanya ane punya utang.

Okay.. Tidak masalah.

Fic ini saya usahakan habis 2 atau 3 chapter. Jadi gak bakalan bikin utang lagi xD.

Okay. Semoga terhibur. Jangan lupa tinggalkan jejak ya.