Disclaimer: tak lain dan tak bukan miliknya Masashi Kishimoto sensei
Watashi wa Shirayuki Nao desu. Nao yonde kudasai. Dozo yoroshiku onegashimasu.
Yey, minna-san fic ini bercerita tentang perasaan Sasuke. Mm, soal timenya mungkin bakalan lompat-lompat gitu deh.
Selamat membaca~~~
Me and My Brother
"Aku tak membunuhmu karena kau terlalu lemah. Jadilah lebih kuat lagi dan kejar aku."
Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di benakku. Sejak hari itu, saat dia membantai seluruh klan. Membunuh ayah ibu, kakek nenek, dan semua anggota klan. Semua orang yang kucintai. Ya, keluargaku. Mulai hari itulah aku menjadi yatim piatu. Aku tak memiliki seorang pun lagi. Aku hidup sebatang kara. Orang-orang membicarakanku sebagai satu-satunya yang berhasil hidup. Mereka menatapku dengan pandangan kasihan. Tidak. Tidak. Aku tak butuh dikasihani. Aku akan hidup dengan kekuatanku sendiri. Aku hidup demi membunuh orang itu. Lihatlah aku akan jadi kuat. Lebih kuat darimu dan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Aku membencimu Itachi Uchiha.
.
..
...
Aku berlari menyusuri pertokoan menuju ke hotel dimana Naruto menginap. Orang itu sedang berada di sana. Lihatlah aku sudah lebih kuat. Aku bukan lagi anak kecil yang akan kalah darimu. Kali ini aku pasti akan membunuhmu.
Aku mengeluarkan chidori. Aku berlari ke arahnya. Menyerangnya. Tapi bahkan jurus terkuatku. Chidoriku. Ia hancurkan dengan sebelah tangan. Ia membisikkan kata-kata itu lagi padaku.
"Kau masih lemah. Jadilah lebih kuat lagi dan bunuh aku."
Ia berbalik dari hadapanku dan menghilang. Mengapa? Mengapa aku masih belum bisa mengalahkannya?
Kukira aku sudah kuat. Tapi di hadapannya aku hanya manusia lemah yang tak bisa melawannya. Aku masih lemah. Aku harus bertambah kuat.
Bagaimana? Bagaimana caranya?
Kini tubuhku melemah. Aku bahkan tak bisa menggerakkan tubuhku. Aku tak sadarkan diri.
Di bawah alam sadarku, aku bermimpi melihat kenangan-kenangan dulu. Saat ia masih ada di sisiku. Kakak. Kakakku.
Ia yang kusayangi. Ia yang kuhormati. Ia yang kujadikan teladan. Kakakku tersayang. Ia yang selalu bersikap lembut padaku. Mengajariku. Melindungiku. Menjagaku. Mencintaiku.
Tapi aku tak tahu, apa semua perasaannya padaku hanya sebuah ilusi belaka. Kini di hadapanku bertebar mayat ayah dan ibu. Dan ia berdiri di sana dalm kegelapan hanya disinari cahaya bulan purnama.
"Kak, apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini?" isakku.
Lalu matanya tiba-tiba berubah menjadi merah. Aku hanyut dalam mata itu. Di depanku kini terlihat seorang lelaki dengan mata merah sedang membantai klanku. Membunuh ayah ibuku. Ya lelaki itu adalah orang yang paling kusayang. Kakakku tersayang.
Aku keluar dari dunia itu. Tergagap aku berkata, "A...apa itu? Itu bohong kan kak?" tanyaku penuh harap.
Tapi ia hanya menatapku dengan pandangan dingin. Aku takut. Aku berusaha lari dari tempat itu. Sembari terjatu dan berurai air mata. TIDAK! Aku tak ingin mempercayainya.
Kini ia berdiri di hadapanku. Di atas sebuah tonggak.
"Mengapa?" kataku lirih. Hanya kata itu yang sanggup kukatakan.
"Aku hanya ingin mencoba kekuatannku saja," jawabnya dingin.
Aku terkejut mendengarnya. Kutatap matanya lagi, "Karena itu kakak membunuh ayah ibu dan seluruh klan? Untuk menguji kekuatan kakak?" tanyaku dengan suara tercekat. Dan air mata yang terus mengalir deras. "Mengapa kak?"
ia hanya diam tak menjawab. Tetap memandangku dengan dingin.
"Lalu mengapa kakak tak membunuhku juga?" teriakku histeris.
"Karena kamu tak pantas untuk kubunuh. Kamu terlalu lemah."
Lemah...lemah...
"Jadilah lebih kuat. Dan saat itu datanglah padaku untuk membalasku. Sebab kamu sama sepertiku. Kamu pasti bisa mendapatkan mata ini. Mangekyou Sharingan. Teknik rahasia keluarga Uchiha."
Dan ia pun menghilang. Meninggalkanku sendirian. Seorang diri dalam gelapnya malam yang hanya disinari cahaya bulan purnama. Aku takkan pernah melupakan malam ini.
.
..
...
"Ah," ucapku. Kepalaku sakit sekali. Aku berusaha membuka mataku. Tapi rasanya berat sekali. Seolah ada lem yang menahan mataku untuk membuka.
"Sasuke-kun," aku mendengar sebuah suara lembut seorang wanita yang memanggil namaku.
Kucoba lebih keras lagi untuk membuka mataku. Kulihat ada seorang gadis berambut pink sedang menatapku. Ia tersenyum lembut padaku.
"Ah, sasuke-kun. Akhirnya kamu sadar juga."
"Sa...ku...ra," ucapku parau. Rasanya mulutku kering sekali. Aku ingin minum. Haus sekali rasanya.
"Ini, minumlah," Sakura mengambil segelas air dan membantuku minum.
"Sasuke, akhirnya sadar juga. Kamu koma lama sekali tahu," ucap seorang laki-laki berambut orange.
"Naruto," ucapku. Ya, aku masih punya sahabat yang menyayangiku. Yang peduli padaku. Aku tersenyum dalam hati.
.
..
...
Tidak. Tidak mungkin aku kalah dari Naruto. Aku lebih kuat darinya. Tapi mengapa aku kalah melawannya. Apakah sekarang Naruto lebih kuat dari padaku.
Aku tak boleh kalah dari siapapun. Sebab aku harus membunuh Itachi. Aku harus menjadi lebih kuat.
Tiba-tiba aku mendengar sebuah suara. Dan sedetik kemudian, aku telah terikat pada pohon yang kupanjat.
Sial, makiku. Perbuatan siapa ini. Lalu tampak sesosok laki-laki berambut perak yang memakai masker.
"Kakashi-sensei," ucapku.
"Sasuke, hentikan semua ini. Dendam hanya akan membawa kehancuran. Kumohon lupakanlah dendammu."
"Apa yang sensei tahu tentang perasaanku? Tentang dendamku? Sensei tak tahu apa-apa! Sebab sensei tak tahu rasanya kehilangan orang-orang yang dicintai!" teriakku dengan penuh emosi.
Sekilas aku melihat sebuah emosi di mata Kakashi-sensei. "Aku tahu sasuke. Lebih dari yang kamu kira. Chidori ada untuk melindungi bukan untuk membunuh. Aku mengajarkan chidori padamu karena kamu mirip denganku. Sadarlah Sasuke. Kamu tak sendirian lagi. Ada orang yang mencintaimu di sini. Lupakanlah dendammu," ucapnya. Kemudian ia melepasku dan pergi.
Baru aku termenung sebentar memikirkan perkataan Kakashi-sensei. Datang lagi orang yang mengincarku. Kali ini aku berhasil menghindar. "Siapa kamu? Dan apa yang kamu inginkan?"
Muncullah empat orang. Satu perempuan sedangkan sisanya laki-laki. Seorang dari mereka berkata, "Kami utusan Orochimaru-sama. Orochimaru menginginkanmu. Ikulah dengan kami. Orochimaru-sama akan memberikanmu kekuatan untuk membalaskan dendammu pada Itachi. Selama kamu tinggal di desa ini, kamu takkan pernah bertambah kuat. Kamu akan selamanya lemah."
Aku diam saja mendengar perkataannya. Lalu ia berkata lagi, "Kami akan menunggumu sampai tengah malam di sana," ia menunjuk ke sebuah bukit yang terletak di luar gerbang Konoha. "Bila sampai saat itu, kamu tak datang. Maka kami akan pergi," ucapnya lagi dan kemudian mereka pergi.
.
..
...
Malam ini sama seperti malam itu. Ya ada bulan purnama. Aku menatap ke langit dengan hampa, sembari berjalan menuju gerbang Konoha. Aku memutuskan untuk pergi dari sini.
Aku melihat seorang gadis berdiri di tengah jalan. Ia menatapku dengan mata sendu, "Sasuke-kun, kumohon jangan pergi. Tinggallah disini. Ada aku disini. Aku mencintaimu Sasuke."
Aku hanya terdiam mendengar ucapannya. Lalu kedengar lagi suaranya, "Kalau kamu memang tak mau tetap tinggal di sini. Kumohon bawalah aku bersamamu," isaknya.
Aku bergerak cepat. Kemudian muncul di belakangnya. Kubisikkan kata-kata padanya, "Maaf, Sakura. Dan terima kasih." Lalu aku membuatnya pingsan dengan memukul lehernya. Kugendong dia dan kutidurkan di bangku dekat sana.
Kemudian aku berjalan pergi. Meninggalkan Konoha. Meninggalkan kampung halamanku dengan satu tujuan menjadi lebih kuat demi membunuh Uchiha Itachi.
.
..
...
"Sasuke, ayo pulang bersamaku. Ayo kembali ke Konoha."
Aku hanya diam mendengar anak laki-laki berambut orange itu.
"Sasuke jangan pergi, ia akan membunuhmu. Ia hanya menginginkan ragamu," bujuknya lagi.
"Aku tak peduli," kataku. "Asal ia memberiku kekuatan untuk membunuh Itachi. Aku akan melakukan apapun untuknya. Termasuk memberikan nyawaku," kataku.
Ia menatapku nanar. "Kumohon. Jangan pergi, Sasuke. Ayo kita pulang bersama-sama. Ada orang-orang yang menunggumu."
"Tidak," kataku. "Kamu tak mengerti, Naruto. Apa kamu tahu bagaiman rasanya kesepian? Hidup sebatang kara."
"Aku mengerti Sasuke. Aku juga sebatang kara."
"Tapi dari sejak awal kamu memang sebatang kara. Kamu tak tahu bagaimana rasanya kehilangan seluruh anggota keluarga sekaligus. Dan tiba-tiba jadi sebatang kara di dunia ini. Kamu takkan mengerti perasaanku." Aku telah melukai perasaan Naruto saat mengucapkannya. Aku melihat ia berusaha mengendalikan emosinya.
"Kalau begitu aku akan menyeretmu pulang," katanya. "Aku tak ingin kehilangan sahabat." Lalu mulailah pertarungan kami.
.
..
...
Aku menang. Ini berkat kekuatan yang diberikan oleh Orochimaru padaku. Kulihat Naruto terkapar di atas rerumputan. Terlihat darah mengalir dari tubuhnya. Tapi, aku takkan membunuhnya. Sebab aku tak ingin sama seperti orang itu. Aku berbeda. Aku takkan mendapatkan mangekyou sharingan dengan cara yang sama sepertinya. Dengan membunuh sahabat terbaikmu.
Meskipun dalam hati kecilku. Alasan aku tak membunuhnya adalah karena ia sahabatku, rekanku, dan rivalku. Aku tak bisa membunuhnya.
Hujan turun. Seolah-olah langit ikut bersedih karenaku. Berduka karena perpisahanku dengan sang sahabat.
"Selamat tinggal, teman," ucapku.
Lalu berjalan menjauh dengan tergopoh-gopoh. Aku harus mencapai tempat Orochimaru. Aku berjalan dengan susah payah. Dengan tubuhku yang penuh dengan luka. Di bawah guyuran hujan lebat yang seolah berkata bahwa ia ikut sedih dengan kepergianku.
Yap, satu chappie selesai juga. Gimana menurut kalian bagus gak?
Pliss r&r yah...
