Aku Benci Huruf S
Naruto © Masashi Kishimoto
Rated : T
Genre : Romance, Friendship, Family
Warning : AU, OOC, Ino-centric, abal, membosankan, ide pasaran, typos, EyD yang buruk dan tidak benar, alur kecepetan, dan lain-lain.
Summary : Menurut Ino, huruf S itu selalu membuatnya sial./ "Sasuke, San Francisco, Senju cafe, salad,strawberry milkshake, Shikamaru, Shiho, sejarah, sekolah, Sakura, Suna, sepak bola, Sora, Mr. S, surat, Sai, Sari, Sonohora cafe, sepatu. ARRGGHH! Mau berapa huruf S lagi yang membuatku sial?"/ "Baiklah, huruf S! Aku menyatakan perang denganmu."
.
.
.
Happy Reading, Minna
.
.
.
Gadis manis berambut pirang pucat itu berjalan santai sambil bersenandung. Ia pampangkan senyum termanis di wajah ayunya.
Ia pun mengambil telepon genggam dari sakunya dan membuka telepon itu.
FLIP
Ia tersenyum semakin lebar memandangi foto yang terpampang di layar telepon itu. Foto seorang pemuda berambut ebony yang sedang mencium pipi gadis berambut pirang yang pipinya sudah semerah tomat.
'Mungkin ... huruf S tidak seburuk itu. Aku saja yang terlalu berlebihan. Sampai sekarang pun Sai-kun masih bersikap sangat manis dan romantis padaku,' batinnya.
Sonohora cafe, tujuannya di sore musim panas yang sangat cerah ini. Tinggal beberapa puluh meter lagi, ia sampai di sana.
'Sebaiknya, aku berjalan lebih cepat. Sai-kun pasti sudah menunggu lama.' Ia pun mempercepat langkah kakinya supaya lebih cepat sampai di tempat tujuannya.
.
.
.
.
Gadis berambut pirang pucat berwajah manis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh kafe bercat krem itu. Aroma teh yang menguar dari dapur kafe itu membuat pikirannya semakin tenang.
Kepalanya berkali-kali berputar ke kiri dan ke kanan. Dan ... bingo! Ia menemukan pemuda berambut ebony itu duduk di meja paling ujung. Tapi...
Gadis manis itu pun berlari kecil menuju meja di ujung itu.
"Sari-chan ... you're sooooo beautiful. Kaulihat? Takdir pun sepertinya berpihak pada kita. Sai dan Sari. Dari nama saja, kentara sekali kalau kita sangat cocok."
"S-sai-kun? Sa-sari?" Gadis pirang itu tidak percaya dengan apa yang ia lihat dan ia dengar.
"Ah ... Ino-chan! Akhirnya kau datang ju-"
"Apa yang kaukatakan tadi?" potong gadis pirang itu.
"Aku hanya bilang kalau Sari-chan itu sangat cantik. Lalu, aku dan dia sanga—"
GREB
"KAUPIKIR AKU SIAPA, HUH? AKU PACARMU! BERANINYA KAU MENGATAKAN ITU PADA GADIS LAIN!" Gadis pirang itu menarik kerah baju pemuda berambut ebony itu.
"Ino-chan. Aku hanya mengatakan yang sesungguhnya."
"APA KATAMU?" teriak gadis pirang itu. Setelah itu, tangannya pun menjelajahi telinga pemuda bermata onyx itu dan menjewernya.
"Aduuh ... Ino-chan!"
Tak puas dengan satu tangan, gadis pirang itu pun menjewer kedua telinga pemuda itu. "AKU BENCI! AKU BENCI! AKU BENCI! AKU BENCI KAU, MAYAT HIDUP!"
"Aduuhh ... ampun Ino-chan," pinta pemuda itu.
"APA KURANGKU, HUH?" teriak gadis itu lagi. Ia tidak peduli dengan orang-orang yang memberi tatapan aneh kepada mereka.
"Aduuhh ... kau manja, kau suka mengatur, kau pemarah. Dan yang paling penting, kau jelek!" jawab pemuda itu jujur.
"APA KATAMU? SHIMURA SAI! KITA PUTUS!" teriak gadis pirang itu lagi. Tapi, ia belum melepaskan tangannya dari telinga pemuda itu. "KAU MENGESALKAN! KAU MENGESALKAAAN!"
Pemuda itu menggenggam tangan gadis berambut coklat yang berada di sampingnya. Ia pun memberi kode pada gadis itu.
Gadis berambut coklat itu menganggukkan kepalanya.
"AYO!" Pemuda berambut ebony dan gadis berambut coklat itu pun lari secepat kilat menuju pintu keluar kafe itu.
"SAIII! MAU KE MANA KAU?" Gadis pirang itu pun menyusul mereka.
"Ayo cepat Sari-chan! Kau tidak mau diamuk babi, kan?" ujar Sai –pemuda berambut ebony tadi– di sela larinya.
"Umm..." Sari pun mengangguk.
Beberapa detik kemudian, mereka sampai di luar kafe itu. Sai dan Sari tetap berlari. Ino –gadis berambut pirang– mengejar mereka di belakang.
Ketika Ino sampai di luar, ia pun berhenti berlari –merasa tidak sanggup mengejar Sai dan Sari karena mereka sudah jauh. "SAI! DEMI TUHAN, AKU MEMBENCIMU SELAMANYA!"
"ARRRGGHH!" Karena kesal, Ino pun menendang kerikil yang berada di depannya dengan kaki kanannya. Tapi...
SYUUUTT
Flat shoes yang ia gunakan ternyata tidak terlalu pas di kakinya. Dan hasilnya, flat shoes sebelah kanannya terbang.
PLUUKK
Sepatu itu mendarat mulus pada kepala seorang pemuda.
Pemuda itu pun memegang kepalanya yang lumayan sakit. "HEI! SIAPA YANG MELEMPAR SEPATU INI?" teriak pemuda itu dengan nada marah.
"Mampus aku!" umpat Ino. Setelah itu, ia pun melarikan diri dari tempatnya berdiri tanpa flat shoes sebelah kanannya.
.
"Awww!" Ino mengerang kesakitan karena beberapa kerikil menusuk telapak kakinya.
Berkali-kali ia mengacak rambut pirang pucat panjangnya. Tidak lupa memukul-mukul kepalanya. Merutuki dirinya yang benar-benar sial dan bodoh.
Huruf S memang membawa sial. Hari ini saja entah sudah berapa huruf S yang membuatnya menderita. Sai, Sari, Sonohora cafe, sepatu ... arrggghh! Mengingatnya saja sudah membuat hati kesal.
'Sial sekali hari ini! Kuso! Sabar Ino ... hanya beberapa langkah lagi kau sampai di rumah tercintamu!'
CKLEK
"Tadaima!" ujar Ino dengan nada ogah-ogahan.
"Ada apa dengan wajah seperti itu, un? Lalu, kenapa kau pulang begitu malam, un?" Pemuda berambut pirang yang mirip dengan Ino itu melipat kedua tangannya di depan dadanya.
"Bukan urusanmu, Tuan Un-un!" jawab Ino sinis.
"Hei! Kau itu benar-benar adik durhaka, ya?"
BRAAKK
Dengan sekuat tenaga, Ino pun membanting pintu kamarnya.
"Apaan sih?" gerutu Deidara -kakak Ino. Setelah itu, ia pun beranjak dari tempatnya berdiri menuju kamarnya.
.
.
.
.
.
Ino membenamkan kepalanya ke boneka tedy bear coklatnya. Empuk dan lembut. Tapi sayang, Ino tak dapat merasakan kenyamanan dari boneka imut itu.
"Sai brengsek!" umpatnya. Ia pun meninju kasur tak berdosa yang kini ia tiduri.
Tak terasa, cairan bening keluar dari mata aquamarine gadis manis itu. Satu tetes ... dua tetes ... dan kini, boneka coklatnya itu sudah banjir dengan air mata.
'Padahal aku sangat mencintaimu, Sai. Kenapa kau setega itu padaku?'
Ia hiraukan air mata yang sudah banjir itu. Tak ia sentuh sama sekali. Biarlah seperti ini dulu, pikirnya.
Ia pun membalikkan badannya dan menatap kosong langit-langit kamarnya.
Huruf S. Entah benar atau tidak, huruf S itu selalu membuatnya sial. Ia sangat ingin menghindari sesuatu yang berbau S itu. Tapi entah kenapa, huruf S selalu menghampirinya.
"Sasuke, San Francisco, Senju cafe, salad, strawberry milkshake, Shikamaru, Shiho, sejarah, sekolah, Sakura, Suna, sepak bola, Sora, Mr. S, surat, Sai, Sari, Sonohora cafe, sepatu. ARRGGHH! Mau berapa huruf S lagi yang membuatku sial?" Ino mengacak rambutnya dengan kasar.
.
.
FLASHBACK
Tiga tahun yang lalu...
'Apa ini benar Senju cafe?' Gadis pirang itu pun mendongakkan kepalanya melihat plang kafe yang di depannya. 'Ah! Benar!'
Gadis berambut pirang pucat itu dengan bersemangat membuka pintu kaca kafe itu.
'Ah! Dia sudah sampai!' Ia berlari kecil menuju tempat duduk seorang pemuda berambut raven.
"Sasuke-kun! Maaf, apa kau menunggu lama?" tanya gadis itu dengan nada bicaranya yang biasa —riang dan cempreng. Ia pun duduk di tempat duduk tepat di depan pemuda tampan itu.
"Hn. Tidak." Hanya dua kata itu yang meluncur dari mulut pemuda berambut raven itu.
"Kau sudah memesan makanan?"
"Belum. Kau mau memesan apa?" tanya pemuda itu dengan nada khasnya –datar dan dingin. "Pelayan!"
Beberapa detik kemudian, seorang pelayan perempuan datang menghampiri meja Ino dan Sasuke –pemuda raven tadi. "Mau pesan apa?
"Aku sushi dan jus tomat. Bagaimana dengan kau, Ino?"
Ino membolak-balik buku menu itu. "Aku pesan salad dan strawberry milkshake saja."
"Baiklah. Pesanan kalian satu piring sushi, satu piring salad, satu gelas jus tomat dan satu gelas strawberry milkshake." Pelayan itu mengulangi pesanan Ino dan Sasuke.
"Yup!" jawab Ino mantap.
"Pesanan kalian akan kami antar beberapa menit lagi. Permisi." Pelayan itu pun pergi dari meja Ino dan Sasuke.
"Kau masih suka berdiet?" tanya Sasuke tanpa melihat ke arah Ino.
"Hehehehe ... maklumlah, Sasuke-kun. Aku ini sangat rentan gemuk. Sedikit saja aku makan lebih banyak, badanku langsung melebar. Memangnya kenapa? Mengapa kau bertanya seperti itu? Kau mengkhawatirkanku?" ujar Ino panjang lebar dengan nada menggoda.
"Heh! Percaya diri sekali kau?" ucap Sasuke sembari memalingkan wajahnya yang sudah merona.
"Kyaaa~ Boku no koibito wa kawaii desu~"
"Aku bukan pacarmu lagi." Sasuke tetap tidak menatap Ino.
"A-apa Sasuke-kun? A-aku tidak mendengarnya tadi," ujar Ino dengan tergagap.
"Aku bukan pacarmu lagi. Aku ingin kita putus."
"Ka-kau pasti bercanda kan, Sasuke-kun?" Ino masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Sasuke.
"Aku serius. Sekarang, aku ingin putus denganmu."
"Ta-tapi ... kenapa?"
"Maaf sudah menunggu lama. Ini pesanan kalian." Pelayan itu pun menurunkan satu per satu makanan yang tadi Sasuke dan Ino pesan. Setelah itu, pelayan pergi dari tempat Sasuke dan Ino.
"Makanlah makananmu dahulu!" perintah Sasuke.
"Kenapa, Sasuke-kun?" Air mata kini sudah mengumpul di pelupuk mata Ino.
"Kubilang, makan dulu makananmu! Nanti aku jelaskan."
"Kumohon, Sasuke-kun...," pinta Ino.
"Baiklah. Aku pindah ke San Francisco. Aku melanjutkan sekolah di sana."
"Bukankah kita masih bisa pacaran jarak jau—"
"Sudahlah Ino. Kita putus. Sekarang, makanlah makananmu!" perintah Sasuke.
Dengan berat hati, Ino memakan makanannya. 'Sasuke ... Senju cafe ... salad ... strawberry milkshake.'
FLASHBACK OFF
.
.
Cinta pertamanya ketika kelas satu sekolah menengah pertama begitu menyakitkan, pikirnya.
Ino pun kembali mengingat peristiwa beberapa tahun yang lalu. Masih berhubungan dengan kesialan huruf S.
.
.
FLASHBACK
Dua tahun yang lalu...
"Hei Ino! Kautahu? Ada guru baru, lho! Dia itu tampan~"
"Aku tidak peduli," jawab gadis pirang yang sudah menduduki bangku kelas dua sekolah menengah pertama itu.
"Ayolah Ino~ Lupakan saja si Pantat Ayam itu! Cobalah menyukai guru ini. Kau pasti akan tergila-gila padanya." Gadis berambut merah itu sepertinya pantang menyerah.
"Tayuya aku—"
"Selamat siang, semua. Silahkan duduk di tempat kalian masing-masing."
Beberapa murid sedikit tercengang melihat orang yang baru saja memasuki kelas mereka. Baru pertama kali mereka melihatnya. Tapi, hanya satu orang yang sangat tercengang. Seorang gadis berambut pirang pucat panjang yang kini ia gerai. Entah karena apa ... ia begitu tercengang melihat guru yang baru masuk itu.
Inikah cinta pada pandangan pertama, pikirnya.
"Nama saya Nara Shikamaru. Saya guru sejarah baru kalian. Sekarang, keluarkan buku kalian dan kerjakan latihan halaman tujuh puluh tujuh. Jangan ribut. Saya tinggal dulu!"
BRAAKK
Pintu kelas itu pun tertutup, dengan guru sejarah baru tadi sudah menghilang.
"Nah Ino-chan~ Bukankah ia tampan?"
Ino yang masih tercengang, akhirnya sadar dengan pertanyaan Tayuya. "Nara Shikamaru! Bersiaplah! Aku akan mendapatkanmu!"
.
.
.
.
Beberapa bulan kemudian, Ino mendekati Shikamaru yang notabene adalah guru sejarahnya. Ino sudah mengetahui beberapa hal yang disukai Shikamaru.
"Shikamaru-kun..." Gadis pirang itu berkali-kali memanggil nama itu. Rambut pirang panjangnya kini berkibar tertiup angin.
Pemuda yang dipanggil itu masih menutup matanya. "Sudah kubilang, panggil aku Shikamaru-sensei!"
"Tidak mau!" ucap Ino. Ino mendekati guru sejarahnya yang sedang berbaring di lantai atap dan memejamkan matanya. Ino pun mendekatkan wajahnya dengan wajah Shikamaru.
Sepuluh sentimeter...
Lima sentimeter...
Tiga sentimeter...
"Tak baik seorang siswi kelas dua sekolah menengah pertama melakukan hal seperti ini dengan gurunya."
Ino langsung memberi jarak antara dia dan Shikamaru. Mukanya langsung memerah karena malu.
"Jangan terlalu banyak membaca komik!"
"Gomen, Se-sensei. A-aku tidak bermaksud."
Shikamaru pun bangun dari tidurnya dan duduk tepat di hadapan Ino yang menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia bisa melihat wajah Ino yang benar-benar memerah.
Shikamaru mengelus pipi putih Ino yang kini memerah itu. "Kau manis kalau sedang malu."
CUP
Sebuah kecupan ringan mendarat di kening Ino. Setelah Shikamaru mengecup kening Ino, ia pun berdiri dan mengacak rambut di pucuk kepala Ino.
"Hadiah untukmu." Setelah itu ia pergi dari atap itu.
"Ma-manis? Ha-hadiah?" Ino memegangi keningnya yang baru saja dikecup Shikamaru. "KYAAAAAAAAAAAAAAAAA!"
.
.
.
.
Ino membolak-balik buku yang sekarang ia pegang. Dengan serius, ia membaca satu persatu kata-kata yang ada di dalam buku itu.
'Kau pasti bisa menghafal semuanya, Ino! Buatlah Shikamaru-kun terkesan karena bisa menjawab semua pertanyaan darinya.' Kalimat itu berkali-kali ia teriakkan dalam dirinya.
"Ahayou, minna! Sekarang, duduklah di tempat kalian masing-masing!"
'Eh? Kenapa suara Shikamaru-kun jadi—' Ino terbelalak ketika melihat siapa yang ada di depan kelas.
"Halo. Saya Shizune. Saya guru sejarah baru kalian." Wanita cantik bersurai coklat itu pun membungkukkan badannya sembilan puluh derjat.
"Sumimasen, Sensei. Shikamaru-ku— Ah! Maksudnya, Shikamaru-sensei, ke mana Sensei? Kenapa digantikan?" Ino meremas buku yang tadi ia baca.
Shizune tersenyum lembut. "Jadi, kalian tidak tahu? Nara-san kembali ke rumah orang tuanya di Shibuya karena dia akan menikah."
DEG
Jantung Ino terasa hendak lepas dari tempatnya mendengar ucapan Shizune. "De-dengan siapa, Sensei?" Ino tetap menguatkan dirinya untuk mengucapkan tiga kata itu.
"Dengan Shiho-san, pembina UKS kalian."
"Shi-shiho-sensei?"
Shizune mengangguk dan kembali tersenyum lembut. "Baiklah, sekarang, bukalah buku kalian halaman seratus lima puluh satu."
Hati Ino rasanya remuk bak truk melindas kaca tipis. Lidahnya kelu tak bisa berucap apa-apa. 'Shikamaru ... Shiho ... sejarah ... sekolah ... Shizune-sensei.'
.
.
FLASHBACK OFF
.
.
Ino menghela napas berat. Matanya masih menatap kosong langit-langit kamarnya. Selalu saja kisah cintanya berakhir mengenaskan, pikirnya.
Bukan hanya kisah cintanya, kisah persahabatannya pun juga mengenaskan.
.
.
FLASHBACK
Satu tahun yang lalu...
"Hei Jidat! Nanti, ulangan matematika, beri aku sontekan, ya ya ya ya?" Gadis pirang yang baru menduduki bangku kelas tiga sekolah menengah pertama itu menutup lokernya. Ia pun tersenyum manis pada sahabat masa kecilnya.
"Kalau begini jadinya, lebih baik aku tidak sekelas denganmu, Pig! Sama seperti kelas satu dan dua. Bagaimana bisa kau pintar kalau kau hanya mengandalkanku?"
"Ayolah Jidat~ Tadi malam perutku sakit karena makan hotdog buatan Dei-nii. Sumpah, Jidat. Hotdog Dei-nii itu pedas sekali. Aku saja minum satu galon tadi malam." Ino memegang perutnya untuk menunjukkan pada Sakura bagaimana ekspresinya ketika ia sakit perut.
Sakura tertawa pelan melihat ekspresi Ino yang dibuat-buat itu. "Bilang saja itu hanya alasanmu!" Sakura menutup pintu lokernya dan menatap Ino.
"Hehe ... ayo kita ke kelas, Jidatku tersayang." Ino pun menggandeng tangan Sakura.
Sakura tersenyum manis ke arah Ino. "Iya, Pig-ku tersayang."
.
.
.
.
Ino menendang-nendang kerikil yang ada di depannya. Ternyata, tidak ada Sakura sehari saja membuatnya kesepian. Ia pun mengambil tempat duduk di bawah sebuah pohon sakura yang cukup teduh. Ia menatap kosong ke depan. Tidak ada yang menarik, menurutnya. Hanya ada beberapa siswa yang sedang bermain sepak bola di lapangan luas itu.
"Pig." Ino menoleh ke belakang dan mendapati sahabat terbaiknya yang sedang menunduk.
"Ji-jidat? Kau terlambat? Kenapa jam segini baru sampai di sekolah? Kupikir kau memang tidak hadir hari ini." Pertanyaan beruntun ditanyakan Ino kepada Sakura.
"Tidak. Aku tidak terlambat, Pig."
"Lalu? Aaaa ... aku tahu! Kau pasti mencoba-coba untuk bolos, ya? Apalagi tadi belajar dengan Oro-sensei."
"Bukan, Ino!"
Ino sedikit tercekat. Ia tahu benar kalau Sakura sudah memanggilnya dengan sebutan Ino, pasti Sakura sedang serius. "La-lalu?"
Sakura menghela napasnya. "Ayah tiriku tinggal di Suna. Jadi, aku dan ibu harus pindah ke Suna."
"Su-suna? Bukankah itu sangat jauh? Kenapa kau harus pindah? Kau masih punya aku di sini. Kau bisa tinggal denganku dan Dei-nii." Ino kini berdiri dan menatap mata Sakura dengan tajam.
"Tidak bisa, Ino. Aku harus ikut orang tuaku," ujar Sakura dengan nada yang sama seperti tadi –lirih.
"Sakura ... temani aku di sini saja. Kautahu, kan? Aku sekarang sedang patah hati. Sasuke meninggalkanku, begitu juga dengan Shikamaru. Aku akan bercerita pada siapa lagi?" Kini Ino mengguncang-guncang bahu Sakura.
"Kita masih bisa saling bertukar e-mail atau teleponan." Sakura tersenyum lembut. "Sayonara, Pig-chan. Jaga dirimu di sini, ya?" Setelah mengucapkan kata-kata itu, Sakura memeluk Ino dengan erat.
"Sakura...," gumam Ino lirih. Kini Ino tak bisa menahan tangisannya.
Sakura melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Ino. "Sudahlah ... satu tahun sekali aku akan ke sini untuk mengunjungimu."
"Tapi Sakura—"
"Sudahlah ... jangan menangis lagi, Pig-chan." Sakura kembali menghela napasnya. "Sayonara, Pig-ku tersayang." Setelah mengucapkan kata-kata itu, Sakura pun melangkah menjauhi Ino yang masih berdiri mematung di bawah pohon sakura itu.
"Aku akan selalu merindukanmu, Jidatku tersaya—"
PLAAKK
Ino jatuh tertelungkup karena sebuah bola tepat mengenai bagian belakang kepalanya dengan sangat kuat. Tangisan Ino makin menjadi-jadi karena bola itu.
Seorang siswa berlari mendekati tempat Ino yang tertelungkup dan mengambil bola yang tidak jauh dari Ino.
"Ahaha! Sakitkah, Yamanaka? Kena bola seperti itu?" Pemuda itu pun berlari menuju ke tengah lapangan untuk melanjutkan permainan sepak bolanya.
"Sora brengsek! Jangan mentang-mentang aku menolakmu, kau jadi dendam seperti ini kepadaku!"
FLASHBACK OFF
.
.
.
"Hatiku sekarang sudah mantap. Aku akan membenci huruf S! Huruf S itu hanya memberikan kesialan untukku. Baiklah, huruf S! Aku menyatakan perang denganmu." Ino tersenyum penuh kemenangan. Setelah itu, ia pun memejamkan matanya yang sudah lelah karena menangis.
"Ohayou, un!"
"Ohayou," jawab Ino dengan nada lesu, "ayah dan ibu mana?" sambungnya.
"Ayah dan ibu berangkat pagi sekali, un. Dan ... sepertinya ayah dan ibu ke luar negri untuk beberapa bulan, un."
Ino mengambil tempat duduk di depan Deidara. "Hah? Bulan? Tadi malam ayah dan ibu juga pulang sangat larut, ya?"
Deidara hanya mengangguk. "Ah ya! Ada surat untukmu, un! Sepertinya dia mengirimnya malam tadi, un." Deidara memberikan surat beramplop biru itu kepada Ino.
"Ck! Pasti dia lagi!" Ino mengambil surat yang ada di tangan Deidara, lalu membukanya.
Konbanwa, My Dearest Ino.
Malam ini, bintang begitu terang dan bulan juga sedang purnama. Karena suasana ini, aku jadi ingin menyentuhmu malam ini. Berbagi kehangatan denganmu.
With love,
Mr. S
Ino merobek surat itu menjadi begian kecil-kecil. Ia muak dengan surat teror yang selalu ia dapat semenjak enam bulan terakhir.
"Apa lagi katanya, un?"
"Aku tidak mau menggubrisnya." Ino menggigit roti tawar yang ada di tangannya sekeras yang ia bisa.
Melihat keadaan adik satu-satunya seperti itu, Deidara juga merasa tidak tega. "Senyum sedikit dong, un. Kau jelek kalau seperti itu, un. Apalagi sekarang hari pertamamu masuk SMA, kan un?" Deidara mengelus lembut kepala Ino.
"Dei-nii?"
Deidara hanya memberikan senyum tipis pada Ino.
Ino membalasnya dengan senyuman lebarnya yang sangat tulus. "Terima kasih, Dei-nii."
.
.
TSUZUKU
Holla~ Saya kembali dengan fic aneh lagi. Maaf kalo fic-nya jelek banget. O ya! chapter ini full of flashback. Untuk masalah sesungguhnya mungkin di chapter depan.
Aku masih belum nentuin siapa yang bakal jadi mayor pair. Yang jelas, pairnya pake huruf S di awal namanya atau marganya. Yang bakalan deket sama Ino pun juga sama, pake huruf S di awal nama atau marganya.
Ide dari fic ini sendiri terinspirasi dari banyaknya tokoh di animanga Naruto yang berawalan huruf S. Apalagi, kebanyakan di canon Ino deket ama nama yang awalannya huruf S.
O ya! buat yang namanya di awalan oake huruf S, jangan tersinggung, ya? Aku ga maksud kok. #Lirik-lirikyangberinisialSF :D
Maaf kalau fic ini jelek dan sangat mengecewakan. Juga segala kekurangan dan kecacatan fic ini, mohon dimaafkan.
Dan terakhir, aku minta kritik dan sarannya supaya di chapter depan, aku bisa memperbaiki segala kekurangan fic ini.
Review yah? :3
