FALL

...

Main Cast :

Jeon Jungkook

Kim Taehyung

...

Other Cast :

Member Bangtan, etc

...

Disclaimer :

©Bighit Entertaiment to BTS

©Redlip Jeon to Written Story

...

Petang, langit senja digulung mendung dengan awan yang muram. Pekatnya bagai tinta yang menyembur dari mulut gurita. Dibawah, kendaraan roda empat but-butan brutal ingin mencapai markas, sedang ratusan pasang kaki berlari kecil mencoba membelah daratan dengan gesit, namun tak semuanya bisa. Seluruhnya ingin menahan hujan untuk tak segera membajiri bumi; seolah air yang melesat dari awan mampu menghunus tubuh-tubuh mereka. Namun berbeda dengan sosok itu.

Pria yang duduk sembarangan di depan apartemen Taehyung. Bersandar dinding dengan segala pakaian seragam yang melekat pada pria itu basah—mendahului hujan. Rambutnya acak-acakkan. Beberapa helainya membentuk kawanan dan pelan-pelan kucuran air menetes dari sana. Bau knalpot dan amis ikan begitu menguar, mengaduk perut yang membaunya.

Taehyung terpekur di tempatnya berdiri. Membatin apa yang telah dialami pria gila ini. Tak ada frasa yang ia bunyikan, hanya berdiri seperti orang bisu. Netranya masih menancap jelas di penampakan sosok yang dengan tenangnya mengelap kamera DSLR yang menggelantung di leher pria itu.

"Ini dingin ngomong-ngomong, kau tak berniat menyuguhkan secangkir kopi atau semacamnya gitu? tidak peka sekali"

-bibir pria itu bersuara sarkas, tanpa mengalihkan tatapan dari objeknya.

Tak tersinggung, Taehyung justru menarik dua sudut bibirnya, mengukir senyum lebar dan membawa langkah ke dalam. Menapaki lantai dapur. Taehyung dengan cekatan mengambil sebungkus bubuk ginseng, mamasukkannya ke dalam satu cangkir dan menekan tombol warm pada dispenser.

Selesai. Ia kembali ke depan dan meletakkan cangkir ginseng racikannya tepat disamping pria itu. Taehyung ikut berjongkok, mengamati dalam duduk nya. Betapa kacaunya pria dihadapannya tetap tak merusak bagaimana rahang keras dan pahatan sempurna beserta kulit putih sedikit kusam itu berada. Tetaplah menjadi pria tertampan yang Taehyung lihat.

"Kau darimana? diluar belum hujan tapi kau lebih dulu basah"

"Kau baik?" pria itu balik bertanya. Menengok sepintas tanpa niat menatap dan kembali mengusap kameranya sayang.

Bibir Taehyung merapat, nafasnya ditahan untuk tak berhembus kasar. Ia benci pria dihadapannya. Bejat, seperti iblis. Menempatkan posisinya sebagai yang paling ditakuti dengan tatapan tajam mencekamnya. Intonasi suara yang rendah dan mengintimidasi. Pria yang selalu menuntut, dan pantang dituntut.

"Aku baik, aku tidak flue, tidak batuk, tidak panas, aku sehat seperti yang kau lihat"

-terangnya separuh hati. Terus menatap, matanya tak melepas pandang dari sosok itu yang kini melucuti satu per satu kancing seragamnya, melepasnya beserta kaos dalamnya. Tersisa badan atletis yang mengkilap akibat basah. Tubuh Taehyung merinding melihatnya. Otot-otot bisep itu terbentuk terlalu sempurna, setiap lekuknya wajib dipuja.

Sadar. Taehyung melongos ke arah lain.

"Aku tidak percaya"

"huh?" Taehyung mendongak cepat. Turut beranjak saat pria itu bangkit dari duduknya.

Pakaian pria itu dilempar sembarang. Beralih memandang Taehyung dengan sorot tajam mematikan. Sekejap, segenap udara di apartemen terasa hampa. Nafas Taehyung tercekat kuat di ujung tenggorokannya. Geleyar panas menyengat dari ujung jarinya hingga ia merasa begitu lemas.

"Kau berbohong" tuduh pria itu lagi dengan suara terendah yang pernah didengarnya. Tanpa toleransi memberi celah sedikit agar Taehyung sanggup melakukan respirasi. Kepala Taehyung bergeleng reflek sebelum ia bunyikan dalam kata.

"Aku tidak"

Ia baik. Itu bukan sebuah elakan. Kenyataanya ia sehat.

Dalam jarak sedekat ini, Taehyung berbagi nafas yang baru dihembus. Intens tatapan pria itu mengulitinya, tapi hangat disatu sisi. Kilat kecewa tersirat disana. Taehyung mencoba membaca pikiran pria itu, meski ia tahu sosok dihadapannya sudah membentuk sandi sendiri yang tak ada orang lain mampu menguak isi kepala itu.

"Kenapa kau berbohong, hyung"

Dan Taehyung selalu berfikir bagaimana pria itu pandai bermain ekpresi. Dari tatapan tajam membekukan kini melembut berapayung kesedihan. Jika saja pria ini mau ikut casting , Taehyung yakin pria ini menjadi raja drama dari dulu.

Tatapan tajam lebur bersama gores luka, menjadi sendu menghimpit pernafasan. Telapak tangan yang lebar menangkup penuh wajah Taehyung tanpa sisa. Menarik wajahnya kedepan dan mempertemukan bibir keduanya.

"Empph..."

Saling membalut dan melumat dengan gerak lembut, seolah kasar sedikit bibir mereka akan berdarah. Taehyung menutup pelupuknya begitu rapat. Dan setetes air mata akhirnya lolos dari sana. Pedih menghantam, kesadarannya menampar.

Hanya pria ini, hanya dia yang tahu akan derita yang mengukungnya. Tentang penjara dunia yang semu menyiksanya, hanya dia yang tahu. Pria itu berhasil merampas seluruh dari dirinya, dengan magis yang selalu ia tanyakan bagaimana bisa.

"Kau habis menangis dan kau bilang padaku kau baik. Kau ingin keluar dari lingkaran ku?"

Lingkaran semu yang tak pernah diketahui Taehyung mana batasannya. Taehyung hanya perlu mencurahkan isi hatinya, dan jangan katakan 'baik' sekalipun pada pria itu.

"Karna kau sedang tidak oke, Jungkook. Aku tidak ingin membebani mu." Jemari Taehyung membelai lengan atas Jungkook pelan, mengagumi dalam hati sembari tersenyum.

"Hanya seperti biasa, ayahku menuntutku untuk cepat pulang. Kekasih ku sudah menunggu di rumah" jawabnya dengan senyum getir. Maniknya kembali menatap sedih wajah pria dihadapannya yang seketika membuatnya geli. Geraham Jungkook bergerit, dengan bibirnya yang membentuk garis simetris. Pria ini paling tidak bisa menyembunyikan emosinya.

"Kenapa rahang ku jadi korban" kata Taehyung menggoda adik kelasnya itu. Meringis kecil lantaran tangan Jungkook sedikit menekan tulang wajahnya seperti hendak diremukkan.

"Maaf-maaf" Jungkook kelabakan, menggerakkan dua tangannya panik.

"Tak masalah. Jangan pikirkan" Taehyung cekikikan. Tangannya ia bawa ke arah surai rambut Jungkook menyisir rambut kelam itu kebelakang hingga dahi pria itu terpampang indah dihadapannya. Sementara itu, tangan Jungkook meraih tangan Taehyung, mencium punggung tangannya begitu lembut dan sangat dalam. Hidungnya mengendus aroma kulit itu, wangi yang selalu dirindukan.

Senyuman Taehyung terlukis di wajahnya. Rasanya seperti terbang ketika Jungkook memperlakukannya seperti Ratu, seolah ia sosok yang patut di puja sampai mati. Pria ini memang brengsek dengan sejuta sifat arogansinya yang tak dapat ditolerir. Tetapi, hanya Jungkook pulalah Taehyung dapat memulangkan kesedihannya dan membangun kebahagiannya yang sempat tak bisa digapainya.

"Aku pecundang yang tak bisa melakukan apapun untuk mu" kata Jungkook penuh sesal, menyalahkan diri sendiri adalah hobi. Taehyung mendengus sengit.

"Kau menyinggungku bodoh, jangan katakan lagi." ujarnya mendorong pelan bahu Jungkook untuk sedikit lebih jauh.

"Kau akan segera pergi?" nada kecewa Taehyung terdengar, melihat lelaki yang lebih muda darinya itu mengeluarkan kaos polos dari dalam tas dan lekas dikenakan. Lalu memanggulkan tasnya kembali di atas punggung sebelum mengambil sebuah kotak warna hitam dengan gambar emas batangan ditutupnya.

"Ini untukmu, tadi jatuh di kolam renang toko, tapi tenang saja...aku sudah memeriksa coklatnya dan isinya masih baik." Jungkook mengulurkan kotak coklat itu pada Taehyung yang terperangah tak percaya. Memandang bergantian wajah Jungkook dan kotak yang kini ada di pegangan tangannya. Bibirnya terbuka hendak menyemburkan semua kalimat yang membuncah dari lubuk hatinya. Namun hanya secuil kalimat ketidak percayaannya yang akhirnya terucap.

"Jadi...demi aku kau rela basah?"

kekehan lirih Jungkook terdengar lembut. Pria tampan itu mengangkat kameranya sedikit, dan menekan shutter tepat menghadap rupa Taehyung yang tampak lucu.

klik...satu gambar cantik ia dapatkan. Taehyung mengerjap beberapa kali.

"Lebih tepatnya demi coklat itu. Karena aku membelinya susah payah, harus berebut dengan gadis muda seusiaku dan berakhir sedikit menyentuhnya, dia baru menyerahkan coklat itu. Jadi...jangan terlalu percaya diri."

Sengatan listrik menyengat perih di ulu hati Taehyung. Ia menatap kotak itu lama. Hamparan kosong yang tampak dipandangannya. Benar kata Jungkook, jangan pernah ia merasa naik ke atas awan bila di awan orang lain sudah ada yang menempatinya.

"Baiklah aku pulang, hyung. Selamat malam"

Tersadar, Taehyung terlonjak kaget mendengar kalimat pamit dari Jungkook. Pendengarannya ia pasang tajam, membenarkan telinganya bahwa diluar 'tangisan awan' telah membanjiri daratan.

"Sekarang hujan, kau tidak ingin singgah sebentar di apartemen ku?"

Meskipun ia tahu, Jungkook tak akan sekalipun mengatakan 'ya' untuk tawarannya seperti ini. Matanya masih mengikuti punggung lebar Jungkook yang menjauh seolah tak peduli.

Kemudian ia mendengar kalimat Jungkook yang terucap tanpa pria itu berputar menghadapnya. Kalimat yang setidaknya membuat Taehyung masih bisa menguburkan tubuhnya dengan sedikit lebih tenang.

"Asalkan hujan itu bukan dari matamu malam ini, maka aku tidak akan sakit. Kau harus janjikan itu padaku" seru Jungkook sebelum tubuhnya lenyap di persimpangan koridor. Terlalu fokus dengan perasaannya, Taehyung sampai tak mengetahui bagaimana kaki jenjang pria itu pincang dalam langkah.

...

***REDLIP JEON***

...

Jungkook memegang pipi kanannya yang kena pukul seorang pria paruh baya yang amat tinggi. Rasa anyir menyebar dalam ruang mulutnya. Ingin ia meludah, menumpahkan air merah rasa besi dari sana namun diurungkannya. Di depannya ayah-anak memandangnya dengan tatapan yang berbeda. Sang ayah emosinya sedang berapi-api sedang si anak menangis sesenggukan sambil menatapnya iba. Tubuh Jungkook sudah teramat lemah, malunya telah raib ketika orang-orang menyorotnya dengan pandang yang berbeda-beda.

"Hanya demi coklat ini, kau memohon pada anakku! Kau mengidap penyakit apa anak muda!" keras pria itu berucap. Geramannya terdengar, berbarengan dengan melayangnya sekotak coklat langka kesukaan Taehyung ke arah kolam toko. Jungkook terengah, perih bekas pukulan di dadanya masih sesak.

"Ambil sana! Dan ku harap kau segera hilang lenyap!"

"Argggh!"

Si ayah itu menendang lutut Jungkook untuk mengakhiri siksanya, lekas berlalu kemudian. Bisik-bisik sekitarnya terdengar. Kepala Jungkook menunduk, mengernyit nyeri pada lututnya begitu menusuk. Jungkook mengerahkan sisa kekuatannya untuk berdiri, tapi hanya erangan sakit yang berbuah. Akhirnya tanpa peduli ratusan mata memandang, Jungkook menarik tubuhnya menyapu alas, merangkak pilu dengan rahang mengeras menahan ringis. Sampai di tepi kolam ikan, ia menarik senyum. Sekotak coklat yang terbuang itu terlihat di pandangannya.

"Taehyung, aku berhasil mendapatkan coklat kesukaanmu. Semoga kau suka"

TBC

Kalau cuman dianggurin di komputer sayang banget, mending buang disini, benerkan? ya walaupun nggak bagus dan mungkin bakal jarang yang baca. Setidaknya aku nggak nyampah di komputer, wkkk

Happy Reading KookV lovers

By Emma