Typo(s), miss-typo, AU, OOC
Standar disclaimer applied
(842 words)
'MY LIFE'
Moody Auguste
Sakura gelisah. Beberapa kali ia memutar-mutar ponsel hitam yang telah menemaninya sejak hidupnya dimulai dalam arti yang sebenarnya. Tentu sejak lahir, bahkan saat masih dalam kandungan seorang ibu, seseorang telah memulai hidupnya. Namun bukan itu yang dimaksud.
Teman, sahabat, bertengkar, berbaikan, cemburu, benci, suka, sangat suka, masalah, masalah, dan masalah, kemudian mengerjai teman, mengenal lawan jenis dan jalan-jalan kemana saja yang kauinginkan.
Hal-hal semacam itulah yang disebut 'hidup baru saja dimulai'. Hal-hal yang kamu dapatkan saat umurmu menginjak remaja. Saat dimana kamu lebih dibebaskan dalam bertindak. Saat ayah dan ibumu mulai percaya bahwa kamu bisa menjaga dirimu sendiri.
Siapa yang bisa melupakan saat-saat di mana hidupmu terasa begitu lengkap, menyenangkan, dan sangat-sangat gila. Munafik, jika kalian berkata bahwa 'Aku lupa'.
"Tunggu," suara itu terasa begitu familiar, suara bocah dalam masa pubertasnya, "Aku ikut kembali ke sekolah, kemarikan sepedanya." lanjutnya begitu sampai di samping Sakura dan sepedanya.
Sepeda bercat merah yang mulai berkarat termakan hujan dan panas itu sangat berharga. Terhitung, sudah lima tahun menemani Sakura berjalan ke sana ke mari. Bel sepedanya masih nyaring, keranjang putihnya pun masih kuat menampung buku-buku tebal Sakura, sadel sepedanya memang sudah usang, oh-lengkap dengan boncengan besi yang masih kokoh ditambah sedikit karat tentunya.
"Hah?"
"Aku akan memboncengmu. Kau tuli atau bodoh?" ketus laki-laki itu.
Sakura dengan cepat menolak,"Tidak, aku saja,"
"Aku saja yang memboncengmu, duduklah dengan manis di belakang," terang Sakura.
Laki-laki itu berpikir ulang.
"Aku tidak bermaksud menghancurkan harga dirimu, putuskan sekarang juga atau aku pergi," ujar Sakura.
Akhirnya, laki-laki itu angkat bahu tidak peduli. Ia duduk mengangkang dengan berpegangan pada sadel sepeda, menurut saja dengan perkataan teman pink-nya. Laki-laki bersurai hitam, lengkap dengan mata hitamnya itu nampak tenang sekaligus senang. Sesekali ia menoleh ke belakang, ada Ino—teman Sakura yang tersenyum mengejek diatas sepeda laki-laki yang dinaikinya.
'BODOH! BODOH! BODOH! SAKURA NO BAKA' umpat Sakura dalam hati.
'Apa yang aku pikirkan? Seharusnya aku menerima tawarannya untuk memboncengku. Bukan aku yang memboncengnya. SAKURA NO BAKA! Aku terlalu gugup menanggapinya. Sekarang semuanya terlihat aneh!' gerutu Sakura.
"Are you OK, Sakura?"
"Hmm..." gumam Sakura, wajahnya mulai memerah dan kayuhannya semakin lambat. Ternyata berat juga, pikir Sakura.
Ia begitu menikmati sapuan angin dan panasnya mentari saat mereka melewati sawah-sawah petani dengan pohon-pohon yang tumbuh di sepanjang jalan. Tidak banyak motor yang melewati jalan berukuran sedang ini, hanya sepeda-sepeda berangkutan padi atau rerumputan yang mendominasi. Sakura senang, hidupnya terasa lebih tenang. Tidak dikejar PR, tidak dikejar belajar, dan tidak dikejar datang terlambat.
Dan jangan lupakan satu fakta. Bahwa temannya—Ino, yang juga mengikuti mereka berdua, pasti akan mengolok-olok kebodohan Sakura. Yahh... dua sepeda dengan dua suasana yang berbeda.
"Angkat kakimu, aku yang mengayuh," ujar laki-laki itu.
Kakinya mulai mengayuh pedal sepeda dengan Sakura yang tetap di depan, memegang stang sepeda.
"Hahhh..." Sakura mendesah lega, ia merasa kakinya yang tadi pegal kini mulai rileks.
Kakinya memang sudah rileks, namun hatinya masih berkecambuk. Ia suka. Ia suka dengan laki-laki teman sekelasnya itu. Sudah lama ia memendam perasaannya. Tentu teman-temannya tahu, bahkan laki-laki itu tahu. Sakura begitu merutuki sikapnya yang seketika berubah bila dihadapkan dengan laki-laki yang satu itu.
Ia kehilangan kendali tubuhnya. Kemudian mematung.
Aliran darahnya mengalir lebih cepat, terutama disekitar wajahnya. Wajahnya memerah malu.
Perkataanya tersangkut di ujung lidah. Terasa menjengkelkan dan menyakitkan.
Kedua telinganya tanpa sadar selalu merekam sebaik mungkin apapun yang laki-laki itu katakan.
Juga mata emeraldnya yang setia mengawasi gerak-gerik tubuhnya.
Sakura meringis, sebegitu besarkah ia suka. Sebegitu besarkah ia menyukai laki-laki itu. Sakura tidak tahu nomor sepatunya, tidak tahu ukuran baju dan celananya, tidak tahu warna kesukaannya, tidak tahu makanan favoritnya, dan Sakura tidak tahu bagaimana keluarganya. Apa itu masih bisa disebut sebagai suka? Begitu banyak hal yang ia tidak ketahui.
Bahkan ia sangat tidak rela saat gedung-gedung Konoha Junior High School tujuannya mulai terlihat, Sakura memohon dalam hati agar teman laki-lakinya memperlambat kayuhan sepedanya. Saat-saat seperti ini begitu cepat berlalu, Sakura jarang menghabiskan waktu bersamanya. Bagaimana ia bisa tahu berapa nomor sepatunya? Apa makanan kesukaannya? Apa warna kesukaannya? Apa saja yang ia lakukan saat di rumah? Di mana tempat kesukaannya?
Bingung, Sakura dibuat bingung dengan pemikirannya.
"Ck," laki-laki itu tampak mengeluh lirih.
Sepedanya semakin melambat, tetapi bukan karena permohanan Sakura terkabul melainkan karena jalan yang menanjak. Kasihan temannya, ia pasti lelah.
"Sial, kakiku engkel." keluhnya lebih jelas saat jarak mereka tersisa tiga meter menuju parkiran sekolah.
Sakura segera menoleh. Melihat temannya yang tampak menggapai kakinya yang angkel dan menghentikan kayuhan sepedanya. Mengerti keadaan, tanpa banyak bicara Sakura segera mengambil kendali dalam mengayuh.
Sampai di depan gerbang parkiran belakang Konoha Junior High School, laki-laki itu melompat dari boncengan sepeda dan pergi ke kelasnya—kelas yang sama dengan Sakura. Tentu ia sudah berterima kasih, dengan sangat cepat tanpa basa-basi.
Sakura mendengus kesal, ia memarkirkan sepedanya. Begitu pula Ino yang merupakan saksi hidup perjalanan aneh yang dijalani Sakura.
"Kalian sooo... sweet," gurau Ino saat mereka berdua berjalan beriringan menuju kelas.
"Ahh.." Sakura mengeluh malu dan memalingkan wajahnya yang mulai panas.
"Kau sangat sangat sangat senang, Jidat. Aku tahu itu."
"Aku tidak," ketus Sakura, ia mengambil langkah panjang. Meninggalkan Ino yang sedang tertawa mengejeknya di koridor sekolah yang sepi.
TBC
