Title : Beast Master
Author : Kim Sun Ri
Genre : Romance, Fantasy, Adventure, Friendship
Rating : T
Length : (Undecided)
Disclaimer : This fict is mine, but the casts aren't
Warning : Yaoi, BoyXBoy, BL, AU, OOC(?)
Pairing : Eunhae, Slight!Kyumin
.
Don't Like Don't Read!
A/N : Please read the Endnote!
Enjoy!
.
.:Beast Master:.
.
PROLOGUE
.
.
Prelude
Donghae's POV
Fylavia, sebuah dunia yang dipenuhi hal-hal magis. Begitu banyak makhluk mendiaminya, dan ini merupakan salah satu faktor utama kehidupan tentram agaknya sulit di capai di beberapa daerah Fylavia. Berbagai pertentangan antara ras dan spesies tak jarang timbul, menciptakan peperangan di berbagai daerah. Juga tidak semua makhluk di Fylavia memiliki akal sehat dan intelegensi yang cukup untuk kehidupan beradab. Meski begitu, bukan berarti semua makhluk Fylavia hidup dengan brutal. Ada juga makhluk Fylavia yang hidup saling beriringan, walau tak jarang mereka harus melindungi diri dari serangan luar yang mencoba mengganggu ketentraman mereka.
Kebanyakan dari mereka adalah para elf, makhluk mirip human yang bertelinga panjang. Populasi mereka hampir mencapai 40% dari Fylavia, dimana 60% lainnya diisi oleh ratusan, atau mungkin ribuan spesies lain. Mereka memiliki sebuah kerajaan sendiri yang berpusat di kota Mylore, meski banyak hidup terpisah dalam bentuk desa-desa kecil yang tersebar di seluruh Fylavia. Para elf ini kemudian dibagi kembali menjadi beberapa golongan, sesuai dengan kemampuan mereka.
Golongan pertama adalah para mundane. Mereka adalah para elf yang tidak memiliki kemampuan khusus, selain kekuatan mengendalikan alam sekitar yang amat dasar dan hanya dapat digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Karena hal tersebut, para mundane tidak diikut sertakan bila terjadi pertempuran menghadapi serangan luar. Mereka bertindak sebagai masyarakat dalam kota, yang menjalankan segala kebutuhan mendasar.
Golongan kedua adalah para melee. Para melee bertarung dalam jarak dekat, entah menggunakan tangan kosong maupun senjata. Para melee pun dibagi dalam berbagai cabang lagi. Diantaranya bellator, equitem, sicarus, dan bellua.
Bellator adalah petarung yang menggunakan kekuatan fisik sebagai senjata utama. Mereka menggunakan pedang, tombak, kapak, dan gada. Equitem adalah petarung yang juga mengandalkan kekuatan fisik, namun menggunakan sistem bertahan disaat yang sama. Kebanyakan menggunakan tameng disertai dengan pedang pendek. Sicarus adalah mereka yang mengandalkan kecepatan, menghilang di balik bayang-bayang dan menyerang di saat tak terduga. Senjata yang mereka gunakan ialah belati, sabit, sai, ataupun dual sai. Terakhir merupakan bellua. Bellua adalah para petarung tangan kosong, namun memiliki tenaga fisik yang luar biasa kuat dibandingkan melee jenis manapun, ditambah kecepatan yang cukup tinggi.
Golongan ketiga adalah para arquitenens. Secara kekuatan fisik, mereka sedikit lebih lemah dari para melee. Karena itulah arquitenens bertarung dari jarak jauh. Antaranya para sagitta, yang menggunakan berbagai jenis panah, ataupun javelins yang menggunakan pisau lempar ataupun belati kecil.
Golongan keempat atau terakhir adalah para magus. Mereka adalah yang dikaruniai dengan kekuatan sihir yang begitu menakjubkan. Sama halnya dengan golongan lain, para magus juga dibagi lagi dalam berbagai cabang. Antara lain swhana, clerise, dan wizard. Semua cabang tersebut menggunakan tongkat sebagai senjata.
Swhana adalah magus dengan tingkat sihir paling rendah. Mereka tidak dikaruniai kekuatan magis yang begitu tinggi, tapi juga cukup jauh dibandingkan para mundane. Mereka biasanya menggunakan satu elemen magis tertentu yang berbeda setiap individunya. Namun para swhana dikaruniai kemampuan yang cukup unik. Yaitu kemampuan summoning, memanggil makhluk magis yang tak memiliki roh untuk dikendalikan. Clerise adalah mereka yang dikaruniai sihir penyembuhan. Meski ada yang berupa sihir gelap, maupun sihir cahaya. Para clerise juga bisa menguasai sihir elemen, hanya saja pada tingkat yang cukup dasar, meski diatas swhana. Namun kekuatan penyembuhannya merupakan hal yang begitu esensial dalam peperangan, karena itulah mereka memiliki peran yang begitu penting.
Wizard dikaruniai kekuatan magis yang paling besar. Selain penguasaan atas alam, mereka juga dikarunai berbagai elemen sekaligus, dan mantra-mantra magis yang amat mematikan dalam peperangan. Namun mereka memiliki dua kelemahan besar. Yang pertama, adalah kekuatan fisik yang cukup lemah menyebabkan mereka amat sulit beruntung dalam pertarungan jarak dekat. Yang kedua, adalah ledakan magis yang sulit di kontrol.
Karena kekuatan magis yang begitu besar, ada kemungkinan kekuatan tersebut lepas kendali. Maka dari itu wizard di dampingi oleh makhluk magis, yang biasa di sebut familiar. Para familiar biasanya mengambil wujud hewan, karena itulah beberapa juga menyebut mereka sebagai beast ataupun demon. Namun mereka juga dapat berwujud half-human. Selain melindungi para wizard, mereka juga bertindak sebagai 'medium' ataupun perantara yang mengontrol sihir para wizard. Para wizard bisa menggunakan sihir mereka melalui familiar miliknya, hingga sihir menjadi lebih terarah, bahkan bisa menjadi lebih kuat.
Semakin kuat sinkronisasi antara seorang wizard dan familiarnya, maka semakin kuat juga mereka di medan pertempuran. Tidak hanya itu, seorang wizard yang dapat menguasai familiarnya dengan baik dan menguasai medan pertempuran, akan mendapat reputasi dan kehormatan yang tinggi, juga akan dikaruniai kekuatan magis yang lebih besar lagi. Wizard dengan kemampuan tinggi ini tidak lagi disebut magus wizard. Melainkan seorang beast master.
Aku adalah magus wizard Lee Donghae. Dan impianku adalah menjadi seorang beast master ternama di Fylavia.
.
.
.
.
Before the beginning
Author's POV
"Eomma… Kenapa kita ada di sini…?"
Donghae kecil merengek protes, berjalan dengan langkah takut-takut sambil memperhatikan keadaan hutan di sekelilingnya. Tidak, sebenarnya hutan itu tidaklah menyeramkan. Malah terlihat hijau, tenang dan menentramkan hati. Cahaya mentari pagi hari menembus melalui sela-sela dedaunan. Tangan kiri mungilnya menggenggam tangan sang eomma yang berjalan satu langkah di depannya, sementara tangan kanannya menggenggam erat ujung kausnya sendiri.
Sang eomma tersenyum. "Hae ingin menjadi magus wizard yang hebat bukan?"
Sesaat mata Donghae berbinar cerah, namun kemudian cemberutan kembali terlukis di bibir tipisnya yang mungil. Memang, kemarin malam ialah yang begitu bersemangat ketika mengetahui bahwa ia adalah seorang magus wizard setelah tanpa sengaja membakar seluruh dapur. Tapi berada di hutan ini membuat semangatnya menguap seketika.
"T-tapi Hae tidak ingin disini…" gerutunya kekanakan.
Sang eomma menghentikan langkahnya. Kemudian ia berbalik menghadap anaknya itu, dan berjongkok untuk menyamakan tinggi mereka. Dengan tatapan lembut, ia membuka suaranya.
"Kenapa Hae tidak ingin disini?" tanyanya.
"K-karena Hae tidak suka hutan ini… Hae tidak suka berada di hutan. Lebih baik di laut dengan mulgogi yang lucu," rajuknya.
Sang eomma terkekeh mendengar jawaban polos anaknya. "Tapi Hae sayang, tempat ini merupakan tempat sakral bagi para magus wizard."
"Jinjja?"Donghae kecil menenggelengkan kepalanya sedikit. "Wae eomma?"
"Makanya, kalau haraboji bercerita, Hae dengarkan lain kali," goda sang eomma sambil menyentil lembut dahi anaknya, terkekeh melihat renggutan di bibirnya. "Tempat ini merupakan tempat dimana para magus wizard akhirnya menjadi magus wizard sesungguhnya."
"Eh?" ekspresi heran dan bingung jelas terlihat di wajah Donghae kecil.
Sang eomma tersenyum. Kemudian ia bangkit berdiri dan kembali berjalan dengan tangan mungil Donghae dalam genggamannya.
"Nama tempat ini…" ia menyibak helaian dedaunan di depannya, kemudian melangkah maju disertai Donghae yang kini terperangah. "Hutan kelahiran," selesainya dengan seulas senyum.
Bibir mungil Donghae sedikit terbuka saat ia melihat tempat sekelilingnya. Memang hutan ini sebelumnya tidak gelap, namun tempat ini terlihat lebih terang lagi. Banyak pohon-pohon besar dengan ceruk di tengahnya. Cahaya mentari pagi menembus tempat itu, memberi sinar kuning kehijauan yang indah dan menyegarkan. Namun yang paling menarik perhatian dan unik, adalah di tiap ceruk pada tiap pohon, terdapat telur yang berukuran bervariasi, dengan warna dan corak yang bervariasi pula.
"U-uwaaah… Ini apa, eomma?" tanya Donghae sambil menyentuh sebuah telur dengan corak abstrak berwarna kemerahan.
"Ini semua adalah para familiar yang belum lahir," jawab sang eomma menatap kearah sekeliling mereka.
"Semua?" tanya Donghae takjub. Kali ini ia tengah mengusap permukaan sebuah telur berukuran sedang yang bercorak oranye dan putih garis-garis, persis seperti ikan kesukaannya dengan seulas cengiran lebar.
"Ne, semua familiar yang ada berasal dari tempat ini," sang eomma mengiyakan. "Maka dari itu setiap magus wizard harus ke tempat ini dahulu untuk menjadi seorang magus wizard sepenuhnya, dengan menetaskan familiar mereka, yang akan menjadi partner untuknya. "
Donghae menoleh kearah sang eomma dengan mata berbinar. "Apa itu artinya Hae akan mendapat familiar Hae sekarang?" tanyanya antusias.
"Ne. Untuk itulah kita kesini sekarang. "
Donghae terlihat tersenyum begitu lebar, tapi kemudian ia menatap kearah sekelilingnya dan senyumannya lenyap digantikan oleh renggutan kecil.
"Ada apa?" tanya sang eomma melihat ekspresi tersebut.
"Disini ada banyak sekali telur familiar. Hae tidak tau harus memilih yang mana. Ada banyak yang terlihat indah dan Hae suka," jelasnya.
"Tenang saja. Karena Hae tidak perlu memilih."
"Tidak perlu?" tanya Donghae kecil heran.
"Ne, bukan Hae yang akan memilih telur familiar untuk Hae," sang eomma menghampiri anaknya dan mengusap rambut brunettenya lembut. "Tapi familiar itu sendiri yang akan memilih Hae."
"Maksud eomma?"
Sang eomma hanya tersenyum, kemudian mendorong pelan punggung Donghae kecil, menyuruhnya melangkah. Meski ragu, Donghae melangkah keantara tengah pepohonan tersebut, dimana setiap pohon menyimpan sebuah telur di ceruknya. Ia menoleh kearah sekelilingnya, meneliti setiap telur yang ada dengan kedua mata bermanik sapphire blue miliknya, warna mata khas yang mengalir pada garis keturunannya.
*sriing…*
"Ng?"
Donghae kecil menoleh, kemudian ia melihat sebuah telur yang menyala dibandingkan telur-telur lainnya, di ceruk sebuah pohon yang tinggi dan kokoh.
Di mata orang lain, telur tersebut sama halnya dengan telur biasa. Namun tidak di mata sang calon magus wizard yang terpanggil oleh familiarnya. Donghae kecil melangkah menghampiri telur tersebut.
Indah, itulah pikiran pertama yang melintas di benaknya. Telur tersebut ukurannya sedang, bukan yang terkecil disana, maupun yang terbesar. Benda oval itu mungkin memiliki diameter terlebar di dekat bagian bawah sekitar lima puluh senti, dengan tinggi lima puluh lima senti. Warna dasarnya adalah sapphire blue yang berkilau, dengan corak perak yang menyerupai sungai bintang indah bertaburan, namun tiap bintangnya berbentuk mirip gugus salju. Dan sebuah bulan keperakan yang indah dan utuh menghias di bagian sisi kanannya.
Perlahan, Donghae meletakkan telapak mungilnya diatas telur tersebut. Ia amat terkejut dan kembali menarik tangannya secara refleks saat telur itu bercahaya semakin menyilaukan ketika ia sentuh.
Namun ada kehangatan aneh yang membuatnya merasa begitu nyaman dari sentuhan tersebut. Maka ia memberanikan dirinya, dan kembali mengulurkan tangannya untuk menyentuh telur itu. Lagi-lagi telur itu bercahaya, semakin terang dalam setiap detik yang terlewati. Donghae mengangkat telur itu dengan berhati-hati dari ceruk pohon yang menjadi sarangnya, membawanya ke dekapannya, menikmati kehangatan yang ada.
*triiing!*
Seolah terjadi ledakan cahaya dari telur itu, membuat Donghae memejamkan matanya dengan panik. Kemudian ia merasakan sesuatu yang berbeda di dekapannya. Bukan lagi sesuatu yang keras dan mulus seperti kulit telur, melainkan sesuatu yang hangat dan lembut. Perlahan ia membuka matanya, mengedip menyesuaikan diri dengan cahaya dan menoleh kearah 'benda' dalam gendongannya.
"Nah, itulah caranya. Ia sudah memilih Hae," ujar sang eomma yang ternyata sudah berdiri di belakangnya.
Donghae kecil bahkan tidak menoleh kearah sang eomma. Perhatiannya terlalu terpaku pada sosok di gendongannya. Sosok itu memiliki empat kaki kecil, sepasang telinga yang lembut, ekor yang lucu, sepasang mata yang terpejam, moncong hidung hitam, dan bulu berwarna keperakan menyelimuti tubuh mungilnya. Anak serigala yang begitu menggemaskan. Donghae kecil memekik kaget sedikit saat makhluk tersebut menguap dengan begitu manisnya, memperlihatkan deretan gigi-gigi tajam kecil yang masih belum terlihat menyeramkan sama sekali, dan lidah berwarna merah muda.
Kemudian perlahan mata yang semula terpejam itu mulai membuka. Berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya, sebelum menoleh kearah orang yang sedang menggendongnya. Silver bertemu dengan sapphire. Kontak mata tersebut adalah awal dari segalanya. Awal ikatan erat antara sang magus wizard, dan wolf beast yang menjadi familiarnya.
.
.
.
.
And the story begins
Donghae's POV
"Aish! Kenapa dari tadi hanya ada hutan, hutan, dan hutan saja!" gerutuku kesal.
Kuhentakkan kakiku keras setiap langkahnya, mematahkan beberapa ranting kayu yang terserak berantakan. Kemudian kudengar seseorang mendengus di belakangku dengan nada yang terkesan sedikit sinis.
"Kenapa aku tidak merasa heran bahwa kita akan tersesat lagi?" tanyanya sarkastik dengan sedikit meledek padaku.
Aku menatapnya tajam dari sudut mataku. "Diamlah, aku tidak menanyakan pendapatmu, Hyukkie!"
Ia terkekeh, mengangkat kedua tangannya di depan dada dalam posisi seolah menyerah berdamai. "Arra, arra."
Aku membuang muka dengan kesal. "Lagipula inikan bukan salahku," protesku.
"Tentu. Karena peta yang ditawarkan pada kita memang 'sama sekali tak berguna' karena jalan yang kita tuju 'tidak sulit'," lagi-lagi ia berujar sarkastik, dengan penekanan pada kata tertentu disertai kedua jari yang mengutip.
"Baiklah, ini salahku! Puas?!" ujarku akhirnya.
Ia kembali terkekeh, cengiran khas yang menunjukkan gusinya terulas. "Cukup puas~"
Aku menghela napas. "Sudahlah, lebih baik kita memikirkan cara mencapai kota terdekat secepatnya," putusku.
Ia mengangkat wajahnya dan menatap kearah langit, telinganya berkedut sesaat dalam posisi menegak. "Kurasa hari akan terlalu larut bahkan sebelum kita mencapai desa terdekat. Sebaiknya kita bersiap-siap mendirikan tempat untuk bermalam," sarannya.
Aku mengerutkan keningku. "Aku tidak suka bermalam di luar."
Ia tersenyum. "Tenang saja. Ada aku, master," ujarnya menenangkan, ekor serigalanya berkibas pelan.
Aku hanya bisa mengangguk pasrah.
*triing!*
Kemudian ia mendongak sedikit, tubuhnya bercahaya sebelum berubah menjadi sesosok serigala berbulu keperakan. Sesaat ia menoleh untuk menatapku melalui mata peraknya. Aku membungkuk sedikit dan mengusap bulu halusnya, membuatnya melesakkan tubuhnya ke tanganku lebih lagi, mencari kenyamanan lebih dengan mata terpejam.
"Baiklah, kau cari makan dan aku akan menyiapkan shelter untuk kita, arra?"
Ia melolong singkat dan pelan, mengiyakan perintahku sebelum melesat ke antara pepohonan. Aku tersenyum memperhatikan hingga sosoknya menghilang. Meski terkadang keisengannya menyebalkan, beruntung aku memilikinya untuk menemaniku.
Ya, Hyukjae, familiarku yang berwujud wolf beast.
.
.
.:Beast Master:.
.
.
Author's POV
'Perfugium,' rapal Donghae sambil mengulurkan tangannya kearah pepohonan.
*sriing…* *krosak*
Gelang berbatu sapphire yang ia gunakan menyala sekilas, bersamaan dengan mantra yang ia ucapkan. Kemudian ranting pepohonan di sekitarnya mulai bergerak, beberapa mematahkan diri, atau terangkat dari tanah, perlahan membentuk shelter yang hampir terlihat seperti sebuah one-room cottage, dengan bantuan dedaunan. Donghae tersenyum puas melihat hasilnya sebelum menunjuk kearah tanah didekatnya.
'Creare, sylfa irretiant.'
Batu sapphire kembali menyela, ranting-ranting kayu, diikuti beberapa sulur yang muncul dari bawah tanah berkumpul di satu titik.
'Ignis.'
*ctik!* *wruuurr*
Api melingkupi kayu dan sulur tersebut, membentuk api unggun. Donghae kemudian memetik beberapa lembar daun lebar dan tiga batang ranting kayu yang cukup besar dan kuat, sebelum duduk di sisi api unggun. Ia menancapkan dua batang ranting kayu di kedua sisi api unggun. Dengan sihirnya mengubah bentuk ujung atas ranting menjadi bercabang kecil.
*krosak*
Donghae menoleh, mendapati Hyukjae telah kembali dari perburuannya. Masih dalam wujud serigalanya, ia mengangkat seekor rusa kecil di gigitannya. Donghae mengernyit sedikit menatapnya.
"Mengapa kau harus menangkap rusa malang itu untuk jadi makan malam kita?" tanyanya dengan tatapan kecewa.
*triing!*
Tubuhnya kembali bercahaya sebelum berubah menjadi sosok manusianya, tangan kanannya menenteng rusa tadi di bagian lehernya. Telinga dan ekor Hyukjae terlihat turun dengan tidak suka.
"Master memarahiku ketika menangkap kelinci yang master bilang lucu dan tak berdosa. Kemudian master memarahiku karena menangkap babi hutan yang dagingnya alot. Lalu sekarang ini. Bagaimana kalau kita makan rumput saja?" tawarnya dengan nada setengah merajuk.
Donghae tau ia disindir, tapi tidak membalas dan hanya memain-mainkan api unggun di hadapannya dengan sebuah ranting. Hyukjae tertawa kecil melihat tingkah kekanakan itu dan duduk di sampingnya, menggeletakkan rusa itu. Kemudian ia memanjangkan kuku-kukunya sebelum mulai menguliti dan membersihkan rusa tersebut dengan teliti. Setelah itu, ia menusukkannya ke sebuah ranting yang telah disiapkan Donghae sebelumnya dan membakarnya diatas api unggun, diletakkannya diatas kedua ranting yang sudah disiapkan sebagai penyangga tadi.
*grep*
Hyukjae menggenggam tangan Donghae dengan tangan kirinya. Diulurkannya tangan kanannya yang terbebas kearah api unggun, mengontrol api agar semakin membesar.
"Yah! Berhenti mencuri sihirku," gerutu Donghae.
Hyukjae hanya terkekeh dan melanjutkan mengatur api tersebut. Kemudian ia melepaskan tangan Donghae, bersamaan dengan ia menurunkan tangan kanannya.
Seorang magus wizard, tidak akan bisa melakukan sihir sendiri tanpa bantuan alat. Karena tanpa bantuan alat, sihir mereka akan meledak tanpa kontrol. Alat yang dimaksud di Fylavia berupa dua hal.
Yang pertama, adalah batu permata. Batu-batu permata ini berfungsi sebagai medium, menahan kekuatan sihir yang ada. Batu-batu ini juga berbeda-beda kekuatannya berdasarkan tingkat kepadatannya. Dimulai dari lapiz lazuli yang berpadatan paling ringkih, hingga berlian yang berpadatan paling keras. Tapi bukan berarti batu paling ringkih lebih lemah dibanding batu paling padat. Semua tergantung kecocokan dengan jenis sihir penggunanya. Agar lebih mudah dalam penggunaannya, batu permata biasa dijadikan aksesori oleh para magus wizard. Entah gelang, kalung, cincin, anting, atau sebagainya. Donghae sendiri mengenakan gelang batu sapphire. Batu dengan tingkat kepadatan sedang yang paling pas untuk sihirnya. Mungkin karena garis keturunan keluarganya, keluarga Lee memang terbiasa menggunakan sapphire secara turun temurun, sesuai dengan warna mata mereka. Selain gelang tersebut, Donghae juga menggunakan tongkat sebagai senjatanya, yang berhiaskan batu-batu sapphire juga.
Alat yang kedua, tak lain tak bukan adalah familiar yang dimiliki oleh para magus wizard. Mereka dapat dijadikan sebagai perantara sihir. Dengan perintah magus wizard, familiar bisa mengeluarkan sihir yang jauh lebih dasyat dibandingkan aksesori sihir maupun tongkat sihir manapun. Akan tetapi, untuk melakukannya sang familiar dan magus wizard harus memasuki mode khusus.
Saat mereka berada dalam fase ini, sang magus wizard dan familiar akan terikat 'soul link'. Mengakibatkan apapun yang di derita secara fisik oleh sang familiar, sang magus wizard juga akan terkena dampaknya. Sebagai gantinya, sang magus wizard dapat menggunakan sihir dengan leluasa melalui familiarnya. Selain itu sang familiar juga meningkat kemampuannya dan mampu menggunakan beberapa keahlian spesial.
Tanpa ikatan 'soul link', para familiar tidak dapat menggunakan sihir di luar kemampuan alami mereka. Meski begitu, familiar bisa menggunakan sihir magus wizard mereka jika terjadi kontak fisik.
"Sepertinya sudah matang," gumam Hyukjae.
Kemudian ia memotong daging rusa itu sebelum menyajikannya di atas daun yang berfungsi sebagai piring, yang telah disiapkan oleh Donghae sebelumnya. Setelah itu ia menyodorkannya pada sang magus wizard yang masih memasang wajah merajuknya.
"Silahkan, master. Berhentilah merajuk. Aku jadi merasa bersalah," bujuknya.
Saat Donghae menarik makanan yang di berikan tanpa kata-kata, Hyukjae tersenyum karena tau dirinya telah di maafkan.
.
.
.:Beast Master:.
.
.
Setelah makan malam, Donghae langsung memasuki shelter untuk beristirahat. Ia melepaskan jubahnya dan berbaring di atas 'ranjang darurat' yang terbuat dari dedaunan dan dahan kayu oleh bantuan sihirnya. Tak butuh waktu lama untuk rasa lelah melingkupinya, membuatnya perlahan terpejam dan terjemput alam mimpi.
*krosak... *
Hyukjae memasuki shelter beberapa lama setelah itu. Hanya untuk menemukan sang magus wizard tertidur dalam posisi agak meringkuk memeluk dirinya sendiri, tubuhnya sedikit menggigil. Ia terus bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya. Hyukjae menggeleng pelan. Dalam hati bertanya-tanya mengapa Donghae selalu melepas jubahnya bila akhirnya ia akan kedinginan.
Tanpa suara, Hyukjae mengambil jubah Donghae yang tergantung, kemudian menyelimuti tubuh sang brunette. Setelah itu ia mengambil posisi duduk disisinya, terdiam cukup lama, memperhatikan bagaimana gemetar pelan di tubuh Donghae serta gerakan gelisah itu terhenti tanpa suara. Seulas senyum angelic terkembang di bibir Donghae.
Hyukjae menatapnya dengan senyuman kecil. Tatapannya menyiratkan kelembutan dan sesuatu yang lain saat ia menelusuri ekspresi tidur Donghae. Setelah puas memandanginya, ia menyibakkan poni rambut Donghae yang terjatuh menutupi matanya dengan lembut.
*cup…*
Ia menunduk dan mengecup kening Donghae lama, dengan penuh kelembutan.
"Jaljayo, Hae…" bisiknya pelan.
Setelah ia menarik diri, ia melangkah keluar shelter, masih tanpa suara. Sesampainya di luar, ia menajamkan pendengaran dan penglihatannya, telinganya terangkat siaga. Ekspresi wajahnya berubah serius dan dingin di kala menatap entah berapa banyak pasang mata yang seolah menyela di balik kegelapan pepohonan. Ia mendongak, membiarkan cahaya bulan melingkupi tubuhnya.
*triiing!*
Sekali lagi sosok namja itu berubah menjadi sosok seekor serigala berbulu perak. Matanya yang semula tertutup perlahan membuka. Mata silver itu menatap tajam kearah kegelapan malam, melihat jelas sosok makhluk-makhluk pemangsa yang sudah siap di balik bayangan sedari tadi.
Hyukjae menggeram pelan, taring tajamnya nampak bersamaan dengan cakarnya yang memanjang. Tanpa membuang waktu lebih lama, ia melompat ke dalam bayangan, bersiap menghabisi makhluk gelap mana saja yang membahayakan dan mengincar masternya di saat ia beristirahat.
*kroaaaaaaaak!*
Terdengar 'jeritan' suara yang memilukan saat ia mencabik habis tubuh seekor gremlin yang hendak melompat mendekat ke shelter mereka. Hyukjae menggeram pelan sebelum kembali memasang posisi siaga, berniat menghabisi makhluk apapun yang berani menantangnya.
And let the night finally begins.
.
.
.
-To be Continued-
.
Uh... Hello? Ada yang masih ingat saya? /dirajam/
*cough!* Penjelasannya(?) nanti dulu, sekarang bagian penting dulu.
Cerita ini sebenarnya niatnya jadi oneshot. Namun ketika diketik... Kok jadi semakin panjang ya ahahaha. Sekarang sudah memasuki 32 halaman dan sekitar 8000 kata, jadi aku takut kalau dijadiin oneshot akan jadi terlalu menjenuhkan.
Singkat cerita, aku sudah mengirim cerita ini hingga halaman ke 32 itu ke seorang teman, untuk menanyakan pendapat (karena aku sangat tidak berbakat menulis fantasy dan tentang panjangnya 'oneshot' ini). Katanya, ada baiknya cerita ini dijadikan mini-series. Tapi aku kurang yakin. Jadi mungkin untuk sementara, akan tetap kuselesaikan dengan satu inti cerita arc pendek yang sudah kurencanakan untuk 'oneshot' sebelumnya, namun memecahnya menjadi two-shot, dengan ini sebagai bagian pertama. Sejauh ini, Hyukjae, Donghae, Kyuhyun, Sungmin, dan Siwon yang sudah dapat peran.
Setelah itu, baru dilihat bagaimana, okay?
Oh dan untuk yang bertanya-tanya, ini HyukHae atau HaeHyuk? Mungkin pembaca lamaku tau aku hanya menulis HyukHae sebelumnya, tapi sekarang aku mencoba kearah yang lebih netral, meski mungkin masih sedikit cenderung ke HyukHae. Jadi bisa dibilang, ini EunHae .
Sekarang, serious business aside, lol. Bagi readers baru yang tidak tertarik dengan celotehanku, silahkan close page ini, jangan biarkan aku menyita waktumu lebih lama XD (But if you have time, please leave a review, it'll be really appreciated ^^)
Untuk kalian yang masih ngotot baca (lol), aku minta maaf karena sudah menghilang begitu lama, dan menelantarkan Innocent Beast! sampai pagenya bersarang tarantula. Sejujurnya, aku sedang menghadapi writers block yang luar biasa besar. Sekarang sulit sekali rasanya menulis, sependek apapun tulisan itu. Jangankan melanjutkan cerita chaptered, drabble pun bisa lama sekali selesainya. But I'm still here, always here, if you noticed from my Twitter. Meski aku juga sedang sibuk-sibuknya dengan kegiatan kuliah (why did I even take engineering orz), aku terkadang mem-post drabble di Twitter jadi silahkan kalau mau di cek. Link ke akunnya lihat saja di profile page ffn-ku ini kalau berkenan. Jadi untuk waktu comeback atau kapan pastinya Innocent Beast! akan diupdate, aku tidak bisa menjanjikan.
INTINYA! Aku mencoba membangkitkan inspirasiku dan besok akan menonton SS6INA. Yay! Jadi... Ada yang mau ketemuan? Haha. Tweet me something and I'll meet you! Meskipun aku akan sangat awkward, tapi aku sangat ingin bertemu kalian juga! Oh dan aku akan menonton bersama sahabat teranehku Jae Rim, yang pernah muncul di salah satu ceritaku (tapi aku lupa yang mana lol). So yeah, if you're going, please make sure to say Hi! :D
Doakan inspirasiku kembali setelah besok!
Kritik dan Saran diterima. Flame juga diterima, asalkan bukan bash tanpa alasan. Karena ya, flame juga membangun (..pastikan yang mau nge-flame tau arti flame dulu ya). Last but not least, mind to RnR? ^^
-regards, Rey
