A Naruto fanfiction,
~ONE OCTAVE~
© 2015 Munya Munya
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Genre: Romance, Friendship
Rated: T
Warning: Moved fanfic from another account! Edited! AU, OOC,Hinata centric, gaje, abal, maybe typo, etc.
Don't like don't read!
Pagi yang cerah saat Konoha Kotogakko (atau sering disebut Konoha Gakuen), sebuah sekolah menengah atas terbaik di Konoha tengah ramai dengan hiruk pikuknya. Hari ini memang hari yang sangat sibuk, jauh lebih sibuk dan lebih ramai dibandingkan hari-hari biasanya karena hari ini merupakan hari pembagian kelas.
Suara langkah kaki bertuankan para siswa-siswi Konoha Gakuen menggema di tiap-tiap koridor sekolah yang setiap sudutnya dipenuhi orang. Suara obrolan dan suara microphone pengumuman sekolah pun tak kalah memenuhi atmosfer Konoha Gakuen.
Semua murid sibuk mondar-mandir di sepanjang koridor demi mengarahkan bola matanya ke selembar kertas yang ditempel petugas sekolah di kaca jendela tiap kelas. Apalagi kalau bukan daftar nama anggota kelas baru yang akan mendiami ruang kelas itu.
Ada yang sudah kelelahan mencari namanya di tiap kelas namun tak kunjung menemukannya, ada pula yang langsung menemukan namanya di ruangan kelas pertama yang didatanginya. Tapi bukan rasa lelah yang dipikirkan sekian banyak siswa, melainkan kekhawatiran. Kekhawatiran tidak satu kelas dengan teman dekat, atau satu kelas dengan orang yang tidak diharapkan atau dibenci lah yang menjadi pikiran dan bahan perbincangan ratusan siswa Konoha Gakuen.
Tidak terkecuali seorang gadis berambut indigo panjang yang memiliki bola mata indah berwarna senada, siswi Konoha Gakuen yang tahun ini telah naik ke kelas sebelas dengan nilai yang membanggakan.
Ia, seperti siswa lain tentunya akan mencari di kelas manakah ia akan belajar tahun ini. Dan seperti pada umumnya pula, kekhawatirannya kian memuncak setiap detik ia melewati koridor. Ia yang telah akrab dengan teman sekelasnya di kelas sepuluh khawatir tidak dapat bersama lagi di kelas sebelas tahun ini. Ya, gadis bernama Hinata ini rasa setia kawannya memang tinggi, walaupun pendiam dan cenderung pemalu.
Hinata memulai pencarian nama dirinya dengan berjalan menaiki tangga menuju ke area kelas sebelas. Sambil berharap apapun yang terbaik di kelas barunya nanti, ia melangkah mantap menerobos kerumunan murid lain yang sedang berdesakkan demi melihat daftar nama kelas sebelas IPA 1. Dengan susah payah ia menyingkirkan tangan-tangan atau tubuh murid lain yang menghalangi pandangannya pada kertas yang ditempel di kaca jendela ruang kelas unggulan itu.
Matanya mengurut dari bagian bawah daftar nama sampai ke atas. Di bola matanya terlukis beberapa nama yang cukup ia kenal dan satu persatu nama teman dekatnya juga terlihat.
Hinata mulai galau saat ia telah melihat sebagian besar orang yang namanya cukup familiar baginya tertulis di daftar sementara namanya belum terlukiskan di bola mata lavendernya. Ia cemas tidak bisa satu kelas dengan teman-teman dekatnya seperti yang ia harapkan. Maklum, anak perempuan.
Sampai ia melihat deretan huruf H yang menenangkan hatinya.
Akhirnya, Hinata membatin setelah namanya terlihat.
"Hinataaa! kita sekelas lagi, kita semua! horee!" teriak seorang gadis berambut hijau toska dengan potongan poni pendek dan jepit rambut di sisi kanan pelipisnya.
"Ah, iya senang sekali ya Fuu. Pasti tahun ini akan seru sekali!" balas Hinata pelan dengan senyum riangnya.
Saat ini koridor kelas sebelas IPA 1 sudah mulai merenggang. Banyak murid yang tidak melihat namanya di daftar sebelas IPA 1 beralih menuju kelas lain untuk mencari kembali sang nama. Keadaan seperti ini tidak hanya terjadi di koridor sebelas IPA 1, tapi juga koridor kelas lain. Murid yang sudah menemukan namanya berdiam di depan koridor mencari teman atau mulai memasuki kelas bersama teman karibnya.
Seperti yang sekarang Hinata lakukan. Gadis itu mulai mencari tempat duduk yang nyaman. Akhirnya ia segera menempati bangku paling depan sebelah kiri. Bangku di kelas mereka di desain untuk duduk sendiri namun di kiri-kanan letaknya berdekatan. Ia belum menemukan teman di sebelahnya. Yah, karena 4 temannya dari kelas sepuluh sudah duduk bersebelahan. Sakura duduk dekat Temari, Ino di sebelah Fuu.
"Maaf ya Hinata, kami berempat sudah duduk bersebelahan. Kau belum," ujar Sakura pelan dari bangku di belakang Hinata.
"Tak apa—"
"Summimasen, apa aku boleh duduk di sebelahmu?" tiba-tiba ucapan Hinata terpotong oleh gadis bercepol dua yang menghampirinya dengan tergesa.
"Boleh saja, silakan!" kata Hinata ramah.
"Hai Tenten! Wah, kau telat ya?" tanya Sakura yang sepertinya sudah mengenal gadis itu.
"Begitulah. Hm terimakasih ya! Hyuu-ga-san," ujar gadis bernama Tenten sembari membaca nametag di seragam Hinata. Mereka pun berkenalan ria.
Perlahan-lahan hari semakin siang. Murid-murid yang semula berkerumun mencari kelasnya di sepanjang koridor mulai menemukan kelasnya dan memasuki ruangan kelasnya masing-masing. Suasana pun meredup sepi. Para murid beradaptasi di dalam kelasnya yang baru dan wali kelas pun mulai mengisi kelasnya.
Hinata tidak kaget dengan suasana kelasnya yang baru. Karena anggota kelasnya kali ini mayoritas berasal dari kelasnya yang lama.
"Baiklah anak-anak, sekarang saatnya pemilihan ketua kelas. Siapa yang mau mencalonkan diri?" kata Kurenai-sensei dari depan kelas.
Seluruh kelas berbisik-bisik riuh tanpa ada yang mencalonkan diri. Kurenai-sensei geleng-geleng kepala. Akhirnya wanita bermata merah itu mengambil undian. Ia merobek kertas menjadi potongan kecil lalu menggulungnya, memasukkannya ke dalam toples, lalu mengocoknya. Kemudian Kurenai-sensei berjalan mengitari kelas agar para siswa bisa mengambil undian itu. Setelah semua kertas terambil, Kurenai-sensei kembali ke depan kelas.
"Semuanya buka kertas kalian! Yang mendapat kertas bertuliskan 'bingo' berarti dia lah ketua kelasnya."
Serentak semua murid membuka kertasnya. Sakura mendapati kertasnya kosong. Ino, kosong. Shikamaru, kosong. Naruto, kosong. Namun tiba-tiba Tenten berteriak, "Waa Hinata, kau dapat 'bingo'!"
Semua mata langsung tertuju pada gadis berambut biru gelap itu. Hinata menelan ludah dengan susah payah melihat kertas bertuliskan 'bingo' di tangannya. Ia merutuki tangan yang telah mengambil kertas itu.
"Hyuuga Hinata, kau ketua kelasnya. Semua sepakat ya?" ujar Kurenai-sensei. Semua murid sepakat. Toh tidak ada yang berminat pula.
"Tapi, aku tidak bisa Sensei. Ku-kumohon jangan aku," cicit Hinata. Ia tidak suka menjadi ketua. Lihat saja sikap malu-malu dan lemah lembutnya. Bisa-bisa ia tidak tegas nantinya. Ia pun berulang kali bersikeras mengundurkan diri, namun itu sia-sia karena semua temannya telah setuju. Hinata menghela nafas panjang. Akhirnya ia menyerah.
"Tidak apa-apa Hinata, nanti juga bisa. Anggap saja kau ini komite disiplin kelas, ya?"
Hinata hanya dapat mengangguk pasrah dan mensugestikan dirinya bahwa dia hanya bertugas layaknya komite disiplin. Tapi apakah itu lebih baik?
Beberapa saat setelah semua pengurus kelas lain terpilih, Kurenai-sensei memberikan pengarahan tentang kelas pada Hinata. Hinata hanya mendengarkan dengan tenang dan beberapa kali ia mengangguk tanda mengerti.
Akhirnya hari sekolah yang melelahkan itu berakhir. Hinata mendapat banyak kenalan baru di kelas barunya. Contohnya Tenten. Mereka cepat akrab sehingga saat ini mereka pulang bersama. Baru sehari saja mereka saling kenal, sudah banyak cerita yang mereka bagi. Saat ini pun di dalam bus Tenten masih asyik bercerita.
"Bagaimana menurutmu tentang kelas kita, Hinata? Menurutku kelas kita terasa janggal."
"Janggal? Memangnya kenapa?" Heran Hinata.
"Kau tahu kan, kelas kita sebelas IPA 1 yang menjadi unggulan turun temurun tiap tahunnya? Memang untuk masuk ke kelas kita diurutan berdasarkan nilai. Tapi hanya ada tujuh cowok di kelas kita! Lelucon macam apa ini?" keluh Tenten. Wajar saja kan jika gadis SMA ingin bertemu dengan banyak cowok pintar nan kece di kelas barunya?
Hinata hanya terkikik pelan menanggapi cerita Tenten. "Mungkin populasi cowok pintar sudah langka, Tenten."
Terbawa suasana, Tenten mulai membahas satu per satu siswa di kelas baru mereka. Mulai dari Shikamaru dan Sasuke yang tidak diragukan lagi otak encernya, sampai orang-orang seperti Kiba, Naruto, dan Lee yang sangat diragukan keberadaannya di kelas unggulan itu.
"Aku heran mengapa cowok seperti mereka bisa masuk kelas ini. Lihat saja Naruto, aku dengar cowok itu kerjaannya cuma cari perhatian para murid baru. Tebar pesona sana-sini. Memang sih, dia aktif di klub basket tapi banyak yang bilang itu hanya untuk mencari popularitas saja," gadis bercepol dua itu memberi jeda sejenak lalu memelankan nada suaranya. "Aku dengar dia itu playboy lho!" lanjut Tenten dengan ekspresi yang sulit didefinisikan.
Hinata tidak tahu mengapa Tenten membicarakan hal ini seolah-olah besok Hinata akan jadian dengan cowok berambut pirang yang bahkan baru hari ini dikenalnya itu. Tidak tahu harus bagaimana menanggapinya, Hinata hanya tersenyum maklum sambil mencoba mencari topik lain yang menarik ketimbang hal barusan yang bisa jadi penting dan bisa juga tidak sama sekali.
Penting jikalau ia akan berinteraksi dan mengenal lebih jauh pemuda berambut pirang itu, dan tidak penting bila ia tidak dekat dengan si playboy labelled Naruto. Tapi, di masa depan nanti, siapa yang tahu?
Hinata mengenyahkan pikirannya yang dinilai terlalu berlebihan. Ia sadar ia bukanlah tipe gadis yang bisa dekat dengan cowok populer macam Naruto.
Tak terasa bus yang mereka tumpangi telah sampai di halte dekat rumah Tenten. Ia pun turun dan berpisah dengan Hinata. Sementara Hinata tiba di halte dekat rumahnya beberapa menit setelahnya.
Hari-hari pun berlalu dalam perjalanan sang waktu. Matahari berganti bulan, siang berganti malam, langit biru cerah berganti langit hitam bertabur bintang, dan seterusnya.
Sudah sebulan Hinata menjalani kehidupan di kelas barunya dengan semangat belajar tinggi demi meraih tangga teratas di kelas unggulan yang persaingannya sangat ketat. Ia berharap bisa membanggakan kedua orangtuanya. Ia juga menjalankan kegiatan ekstrakurikulernya dengan teratur. Tak lupa, pergaulannya pun berjalan baik, dalam artian ia bisa menyesuaikan diri dalam lingkungan kelasnya yang baru. Semua teman di kelas sudah ia kenali.
Siang itu saat jam pelajaran kosong, Hinata, Sakura, Temari, Tenten, dan beberapa murid lainnya sedang main tebak-tebakan di bangku paling depan. Sesekali mereka tertawa riang. Namun tak lengkaplah arti kumpul-kumpul bagi sekelompok siswi kelas dua SMA tanpa adanya sebuah agenda paling seru, yaitu gosip.
Dalam hal ini, Sakura lah yang seakan-akan menjadi moderatornya. Maklumlah diantara teman sekelas Hinata dulu, Ino dan Sakura adalah Ratu Gosip. Tapi tunggu, mengapa ada yang bergosip ria tapi hanya Ratu Sakura yang memimpin? Di mana Ratu Ino?
Rupanya saat ini bukan waktunya bagi Ino untuk memimpin gosip seperti biasanya, karena sebaliknya justru Ino lah yang menjadi bahan perbincangan. Bukannya menghianati teman, tapi ini karena kelakuan Ino yang membuat temannya khawatir padanya. Apa lagi kalau bukan kasus pacaran, yang membuat Ino jarang berkumpul dengan teman-temannya seperti sekarang ini dan merenggangkan tali persahabatan mereka. Hinata pun khawatir akan temannya itu. Pasalnya gaya pacaran Ino sudah tidak wajar untuk remaja SMA seperti mereka.
"Eh, lihat itu! Mereka mulai lagi tuh! OMG, dekat sekali!" Sakura memulai.
"Astaga!" ungkapan refleks itu keluar dari mulut Temari.
"Ya ampun Ino, " ujar Hinata lembut.
"Dasar pacaran tidak kenal tempat," Tenten pun tak mau ketinggalan.
Mereka berempat melihat Ino dan Sasuke sedang duduk di satu bangku berdua di barisan keempat paling kiri, tepatnya di tempat duduk Sasuke. Tangan mereka saling menggenggam.
Mata Sasuke tidak lepas dari Ino yang tersenyum manja pada kekasihnya. Mereka berdua terlihat sedang mengobrol mesra. Tapi lama-kelamaan, Ino berpindah duduk di pangkuan Sasuke. Wajah mereka mendekat dan mendekat sampai hanya menyisakan jarak beberapa sentimeter saja. Dan tepat saat itu, kelompok 'penggosip' spontan memekik heboh. Sontak membuat Sasuke dan Ino menjauh. Mereka terlihat kaget dan jelas sekali terganggu. Ketika Sasuke mendelik tajam ke arah Hinata dan kawan-kawan, mereka buru-buru mengalihkan pandangan secara serempak. Pura-pura tidak tahu, padahal teriakan mereka terdengar jelas di dalam kelas.
Sasuke menatap mereka tak suka. Ino hanya cemberut dengan tatapan judesnya. Setelah itu Sasuke dan Ino pun melanjutkan kegiatan mereka. Tanpa kapok, Hinata dan kawan-kawan juga terus memperhatikan Sasuke dan Ino yang makin mesra saja. Walaupun kejadian seperti tadi berkali-kali terulang dan berbuah pelototan Sasuke.
"Iseng memang mengasyikkan! Hahaha," kata Tenten.
"Ah, kau ini," sambung Hinata sambil menahan tawa.
Sementara yang lain tertawa di atas kejengkelan hati Sasuke dan Ino yang merasa dijahili.
"Huh, padahal dulu di kelas sepuluh mereka tidak mengaku sama sekali kalau mereka itu pacaran! Dasar munafik!" Sakura melanjutkan bergosip.
"Hey Sakura, kau ini kelihatannya tidak suka sekali," ujar Temari datar.
"Bukan begitu!"
"Tapi aku jadi khawatir pada Ino, mereka terlihat berlebihan sampai tidak ada jarak yang normal kalau sedang berdekatan. Ini kan di sekolah. Aku takut Ino terjerumus ke hal-hal yang lebih parah." ujar Hinata lirih dengan gurat kekhawatiran di wajahnya. Bagaimanapun Ino adalah temannya.
"Benar sekali, Hinata. Dasar Ino gadis genit." Lagi-lagi Sakura menanggapi dengan raut seriusnya yang terlihat sedikit dibuat-buat.
"Sebenarnya Sasuke atau Ino yang—" pertanyaan Tenten terpotong Sakura cepat.
"Ino."
"Sakura~ jangan terlalu terbawa perasaan," cibir Temari sambil menutup matanya dan geleng-geleng kepala. Ia heran dengan gadis berambut merah muda ini. Memang dulu sempat terdengar kabar bahwa ia menyukai 'pangeran satu sekolahan' yang bernama Uchiha Sasuke itu, namun di lain pihak ia juga sahabat dekat Ino. Sejauh ini, hubungan Ino dan Sasuke memang tidak merusak persahabatan mereka, namun terkadang Sakura suka mencibir Ino di belakang dengan setengah bercanda dan setengah bawa perasaan. Walaupun kini Sakura mengaku sudah tidak menyukai si tampan Uchiha, tetap saja teman-temannya itu dibuat bingung.
"Se-sebaiknya kita bicarakan ini saja baik-baik dengan Ino. Katakan bahwa mereka sudah berlebihan di mata umum, terutama di sekolah. Aku khawatir mereka ditegur guru kalau seperti ini terus." ujar Tenten menyarankan sekaligus meredakan suasana yang memanas oleh Temari dan Sakura.
"Iya. Lagi pula sekarang Ino jarang main dengan kita. Kemana-mana dengan Sasuke dan Sasuke terus!" sambung Sakura.
Hah, aku jadi ragu kau itu cemburu sama Sasuke atau Ino sih? Batin Temari sweatdropped.
"Sudah-sudah! Tidak baik membicarakan teman. Lebih baik kita ikuti saran Hinata," kata Tenten.
"Baiklah—" persetujuan Temari terpotong oleh ucapan Sakura.
"Eh, ada lagi lho pasangan selain mereka di kelas ini! Masa kalian tidak tahu?" sang Ratu gosip memulai topik baru.
Ya ampun gadis-gadis ini. Baru saja mau berhenti.
"Memangnya siapa?"
"Ya ampun, masa kalian tidak menyadarinya? Naruto dan Shion!" kata Sakura bangga. Membuat teman-temannya merasa paling kudet dalam semenit.
"Mereka itu sudah mantan!" sambar Tenten dengan ekspresi mata segarisnya. Oh Tuhan, ia kira siapa!
"Kau ini bagaimana, Sakura.." ujar Temari sembari mengibaskan telapak tangannya. Ternyata Sakura bukanlah orang ter-update satu sekolahan.
"Ya aku tahu. Tapi aku merasa mereka masih terlihat dekat dan serasi sekali," timpal Sakura tak rela gelarnya sebagai yang ter-update dicopot begitu saja.
"Wah, bagaimana rasanya ya sekelas dengan mantan? Pasti canggung," kata Hinata.
"Tapi kudengar Naruto itu playboy lho! Pantas saja Shion memutuskannya," ujar Tenten sambil memutar bola matanya bosan.
"Memang. Dia juga sering modus denganku tahu!" sungut Sakura disertai jeda sejenak. Kadang ia kesal dengan tingkah sahabat kecilnya itu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Naruto mengagumi Sakura bak fans dengan idolanya. Cih, memangnya Sakura itu member idol grup yang membuat fans nya rela melakukan apapun itu? Tak jarang dirinya digombali pemuda maniak ramen itu di saat-saat yang tak terduga. Bahkan saat Naruto masih menjalin hubungan dengan Shion. Ia 'kan risih dan menjadi tak enak hati dengan Shion. Ingin rasanya Sakura meninju pemuda pirang itu. "Tapi kelihatannya Naruto masih giat mengejar Shion. Yah, dia memang sangat cantik dan anggun sih,"
"Dan katanya Naruto masuk klub musik itu demi mendekati Shion lagi kan?" Temari kembali buka suara.
"Yang benar?"
Dan seterusnya dan seterusnya para gadis ini semakin asyik dengan gosip mereka. Hinata yang sejak tadi lebih banyak diam hanya bisa menghela napasnya pelan.
Dasar teman-teman. Tadi katanya mau menasehati Ino, malah menggosip lagi, batin Hinata.
Setelah bel pertanda istirahat berakhir berbunyi, masuklah wanita muda berambut ungu tua diikat tinggi ke kelas sebelas IPA 1. Tubuhnya yang tidak bisa dibilang kurus ataupun gemuk dibalut kemeja putih dengan kerah sengaja dibiarkan terangkat keatas beserta rok hitam selutut. Dia lah Anko-sensei yang mengajar Bahasa Jepang kelas sebelas. Namun bukannya langsung mengajar, ia malah memperhatikan satu demi satu murid di kelas. Ia mengelilingi kelas seraya mencari pelanggaran pada murid.
Murid-murid yang sudah tahu gelagat Anko-sensei tidak berani beranjak sedikitpun dari tempat duduk mereka. Bahkan Sasuke dan Ino yang biasanya saling melirik saat jam pelajaran pun duduk tegak tanpa menoleh.
Hanya suara hak sepatu Anko-sensei yang terdengar jelas dalam kelas yang sunyi. Sang guru sendiri tak bersuara. Hanya menatap tajam pada murid-muridnya seakan tatapannya bisa mengeluarkan ular yang siap menyerang mereka.
Tiba-tiba Anko-sensei berhenti di meja Naruto dan menarik sejumput rambut Naruto yang ujungnya sedikit ber-cat orange kemerahan.
"Apa-apaan ini, hah?" Anko-sensei berkata sambil mencengkram rambut Naruto. Matanya melotot tajam kearah Naruto. Naruto hanya meringis kesakitan.
"Aduduh Sensei.. sakit.. ampun Sensei!" seru Naruto meringis kesakitan.
Semua murid bergidik ngeri atas aura neraka tingkat tiga belas yang dipancarkan Anko-sensei saat marah dan mereka tidak berani berkata sedikit pun. Seluruh kelas diam mematung. Hinata pun merinding sambil berkomat-kamit jangan sampai bernasib sama dengan pemuda pirang itu.
Akh! Dasar nenek sihir! Beraninya ia menjambak rambutku yang sudah ku cat keren begini, huh! batin Naruto mengutuk Anko-sensei.
"Aku tidak mau tahu. Mengecat rambut dilarang di sekolah. Pokoknya besok harus sudah dipotong rapi! Kau mengerti kan, Uzumaki?" teriak Anko-sensei sambil melepas jambakannya. Naruto kembali meringis
"Kalau tidak, rambutmu ini akan kupotong dengan gunting rumput!" lanjut Anko-sensei.
Naruto makin gemetar. Namun ia cukup lega sudah dilepaskan.
Ia pun berjalan ke tengah kelas dengan mengumbar deathglare-nya pada seluruh murid. Murid kelas sebelas IPA 1 dibuat merinding massal, karena takut mengalami hal yang sama seperti Naruto.
"Kutekankan lagi. Peraturan di sini menyebutkan, rambut tidak boleh di-cat! Dan laki-laki tidak diperkenankan memakai perhiasan! mengerti?" teriak Anko-sensei ke seluruh kelas yang bahkan hampir terdengar ke seantero Konoha Gakuen. Murid-murid mengangguk patuh.
Tiba-tiba mata Anko-sensei menatap tajam ke arah bangku paling belakang. Tapi mulutnya tetap diam. Lalu dengan ekspresi yang sekejap berubah datar ia mengambil kapur dari bawah papan tulis dan dengan cepat melempar ke seseorang di bangku tadi.
TAKK!
Sekejap, bulu kuduk murid-murid lain berdiri melihat Anko-sensei tiba-tiba melempar kapur pada seseorang dengan background lidah api yang membara dan wajah horror. Tak ada satu pun murid yang berani melihat ke belakang, walau mereka ingin sekali mengetahui siapa yang dilempar kapur.
Hinata yang pada dasarnya pendiam, makin menunduk tegang tanpa banyak bergerak.
"Aduh siapa sih, mengganggu saja!" kata 'seseorang' tadi dengan nada malas khas orang baru bangun tidur. Ia mengangkat kepalanya yang tadi tenggelam di tengah lipatan tangannya di atas meja. Pemuda itu mengerjapkan matanya yang baru saja terbuka karena bom kapur tadi sekaligus mengelap air liurnya yang mengalir membentuk pulau kecil di meja.
Dan dia lah satu-satunya murid di kelas yang sama sekali tidak menyadari aura neraka Anko-sensei yang semenjak masuk sudah membuat seluruh temannya bergidik ngeri. Pengecualian baginya karena dengan tenangnya ia... tidur.
Ya ampun cepatlah sadar! Anko-sensei sudah seperti i-itu. Hinata lagi-lagi membatin. Karena memang mustahil Hinata berani bicara lantang dalam situasi seperti ini.
Anko-sensei tidak beranjak menuju bangku orang itu. Ia hanya berkacak pinggang sambil memelototi muridnya yang ia lempari kapur tadi.
"NARAAA!" Anko berteriak kencang sekali dan berhasil membuat Shikamaru sadar.
Dengan jantungnya yang hampir copot dan matanya yang masih mengantuk (dan selalu mengantuk) Shikamaru mencoba tenang dan langsung duduk tegap. Kali ini ia merasakan aura neraka jahannam di kelasnya.
"Seenaknya saja kau tidur di kelas! Tidak menghargai guru heh? Dan lihat! Masih saja kau memakai anting itu di telingamu. Cepat lepas anting itu atau aku yang akan menariknya dengan paksa!" amarah Anko-sensei menggema dari tempatnya ia berdiri sampai ke tempat Shikamaru duduk. Bahkan di tempat Hinata duduk di barisan depan paling kiri pun hujan lokalnya terasa.
A-apakah hari ini Anko-sensei bisa lebih buruk lagi? batin Hinata sambil menghela nafas panjang.
"Huh. Percuma di kelas ini penuh dengan murid pintar tapi masih saja ada pelanggaran. Mulai sekarang, jika ada pelanggaran harus segera dilaporkan padaku. Uzumaki, Nara, kalian akan ku hukum! Tunggu saja besok!" tegas Anko-sensei lagi.
"Dan.. ketua kelas?" sambung Anko-sensei. Matanya mencari-cari sosok ketua kelas.
Keringat dingin mulai turun dari kening Hinata. Dengan sangat perlahan dan gemetar ia mengangkat tangan kanannya. Tenten yang di sebelahnya pun ikut tegang.
"Sa-saya S-sensei," Hinata tergagap plus gemetar. Tangannya terangkat ke atas.
"Besok pagi sebelum bel masuk, kau bawa Uzumaki dan Nara ke kantorku. Pastikan mereka sudah menghilangkan pelanggaran mereka. Kau mengerti kan?" ujar Anko-sensei kali ini mulai tenang walau bicaranya cepat.
"Ha-hai!" jawab Hinata pasti. Tangan kanannya telah kembali terlipat di atas meja. Syukurlah, ia kira akan dimarahi juga.
"Baiklah, kita mulai pelajaran. Buka buku kalian!"
To Be Continue
A/N:
Jangan heran dengan kemunculan munya yang tiba-tiba mem-publish ff lawas ini. Barangkali ada yang sudah pernah baca? (gr) itupun jika anda reader dari tahun 2011. Karena apa? Karena ini adalah ff munya dari akun HIMITSU MEZU. Ssst, itu akun lawas munya wkwk.
Jadi ceritanya suatu hari munya iseng search profil akun munya yang lama itu dan pas liat reviewnya... munya jadi terharu sendiri. Ga banyak sih, tapi ternyata ada review di tahun 2013, 2014 bahkan di awal bulan februari ini yang meminta lanjut. Munya cukup kaget karena ff ini sendiri publish di tahun 2011. Daan kebanyakan review juga bilang penasaran dan minta lanjut huhuu jadi munya terharu(padahal sekarang belum tentu orang-orang mau tetep baca lanjutannya)dan munya putuskan untuk melanjutkan ff ini di akun munya yang sekarang ini! Yeaay!
Saya tahu rasanya baca cerita gantung itu... begitu. Maka dari itu munya bertekad memindahkan, memperbaiki, dan melanjutkan ff gaje ini!
Saat ini munya sedang proses mengetik chapter 5 nya lho hehe. So wait ya! *gaada yang nanya*
Sebelumnya munya minta maaf yang sebesar-besarnya pada reader ff ini di akun munya yang sebelumnya itu. Karena munya lupa password dan data hilang maka jadilah ff itu bertahun-tahun terlantar dan bergantung di chapter 4.
Mohon doa dan dukungannya untuk melanjutkan ff ini sampai kelar! Munya sih inginnya semua ff munya gaada yang discontinue walaupun suka mampet ide dan update kelamaan yah mohon dimaklumi. Namanya juga manusia biasa. Semoga tidak ada halangan dan rintangan berarti dalam menyelesaikan ff ini ^^
Big thanks buat reviewer one octave sebelumnya dari tahun 2011!
Blue DaFFodil, ZephyrAmfoter, sapphirelavender's, Akahana-Chan, Dksfgxo, Nimarmine, Guest, melodyhyuuga, kunoichihyuuga, bunke99, , Hyugga, naruhina maniak sejati.
Munya sayang kalian!
ohya, munya juga mencoba pm kalian bagi yang login. Bagi yang gak login munya sebenernya pengen sekali menginformasikan ini ke kalian tapi gimana.. semoga kalian baca ini yaa semoga kalian tau ff ini lanjut!
Yak sebelum menutup catatan kaki yang panjang ini, munya mau menjelaskan bahwa cerita ini mengalami beberapa perubahan dan pengeditan. Dikarenakan pada masa itu munya masih SMP (jiaah) masih labil dan masih sangat berantakan dalam menulis, jadi cerita ini fokusnya terlalu lebar kesana kemari. Jadi munya putuskan untuk sedikit merubah, menghilangkan atau menambah sesuatu karakter atau hal lain demi kerampingan cerita.
Tapi tenanggg, intinya tetap sama kok. Intinya ff ini menceritakan school life di Konoha gakuen dengan tokoh utama hinata. Juga tentang betapa complicatednya chain of love di sini. Hinata centric, tapi diusahakan sih main pairing naruhina (ini spoiler loh wkwk) tapi untuk pair lain masih rahasia hoho. Jadi, ikuti saja ceritanya ya!
Untuk nilai-nilai atau budaya di ff ini, anggaplah setting ff ini di konoha yang modern, bukan 'tokyo' masa kini yang pergaulannya mungkin sudah sangat bebas atau semacamnya. Jadi bila menemukan kejanggalan dengan fakta yang ada di dunia saat ini, anggaplah ff ini berlatar di alternate universe yang sedikit berbeda dengen dunia nyata ini.
Sebenarnya pengen bikin keadaannya sama kayak OVA naruto yang Konoha Gakuen Den itu. Tapi sayangnya untuk keperluan cerita jadi berbeda. Contohnya Temari yang setingkat dengan Naruto dkk dan berada di Konoha. Dll.
Untuk diksi/penulisan, di ff ini sengaja munya buat lebih santai dari biasanya. Gak baku-baku amat gapapa ya? Biar kerasa SMA nya. Hahaha. Toh munya usahakan masih menganut EYD.
Akhir kata, kalau ada yang tidak berkenan, munya mengharapkan kritik dan saran, koreksi atau masukan. So, review ya! Mohon maaf atas segala kekurangan. Munya berusaha se-objektif mungkin. Jadi jangan flame ya ^^
Salam,
Munya
