Hari ini seperti sama. Teman-teman saling menyapa, bercanda ria, dan berlarian. Bagiku, Kazura Rin, semua terlihat dan terasa sama. Tawa mereka, senyumnya, namun hanya satu orang yang berhasil membuatku merasakan hari-hari yang berbeda dari hari sebelumnya.
桜の花びら (Sakura no Hanabira)
Sae Kiyomi
[Rin.K, Len.K]
All Rin's POV
Warning: gaje, aneh, abal, typo, OOC, alur cepat, bad summary, dll
Disclaimer: Vocaloid bukan milik Sae, namun cerita ini punya Sae!
Memenuhi request dari Kiriko Alicia-senpai.
Aku sedang duduk di pinggir pohon besar yang daunnya berwarna merah jambu, atau pohon sakura. Namun mereka semua belum berbunga, memang bukan musim mekar bunga sakura. Aku merasa bosan. Sangat bosan terhadap hidupku. Untuk apa aku hidup? Aku terus mengulang-ulang pertanyaan itu berkali-kali, setiap harinya.
Angin berhembus kencang, membuat hood yang sedang aku pakai ini tersingkap. Aku mendongak. Dihadapanku ada orang dengan rambut honeyblonde, sama sepertiku, dengan diikat ponytail kecil sedang menatapku.
"Ah.. ak-… er… GOMENNASAI!" teriakku menunduk, memakai hoodku, dan langsung berlari.
Dari dulu aku memang tidak bisa berinteraksi dengan orang-orang, terutama pria. Mereka menganggapku remeh, karena aku tidak cantik, tidak menarik. Dari semua pria yang menjadi temanku, mereka semua hanya memanfaatkan untuk nilai mereka karena nilaiku selalu bagus. Kadang juga untuk taruhan. Aku muak, muak dengan semuanya.
Paginya, aku menjalani aktifitasku seperti biasa. Bangun pagi, menyiapkan sarapan untuk ibu, lalu pergi ke sekolah. Kejadian kemarin aku anggap angin begitu saja. Aku berjalan ke kelasku sambil memasang earphone di telingaku, mendengarkan berita hari ini.
'Selamat pagi, saudara-saudara. Hari ini, kami akan memutar lagu Hatsune Miku-sama. From Y to Y.'
Aku langsung bersemangat, karena memang Hatsune Miku adalah idolaku. Aku penggemarnya secara diam-diam. Kukeraskan volume earphoneku, sehingga aku tidak dapat mendengarkan teman-teman sekelas yang bising mengobrol.
"…-san… Kaz…-san… Ka… KAZURA RIN-SAN!" aku kaget ada yang berteriak. Segera aku kecilkan volume MP3 milikku, dan kulepas earphone sebelah kanan.
"Apa?" kataku dingin. Aku tetap menatap lurus ke depan, tanpa menoleh ke arah sumber suara. Suara itu agak seperti perempuan, serak-serak basah.
"Kazura Rin-san, tolong bicara menghadapku!" perintahnya. Dengan malas aku memutar badanku sehingga menatap orang itu.
.
.
DI-DI-DIA ORANG YANG KEMARIN! Aku langsung panik. "Ah… aku…"
"Nah, begitu. Aku kan juga manusia, Kazura-san!" katanya mengomel sambil menghela napas pendek. Dilipatnya tangannya di depan dadanya. Tampangnya belagu. Kulihat dia dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Tunggu… dia pria?
"Kamu laki-laki?" tanyaku saat menyadari tubuhnya yang flat.
"Iya lah! Lihat dong kalau aku pakai celana, bukan rok seperti mu!" katanya mengomel lagi.
"Maaf, kupikir kamu perempuan," kataku jujur.
"Apa?"
"Soalnya suaramu yang serak-serak basah seperti perempuan, wajahmu yang imut, tubuhmu yang pendek, dan sikapmu yang sama sekali tidak mendukung untuk menegaskan bahwa kamu laki-laki," kataku.
"Maaf ya kalau aku seperti perempuan. Tapi aku benar-benar pria. Kamu mau lihat buktinya?" katanya menghela napas lagi.
"Tidak, terima kasih. Tidak tertarik."
"Benar?"
"Iya! Lagi pula, ada apa mencariku?" kataku kesal.
"Aku hanya ingin bilang, kalau ini terjatuh di dekat kakiku," katanya sambil menyerahkan ponselku.
"Ka-kamu anak sekolah ini?"
"IYA! Aku teman sekelasmu, Kazura-san! Duduk tepat di belakangmu! Masa selama ini kamu enggak sadar kalau aku penghuni kelas ini?" katanya marah. Untung kelas ini sekarang sangat berisik, sehingga kami tidak mencolok.
"…Sorry. Aku sama sekali tidak tahu dan tidak mau mengenal tentang teman-teman sekelasku," kataku.
"Kenapa?"
"Kenapa kamu kepo banget sih?" kataku kesal. "Sudah, sana pergi!" segera aku memasang earphone sebelah kananku dan mengencangkan volume suaranya.
Dia pergi. Baguslah. Aku tidak mau berhubungan dengan manusia. Satu-satunya teman dan keluarga yang aku akui hanya ibuku. Cukup, hanya dia. Aku tidak butuh yang lain.
Dan… belum pernah aku bicara dengan pria sebanyak ini.
Aku hanya duduk di mejaku saat istirahat. Aku rasa ada kegaduhan di belakangku. Tapi aku tidak peduli. Mereka menyebalkan. Mengganggu waktu istirahatku saja. Aku mau mereka cepat pergi. Arrgh! Aku tidak bisa mendengar suara radio!
"Kazura-san," tegur orang yang ada di belakangku.
"APA!?" kataku dengan sinis. Wajahku sudah sangat porak-poranda akibat mengantuk, bosan, kesal, sebal, dan seperti mau menghajar orang.
"Pikiranmu terbaca dari wajahmu," katanya tertawa kecil. "Maaf ya, kami mengganggu. Permisi, Kazura-san," katanya lagi.
Ooooh… ternyata mereka yang membuatku kesal dari tadi!? Susahnya menjadi pria populer. Ngomong-ngomong kenapa dia sangat populer? Mungkin karena tingkahnya yang seperti perempuan? Aku hanya diam, tidak mau berurusan lagi dengannya.
Dia bangkit berdiri, dan mengacak-acak rambutku sedikit. Aku kaget, dan langsung menyentuh kepalaku. Dia tersenyum, dan tertawa kecil. Wajahku mungkin sudah sangat panas akibat malu. Dasar sialan!
Aku langsung memasang earphone, untuk mendengarkan radio.
'Sekarang lagu milik Megurine Luka-sama, TRACK.'
Aku berjalan menuju rumah. Rumahku sempit, kecil dan mungil. Tapi aku sangat menyukai rumahku ini. Cocok denganku, yang tertutup dan kelam.
"Aku pulang. Ibu…?" ucapku. Suasana hening sekali. Aku mencari-cari sosok Ibu. Dia tidak ada di dalam rumah ini. Segera aku panik, dan keluar rumah. "Ibu, kau di mana?" ucapku berkali-kali. "IBU!"
"Rin? Sedang apa kamu berteriak-teriak di jalanan?" aku menoleh ke sumber suara itu.
"Ibu sedang apa!? Aku mencari ibu!" teriakku kesal. Ibu sedang berada di luar, sambil tersenyum.
"Ibu sedang melihat pohon sakura. Ibu sangat suka sakura. Dulu kakekmu memelihara sakura yang berusia sangat tua. Mungkin dua ratus tahun. Tapi sayang sekali harus ditebang akibat akan terjadi pembuatan mansion," kata Ibu.
"Tapi mereka belum berbunga, Ibu!" kataku.
"Ya, Ibu sangat ingin melihat kelopak bunga sakura," ucap Ibu tersenyum.
"Sudah, Ibu masuk saja ke dalam! Nanti sakit ibu makin parah. Aku juga yang repot," omelku. Ibu mengangguk. Aku menuntun beliau masuk ke dalam rumah.
"Rin," panggil Ibu pelan. Aku menoleh.
"Ya, Ibu?"
"Ibu… bisa tolong Ibu belikan obat?" kata Ibu setengah merintih. Aku panik. Ya, segera aku berlari keluar rumah, membeli obat di apotik dengan terburu-buru.
BRUAG! Aku tidak melihat ada seseorang yang melintas di depanku. Dengan buru-buru kutabrak dia, sehingga kami berdua terjatuh.
"Maafkan aku! Ak-, lho, eh, kau?" kataku. Dia tersenyum sambil mengulurkan tangan kepadaku.
"Kamu tidak apa-apa, Kazura-san? Ada apa terburu-buru? Kamu sakit?" katanya khawatir. Aku menggeleng cepat.
"Tidak. Tapi aku sangat terburu-buru. Ibuku sakit. Maafkan aku, tapi aku tidak sempat menolongmu. Gomenasai!" kataku cepat. Aku menunduk, dan langsung berlari menuju rumahku, mencari Ibu.
"Aku pulang, Ibu? Aku sudah beli obatnya. Ibu?" kataku membuka pintu kamar beliau. Ia sedang tiduran. Kupegang tangannya. "Ibu, demam! Ayo ke klinik!" kataku makin panik. Ibu tersenyum.
"Tidak usah… Ibu tiduran saja sembuh kok…" katanya terengah-engah.
"Ibu ngomong apa sih!? Ayo, ke klinik, sebelum sakit Ibu tambah parah!" kataku memerintah.
"KAZURA-SAN!" aku melihat sosok cowok itu sedang berdiri di ambang pintu rumahku, dengan napas terengah-engah dan seperti berlari.
"Apa?" kataku pucat.
"Kamu meninggalkan ponselmu, lagi. Dan… uah! Bibi kenapa? Sakit!?" katanya saat melihat kondisi Ibu.
"Ibuku sakit. Bantu aku membawanya ke klinik!" perintahku. Cowok itu segera membuka ponselnya, dan menekan beberapa angka.
"Halo? Shion Len di sini. Tolong kirim mobil jemputan, ke alamat –piiip-. Sekarang," katanya. Aku bingung karena dia bergumam saat menelepon. Aku membopong Ibu keluar rumah. Tapi di depan rumah muncul sebuah mobil hitam menghalangi kami.
"Minggir!" kataku pada mobil limousine itu kesal.
"Kazura-san, ini mobil keluarga Shion, mobil milik keluargaku. Cepat buka pintunya! Bawa bibi ini ke rumah sakit!" katanya kepada pesuruhnya. Segera Ibu dimasukkan ke dalam mobil, dan aku duduk di sebelah pria ponytail itu.
"Ano," ucapku. "Terima kasih sudah menolong kami. Tapi kami hanya perlu ke klinik, sebab kami tidak punya uang."
"Ngomong apa sih kamu? Kalau aku sudah mau mengangkut Ibumu ke rumah sakit, tentunya aku yang bayar biayanya! Jangan remehkan kekuatan uang milik keluarga Shion, ya!" katanya mengomel, sambil menyentil dahiku.
"Tapi aku tidak suka hutang budi!" kataku kesal.
"Begini saja deh," kata Shion. "Asalkan kamu mau berdandan seperti waktu itu (maksudnya saat bertama kali bertemu dengan Len di depan pohon sakura) saat ke sekolah, kuanggap semua ini lunas."
"Ap- enggak! Ak-aku malu," ucapku. Kurasa pipiku memerah.
"Tidak apa-apa! Kamu jauh lebih manis seperti itu, lho. Daripada selama ini kamu ke sekolah dengan rambut dikepang dan kacamata tebal. Mengerti?" kata Shion.
"Ugh… baiklah!" ucapku memalingkan wajah. Aku bisa melihat Shion tertawa kecil.
To Be Continued
Sae: hai-hai! Sae datang! Fict memenuhi request dari Kiriko Alicia-senpai. Maaf jika tidak sesuai perkiraan, ya! Dan RnRnya? Kalau tanya soal para OC Sae, mereka semua sudah tidur. Jadi Sae sempat publishnya sekarang.
