Ini dia, fic pertamaku tentang Fairy Tail, kekeke. Langsung saja simak
DON'T LIKE, DON'T READ!
ERZA'S TALE
Disclamer : Hiro Mashima
Pairing : JellalErza dan lain-lain
Warning : Gaje, OOC (Kayaknya), typo (banyak), dan banyak keanehan lainnya
Story by : Bii Akari
ERZA'S POV
"Hei, kau!" teriakku sekencang mungkin memecah kesunyian malam yang kelam.
Sial, dia tidak memperdulikanku, dia terus berlari. Apa yang harus kulakukan? Pokoknya aku harus menyelesaikan misi ini, aku tidak boleh menyerah di sini.
"Kuso, berhenti, kalau tidak aku akan menyerangmu!" teriakku lagi. Aku bahkan dapat mendengar pantulan suaraku di gang sempit ini. Sial, kenapa aku bisa seceroboh itu. Seandainya aku menyadarinya 0,1 detik lebih awal, aku tidak akan berakhir begini, sial.
.
.
JELLAL'S POV
Huf, akhirnya aku bisa sendiri juga, aku benci para gadis itu, apa mereka tidak punya kerjaan lain selain menggangguku? Kupacu motorku lebih cepat lagi, agar mereka tidak dapat menemukanku, lagipula di gang gelap seperti ini mereka pasti tidak berani masuk, baguslah.
"Apa itu?" bisikku pelan, hampir kepada diriku sendiri.
Ku amati sekelilingku dengan seksama, ini aneh. Kekacauan apa ini? Banyak dinding berhancuran, apa tadi terjadi gempa bumi? Tempat ini, seperti telah dihujani ratusan bom, apa yang sebenarnya terjadi? Aku mencoba mencari ke segala arah, mencoba menemukan jawaban dari pertanyaan yang terbayang terus menerus di kepalaku. Namun nihil, aku tidak menemukan apapun.
"Hei, kau!" teriak seseorang, aku mencoba mencari asal suaranya. Ah, itu dia, di pojokan jalan di sana. Oke, aku akan mengikutinya.
.
.
LOKY'S POV
Sial, sial, sial, kenapa di antara ratusan klan atas, mengapa harus aku yang dia temui? Aku harus segera berlari, kekuatannya jauh melebihiku, aku tidak akan bisa menang kalau melawannya. Lari, hanya itu yang bisa ku lakukan sekarang.
BRUUKK
Apa itu? Aku segera berbalik, melihat apa yang terjadi di sana.
Dan betapa terkejutnya aku saat melihat apa yang sebenarnya terjadi. Dia, dengan begini, dia tidak akan bisa mengejarku, aku harus segera menjauh.
"Hei, kau!"
Sial, ada apa dengannya? Meskipun dia klan atas, mana mungkin dia masih bisa berlari setelah terluka seperti itu? Cepat, aku harus lebih cepat lagi.
"Kuso, behenti, kalau tidak aku akan menyerangmu!" ancamnya lagi.
Tidak, mana mungkin dia masih bisa menyerang dengan tubuh seperti itu, itu pasti hanya gertakan, yah, itu hanya gertakan, aku harus tetap lari.
.
.
FLASHBACK
NORMAL POV
"Loky, aku datang untuk mengirimmu kembali, aku tidak akan melukaimu jika kau mau ikut denganku dengan baik-baik," bisik seorang gadis dengan pelan, tepat di telinga seorang pria berambut jingga dari belakang.
Mendengar itu, Loky segera berlari, menerobos kerumunan orang di depannya, dia harus segera bersembunyi kalau tidak ingin mati. Loky berlari memasuki gang yang kecil, sempit, dan gelap, hingga ia sampai di tengah gang itu, bekas lapangan basket. Dia melihat ke sekelilingnya lalu menghembuskan nafas lega.
"Kau lari, itu berarti kau ingin bermain sebentar denganku. Hn, tempat ini tidak buruk," kata gadis itu, sambil terkekeh pelan hingga memamerkan deretan giginya yang rapih serta senyumnya yang manis. Tapi, Loky tidak ingin melihat wajah gadis itu sedikitpun, dia tidak peduli secantik apa gadis itu, dia sangat tidak ingin bertemu dengannya, dia tidak ingin mati.
"Aku mohon, aku tidak ingin pergi ke tempat itu, aku, aku benar benar bahagia di sini, tolong jangan bawa aku pergi, hime," ucap Loky gundah. Baru kali ini dia merasa begitu takut, biasanya dia bisa menghabisi orang-orang yang mengganggunya dengan sekejap. Tapi tidak dengan gadis ini, dia benar-benar merasa takut padanya.
"Aku tidak bisa, ini adalah tugasku, aku harus membawamu. Aku akan menghitung sampai tiga, kalau kau tidak mau menyerah maka aku akan membawamu secara paksa," ucapnya lantang.
"T-tidak, aku mohon, jangan!" teriak Loky, mencoba berkompromi dengan gadis di hadapannya.
"Ichi."
Loky tidak ingin mati di sini, dia sangat mencintai keluarga dan teman-temannya, meski dia tidak pantas berada di antara mereka, namun dia sangat mencintainya.
"Ni."
Tidak ada cara lain, Loky sudah memutuskan untuk menyerang gadis itu, setidaknya dia ingin memberikan perlawanan.
"Sa-"
Loky melayangkan serangan pertamanya. Yang anehnya malah membuat gadis itu tersenyum, senyumnya hampa, sehampa hatinya.
"Baiklah kalau itu pilihanmu," gadis itu lalu tersenyum miris sambil menyerang Loky, beruntung Loky bisa menghindarinya, kalau tidak, mungkin dia akan mati.
Sementara itu, serangan Loky, sekalipun itu mengenainya, tidak ada gunanya, serangannya sangat lemah jika dibandingkan gadis itu, serangan gadis itu 10 kali lipat lebih hebat, padahal dia hanya memakai 1% dari kekuatannya.
Dengan beberapa serangan saja, tempat itu sudah hampir hancur. Dengan memanfaatkan debu dari bangunan yang hancur, Loky berlari lagi, meninggalkan gadis dengan senyum mematikan itu.
Tapi, tidak secepat itu, gadis itu sudah berada di depannya, berdiri dengan wajah dingin.
"Kau tidak bisa lari lagi. Mari ikut denganku," ajak gadis itu, sambil mengulurkan tangannya.
Lalu, dengan cepat kereta api melintas, menabraknya dengan telak. Karena jalanan yang begitu gelap dia tidak memperhatikan bahwa dia berdiri di atas rel kereta api, tubuhnya terhempas, darah bercucuran dari kepala dan lengan kirinya.
Loky yang menjadi saksi kejadian itu hanya bisa membeku, dia pikir gadis itu sudah mati, sekalipun dia klan atas, tapi, kalau ditabrak langsung seperti itu, pasti akan mati, itu pikirnya.
Tapi, gadis itu bangkit, dengan perlahan dia berhasil berdiri, dia memandang Loky dengan napas yang terengah-engah.
"T-tidak mungkin, tidak mungkin," ucap Loky tak percaya, lalu segera berlari.
"Hei, kau!" teriak gadis itu, dia juga ikut berlari, berusaha mengejar Loky.
Tanpa diketahui, seorang pria lain sedang berada di sekitar sana, dia mendengar suara gadis itu dan tertarik untuk mengikutinya.
Namun, Loky semakin jauh meninggalkannya.
"Kuso, berhenti, kalau tidak aku akan menyerangmu!"
Jelas sekali bahwa itu hanyalah sebuah ancaman, dengan tubuh seperti itu, berjalan saja sudah sangat susah baginya.
Tak lama kemudian, gadis itu rubuh, di dalam gang kecil diseberang kota. Dengan darah yang berlumuran di tubuhnya, bahkan untuk membuka mata pun dia sudah tidak sanggup.
"K-kau, apa kau tidak apa-apa? Hei, sadarlah," pria tadi turun dari motornya dan mendekati gadis itu. Matanya langsung terbelalak begitu melihat darah yang terus mengalir dari tubuh gadis itu, tanpa diperintah oleh siapapun, dia segera menggendong dan membawa gadis itu naik di motornya.
FLASHBACK END
.
.
ERZA'S POV
Apa aku, mati? Tidak, tidak mungkin aku mati. Ada apa ini, pandanganku masih kabur, badanku mati rasa, aku harus beristirahat sebentar, satu menit saja.
Setelah merasa cukup, aku segera membuka kedua mataku. Fuh, setidaknya, pandanganku sudah jelas sekarang. Tapi, hei, aku di mana? Mengapa semuanya bergerak? Dan tanganku, kenapa tanganku terikat dengan tubuh seorang pria? Aku di mana? Aku, ini suara motor, apa aku?
"T-turunkan aku," bisikku lirih tepat ditelinga pria yang memboncengku itu. Dia segera memberhentikan motornya, tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
"K-kau, kau sudah sadar, syukurlah," ucapnya pelan.
"Aku akan membawamu ke rumah sakit, tenanglah dulu," tambahnya.
Dia segera bersiap untuk menjalankan mesin motornya lagi, namun aku menahannya.
"Apa kau tidak dengar, aku bilang turunkan aku di sini," ucapku lagi dengan setengah membentak. Ku coba turun dari boncengannya tanpa memperdulikan tubuhku yang mati rasa atau darah yang bercucuran dariku. Aku tidak akan menerima bantuan dari manusia rendahan, tidak akan, walaupun aku harus mati, itu lebih baik.
Dia menatapku aneh, terpancar kekhawatiran dalam tatapan tajamnya. Tapi aku tidak peduli, dengan susah payah akhirnya aku dapat berdiri, aku tidak peduli apa yang terjadi setelah ini, yang pasti aku tidak ingin ditolong olehnya.
"Kau yakin? Kau terlihat sangat berantakan, ayo aku antar, tidak apa-apa," ucapnya pelan, sambil hendak memegang lenganku. Namun segera ku tepis, aku tidak ingin makhluk seperti dia menyentuhku.
"Pergi," dengan susah payah aku membalikkan badan dan hendak berjalan menjauhinya. Namun sialnya, aku roboh, aku roboh di depan manusia, aku merasa sangat bodoh.
.
.
NORMAL POV
"Hei, hei, sadarlah, hei!" teriak pria tampan itu sambil terus-menerus menggoncang kecil tubuh gadis yang tiba-tiba pinsan di hadapannya tadi. Namun gadis itu tidak merespon. Tubuhnya kaku, darah tak henti-hentinya bercucuran dari sekujur tubuhnya, napasnya juga mulai tak teratur. Tanpa berpikir lama lagi, pria itu segera saja membawa gadis tadi ke rumahnya, sebab tadi gadis itu menolak dibawa ke rumah sakit.
Mentari bersinar cerah, menembus kain jendela di kamar yang luas itu, kain berwarna putih tipis dengan motif polos. Perlahan tapi pasti, gadis yang terbaring sejak seminggu kemarin itu membuka kedua kelopak matanya. Memamerkan iris onyx-nya yang tampak bingung saat melihat sekelilingnya, ruangan yang ditempatinya itu terasa asing.
Gadis berambut scarlet itu berpikir sejenak, ruangan semegah ini pasti bukan rumah sakit, karena memang ruangan itu lebih tampak seperti kamar. Benar, lalu dia di kamar siapa? Pikirnya bingung.
Tak butuh waktu lama baginya untuk mengingat kejadian yang menimpanya seminggu yang lalu, pria itu, pria yang diincarnya telah berhasil kabur dan entah bersembunyi di mana sekarang. Secepat itu pula dia menyadari, bahwa pria yang terakhir kali dilihatnya itulah yang telah membawanya ke sini. Pasti dia.
Tanpa sadar, gadis itu berjalan ke arah jendela, lalu membuka jendela kaca yang besar itu dengan perlahan. Rupanya di sana ada balkon, tanpa menunggu lama lagi, segera saja gadis itu berjalan menuju balkon.
Sejenak dia memandangi matahari yang bersinar cerah kala itu, menandakan bahwa hari telah siang. Tak lama kemudian, dia menoleh ke bawah, dan mendapati seorang pemuda berambut azure yang sedang asyik tertawa bersama seorang wanita dan pria yang agak lebih tua, sepertinya mereka orang tuanya. Tawa mereka sangat bebas dan renyah, sambil duduk di kursi dan ditemani cemilan.
'Mereka tampak begitu, bahagia mungkin? Aku heran bagaimana rasanya?' pikir gadis itu.
Tanpa dia sadari, pandangan pria berambut azure itu mengarah padanya. Mata mereka sempat bertemu beberapa saat, dan tanpa ragu, sang pria menggoreskan seulas senyum di wajahnya, berharap gadis cantik itu tersenyum balik. Tapi, tidak, gadis itu tidak akan tersenyum, dia tidak bisa tersenyum.
Dengan cepat, gadis itu berbalik, menutup rapat kaca jendela itu karena tak sudi menatap seorang manusia lama-lama, harga dirinya terlalu tinggi jika dibandingkan ddengan manusia seperti tadi.
Lalu tanpa sengaja, gadis itu mendapati tampilan dirinya di cermin, dengan baju tidur putih yang panjang. Sangat putih, cantik, cocok dengannya, rambut scarletnya yang panjang terurai bebas. Sejenak, gadis itu ragu dengan figur wanita di pantulan cermin itu, 'Apa itu aku?' bantinnya berenggut.
'Mengapa aku, begitu nampak seperti manusia?' pikirnya.
"Kau sudah sadar?" tanya seorang pria yang tiba-tiba saja masuk ke kamar itu. Pria yang tadi, pria yang menyelamatkannya kemarin.
"Hn, aku akan segera pergi," pamit gadis itu, sambil membalikkan badannya ke arah lain. Tak ingin melihat wajah pria itu, juga tak ingin wajahnya terlihat.
"Eh, kau baru saja sadar, jangan pergi dulu, istirahatlah sejenak, tak apa kok," bujuk pria beriris onyx itu, sambil berjalan mendekati sang gadis yang masih tak sudi menatapnya, hendak memastikan apa gadis itu telah benar-benar sembuh.
"Jangan mendekatiku," ucap gadis itu lirih, namun cukup jelas terdengar oleh pria itu hingga membuatnya berhenti melangkah dan hanya menatap gadis asing itu dengan tatapan aneh.
Tak ingin berdiam diri lebih lama lagi, gadis itu pun buka suara, "Dimana bajuku? Aku sudah pulih total, jadi tidak ada gunanya lagi aku di sini," ucapnya ketus.
Pria itu cukup terperanjak, tapi dengan cepak, dia berjalan, membuka pintu lemari dan mengambil beberapa gaun lalu menaruhnya di atas tempat tidur.
"Kamar mandinya ada di sana," pria itu menunjuk sebuah pintu disudut ruangan. "Bajumu sudah berlumuran darah dan rusak, jadi aku menggantinya dengan ini, pilihlah yang kau suka, aku akan menunggumu di bawah, kita makan siang dulu," tegasnya, sambil menyunggingkan senyumnya lagi -senyum yang sangat ampuh membuat gadis-gadis lain luluh.
"Tunggu manusia, kenapa kau menyelamatkanku?" tanya gadis itu lekas, sebelum lawan bicaranya berlalu dari sini, masih tanpa menoleh sedikitpun kearahnya.
"Kenapa?" tanya pria itu balik, dengan satu alis yang terangkat naik.
"Iya, kenapa kau mau menyelamatkanku, aku sudah bilang, tinggalkan saja aku, kenapa kau nekat membawaku ke rumahmu? Aku tidak memintanya," ucap gadis itu dengan dingin ditambah dengan tatapan menusuknya.
"Hn, kenapa? Apa aku perlu alasan untuk menolongmu? Aku, aku hanya ingin melakukannya saja, tak ada alasannya," jawab pria itu dengan cuek. "Dan jangan memanggilku seperti itu, terdengar aneh, namaku Jellal Fernandez, kau?" lanjutnya kemudian, masih dengan senyum itu, senyum yang membuat gadis di hadapannya muak.
'Apa dia bilang? Hanya ingin? Itu bukan alasan. Tidak ada gunanya aku bicara dengan manusia,' batin sang gadis dengan kesal.
"Aku tidak ingin tinggal lebih lama lagi, kau sudah menyelamatkanku kemarin, jadi-"
Pria bernama Jellal itu segera memotong ucapan gadis dihadapannya, "Seminggu, kau tidak sadar selama seminggu," jelasnya singkat.
"Seminggu?" pekik gadis itu dengan pelan, sejenak dia menghembuskan napas beratnya. "Pasti dia sudah pergi. Oke, aku tidak akan menyusahkanmu lebih dari ini, aku akan segera pergi," putusnya dengan seenaknya.
Merasa kesal, pria itu pun memandang tajam pada gadis cantik di hadapannya, "Aku tidak peduli. Aku memang tidak mengerti kau siapa atau lebih tepatnya 'apa'. Kau sembuh begitu saja, pendarahanmu berhenti dalam beberapa hari, hanya dengan perawatan seadanya. Mungkin kau bukan manusia biasa, tapi orang tuaku ingin kau makan siang bersama kami, jadi sebaiknya kau ikuti saja," desak pria itu, sedikit kesal dengan kelakuan gadis di hadapannya.
Gadis itu pun berbalik, menatap pria itu dari ujung matanya, "Hn, Erza," ucapnya pelan, sambil berlalu menuju kamar mandi.
"Nama yang indah," gumam pria itu, hanya kepada dirinya sendiri dengan sedikit senyum kecil, tepat sebelum menutup pintu. Namun masih bisa terdengar jelas di telinga gadis itu. Sangat jelas.
Jellal menuruni tangga dengan sedikit terburu-buru, lalu segera menghampiri kedua orang tuanya.
"Apa dia sudah sadar?" tanya sang Ibu dengan nada khawatir.
"Hn, dia sudah sembuh, dia sungguh beruntung," ucap Jellal dengan lega.
"Padahal lukanya begitu parah," ucap sang Ayah, ikut menyetujui ucapan Jellal barusan.
"Syukurlah, makan siang akan segera siap, pastikan dia akan ikut makan bersama kita," kata sang Ibu dengan lembut, seperti biasa. Jellal pun hanya mengangguk kecil.
"Jellal, tolong panggil dia, ya, makanannya sudah siap," ucap sang Ibu dari arah dapur.
"Hn," Jellal menjawab dengan ragu. Pria itu tidak yakin gadis tadi masih ada di atas, mungkin saja gadis bernama Erza itu pergi, bukan?
Saat hendak melangkah menaiki tangga, Jellal tiba-tiba mendengar suara dari atas, seperti suara langkah kaki seseorang. Jellal pun hanya terpaku dan menunggu suara itu mendekatinya, sambil terus menatap ke ujung tangga, menunggu pemilik suara itu turun.
Dan yang terlihat, seorang gadis dengan balutan long dress merah yang nampak menyatu dengannya, dengan rambut panjang berwarna scarlet yang terurai lembut dan mata onyx yang indah.
'Dia sangat sempurna, bahkan lebih dari sempurna,' batin Jellal takjub, begitu melihat pemandangan di hadapannya.
Memang benar, dia terlalu sempurna untuk seorang manusia, terlalu cantik.
'Perasaan apa ini? Aku tidak ingin melepaskan pandanganku darinya, sedetikpun,' pikir Jellal bingung, seakan terhipnotis oleh pesona Erza.
"Setelah makan, aku akan langsung pulang," tegas Erza, memecah khayalan Jellal.
"Hn, terserah kau saja," ucap Jellal cepat, hanya itu yang mampu dia ucapkan saat ini, sebelum otaknya mulai tak karuan lagi.
"Ayo," ajak Jellal, sambil mengulurkan tangannya, hendak membantu Erza berjalan, tapi ditolak mentah-mentah.
Dan, karena itu, Erza hampir saja terjatuh, dengan segera Jellal meraih lengannya, dan tersenyum penuh kemenangan, "Aku bantu, aku hanya tidak ingin kau terlihat konyol di depan orang tuaku."
Mereka pun berjalan, beberapa detik yang sangat menegangkan bagi Jellal, pria itu tampaknya telah larut dalam pesona Erza yang kuat.
"Wah, kawaii, kau benar-benar berbeda dengan gadis yang kemarin lalu di sini, kau sangat cantik," puji sang Ibu tulus.
"Apa kau tidak salah? Dia benar-benar gadis yang itu? Wah, melihatmu berjalan bersama Jellal, aku jadi ingat waktu kita masih muda dulu yaa," ucap sang Ayah sambil mengedipkan sebelah matanya, hendak menggoda putra semata wayangnya.
Sementara Erza, dia hanya tersenyum simpul, tak berniat berkomentar apapun.
"Ah, aku tidak secantik itu, tapi, mereka terlihat serasi kan, Ayah?" tanya sang Ibu yang malah ikut-ikutan menggoda mereka berdua.
Jellal pun hanya terdiam, mencoba berlaku tenang karena tidak bisa berkata apapun. Perlahan, diliriknya keadaan gadis disampingnya. Ternyata, senyum hambar yang tadi masih terpampang diwajahnya, tak berubah sedikitpun.
'Apa dia tidak punya perasaan?' batin Jellal bingung.
"Ohiya, ayo duduk, hmm", kata sang Ibu sambil berpikir sejenak. "Namamu siapa?" lanjutnya lembut.
"Erza, panggil saja aku Erza."
Usai makan, Erza langsung saja berpamitan dan segera pergi dari keluarga manusia itu. Dia tidak ingin terlibat lebih jauh lagi, karena dia sudah cukup terhina saat ditolong oleh seorang manusia, dan dia tidak ingin memperburuk kenyataan itu.
Sesaat setelah kembali di hotel tempatnya menetap, Erza segera menyimpan gaun merah itu di lemarinya. Entah mengapa, Erza tidak ingin membuangnya, jadi dia memutuskan untuk tetap menyimpannya.
Dipandanginya sejenak lagit malam yang kelam itu, sekedar untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa esok dia akan memulai kembali misinya yang sempat tertunda, seringai licik pun menghiasi wajahnya, "Sayang sekali, aku belum mati."
Yosh, selesai, REVIEW lah jika ingin saya melanjutkannya lagi, maaf maksa, hehe. REVIEW yaaa? Pleasee? *Nyembah-nyembah readers* Saran maupun kritik, saya terima kok, jadi, REVIEW yahyahyah. Oke, saya maksain lagi, gomen.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Apakah Jellal beneran gila?
Bagaimana nasib Loky jika bertemu lagi dengan Erza? Selamatkah dia? Masih bisakah dia kabur? Akankah dewi fortuna memihak padanya, lagi?
Penasaran?
REVIEW dulu yaaa~ *Maksa lagi*
Arigatou :)
