Hari ini, ia lagi-lagi berjalan tanpa arah tujuan yang pasti. Ditengah gemerlapan lampu-lampu yang menghiasi malam, ia menyeringai tanpa alasan khusus—mungkin tertawa sarkas melihat manusia-manusia yang berjalan kesana-kemari dengan linting rokok yang terselip antara bibir mereka, tertawa melihat mereka tampak bangga dengan wanita-wanita—yang mungku saja pelacur—yang berada dipelukan mereka.

Pikirannya tak pernah melayang jauh, ia hanya tertawa miris—dengan bumbu sarkas yang menyertai tiap tawa-nya—memperhatikan secara intens manusia-manusia yang berada disekitarnya. Kadang ia akan mendecih lalu mengangkat bahunya, dengan ekspresi bosan yang kadang membuat beberapa preman jalanan kesal, dan ingin sekali memukul dan meremukkan tulang-tulang si pemuda.

Kemudian, saat ia merasa bosan melihat manusia yang berkeliaran disekitarnya, ia akan berjalan ke arah bangunan tua—yang ia klaim sebagai rumah sekaligus tempat persembunyiannya—dan selalu mendapati kotak surat yang terpasang di pintu masuk rumahnya penuh dengan surat yang tak membuatnya tertarik sama sekali. Ia akan melewati-nya, karena semua surat disana sudah bisa ia tebak isi dan maksud tujuannya.

Kenop pintu bangunan tua yang kemudian ia pegang, lalu ia dorong kebelakang—mendapati ruang tengah yang penuh dengan debu, sofa merah beludru yang sedikit usang, lukisan tua yang terpajang tak simetris, lalu tumbuhan tak berwarna yang ada di sisi ruangan, meja dengan vas bunga sebagai pelengkap, dan jendela yang menyambut sinar rembulan tiap malam.

Ia melangkah masuk, membuat semilir angin menjatuhkan satu surat di dalam kotak itu. Si pemuda berhenti melangkah, dan melalui ekor matanya, ia melihat surat ber-amplop hitam terjatuh dekat kakinya.

Seringai terpahat diwajahnya.

"Apakah ini takdir?" bisiknya, dan mengambil surat hitam itu, lalu membawanya masuk. Sepersekian detik kemudian, pintu ditutup rapat.


.

false detective like i am?

[entah-kenapa terinspirasi dari video-nya jin yang baru, yobanashi deceive]

vocaloid (c) crypton future media and yamaha corp.

[—tidak ada keuntungan material yang diperoleh dalam pembuatan fiksi ini]

chapter1: drei leute

[tiga orang]

warning: ooc (wuih, so pasti). au—dkk. misstypo. dan lain-lain. no romens, kalo mengharapkan romens, silahkan back. sekarang.

summary: sang detektif yang telah lama menghilang dari publik kembali ke panggung, tak bisa menyembunyikan seringai sinis-nya. undangan dengan sandi membuatnya memenuhi panggilan dari seorang misterius, dan ia—telah siap mencari tahu kebenaran.

note1: disini len berkepribadian ganda.

note2: yufu sekka utauloid. cari di google.

note3: ada yang tau marganya yuuma?

.


Kisah ini dimulai pada pagi hari yang cerah, dimana cahaya matahari menyeruak masuk sesuka hati melalui jendela tua yang tertutupi gorden usang, dengan lubang-lubang yang tak jelas asal-usulnya. Si pemuda yang tertidur di sofa dengan posisi yang bisa membuat sebagian besar anggota tubuh sulit digerakkan, sedikit mengerang karena sinar matahari pagi yang mengganggu tidurnya.

Ia membuka matanya dengan perlahan, mengumpat pelan soal matahari yang mengganggu-nya saat ia tertidur. Ia menguap, bekas kehitaman terlihat melingkar dibawah matanya—menandakan ia kurang tidur. Dengan pakaian simpel-nya, ia melangkah melewati lukisan abstrak diatas sofa merah, menuju dapur untuk membuat secangkir teh—atau mungkin kopi?

Ia telah membuat jadwal kegiatannya; tidur, tidur, tidur, dan saat tengah malam tiba, ia akan berjalan berkeliling kota-nya tercinta, lalu saat ia pulang, ia akan kembali melibatkan diri dalam surat hitam yang ia baca tadi malam, dengan sandi-sandi yang tak bisa ia pecahkan dalam sekali lihat. Biasanya—mantan—detektif jenius ini bisa memecahkan sandi dalam jangka waktu menit—paling lama juga dua jam.

Ia menghela napas dengan berat, lalu mengangkat kedua tangannya, hendak meraih lemari kayu yang terletak diatas kepalanya. Ia mengeluarkan satu kotak teh seduh, lalu bersiap mencampurnya dengan air hangat. Tak lupa ia mengambil gula pasir yang berada di dekat kompor—

"HUWAAAAAA!"

—Lalu rengekan dengan oktaf tinggi menghentikan kegiatannya.

"Hell, Yufu. Hell." umpat si pemuda. Kemudian si pemuda berbalik dan mendapati sosok gadis berpakaian tebal, jatuh tersungkur karena kebodohannya sendiri. "Harus berapa kali kukatakan padamu; jangan pernah berteriak-teriak di rumah-KU." lanjutnya sambil menatap si gadis yang menunduk sedih dengan sinis.

Sedikit terisak sedih, si gadis berusaha sebaik mungkin untuk mengucapkan maaf. Si pemuda menghela napas, setengah tidak terima anak perempuan ini harus tinggal bersamanya di bangunan kumuh ini. Ia tidak pernah tertarik pada perempuan—eh, jangan anggap dia seorang gay—ia tidak pernah menyukai manusia.

"Len! Kau harus melihat surat-surat ini!" balas si gadis, dengan nama Yufu Sekka—melempar kotak surat yang dipenuhi surat yang membuat si pemuda ingin membakar habis bangunan yang ia huni ini. "I—isinya mengerikan, entah kenapa." lanjutnya, dengan ekspresi horror.

Len—nama pemuda itu—mengernyit heran dengan perkataan Yufu—anak gadis yang ia rawat saat ia mendapatkannya nyaris dijadikan korban kekerasan di suatu gang sempit di kota yang ia huni ini. Walaupun ia tak pernah menyukai manusia, tapi ia merasa kasihan saat sang gadis merengek padanya untuk menemani-nya semalaman di gang itu.

Sekalipun Len menolak, sang gadis terus mendekap erat kaki si pemuda, membuat-nya harus menyeret-nya bersama hingga ia sampai di rumah-nya. Akhirnya Len pasrah, memutuskan untuk membiarkan si gadis melakukan apapun sesuka hati-nya. Dan ia membiarkannya tinggal di rumahnya dengan syarat—si gadis harus mencari uang.

Si pirang mengambil satu surat yang berada di dekat kakinya, lalu membukanya dengan perlahan. Seketika, iris biru-nya melebar shock, mendapati tulisan dengan bahasa yang baik Yufu dan Len mengerti, tertulis dengan besar dan berwarna merah.

'Datanglah, Len.'

Len tersenyum sinis. Pemilik surai hitam berjalan mengambil salah satu surat yang tergeletak tak jauh dari kotak. "Sepertinya pengirimnya sama, dengan isi yang berbeda, tiap surat." terangnya. "Salah satu surat berbunyi, 'Tolong aku.', sedangkan yang lainnya, 'Bunuh aku.', tak lupa surat hitam di meja itu."

Pandangan Len beralih menuju meja yang Yufu tunjuk. Ah, ya. Surat itu. "Aku yakin isinya sandi kan, Len?"

Si pemilik surai honey-blonde mendecih kesal, tapi selang beberapa detik kemudian, ia menyeringai. "Kau pintar, Yufu. Iya, surat itu berisi sandi." balasnya.

Yufu tersenyum simpul, melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Bisa kita mulai?" ucapnya, dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya.

.


.

Namanya Len. Hanya Len.

Ia seorang bocah yang disiksa orang tuanya saat ia berusia dua tahun, melarikan diri dari rumahnya saat ia genap berusia delapan tahun, lalu ditemukan kembali oleh orang tuanya saat ia berusia sepuluh tahun. Dan selama lima tahun berturut-turut, ia dipenjara di rumahnya, menjadi budak kedua orang tuanya, dan sering sekali mendapatkan tamparan atau pukulan bila ia gagal melakukan perintah orang tuanya.

Menginjak 16 tahun, ia kembali melarikan diri, jauh dari desa kecil yang merupakan kampung halamannya, pergi ke kota metropolitan. Berusaha menghilangkan bayang-bayang kedua orang tuanya dari benaknya.

Hingga kini, ia tak sudi menggunakan nama Hiyama yang dulu ia emban. Ia membuang nama itu jauh-jauh, dan dengan identitasnya yang baru, ia—Len. Seorang jenius yang belajar dari pengalamannya selama bertahun-tahun disiksa oleh orang tuanya. Penderitaannya di masa lalu telah membuatnya benci pada eksistensinya sendiri, membuatnya benci pada dunia ini.

"—bumi pada Len, sekali lagi, bumi pada Le—Auch!"

Len memukul tangan seseorang yang terus bergerak di depan wajahnya, membuatnya tersadar dari imajinasinya. "Berhenti membuatku terlihat bodoh, Yuuma." ucapnya sengit. Si pemuda langsung mengeluarkan cengiran khas-nya.

"Lagian kau bengong! Mikirin siapa? Wanita yang di-bar waktu itu?" tanyanya. Len mendengus kesal. "Yaaaah, seleramu tidak buruk! Wanita itu manis! Kalau tidak salah namanya Mizki ya? Ahaha, kau memiliki selera yang—"

Len menusuk meja kayu dihadapannya dengan pisau lipat yang ia bawa. "Kalau kau mengungkit hal itu lagi, aku tidak akan segan mencongkel matamu dan memotong lidahmu dengan ini agar kau diam." ancamnya, membuat Yuuma—sahabat baiknya terdiam seribu bahasa.

"Yufu, lanjutkan." melipat kakinya, Len menyenderkan diri pada sofa empuk yang ada di rumah sahabatnya, Yuuma.

Yufu mengangguk. "Ba—baik."

"Eeeeeh… Jadi, kurang lebih arti sandi itu seperti ini... 'Kepada yang terhormat, Tuan Len Hi'—ah, aku lewatkan saja bagian ini ya?" tanyanya, dibalas dengan anggukan Len.

Ide jahil terlintas di kepala Yuuma. "Tuan? Untuk bocah 18 tahun? Pfft—" pemuda bersurai merah muda kembali terdiam saat merasakan sesuatu menusuk lehernya perlahan. "A—ampun, Len. Maafkan aku."

Len kemudian memberikan isyarat pada Yufu untuk melanjutkan bacaannya. "Ba-baik… 'Aku membutuhkan bantuanmu, datanglah ke mansion-ku. Mansion bulan yang terletak di atas bukit adalah tempat tinggalku. Kumohon, anakku membutuhkanmu.' Eeeh, tunggu. Berikan aku sedikit waktu." Yufu menarik napas. "Mansion bulan? Dimana itu?"

Yuuma melirik Len sekilas, mendapati kode mata yang seolah berkata, 'beritahu-sekarang-atau-matamu-korbannya.'

Yuuma berkeringat dingin. "Ba—baiklah." Ia meneguk ludah. "Mansion bulan adalah—mansion yang terisolasi. Lokasinya—seperti yang kau baca barusan—ada di atas bukit itu." Lalu sang penjelas menunjuk keluar jendela, dan Yufu mengikuti arah jatuh jari telnjuk Yuuma. "Kurasa beberapa tahun yang lalu pernah ada kasus pembunuhan disana, dan sekarang mansion itu sih—seharusnya—kosong."

Yufu bergidik ngeri. "Ja—jadi… pengirim surat ini… ha—hantu…?"

(Seringai tipis—)

"Yaaaa, pengirimnya hantu, Yufu-say—"

"Jangan dengarkan orang mesum ini, Yufu." sambar Len. Mengurungkan niat Yuuma untuk menggoda si gadis. "Aku tahu jalan pikiran mesum-mu itu, Yuuma." lalu memelototi Yuuma, membuat lawan bicaranya kembali terdiam, cemberut khas anak-anak yang tidak dibelikan balon.

"Kau juga dapat surat itu kan, Yuuma?" tanya si pirang, membuat Yuuma menggeleng sambil menghela napas.

"Ini yang ada di kotak surat-ku tadi malam, sepulang dari bar." menyerahkan surat ber-amplop kuning pada Len, Yuuma menyesap kopi-nya yang mulai kehilangan kehangatannya. "Hey, wanita bernama Mizki itu manis, loh. Mudah sekali tersipu dan ia juga mudah sekali digo—"

"Berhenti membahas hal dewasa disini, Yuuma." potong Len cepat, wajahnya sedikit memerah, walaupun tak begitu kentara dengan ekspresi datarnya. "Yufu dan aku masih dibawah—eh, aku sih tidak lagi ya?—Yufu masih di bawah umur."

Yuuma terkikik geli. "Pfft—bilang saja kau sudah memikirkan hal dewasa sebelum waktunya, Len-sayang." sambil memegangi perutnya, ia menyelipkan jemarinya dalam helaian merah muda-nya. "Aku orang yang mengasuh-mu saat kau lari dari rumahmu, kira-kira dua tahun lalu. Aku tahu apa yang kau pikirkan melalui ekspresi itu." lalu ia mencubit gemas pipi Len.

"Geh! Orang sepertimu menang tidak waras!" balas Len dengan wajah yang semakin memerah. "Makanya aku pergi dari rumah tiap kali kau membawa wanita-wanita itu! Dasar idiot!" lalu ia melempari Yuuma dengan bantal yang ada di sofa, sementara Yuuma berlari menuju dapur dengan cepat.

"Kalian mau minum bir?" tawar Yuuma dari dapur.

"Sudah kubilang YUFU MASIH DIBAWAH UMUR!" balas Len, lalu ia mengalihkan pandangannya pada surat yang Yuuma berikan padanya.

Sementara Yufu—berusaha—membereskan bantal-bantal yang Len lempar tadi, membereskan surat-surat yang Len terima—iya, surat itu tanpa pengirim yang jelas, dengan kata dan tata bahasa yang nyaris mirip namun memiliki arti yang berbanding terbalik.

Saat ia berbalik menghadap Len, matanya mendapati Len sedang menyeringai sambil memandangi deretan kata yang tertera di surat itu. Lalu ia meremas surat itu, dan dengan wajah yang dipenuhi amarah, ia bergumam pelan.

"Dasar bajingan."


[chapter1:end]


a/n. fanfic yang berpotensi discontinue terbesar. fanfic lain belom selesai malah bikin lagi. kurang ajar kan? emang :p /gampared

aaaah, soalnya daper ide setelah nonton yobanashi deceive, daripada gak ditulis, tulis aja apa-adanya. betewe webete, saya gak niat nulis romens, tapi entah kenapa malah dapet yuumayufu dikit sama yuumalen disini /plak ah, gak pa'pa dikit doang, lagian yuuma kan pengasuhnya len waktu dia jadi pelarian (?).

mohon maaf atas segala kata tidak sopan yang ada di fanfic ini, kalo emang sampah fandom, saya akan mennghapus fanfic nista ini secepatnya ewe baca note di awal kalo gak ngerti kenapa len bisa berubah 180 derajat sifatnya. meh, ngantuk ==' malah batere lappie tinggal 7 persen lagi -3-

review, please? :3