Yay~! Saya anak baru di fandom ini! Mueheheheh~! Saya datang akan membumihanguskan—plak—maksudku memeriahkan sebisa mungkin fandom ini!

Yosh! Gak usah pake lama-lama'an! Kita mulai sadjah!

Disclaimer: The Worlds Ends Eith You belongs to ... Square Enix!

Warning: Karena ini AU, bisa jadi ada kemungkinan OOC. Selain itu, typo dan sanak saudaranya juga bisa dipastikan hadir.

Survive or Revive

Chapter 1 – Your Morning is Decision

Kubuka mataku perlahan. Yang kutangkap dari kedua mataku adalah kamarku. Kamar yang biasa. Cukup rapi tapi juga bisa dibilang berantakan. Aku tak peduli. Mungkin memang aku orangnya cuek dengan sesuatu yang merupakan hak milikku.

Kamar dengan pencahayaan yang minim, karena tirai jendelaku yang menghalangi sinar matahari yang ingin memasuki kamarku. Guling yang sempat kupeluk tadi malam, kini telah tergeletak di lantai. Begitu juga dengan selimut biru dengan gambar awan putih yang terlihat lembut.

Hari ini adalah hari libur musim dingin. Entah apa yang telah kulewati selama liburan ini. Yang jelas aku hampir tak keluar rumah hampir dua minggu. Tinggal seminggu lagi aku kembali di sekolah yang kunanti-nanti. Ya, bagaimanapun juga aku lebih suka sekolah daripada di rumah. Sebenarnya kemanapun jika itu artinya sama dengan keluar rumah.

Tapi, kemanapun aku pergi semuanya sama saja. Hal membosankan selalu kurasakan. Yang kurasakan adalah hal-hal positif. Entah itu senang, bahagia, pokoknya sesuatu yang dapat kuanggap menyenangkan. Tapi walaupun itu membosankan, aku tetap ingin perasaan itu bertahan. Kenapa? Karena aku tak mau merasakan yang namanya sakit maupun sedih. Aku tak mau harus meringkuk hanya karena perasaan itu. Aku tak mau.

Lupakan semua itu. Sekarang aku hanya ingin membasuh mukaku. Rasanya mukaku kotor setelah bangun tidur.

Beranjak dari tempat tidurku, aku menuju kamar mandi pribadiku. Menghampiri kran yang ada di wastafel dan memutarnya agar air segar keluar dari sana. Air yang mengalir ke tangkupan tanganku kucipratkan ke wajahku. Sesekali kuusap juga wajahku dengan tanganku yang basah oleh air. Setelah selesai aku mengambil handuk yang tersampir di sebelah kanan wastafel dan mengusapkannya ke wajahku agar air yang ada cepat kering. Selesai dengan tugasnya, aku menaruh handukku kembali ke tempatnya.

Entah ada apa, tapi aku merasa aneh dengan suasana pagi ini. Biasanya jam segini—ngomong-ngomong ini pukul 7—adikku sudah menggedor-gedor pintu untuk membangunkanku. Ini jelas aneh.

Karena keheranan itupun aku membuka pintu kamarku dan keluar menuju meja makan. Kulihat hanya ada pesan tertulis di meja yang mengatakan bahwa adikku akan menginap di rumah temannya. Di pesan itu juga tertulis bahwa sarapan ada di dalam kulkas.

Ah, ini memuakkan. Aku hanya sendirian di rumah. Adikku pergi tanpa berpamitan dengan benar dan kedua orangtuaku juga mengurus pernikahan kakakku dua minggu ke depan, jadi mereka juga menginap di rumah mempelai pria agar urusannya jadi lebih mudah. Aku bahkan juga tidak tahu motif meninggalkan sisa dua anaknya di rumah.

Yang jelas aku benar-benar bosan dengan ini. Ada adikku saja aku tetap bosan. Apalagi sendirian?

Aku pun memutuskan untuk menghangatkan sebentar sarapan yang sempat kuambil dari kulkas. Sembari menunggu, aku pun kembali ke kamarku. Kuambil ponselku yang teregletak di meja belajarku. Kuaktifkan screen lock-nya dan kudapati sebuah pesan dengan nomor pribadi. Biasanya orang yang mengirim pesan seperti ini adalah orang yang iseng atau seorang fans yang tidak ingin diketahui identitasnya. Tapi mengingat kalau aku ini tidak begitu punya banyak teman dan juga tidak terlalu populer, aku mengurungkan kedua pikiran itu.

Kubuka pesan yang masih kutatapi dengan wajah heran. Siapa yang mengirim pesan pagi-pagi begini?

Choose. Survive? Or Revive?

...

Pesan apa ini? Apa ini yang biasa disebut 'Prank Message'?

Tiba-tiba sebuah telepon berdering tidak lama setelah aku membuka pesan aneh itu. Nomor pribadi. Mungkin orang ini yang mengirim pesan aneh itu. Tanpa pikir panjang lagi, aku mulai menyentuh tombol hijau yang ada di layar ponselku.

"Halo? Apakah Anda yang mengirim pesan aneh berbahasa inggris itu? Dan siapa sebenarnya Anda?"

"So? Which one do you choose?" balas penelepon itu. Dari suaranya yang samar-samar berat itu, bisa kubayangkan wajah menyeringainya.

"It's bad to answer a question with a question. Answer mine first," kataku dengan bahasa inggris. Karena orang ini terdengar seperti pintar berbahasa inggris. Untung saja aku cukup pandai berbahasa inggris.

"Ya, kau benar. Akulah pengirim pesan itu," jawabnya. "Aku adalah kau, Neku Sakuraba. Dan kuusulkan agar kau percaya itu," jawabnya kembali untuk menjawab pertanyaanku yang kedua tadi. Dan tidak menggunakan bahasa inggris lagi. Kurasa dia mempermainkanku.

"Hah? Apa maksudnya?" tanyaku. Ini pasti benar-benar kerjaan orang usil.

"Tak sopan menunda pertanyaan seseorang, Aku," aku benar-benar dipermainkan.

"Baiklah. Aku tak tahu apa yang kautanyakan dari pesanmu sebelumnya. Tapi, yang jelas aku belum bisa menjawab pertanyaan itu sekarang,"

"Begitu? Kurasa manusia memang sama saja. Ya?" katanya masih dengan pernyataan yang tidak jelas.

"Sebenarnya Anda ini siapa?"

"Hm? Bukankah aku sudah bilang tadi? Aku ini adalah kau, Neku Sakuraba. Dan kuusulkan agar kau percaya,"

"Aku tidak tahu apa kemauanmu. Tapi, jika tujuanmu adalah untuk membuatku menjadi marah, caramu salah,"

"Hoo? Menarik," balasnya lalu sambungan telepon pun tiba-tiba terputus.

Sebenarnya apa mau orang ini? Mengirim pesan aneh dan menelepon bahwa dia adalah aku.

Walaupun bisa saja ada kemungkinan seperti itu. Seperti kembaranku? Tapi aku lahir bersama tali pusarku. Tak ada yang lain.

Atau yang biasa di video game itu? Apa sebutannya? Shadow? Persona? Tapi, itu kan hanya cerita fiksi.

Atau mitos-mitos seperti dopplenganger? Kurasa tidak. Hal itu mana mungkin ada.

Bel rumahku tiba-tiba berbunyi. Lagi. Pagi ini sepertinya memang banyak sekali yang menggangguku.

Aku pun segera melangkah menuju pintu depan. Kembali bel rumah terdengar. Apa orang ini tidak diajarkan untuk bersabar sedikit? Baru saja lima detik dari bel sebelumnya, ia sudah membunyikannya lagi.

Tapi, aku heran. Siapa orang yang tiba di rumah pagi-pagi begini? Bahkan keluargaku tidak berlangganan pengantar susu maupun koran. Keluargaku tidak berlebihkecukupan seperti itu. Pengantar paket? Tapi tak ada pesan apapun dari adik, kakak, maupun orangtuaku. Atau malah adik, kakak dan orangtuaku sudah pulang?

Sesampainya di depan pintu depan, aku pun meraih gagang pintunya. Memutarnya dan menariknya ke dalam agar orang yang ada di luar bisa menampakkan dirinya dengan jelas. Keherananku akan segera terjawab.

Tapi, jawabannya tidak jelas. Sungguh tidak jelas. Yang kini kulihat adalah ...

Aku.

Dengan rambut berwarna oranye yang masih bedhead dan kaos bertuliskan 'Be' dengan latar belakang warna coklat muda. Begitu juga dengan celana pendek berwarna hijau dengan tali pengencang yang terikat di pinggangnya. Bahkan warna mata yang dimiliki orang yang berhadapan dengankupun sama persisi dengan milikku. Biru laut yang seakan memancarkan kecerahan.

Walaupun begitu aku berusaha untuk tenang dan tidak kaget. Mungkin ini yang disebut fans sampai-sampai ingin menirunya sepersis mungkin. Mungkin bisa disebut cosplayer? Tapi, aku bahkan bukan tokoh fiksi. Setenang apapun aku dan sedingin apapun pagi ini, tapi sebulir keringatku tak bisa kuhentikan untuk keluar.

"Baik. Aku percaya. Kurasa Anda tidak main-main," kataku. Kurasa orang inilah yang mengirim pesan aneh dan menelepon tidak jelas tadi.

"Good boy," pujinya. "So, Decided yet?" tanyanya kembali dengan senyum sinis yang membuatku sedikit muak.

"I answer it before, right? Pertanyaanmu itu tidak jelas dan aku belum bisa menjawab pertanyaanmu sekarang. Aku bahkan tidak tahu apa Anda sebenarnya dan mengapa Anda bertanya seperti itu."

"Sungguh, benar-benar menarik. Aku benar-benar menarik," gumamnya. Apa baru saja itu adalah sebuah pujian? Tapi, mana yang menarik dariku? "Jika aku masih bimbang, kenapa aku tidak mengikuti permainanku saja?"

"Permainanmu? Permainan seperti apa?"

"Aku akan tahu setelah aku mau. Tapi, yang aku hanya bisa beritahu padaku adalah...," dia pun mendekat padaku. Tangan kanannya yang tadi dia masukkan dalam saku celananya, kini meraih daguku. "Aku bisa memilih salah satu pilihan dari pertanyaan yang kuajukan tadi."

"Dan jika aku menolak ajakanmu?" tanyaku yang membuatnya melangkah mundur dariku dan kembali memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celananya.

"Aku akan terus diliputi kebimbangan. Aku tidak akan bisa memilih suatu pilihan dengan tegas. Kebimbangan akan menemaniku terus sampai aku menerima permainan yang kuajukan padaku."

Ini sungguh konyol. Tidak ada yang lebih konyol dibanding ini. Tidak bisa memilih apa yang kupilih sampai aku menerima permainannya?

"Ini sungguh konyol. Tidak ada yang lebih konyol dibanding ini. Tidak bisa memilih apa yang kupilih sampai aku menerima permainannya?" katanya meniru apa yang kupikirkan.

"Bagaimana kau bisa tahu apa yang kupikirkan?"

"Bukankah aku sudah bilang bahwa aku ini adalah Neku Sakuraba? Dan hentikanlah menyebutku dengan kau, -mu, atau Anda. Kita kan sama, Neku Sakuraba," katanya dengan penekanan pada namaku.

Aku tidak tahu bagaimana mengatakan ini. Tapi, entah kenapa aku bisa dengan mudah percaya dengan ornag ini sejak pertama kali kami bertatap muka. Padahal sebelumnya aku menganggap bahwa pesan dan telepon tadi itu hanyalah sebatas kerjaan orang usil pada pagi hari. Tapi kini aku bisa percaya pada semua yang dikatakan orang ini setelah aku bertemu langsung.

"Tidak. Bagaimanapun juga, aku tidak tahu siapa kau sebenarnya. Bahkan kenapa bisa ada dua diriku di satu dunia ini. Jadi untuk alasan itu, aku tidak bisa memanggilmu aku walaupun aku percaya pada perkataanmu," jawabku dengan alasan yang kupikir cukup jelas untuk bisa keberikan untuknya.

Setelah itu ia hanya kembali tersenyum sinis. Seakan tak ada yang perlu ia bahas lagi, keheningan menghampiri kami. Kurasa ia menanti jawabanku untuk mengikuti permainannya atau tidak.

"Apakah permainan yang kau sebut itu menarik?" tanyaku memastikan.

"Aku tak bisa menjamin. Tapi aku bisa menjamin untuk tidak membuat diriku yang satu lagi ini menyesal," jawabnya.

Tanpa pikir panjang lagi, aku menjawabnya. "Baiklah, aku ikut. Lagipula aku juga sedang bosan."

Setelah aku menjawabnya, ia tertawa senang sekeras yang pernah kudengar. Tapi, bagian mana dari perkataanku yang lucu? Dan, tak tahukah bahwa tawanya yang keras itu bisa membuat tetangga terganggu?

Karena merasa jijik dan aneh, aku menjaga jarak dengannya.

"Saa! Kalau begitu mari kita bermain, Neku Sakuraba!" katanya dengan teriakan pada namaku. Tiba-tiba gerakannya menjadi cepat. Ia mengeluarkan sebuah benda berkilau tajam dari saku kirinya dan dengan gesit mendekatiku. Ia tusukkan benda berkilau itu ke dada kiriku—atau lebih tepatnya—tepat di jantungku.

"H-hah?" aku membelalakkan mataku. Kali ini aku benar-benar kaget. Apa ini maksudnya? Apa ini permainannya? Membunuh satu sama lain? Kalau begitu aku kalah?

Perlahan mataku yang terbuka lebar karena kaget itu perlahan menutup. Hal itu membuat pandanganku kabur. Sepertinya inilah akhirnya. Aku mati pada usiaku yang ke-16 dan meninggalkan sarapan yang tadi kuhangatkan.

-To Be Continue-

A/N:

Uhh. Disinilah aku. Terdampar di fandom unmainstream lagi. *siul-siul*

Oke! Perkenalkan! Namaku Ugya-kun! Dan aku akan ikut meramaikan fandom TWEWY ini! Aku berasal dari fandom Kingdom Hearts! Yo-ro-shi-ku!

Oke, mungkin karena masih awal, ya? Mungkin belum terasa gregetnya? Dan mungkin cuma 1k+ words yang tercantum? Aku sempet kaget waktu sadar ini cuma sesedikit itu. ._.

Okelah, jadi disini aku baru munculin satu karakter andalannya TWEWY. Neku. Dan dopplegangernya. Dan begitu seterusnya sampai ke akhirnya. *gak* Tentu masih ada karakter-karakter lain yang minta tayang disini. *nah*

Dan karena saya cuma pelarian sebentar dari fanfic utama saya, *lirik fanfic ToD* jadi, saya juga gak tahu sesering apa saya bakal update yang ini! :'3

Okay! Karena sudah membaca... Mind to review? :D