Author's note is at the end of the story.

Don't like it, don't read it.

Disclaimer: Fairy Tail © Hiro Mashima

Trapped in a Dreamland © Miyano Koyuki

Warning: OOC, Typo(s), etc.

oOo

Chp.01: Trapped


Di suatu minggu pagi yang tenang di Magnolia, tepatnya beberapa menit sebelum matahari mulai bangkit dari peraduannya.

"Sssh. Hati-hati, Happy, jangan sampai menimbulkan suara. Nanti Lucy bangun," bisik seseorang ini kepada teman kucing exceed-nya.

"Aye!"

Mereka–kalian pasti tahu siapa–masuk, seperti biasa, melalui jendela menuju kamar gadis bersurai pirang itu. Namun, kali ini tidak biasanya mereka berkunjung pada waktu seperti saat ini. Dengan perlahan, sang pemuda bersurai merah muda dibantu oleh kucing birunya membuka daun jendela, sebisa mungkin agar tidak ada suara derit yang terdengar.

"Fiuh! Akhirnya," gumamnya pelan saat ia berhasil membuka jendelanya. Ia celingak-celinguk, meneliti keadaan di lingkungan rumah Lucy, takut-takut ada yang melihat mereka masuk secara diam-diam dan malah akan dituduh sebagai pencuri.

Setelah berhasil masuk, menutup sedikit jendela tadi, mereka lalu mengendap-endap menuju tempat tidur dimana gadis itu tengah beristirahat dengan damai. Ia menyingkap perlahan sebagian selimut yang menutupi wajah si gadis blonde. Ia memandangi wajah damai Lucy yang sedang tertidur pulas sambil tersenyum, namun senyumnya perlahan berubah menjadi sebuah seringai. Ia menoleh kepada teman di sampingnya lalu menyodorkan tangan ke arahnya sambil mengisyaratkan 'kemarikan benda itu'.

"Kau yakin akan melakukannya, Natsu? Kau tidak kasihan pada Lucy?" bisik kucing biru yang bernama Happy itu sambil menyerahkan sebuah benda panjang berwarna putih dari tas miliknya.

"Tenang saja, Happy. Ini hanya akan mengejutkan Lucy saat dia bangun nanti. Lagipula ini kan tidak permanen," jawab Natsu.

Natsu lalu membuka tutup benda tersebut dan ia mengarahkannya ke arah wajah Lucy. "Nah, Lucy, rasakanlah pembalasanku atas yang kau perbuat waktu itu. Hihihihi."

.

Sret. Sret. Sret

.

Apa yang sebenarnya direncanakan Natsu kepada Lucy?

Mari kita flashback –enam hari yang lalu.

.

.

Pagi hari yang melelahkan, menurut Natsu. Entah kenapa, badannya terasa letih. Padahal ia baru saja bangun dari tidurnya yang menurutnya cukup lelap. Jarang-jarang sekali seperti itu. Mungkin karena misi berat yang ia lakukan di hari sebelumnya.

Dengan malas, ia memposisikan dirinya duduk di tempat tidurnya, mengucek-kucek matanya sambil sesekali menguap. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Perhatiannya tiba-tiba tertuju pada kucing biru yang tengah tertidur di sebelahnya.

"Ahahahaha! Happy, bangun! Apa yang terjadi dengan wajahmu?" kekeh Natsu sambil menguncang-guncangkan tubuh Happy hingga ia terbangun.

"Hoaamm! Ohayou, Na- eeh," Happy menghentikan kegiatan mengucek mata dan ia langsung melotot ke arah Natsu, "wajahmu kenapa, Natsu?"

Mereka berdua segera berhambur menuju cermin yang terletak di depan kamar mandi. Seketika, teriakan mereka memenuhi seluruh ruangan.

"WAAAA! Siapa yang melakukan iniii?"

Wajah mereka berdua kini bagaikan objek lukisan asal-asalan seseorang yang jahil. Janggut dan kumis, gambar mata di kelopak mata, pusaran kecil di kedua pipi, dan yang lebih parahnya lagi, catnya susah dihilangkan alias permanen. Saat Natsu dan Happy sibuk menggosok-gosok wajahnya dengan handuk basah, ada yang menarik perhatian Natsu di sudut atas cermin yang tengah ia hadapi. Sebuah foto Polaroid (*emangnya udh ada kamera Polaroid ya?) dirinya serta Happy yang sedang tidur dengan wajah penuh lukisan dan catatan kecil di sampingnya.

"Semoga harimu menyenangkan, Natsu, Happy.

Love, Lucy 3."

Seketika aura hitam meliputi Natsu. Happy yang berada di sebelahnya pun sampai bergidik melihatnya. Natsu menggenggam erat foto dan note itu hingga sedikit kumal.

"Hehe..hehe..hehe. Luucyyy! Tunggu pembalasanku."

.

-End Flashback

.

Di dunia mimpi Lucy.

Lucy sedang berada di taman bunga yang sangat indah. Ia mengenakan pakaian indah bak puteri istana. Di tengah ia asyik menikmati aroma-aroma bunga yang wangi (*anggap saja indra penciumannya berfungsi di dunia mimpi), Lucy mendengar derap langkah seseorang yang perlahan-lahan mendekatinya. Lucy memalingkan wajahnya ke belakang untuk melihat sosok yang mendekatinya itu. Mata Lucy seketika berbinar-binar dan wajahnya berseri merona. Sesosok pemuda tinggi semampai nan tampan berjalan menuju kepadanya. Pemuda itu mengenakan pakaian kerajaan, layaknya seorang pangeran. Rambutnya yang berwarna gelap kemerahan, bergerak seirama tiupan angin yang menerpanya, menambah pesona yang ia pancarkan –di sekitar wajahnya terlihat sparkling-sparkling.

"Selamat pagi, Puteri yang cantik," sapanya sambil menundukkan badan pada Lucy.

Karena masih tidak percaya akan hal yang ia lihat, Lucy malah salah tingkah dan mengatakan, "E-eh, Anda berbicara padaku?" sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Tentu saja, Puteri. Memangnya kepada siapa lagi aku berbicara," pemuda itu meraih tangan Lucy lalu mengecup punggung tangannya, "selain kepada Puteri di hadapanku saat ini. Jika berkenan, bolehkah aku tahu nama dari Puteri cantik ini?"

Blush. Mendapat perlakuan seperti itu, membuat Lucy serasa meleleh. Lucy merasakan sensasi hangat di pipinya. "Na-namaku Lucy Heartfilia, dan aku sebenarnya bukanlah seorang puteri."

"Oh, nama yang indah. Namaku Reylicht Agleam, senang bertemu denganmu."

"Err, apakah Anda seorang pangeran? Apakah istana kerajaan ada di sekitar sini?" tanyanya.

"Ya, benar. Istanaku berada barat tak jauh dari sini. Aku adalah pangeran dari kerajaan yang berkuasa di wilayah ini. Sesungguhnya, jika kau menginginkan, aku bisa jadi pangeran di kerajaan hatimu, Puteri Lucy," ujar pangeran itu sambil menangkup telapak tangan Lucy dengan kedua tangannya.

Waah, bagaimana ini? Aku terlalu senang hingga tak bisa berkata-kata. Ini terlalu indah, pikir Lucy. Lucy tak sanggup melihat wajah tersenyum pangeran Reylicht yang tampan.

"Eh?" Lucy mengerutkan alisnya saat melihat ekspresi senyum sang pangeran yang terlihat seperti di bawah tekanan.

Pangeran Reylicht melepaskan genggaman tangannya lalu berjalan berbalik arah menjauhi Lucy yang kebingungan. Tak berjalan jauh, pangeran Reylicht tiba-tiba jatuh dan berdiri di atas lututnya. Ia menutupi wajahnya dan seluruh tubuhnya gemetar dan terlihat asap putih mengepul keluar dari kepalanya. Kedua daun telinganya juga memerah. Melihat hal itu, Lucy menghampirinya.

"P-Pangeran, Anda baik-baik saja?" Tanya Lucy sambil menepuk bahu pangeran Reylicht.

"B-Bagaimana ini, lagi-lagi aku ceroboh. Mengatakan hal seperti itu tanpa berpikir panjang. Apa yang harus kulakukan," gumam pangeran Reylicht pada dirinya sendiri, namun Lucy dapat mendengar hal itu.

Hegh. 'Astaga, apa dia malu?' seru Lucy dalam hati. Walaupun kaget, sempat terlintas di kepalanya bahwa ia mengatakan 'kawaii' terhadap sikap pangeran itu. "P-Pangeran?" Lucy agak menundukkan badannya mencoba melihat wajah pangeran itu. Namun, tiba-tiba pangeran menjulurkan tangannya ke arah Lucy dan mendorongnya.

"Tolong, tinggalkan aku sendiri," pinta sang pangeran tanpa mengangkat wajahnya sedikit pun.

Tubuh Lucy oleng. Seolah ada gravitasi yang kuat menarik tubuhnya, Lucy tak dapat lagi menyeimbangkan tubuhnya, dan-

BYUR–

Sejak kapan ada sungai di sini?

Tubuh Lucy tercebur ke dalam sungai. Parahnya, sungai itu berarus deras. Lucy pun hanyut terbawa aliran sungai. Mendengar suara deburan air, pangeran mendongakkan kepalanya, dan matanya bertemu pada Lucy yang tengah terbawa arus.

"Puteriii! Puteri Lucyyyy! Tungguuu! MAAF AKU TIDAK SENGAJA MENDORONGMU!" Pangeran Reylicht berlari mengejar Lucy. Namun, usahanya sia-sia. Lucy telah terbawa sangat jauh darinya.

.

.

"Kenapa hal ini terjadi padakuuu?!"

Mimpi yang aneh.

Tak berujung. Benar-benar tak berujung. Kira-kira sudah berapa lama, ya, Lucy terhanyut pada arus sungai yang tak berujung ini? Anehnya, Lucy tak tenggelam. Malah tubuhnya terapung sempurna seperti sebuah gelondongan kayu yang terbawa aliran air. Mungkin harusnya lebih tepat ia berkata 'untungnya'.

Sejak sesaat yang lalu ia berpikir begitu, tiba-tiba Lucy melihat akhir dari sungai ini. Lebih tepatnya itu adalah sebuah air terjun. Tak dapat berbuat apa-apa selain 'berteriak', tubuh Lucy pun ikut terjun bebas mengikuti arah air itu jatuh.

"Ini cuma mimpi. Ini cuma mimpi." Lucy berkali-kali membisikkan itu di dalam hatinya saat tubuhnya ikut jatuh pada air terjun. Tiba-tiba terbesit dalam pikiran(mimpi)nya, bahwa ia akan ditangkap dan diselamatkan oleh Natsu. Lucy hanya memejamkan mata sambil memeluk dirinya sendiri, lelah untuk berteriak lagi.

Plop. Plop.

Lucy merasakan dirinya tak lagi melayang di udara, –maksudnya di dalam aliran air terjun. Ia sudah sampai di dasar, namun ia tak merasakan sakit. Biasanya 'kan kalau terjatuh di jurang seperti itu orang akan merasakan sakit –ralat, mati, malahan. Lucy menurunkan tangannya untuk menyentuh dasar tempat ia terduduk sekarang.

Lembut.

Lucy perlahan membuka matanya.

Pemandangan di hadapannya sekarang, putih. Air terjun yang tadi pun sudah menghilang entah ke mana. Pakaiannya pun kering, padahal ia berada di dalam air sejak tadi, dan.. lembut. Ia tengah duduk di atas.. uh, apa, ya? Lucy merasakan daratan itu lembut seperti kapas. Seperti awan. Hamparan awan putih. Lucy mengusap-usapnya, yang entah bagaimana ia merasakan ketenangan dari sesuatu seperti awan itu.

Tiba-tiba, Lucy merasakan sesuatu di dalam dirinya memerintahkannya untuk kembali ke tubuh aslinya, dengan kata lain 'terbangun'. Lucy beranjak, lalu berjalan ke arah jam 9 dari tempat ia terjatuh tadi. Bagaimana Lucy tahu ke mana arah yang harus dia tuju? Mungkin itu naluri –entahlah-itu– yang membuatnya tahu kapan dan ke mana ia harus kembali.

"Ah, ketemu." Lucy melihat jalan pulangnya. Suatu lubang persegi ke arah bawah, yang menghubungkan dunia mimpi dengan dunia nyata. Jaraknya terlihat hanya sebatas kau menjulurkan tanganmu ke tubuh aslimu.

"Akhirnya aku pulang juga… eh-" Saat Lucy ingin menjulurkan tangannya ke dirinya yang asli, ternyata terdapat lapisan bening seperti kaca yang menghalanginya.

Tuk.Tuk.Tuk

Lucy mengetuk-ketuk kaca tersebut. Merasa itu tak akan mengubah apa pun, Lucy mulai memukul-mukul keras, berharap kaca itu akan pecah dan ia bisa kembali ke dunia nyata.

"Oh, ayolah."

"Kenapa hariku jadi seperti iniiii?!"

.

.

Sementara itu-

Pagi hari di Magnolia.

"Ohayou, Natsu," sapa seorang wanita dibalik meja bar.

"Yo, ohayou, Mira."

Natsu, tentu saja diikuti oleh Happy, menuju papan pengumuman tempat pamflet-pamflet pekerjaan tertempel. Natsu meneliti satu per satu, lalu tak lama ia memutuskan untuk mengambil salah satu yang membuat Natsu tertarik.

"Mira, aku ambil yang ini. Aku pergi dulu, yaa!" ujarnya sambil menunjukkan lembaran tersebut di depan Mirajane. "Kerja. Kerja. Kerjaaa!"

"Baiklah. Pulanglah tanpa membuat keributan dan membawa masalah, ya, Natsu." Mira melambaikan tangan, lalu kembali melakukan pekerjaannya yang terhenti. Mengelap gelas-gelas hingga berkilauan. *cling*

"Hmm, anak itu baru saja datang sudah pergi lagi," ujar seseorang sambil memposisikan dirinya duduk di depan bar.

"Dia selalu bersemangat. Tak seperti seseorang di depanku ini, masih pagi sudah minum-minuman. Cana, tidak kah seharusnya kau mengambil sebuah pekerjaan?"

"Ya, ya, ya. Jangan menceramahiku seperti itu, Mira," jawabnya sambil meneguk kembali bir dari gelas besarnya.

"Kalau kau selalu seperti itu, kau tidak akan mendapatkan pria yang mau menikahimu, lho."

"Heh, aku masih belum perlu memperdulikan hal semacam itu. Lagipula banyak, kok, yang naksir padaku," candanya sambil menjulurkan lidah pada Mirajane.

"Ara, ara."

.

Skip time.

"Tadaimaa."

"Aye!"

Matahari mulai kembali ke peristirahatannya. Langit sudah menggelap, hanya menyisakan semburat mega merah di ufuk barat. Natsu dan Happy, masih dengan semangat yang tak hilang, telah pulang dari menjalankan misi. Namun, suasana guild tidak seperti biasanya. Beberapa orang, terutamanya para gadis, berkumpul di meja bar. Wajah-wajah mereka terlihat mencemaskan sesuatu.

"Ada apa ini?" tanya Natsu pada kerumunan tersebut.

"Natsu-san, Okaeri," sapa Wendy.

"Etoo, Anoo.."

"Lucy tidak datang ke guild hari ini dan juga tidak ada kabar apa pun darinya," jelas Erza kepada Natsu, mendahului Levy yang terlihat ragu untuk mengatakannya.

"Aku sudah datang ke rumahnya. Aku mengetuk pintunya beberapa kali, namun ia tidak menjawab. Karena kupikir dia sedang tidak ingin diganggu, atau mungkin saja dia sedang pergi keluar, jadi aku memutuskan kembali ke guild," tambah Levy.

"Erza tidak ikut memeriksanya?" tanya Natsu, mulai cemas.

"Aku pergi menjalankan misi. Aku juga baru datang beberapa menit sebelum kau datang, Natsu."

Tanpa kata-kata lagi, Natsu langsung berlari. Tentu saja, menuju rumah Lucy.

"Natsu, matte yo!" Kucing biru itu, mengeluarkan sayapnya, berusaha mengejar Natsu yang berlari cepat.

"Lucy, apa kau baik-baik saja?"

.

.

Sesampainya di depan rumah Lucy.

Natsu mengangkat kepalan tangannya, ingin mengetuk pintu, namun tidak jadi. Ia melangkah cepat kea rah jendela kamar Lucy. Ia menemui kondisi jendelanya masih seperti saat ia meninggalkannya pagi tadi. Terkunci dengan ganjalan ranting pohon.

Natsu membuka jendela itu dan langsung masuk ke dalam kamar. Ia mendatangi tempat tidur Lucy. Ia menarik perlahan selimut yang menutupi tubuh Lucy hingga leher.

"Natsu," seru Happy yang baru saja tiba. Ia mengembalikan sayapnya dan berjalan ke arah tempat tidur dimana Natsu ada di situ.

Natsu melebarkan matanya. Kondisi Lucy juga masih tetap sama seperti saat ia meninggalkannya tadi pagi. Wajahnya masih penuh coretan, yang asalnya dari ulah Natsu. Natsu menjulurkan kedua tangannya, menggapai kedua bahu Lucy.

"Luce?" Natsu tiba-tiba sedikit menarik tangannya saat telapak tangannya terasa dingin saat menyentuh bahu Lucy

"Luce! Lucy, kau dengar aku?" Natsu sedikit meninggikan suaranya. Ia menggoyang-goyangkan bahu Lucy berharap ia terbangun dari tidurnya. Natsu meletakkan 2 jarinya tepat di bawah hidung Lucy.

Masih ada hembusan nafas.

"Natsu… Apa yang terjadi pada Lucy?" tanya Happy dengan suara sedikit bergetar.

Natsu tak menjawab. Natsu menyapu helaian rambut Lucy di keningnya, lalu menangkup sebelah pipi Lucy yang lembut, dan hangat. Oh, wajahnya masih terasa hangat. Natsu mendekatkan wajahnya pada wajah tertidur Lucy. Ia menyandarkan keningnya pada kening Lucy, dan menatap lurus pada mata Lucy yang masih tertutup.

"Luce, apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang telah kuperbuat padamu?"

.

.

つづく (tsudzuku)—to be continued


A's note:

Yahooo.. Koyuki (a.k.a Miya) kembali lagi setelah hiatus sekitar 2 tahun #orz. Ada, sih, beberapa fic yang masih dalam bentuk potongan-potongan adegan dan tak berlanjut, di fandom lain, namun akhirnya fic ini yang berhasil di-publish. Saya bikin fic ini juga hanya sebuah pelarian diri dari penyelesaian tugas akhir yang tak berakhir-akhir juga. #maaf yah jadi curcol.

Entah kenapa, saat saya baca ulang lagi kedua fic saya sebelumnya, saya merasa fic saya yang dua itu agak… err… apa, ya, istilahnya yang tepat, agak 'childish'? *mungkin yang ini juga* kalian juga merasakannya? Atau cuma perasaan saya?. Yeah, maybe, I don't know, but I'm glad that I have some visitors who reads my fic and there's some readers favorited my fic. Thank you so much *muach*.

Untuk bagian dalam ceritanya, saya mohon maaf jika banyak yang tidak sesuai *OOC, adegan sehari-hari yang setahu kalian tak pernah dilakukan orang2 fairy tail, absurd, dsb*. Saya sudah lumayan lama tak menyentuh cerita-ceritanya fairy tail. Tapi saya masih lumayan update, dan saya agak syok dengan dibubarkannya fairy tail.

Yosh, gak perlu panjang lebar lagi #udah-kepanjangan-keleus, review please, please, saya senang ada silent reader, yang berarti mereka masih minat untuk baca fic saya, tapi saya lebih senang klo fic saya dikritik, dikomentari, atau apapun, yang penting tinggalkan jejak. Oke? Arigatou gozaimasu-ne.. =^_^=

Tambahan: Untuk chapter berikutnya, saya akan usahakan secepat mungkin~

##notif: Saya sedikit mengganti pen name saya dengan nama awal Miyano Haibara. Hanya antisipasi siapa tahu ada yang mengira terdapat pelanggaran hak cipta ^_^ ##