{ 1 — mug }
Sudah terhitung tiga bulan sejak pertengkaran hebat itu dimulai— Junmyeon yang kukuh dengan pendiriannya, melawan kekasihnya yang sudah tak mempunyai kuasa untuk mempertahankan hubungan mereka. Umpatan yang melayang di udara, tangisan yang memecah keheningan malam— ow, semuanya tak perlu dihitung lagi!
Hari ini— sedingin dan sebeku udara musim dingin di Ottawa, anehnya tidak ada mulut kotor dan sungai yang mengindukdirikan di ujung mata... namun, ada sesuatu yang rusak. Kali ini bukan surat pernikahan...
"Lihat itu, Junmyeon? Hubungan kita setelah ini tidak akan pernah sama, seperti gelas itu. Tidak peduli kamu akan menyatukannya dengan lem setelah ini, hasilnya tetaplah berbeda."
Ah, benar. Yang Yixing pecahkan bukan hanyamug kepunyaannya yang dihadiahkan Junmyeon sewaktu mendapat gaji pertamanya...
...karena hatinya sendiri ikut pecah, yang tercecer selayaknya mozaik kaca.
{ 2 — black }
Sebagai dokter berkompeten yang sudah menangani pelbagai masalah di lapangan, Luhan memegang teguh sebuah protokol; dimana setiap dokter mengikat lengan pasien dengan pita— warna hijau, kuning, merah dengan tingkat urgensi yang mampu dibedakan, dan yang terakhir... hitam untuk pasien yang tidak mampu diobati di lokasi kejadian, atau, bisa dikatakan— meninggal dunia.
Betul-betul masih terngiang di otak Luhan, siapa pasiennya yang terakhir kali mendapat pita hitam.
"Jiejie... ini bukannya tunanganmu? Kami.. kami minta maaf jie!"
Entah hari, bulan, dan tahun apa di kota Oslo— pemboman sebuah gedung produksi surat kabar, dan salahsatu korban tewas yang bernama Oh Sehun, kepala editor yang naasnya tidak mampu lagi bangkit dari kondisi kritis.
Terakhir— entah berapa kali, dokter muda itu menahan tangisannya sewaktu menabur abu kremasi pasiennya di laut Nordik.
{ 3 — cross }
Di sudut jalan Praha, ibaratkanlah ada setitik identitas yang menunggu titik lainnya. Menanti kapan keduanya bersatu, membelah globe bagaikan garis khatulistiwa. Bisa saja, melingkari seperti cincin yang menjadikan Saturnus cantik, meski tak sebanding dengan Venus. Wanita bernama Byun Baekhyun itu merapatkan mantelnya dan bergegas menerima telepon yang masuk.
"...He, apa? Tidak jadi berangkat ke Czechia? ..." Jeda singkat memenuhi percakapannya dengan seorang pria disebrang sana, "...oh, putrimu sakit ya? Yasudahlah, tak apa."
"Tapi, sekalipun kamu tidak jadi berangkat, aku tetap akan mengatakan ini; aku masih menunggumu, Chanyeol. Masih menunggu lajumu kembali ke arahku, dan mungkin saja kita bisa bersama."
Meski ada beberapa hal yang sudah tidak bisa diubah, Baekhyun paham. Sedari awal, dia berjalan berdampingan dengan Chanyeol; kedua titik yang berdampingan sekalipun, nantinya akan bersimpangan.
[end.]
[writer's note.]
sedikit tulisan untuk menghindari WB. ooooh just laugh at me bcs i'm still struggling with writer-nonsense-block. DAN MAAFKAN SKILL NULIS SAYA HUEHUEHUE I'M A TRASHTRASHTRASH. but anw i hope you enjoyed this fic as much as i!
and for those who currently reading— Domo arigato, gaes! You are awesome as always! xoxo~
[2016, E. Raven Watson's copyright. No profits taken.]
