ADJUSTMENT

Kyungsoo bersumpah tak ada yang lebih membosankan selain hidupnya. Terkekang segala peraturan 'keartisan', hanya karena mempertahankan pamor ayahnya yang seorang aktor dan ibunya yang seorang model terkenal. Hingga suatu hari... dia bertemu Kim Jongin.

By johayo-kaisoo

.

.

.

KaiSoo fic | Kai (Kim Jongin) x D.O (Do Kyungsoo) | Adjustment | Yaoi | Boy's Love | T | Inspiration: Novel "Skandal Hollywood" karya Lucy Broadbent dengan perubahan dimana-mana.

.

.

.

Do not plagiarize!

.

DLDR!

.

.

.

Happy Reading

.

.

.

Kyungsoo menyibak selimutnya saat mendengar alarmnya berdering bising. Mematikan alarm tersebut dan beranjak menuju kamar mandi. Hari ini hari Senin. Sejujurnya dia membenci hari Senin dan segala tetek bengeknya. Apa lagi dihari Senin, ibunya yang dingin itu pulang kerumah.

.

Kyungsoo yang sudah bersiap menyantap sarapannya terpaksa berhenti ketika ibunya menarik kursi makan di depan dirinya. Sedikit beramah tamah dengan ibu esnya itu tak ada salahnya.

"Selamat pagi, bu."

"Pagi."

"Bagaimana kabar ibu?"

"Baik."

Keheningan kembali melanda. Kyungsoo kembali sibuk dengan sarapannya sedangkan ibunya sibuk dengan majalah fashionya.

"Mana Kwanghee?"

Kyungsoo menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Kakaknya yang bandel itu sering pergi pagi-pagi sekali dan pulang larut malam. Entah apa yang dilakukannya. Kadang Kyungsoo berpikir dia sedang berada di club, menggoda para Twinkie –wanita berambut pirang dengan dandanan seperti barbie, menggunakan kokain, atau bahkan seks.

Kalau boleh jujur, Kyungsoo kagum dengan Kwanghee. Dia dengan berani memberontak berbagai peraturan yang dibuat orang tuanya. Peraturan keartisan. Yah, begitulah mereka menyebutnya. Lagian, yang menjadi artis itu kan orang tua mereka. Kenapa mereka yang harus mematuhi peraturan bala-bala itu.

Tapi karena dasarnya Kyungsoo itu orang baik, dia mau saja disuruh patuh pada itu semua. Walau Kwanghee sesekali mengajaknya keluar bersamanya –dalam arti ikut berontak, Kyungsoo hanya menggeleng sambil tersenyum manis.

.

"Berangkat sana, sudah siang."

Suara datar ibunya menyentakkan Kyungsoo dari lamunan tentang kakaknya. Dia segera memakai tasnya kemudian mencium pipi ibunya. Berkata 'aku mencintaimu' dan bergegas keluar.

Kyungsoo menghampiri Lee Ahjussi yang sudah menunggunya di mobil. Sejenak, Kyungsoo menolehkan kepalanya. Melihat ibunya yang berdiri di teras rumah dengan terus menatap kearahnya.

Kyungsoo jadi senyam senyum sendiri. Bukan karena memikirkan orang yang dia sukai, melainkan ibunya –karena Kyungsoo yang manis tidak memiliki perasaan seperti itu pada orang lain.

Tadi dengan jelas Kyungsoo mendengar ibunya berkata 'aku juga mencintaimu.' Sebuah ungkapan yang biasa diungkapkan ibu dan anak. Tapi karena ibunya yang seringnya 'hamm hemm hamm hemm' kalau menjawab, membuat Kyungsoo merasakan sesuatu yang lain di hatinya.

.

..

.

Taehyung, sahabat sehidup semati Kyungsoo menghampirinya. Meletakkan tas leopardnya di kursi sebelah Kyungsoo. Menatap Kyungsoo dengan alis dinaikkan sebelah.

"Kenapa kau senyum-senyum sendiri?"

Kyungsoo yang sudah tak bisa menahan perasaannya, nyerocos begitu saja. "Kau tahu Tae, ibu esku hari ini pulang. Tadi aku sarapan ditemani olehnya dan seperti biasa mencium pipinya. Dan kau tahu apa yang dia katakan? Dia bilang, dia mencintaiku." Kata Kyungsoo dengan mata berbinar binar.

Taehyung tersenyum kecil melihat temannya yang sebahagia itu. Dia tahu persis bagaimana keluarga Kyungsoo. Kyungsoo yang merasa ibunya tak menyanyanginya, ibunya yang dingin, dan bahkan Kyungsoo pernah berpikir jika ibunya yang sebenarnya itu Jung Ahjumma. Orang yang selama ini mengasuh dirinya.

"Sudah? Sekarang giliranku yang bercerita. Kau masih ingat sutradara keturunan Amerika itu? Lionel?"

Kyungsoo mengangguk kaku. Dia agak ingat agak tidak pada orang bernama Lionel itu.

"Dia menawariku bermain difilmnya, Kyung." Taehyung memekik senang.

.

"Kau ditawari main di filmnya?" Suara berat khas Yoongi tiba-tiba terdengar ditelinga kiri Taehyung. Membuat empunya terlonjak kaget.

"Jangan maulah, Taehyung-ie. Atau kau bermain disana dan menjadi seorang 'slut'."

"Apa maksudmu?" Taehyung tampak tersinggung dengan kata-kata kasar Yoongi.

Yoongi memang begitu. Suka sekali berkata kasar. Memang sih, lidah tajamnya itu bawaan lahir. Karena kata dia, mendiang ibunya dulu juga suka berkata kasar.

"Tunanganku yang menulis naskahnya. Awalnya dia hanya bercanda akan mengirim naskah itu. Tapi ternyata memang benar-benar dikirimnya."

Kyungsoo memperhatikan Yoongi yang tengah geleng-geleng kepala akibat ulah tunangannya. "Memang cerita tentang apa?"

"Tentang seorang porn star terkenal dan slut yang manis."

"APA?!"

Kyungsoo hampir saja terjungkal dari kursinya karena saking kagetnya. 'Dasar Taehyung gila!' batinnya. Dia tak habis pikir Taehyung begitu gembira menenrima tawaran itu. Padahal... heol... itu film porno.

Taehyung tampak cuek saja melihat tampang kaget Kyungsoo. "Kau kenapa?"

"Kau itu yang kenapa? Maksudku, otakmu bermasalah, ya?"

Kyungsoo menggeplak kepala Taehyung keras. Menghasilkan erangan menyakitkan.

"Biarlah. Yang penting ketenaranku kembali lagi."

Kyungsoo kembali menggeplak Taehyung. Anak penggila leopard ini pasti sudah kehilangan akal sehatnya.

Taehyung itu sahabat terbaik Kyungsoo. Mereka sudah berteman semenjak tahun pertama middle school. Orang tua Taehyung yang juga entertain, membuat mereka cepat akrab. Berbeda dengan Kyungsoo yang sopan, Taehyung termasuk anak urakan. Kata-kata tidak disaring, minuman keras, kokain, seks, sudah tak asing di hidupnya. Dan juga, Taehyung itu dulunya seorang aktor cilik. Dia menjadi mudah mendapat teman karena pamornya dan pamor orang tuanya. Tapi entah mengapa saat dia berada di junior school, pamornya mulai menurun.

"Terserah kau sajalah." Kata Yoongi menyerah melihat temannya itu. "Kalau perlu kau tidur dengan si Lionel itu agar mendapat peran utama."

.

..

.

Lagi.

Kakaknya mengajak keluar malam. Padahal sekarang Kyungsoo harus mengerjakan tugas fisikanya.

"Ayolah, Kyung. Kau tidak mati bosan apa dirumah terus?"

Kyungsoo menghempas keras tangan Kwanghee yang memegangi tangannya. "Aku harus mengerjakan tugas, hyung."

"Itu masalah nanti. Akan aku bantu mengerjakannya. Kau kan tahu, aku ini pintar."

Kyungsoo memajukan bibir bawahnya. Kwanghee benar-benar keras kepala. Adakah yang bersedia memukul kepala Kwanghee dengan palu?

.

..

.

Apaan Kwanghee mengajaknya ketempat seperti ini? Dipenuhi orang urakan dengan mobil-mobil sampahnya.

Iya. Kyungsoo diajak ke tempat balapan mobil. Bukan tempat balapan mobil biasa sih. Melainkan tempat balap mobil khusus orang kaya. Bahkan Kyungsoo bersumpah melihat beberapa wajah yang sering dilihatnya di tv.

.

Kwanghee menghampiri Kyungsoo yang diam dipojokkan dengan tampang bodohnya. Seriusan ya, Kyungsoo tak ada tampang-tampang brandalnya sama sekali.

"Heh kau, seperti orang idiot."

"Kau lebih idiot mengajakku kesini." Cibir Kyungsoo. Tak sengaja manik matanya jatuh pada manik kelam namja yang berdiri di sebelah kakaknya.

Oh. My. God.

Lelaki itu begitu mempesona. Kyungsoo bahkan lupa caranya bernafas saat manik mata mereka bertemu. Dia serasa tersedot kedalam lubang penuh kharisma namja itu.

Kyungsoo memandangi lelaki itu dari atas hingga bawah. Badannya yang tinggi tegap, kulitnya yang hitam –eumm, mungkin ini karena efek waktu malam, wajahnya yang tampan, bibirnya yang seksi, hidungnya yang pesek –okeh maaf, yang ini khilaf. Kyungsoo yakin dia baru saja bertemu malaikat.

Bukan malaikat kematian tapi, ya.

.

"Hey manis, namamu siapa?"

Kyungsoo rasanya ingin mati sekarang juga. Dia baru saja memanggilnya manis. Oh Tuhan.

Ekhem Kyungsoo, kau lupa ya, kalau kau ini memang dasarnya manis.

"Kyungsoo."

Lelaki itu tersenyum. "Kau adiknya Kwanghee, ya. Tumbenan mau ikut. Biasanya kau menolak."

Kyungsoo membesarkan volume matanya. "Bagaimana kau tahu?"

Dia kembali tersenyum. "Kwanghee yang cerita." Katanya. "Ngomong-ngomong, apa kau mau menemaniku balapan? Mobilku di sana."

Dan Kyungsoo hanya mengangguk dibuatnya.

.

..

.

Kyungsoo memukul lengan kakaknya yang terus menertawakan dirinya sejak keluar dari tempat balapan tadi. Rasanya Kyungsoo ingin membenturkan kepalanya yang berdenyut ini ke aspal. Keputusannya menceritakan apa yang tadi dilaluinya dengan Jongin –pemuda tadi, merupakan kesalahan besar.

"Hahaha... payah kau, Kyung. Masa begitu saja muntah-muntah."

Kyungsoo mempoutkan bibirnya. Kakaknya menjengkelkan. Tidak usah dibahas terus kali. Memang kenapa kalau Kyungsoo muntah? Salahkan Jongin yang mengendarai mobilnya gak pake kira-kira.

"Kyung, kau sudah kenal Jongin sejak kapan?"

"Tadi."

"Lho, bukannya kalian satu sekolah?"

Kyungsoo menyerngitkan dahinya bingung. Satu sekolah? Padahal menurutnya dia baru bertemu Jongin tadi. Lagi pula kalau mereka ada di sekolah yang sama, Jongin pasti tahu namanya. Bukannya sok terkenal, memang Kyungsoo itu terkenal.

Karena orang tuanya.

Miris.

"Coba deh cek lagi kelas 2-2. Jongin kelasnya di situ."

Kyungsoo mengangguk paham. Ternyata dia adik kelas Kyungsoo. Terang saja Kyungsoo tidak mengenalnya.

.

..

.

"Ciee yang sibuk sama calonnya."

Yoongi melempar kertas kearah Kyungsoo. Tak memperdulikan Kyungsoo yang melotot karena acara sms annya –dengan Jongin- terganggu.

Sejak malam itu mereka berdua semakin dekat. Mana Kyungsoo nurut saja di suruh cek ke kelas Jongin. Dan Kyungsoo juga baru tahu kalau kelas Jongin itu kelas acting.

"Kyung, bagaimana Jongin?"

"Apanya?"

"Anunya -_- Menurutku kau jadi urakan pacaran dengannya."

"Aku tidak pacaran dengannya dan aku tidak urakan."

Kyungsoo melempar kertas –yang tadi dilempar Yoongi- kearah Taehyung. Enak saja mengatainya urakan.

"Apanya yang tidak urakan? Kemarin saja tugas tidak dikerjakan, pergi malam-malam, bolos pelajaran. Kau lama-lama bisa jadi seperti kakakmu. Bagaimana kalau orang tuamu tahu, hah?"

Kyungsoo bungkam mendengar perkataan Taehyung. Teman ajaibnya ini ada benarnya juga. Bagaimana jika ibu atau ayahnya tahu? Bisa mati dia.

Tapi Kyungsoo tak perduli. Buat apa dia mematuhi peraturan itu? Hanya membuat dirinya terkekang. Tidak boleh begini, tidak boleh begitu, harus begini, harus begitu.

"Aku tidak perduli. Terserah orang tuaku mau marah atau tidak."

.

..

.

Kyungsoo menyelinap keluar lewat pintu belakang. Melompati pagar keliling rumahnya dan berlari ke ujung blok menghampiri Jongin yang sudah menunggunya. Malam ini Kyungsoo kabur lagi. Niat awalnya sih, ikut keluar dengan Kwanghee biar lebih aman. Tapi tadi dia dapat semprotan pedas ibunya.

Ngomong-ngomong, Jum'at ini ibunya pulang. Dan Kyungsoo benci itu.

.

"Lama menunggu?" Kyungsoo menepuk pundak Jongin. Laki-laki itu sontak mengalihkan perhatiannya dari layar ponselnya. Melepas earphone yang sedari tadi dipakainya dan tersenyum manis.

"Aku baru saja sampai." Katanya. "Ayo berangkat. Atau anjing-anjing ayahmu berlarian kemari dan menyeretmu."

Kyungsoo tertawa mendengar lelucon Jongin. Hari ini mereka berencana ke bioskop. Kyungsoo ingin menonton film Jongin yang baru keluar baru-baru ini. Yah, hanya peran kecil yang dimainkannya. Tapi tetap saja, Kyungsoo ngotot minta nonton.

.

..

.

"Aku tak percaya kau bisa seromantis itu." Sejak tadi Kyungsoo mengoceh tantang acting Jongin yang menurutnya bagus. Jongin hanya senyum-senyum saja menanggapinya.

"Tapi itu 'kan skenario, Kyung."

"Walaupun skenario tapi kalau kau dasarnya tidak romantis, tidak akan sampai seperti itu."

"I-iya sih."

Kyungsoo memerhatikan jalanan yang gelap. Jongin ingin membawanya kesuatu tempat. Walau Kyungsoo tahu tempat itu.

Club.

Paling kakaknya juga di sana.

.

..

.

Suara musik yang bisa membuat orang tuli seketika itu terdengar di setiap sudut tempat ini. Seorang namja manis dengan matanya yang bulat sesekali menggerakkan badannya mengikuti alunan musik. Sudah satu jam dia berada disana. Dengan Jongin dan Kwanghee yang terus berada di sebelahnya. Botol-botol soju berserakan di meja mereka. Dan Kyungsoo sudah berhasil menghabiskan tiga botol. Sejujurnya, namja ini memang menyukai soju. Tapi karena peraturan keparat itu, dia jadi tidak bisa meminumnya.

"Sudah, Kyung. Nanti kau dimarahi ibu." Kwanghee mengingatkan. Menjauhkan botol berlatar hijau yang akan di ambil Kyungsoo.

"Persetan dengan wanita tua itu."

"Wanita tua yang mana?"

DEG

Sekilas Kyungsoo mendengar suara ibunya. Tapi karena memang dirinya yang sudah mabuk menganggap itu hanya sebuah halusinasi.

Kyungsoo merasakan jantungnya yang berdegup cepat. Dirinya seolah sedang lari maraton. Kyungsoo menggelengkan kepalanya. Mencoba mengusir segala pikiran negatif. Yah, itu pasti halusinasi belaka. Buktinya, suara itu sudah tidak terde-

"WANITA TUA YANG MANA, DO KYUNGSOO?"

Suara melengking itu kembali menerobos gendang telinga Kyungsoo. Bahkan Kwanghee dan Jongin yang duduk di kanan-kirinya berjengit kaget.

Dengan gerakan pelan, Kyungsoo memutar kepalanya. Melihat seseorang yang berdiri angkuh di belakangnya. Tangannya yang ramping bertengger elegan di pinggangnya.

'Mati aku.' Batin Kyungsoo.

"Ikut ibu pulang!"

Nyonya Do membalikkan badannya menuju pintu keluar. Sebelum itu, dia menatap Kwanghee garang dan memberi perintah tanpa kata untuk menyuruhnya pulang.

Kwanghee menepuk pundak Jongin. "A-aku pulang dulu. Kau hati-hati di jalan."

Jongin menganggukkan kepalanya. Terus menatapi mereka berdua yang beringsut keluar. Dapat dilihatnya Kyungsoo terus menunduk. Salah satu tangannya mencengkram ujung bajunya. Pasti anak ini sangat ketakutan. Batin Jongin.

.

..

.

Nyonya Do menampar keras pipi Kyungsoo bolak-balik. Menurutnya anak bungsunya itu pantas mendapatkannya.

"Apa yang kau lakukan disana, hah? Menggoda laki-laki itu dan mengajaknya tidur?"

Kyungsoo hanya menunduk mendengar omelan ibunya. Tak berani menjawab bahkan memandang wajahnya.

"Kenapa brisik sekali?"

Do Minjun, ayah Kyungsoo membenarkan tali jubah tidurnya sambil menuruni tangga menghampiri mereka. Rambutnya yang basah menjadi indikasi dia baru selesai mandi.

Nyonya Do segera menoleh kearahnya. "Kau lihat dia? Dia baru saja kutemukan di club malam."

"Siapa? Kyungsoo atau Kwanghee?"

"Mereka berdua."

Do Minjun dengan langkah tenang dan berkharisma menghampiri mereka berdua. Menatap keduanya yang tengah berlutut di depannya.

.

BUGH

BUGH

.

"Bodoh! Kalian bisa merusak ketenaranku datang ke tempat sampah itu."

Minjun menendang lutut Kwanghee. Berniat melakukan hal yang sama pada Kyungsoo namun diurungkannya.

"Seperti ayah tidak pernah datang kesana saja."

.

Kyungsoo membelalakkan matanya mendengar kakaknya dengan santai berkata begitu. Karena Kyungsoo yakin, ayahnya akan kembali memukulnya. Cukuplah sudut bibir mereka yang membiru. Kyungsoo tak mau kakaknya memperoleh luka lebih.

Kyungsoo kembali menundukkan kepalanya saat ayahnya kembali memukul Kwanghee. Oh Tuhan, tidak bisakah mereka –ibu dan ayahnya, berlaku selayaknya orang tua pada umumnya? Karena, Kyungsoo yakin, Kwanghee hanya akan dendam saja pada mereka.

"Ayah stop! Ini murni kesalahanku."

Minjun berhenti memukul Kwanghee. Sedangkan yang dipukul menatap Kyungsoo dengan mata melotot.

"Apa maksudmu?"

"Begini, jadi ini semua salahku. Aku yang pertama kabur lewat pintu belakang dan pergi dengan Jongin. Kemudian pergi ke club dan sebelum itu mengirimi pesan pada Kwanghee hyung agar kesana. Padahal tadi dia tidak jadi pergi."

Kwanghee makin memelototkan matanya mendengar penuturan Kyungsoo. Ingin rasanya dia membantah kalau dia sudah ke club lebih dulu tanpa Kyungsoo kirimi pesan. Tapi, Kwanghee mengurungkan niatnya. Melihat wajah adiknya yang memelas menatapnya membuat Kwanghee menjadi tidak tega. Tapi, dia lebih tidak tega kalau Kyungsoo nanti jadi di pukuli.

.

"Siapa Jongin?"

Suara pertama ayahnya setelah keheningan melanda mereka.

"Anak laki-laki yang tadi bersamanya. Atau mungkin teman tidurnya."

Ibunya yang dari tadi diam membuka suara. Menghasilkan decihan suaminya.

"Masih kecil sudah ingin menjadi pelacur. KAU INGIN MENGHANCURKAN REPUTASIKU?"

Kyungsoo kembali mendapatkan bogem mentah dari ayahnya. Rasa sakit akibat pukulan di sudut bibirnya bertambah dengan rasa sakit di rahang bawahnya. Dan jangan lupakan bibirnya yang berdarah dan kedua pipinya yang merah hasil tamparan ibunya.

Kyungsoo mengepalkan tangannya erat. Emosinya tiba-tiba memuncak.

"Kau tahu, aku sudah melarangmu ke sana, dan kau? Persetan kalian berdua."

"Iya aku tahu dan aku sadar telah melanggarnya." Kyungsoo berteriak dengan nyaring di depan wajah ayah dan ibunya. Sebulir air mata jatuh membasahi pipi tembamnya.

"Aku tahu aku salah. Tidak menaati peraturan yang sudah kalian buat. Tapi apakah kalian pernah berpikir bagaimana rasanya menjalani ini semua? Hidup penuh aturan memuakkan. Kalau kalian takut pamor kalian hancur karena aku dan kakak, kenapa kau melahirkanku? Kenapa sejak awal kau mau mengandung dan membesarkanku? Apa kau hanya ingin melengkapi hidupmu sebagai wanita sempurna yang dapat mengandung lalu melahirkan? Kenapa tak kalian bunuh kami saat kami bayi dulu?" Kyungsoo mengusap kasar air matanya. Memandang lekat kedua orang tuanya yang bungkam. Manik matanya yang berkilau sekarang tertutupi air mata. Manik bulat itu memancarkan rasa frustasi yang sangat ketara.

.

"Karena aku mencintaimu."

Kyungsoo tertawa meremehkan saat ibunya berkata begitu. Mencintai Kyungsoo dia bilang? Apa dia sedang acting?

Kwanghee sama tidak percayanya dengan apa yang barusan dia dengar. Bahkan dia menganggap itu suara anjing peliharaan mereka.

.

Nyonya Do menatap miris kedua anaknya. Bahkan tak ada satupun diantara mereka yang memercayai ucapannya.

"Kalau kau benar mencintaiku, apakah kau akan dengan senang hati membiarkanku pacaran dengan Jongin?"

"Tidak." Ayahnya menyahut. "Untuk apa kau pacaran dengan orang rendahan seperti dia?"

Kyungsoo kembali mengepalkan tangannya emosi. Tak menghiraukan kuku-kukunya yang menancap di telapak tangannya.

"Jongin tidak rendahan. TAPI KAU ITU YANG RENDAHAN."

Nyonya Do terpaksa menutup kedua matanya. Tak mampu melihat pemandangan didepannya. Anaknya yang begitu ia sayang dipukul lagi oleh suaminya. Kalau saja dia berani, dia pasti akan menarik suaminya menjauhi Kyungsoo.

"Mulai sekarang, kau jangan bersekolah di sini lagi. Aku akan mengirimmu ke sekolah di Inggris agar kau tahu apa itu sopan santun."

.

.

.

.

END

.

.

Epilog

.

.

Seorang namja berkulit tan tampak membaringkan badan tingginya di atas rumput bukit belakang sekolah. Memandangi langit biru yang terus berarak.

Namja itu terus saja menghembuskan nafas berat. Meraih ponselnya dan terus memandangi wallpaper yang dipasangnya.

Disana. Di wallpaper itu terpampang wajah manis Kyungsoo yang tersenyum ke arah kamera. Seketika Jongin merasakan getaran hebat di hatinya.

Getaran yang sering di sebut...

Rindu.

.

'Jika kau memang benar jodohku, kita pasti akan bersatu. Aku akan pergi, Kim Jongin. Tunggulah aku.'

"Iya, hyung. Aku pasti menunggumu. Karena kau, memang jodohku."

.

.

.

.

BENERAN END

.

.

P.S: Maap yeth, banyak kata kasar sama kek menjelek jelekkan orang tua. Soalnya di novel itu juga ._.