Sebuah sedan mewah meliuk mengikuti jalan menuju tujuannya berupa sebuah rumah mewah bergaya tradisional yang lebih cocok disebut sebagai bangunan cagar budaya daripada sebuah rumah di puncak daerah pegunungan. Pemandangan berupa pohon dan landscape di arah lainnya sama sekali tidak dihiraukan oleh penumpang mobil yang hanya terdiri dari seorang supir dan seseorang yang diantarnya, namun si sopir tak mau ambil pusing, lagi pula orang yang diantarnya ini bukanlah orang sembarangan.

"Kita akan segera sampai"

"Hm"

jawaban singkat dari penumpang yang terlihat sombong.

Jeans, sepatu, dan jaket hoodie yang semuanya berwarna hitam bukankah itu terlihat keren?. Persetan dengan itu semua, terlalu banyak yang harus disembunyikan oleh penumpang misterius kita. Dia hanya ingin segera keluar dari mobil yang terasa sedang mengocok perutnya ini.

"Lewat sini tuan"

Setelah sampai dan melewati-entahlah mungkin upacara dengan pengucapan 'selamat datang' dari seluruh pelayan yang berkumpul di depan pintu. Si pria keren kita ini diantar menuju sebuah ruangan di mana di dalamnya seorang pria paruh baya sudah menunggunya. Akhirnya ada juga orang yang dikenalnya.

"Tunggu sebentar ya, Yukio akan segera datang"

suara pintu geser terdengar dibuka dengan terburu-buru.

"Maaf, aku terlambat"

apa ini orang yang dinamakan Yukio itu?.

"Tidak papa, Rin juga baru sampai, duduklah"

Rin si pria keren kita menurunkan hoodie jaket yang menyembunyikan wajahnya, melihat Yukio yang duduk di dekatnya dengan lebih seksama.

"Jadi kalian mulailah berkenalan"

Yukio sebagai tuan rumah memulai duluan.

"Namaku Okumura Yukio, usiaku dua puluh tahun"

Oh, si kaca mata ini ternyata lebih muda dari Rin. Rin masih menatap Yukio saat sadar tiba gilirannya untuk memperkenalkan diri.

"Namaku Rin, Rin saja. Usiaku dua puluh satu tahun"

Fujimoto Shiro tersenyum lebar. Orang tua nyentrik ini tersenyum memikirkan masa depan yang akan dijalani dua anak muda yang ada di depannya.

"Rin, sejak kau dan Yukio akan menikah kau akan tinggal di rumah ini dan mulai sekarang namamu adalah Okumura Rin"

"Baiklah"

Rin berusaha menjawab sesingkat mungkin.

Kedatangan Rin ke rumah ini adalah untuk urusan perjodohan. Okumura Yukio, pewaris keluarga Okumura yang sudah turun temurun menjadi paladin yaitu sebutan untuk seseorang yang memiliki kedudukan tertinggi di dunia exorcist tidak pernah memiliki waktu untuk mencari seseorang untuk dijadikan pasangan hidupnya. Saat Shiro, orang yang sudah dianggap Yukio sebagai ayahnya sendiri memberi usulan untuk mencarikan pendamping untuknya, Yukio sama sekali tidak masalah akan hal itu. Lalu singkat cerita Shiro bertemu dengan Rin, Shiro hanya menjawab bahwa Rin hanyalah orang random yang dipilihnya saat Rin bertanya kenapa Shiro memilihnya.

"Lihatlah, kalian terlihat sangat akrab padahal kalian baru saja bertemu"

Rin sedang memandang ke arah lain sedangkan Yukio sibuk dengan ponselnya.

"Baiklah, orang tua ini tidak punya banyak waktu. Ada hal yang harus aku lakukan, kalian berdua jangan sampai terlambat untuk makan bersama nanti. Rin, kutinggal kau bersama Yukio ya"

Rin membungkuk saat Shiro pergi dan menghilang di balik pintu.

Tidak lama kemudian Yukiopun pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Rin. Sebenarnya Rin sama sekali tidak masalah akan hal itu, yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana dirinya bisa sampai ke kamarnya tanpa tersasar di rumah sebesar ini. Syukurlah sopir yang mengantarnya tadi masih berdiri di luar ruangan menunggunya, sebuah senyum disunggingkan Rin sebagai hadiah.

Setelah menyelesaikan tur keliling rumah, Rin akhirnya sampai di kamarnya. Setelah mengucapkan terima kasih pada supir yang telah menemaninya Rin langsung menutup pintu kamarnya dan segera menuju lemari pakaian untuk mengganti pakaiannya, menanggalkan pakaian serba hitam yang membalut tubuh kurusnya. Ow, lemari ini hanya berisikan yukata dan kimono.

.

Ini bukan maunya Rin ya, hanya saja dirinya harus mengganti pakaiannya, tidak mungkin dirinya mengenakan pakaian yang sama terus menerus terlebih lagi dia akan menghadiri makan malam pertamanya sebagai bagian dari keluarga Okumura. Yukata berwarna biru safir ini adalah yang paling terlihat sederhana dari yukata-yukata lain yang memenuhi lemarinya. Rin akan segera terbiasa dengan yukata yang akan menggantikan fashion ala terrorisnya.

"Kau sudah datang, kemarilah duduk di dekatku sepertinya Yukio akan datang terlambat"

tanpa banyak bicara Rin langsung duduk di kursi yang ditunjuk Shiro. Seperti yang dikatakan beberapa saat kemudian Yukio datang.

"Kau cantik sekali Rin"

"Terima kasih"

mungkin Rin harus menganggap kalimat dari Shiro itu sebagai pujian. Setidaknya jika Shiro yang mengatakannya itu semua bisa dimaafkan.

"Sepertinya aku terlambat lagi, maafkan aku"

"Iya tidak papa, sepertinya acara makan malam ini bisa dimulai"

Beberapa pelayan membawa hidangan pertama yaitu makanan pembuka berbahan keju. Makanan yang mewah dengan rasa yang sangat enak bagi orang seperti Rin.

"Bisakah kau meletakkan benda itu saat makan"

seperti menegur anak kecil, Yukio yang merasa malu sendiri langsung mengabulkan permintaan Shiro untuk lebih fokus ke acara makan malam dari pada ponselnya.

Itu tadi sangat enak, nah kita beralih ke hidangan utama.

"Ada apa?, kau tidak menyukainya?"

omong kosong jika Rin bilang dia tidak suka, hanya saja itu hidangan kerang. Sup kerang yang pastinya akan sangat lezat, tapi semua itu bukan soal rasanya.

Sebelum ini Rin hanyalah seorang brandalan sebatang kara yang tinggal di lingkungan kumuh yang dengan beruntungnya dijodohkan dengan seorang Okumura yang sudah sangat terkenal akan kekayaan dan kemampuannya dalam dunia exorcist. Soal makanan Rin tidak pernah pilih-pilih, dia akan memakan apapun yang mampu dibelinya dan soal kerang itu selain karena harganya Rin punya alasan lain untuk tidak memakannya. Rin memiliki alergi terhadap hidangan laut.

"Tidak, aku menyukainya"

Rin mulai memasukkan sup kerang itu ke dalam mulutnya, seperti dugaannya makanan itu sangat enak.

"Kalau begitu makanlah yang banyak, Yukio kau juga tambahlah lagi. Setelah ini kalian akan mampu melahirkan banyak anak untuk keluarga ini"

Rin dan Yukio tersedak bersamaan lalu sedetik kemudian saling menatap. Apa orang tua ini ngelindur?. Kalimatnya itu benar-benar membuat semua yang ada shock bukan hanya Rin dan Yukio.

Singkat cerita acara makan malam berlangsung dengan menyenangkan karena keluarga Okumura telah bertambah. Kini Yukio dan Rin berjalan kembali menuju kamar mereka atau sekarang bisa dikatakan mereka pergi masing-masing karena sekarang Yukio sedang berjalan terburu-buru bersama ponselnya meninggalkan Rin.

Sudah dimulai. Alergi Rin mulai kambuh, setelah ini kedua tangannya akan terasa panas dan gatal, semakin digaruk akan semakin memyakitkan karena luka yang timbul akan membuat kulit tangan Rin membiru. Di rumah yang sebelumnya, Rin memiliki teman yang ahli dalam obat-obatan herbal bernama Shiemi. Jadi saat alerginya kambuh Rin selalu bisa meminta salep buatan Shiemi yang selalu mampu mengobati alerginya. Tapi sekarang Shiemi tidak ada di sinikan?.

.

Pagi ini cukup tenang, Rin masih berusaha menutupi kedua tangannya yang alergi dengan pakaian seperti hanfu berlengan panjang dengan perpaduan warna pink dan hijau muda yang cantik. Ditambah dengan rambutnya yang dikelabang lengket di sisi kepalanya membuat penampilannya semakin lengkap.

Pagi ini juga sebenarnya Yukio hendak pergi berkerja namun ada hal yang membuatnya harus menunda kepergiannya, yaitu sosok yang sedang duduk di bangku taman sakura yang bisa terlihat dari pintu depan.

Rin berdiri dari duduknya dan berusaha menebak mengenai apa yang membuat Yukio datang menghampirinya.

"Nii-san cantik sekali"

ucapan Yukio yang baru datang sontak membuat pipi Rin memerah. Sosok Rin di mata Yukio yang awalnya dingin dan arogan kini berubah menjadi sosok yang cantik dan manis. Khusunya saat mata mereka bertemu. Rin punya mata yang hangat dan penuh belas kasih.

"Maaf"

permintaan maaf dari Yukio yang merasa segan, mengucapkan hal seperti itu diobrolan pertama mereka.

Tidak lama kemudian pipi Rin kembali memerah. Ini sangat mengagetkan saat Yukio tiba-tiba memeluknya. Rin boleh marah nanti hanya saja dia sedang menggunakan pakaian ibu Yukio yang telah meninggal dunia, membuatnya sangat mirip dengan ibu yang sangat Yukio rindukan.

Tidak lama kemudian Yukio pamit pada Rin yang masih tidak percaya pada apa yang dialaminya. Semua ini karena tangannya yang terlihat seperti membusuk lalu Rin menemukan hanya pakaian inilah yang cukup panjang untuk menyembunyikannya. Maka jadilah pakaian ini membuatnya mampu mengambil langkah pertama dalam hubungannya dengan calon suaminya Yukio. Seperti settingan ya.

Mengenai anggapan Yukio tentang Rin yang dingin dan arogan, Rin hanyalah ingin mempertahankan dirinya dengan tidak terlalu banyak berekspresi. Rin bukanlah orang yang hidup enak sejak lahir. Rin lahir dan besar di lingkungan yang keras. Sedikit saja dirinya salah bicara dan bertingkah laku semua itu akan kembali berimbas padanya. Sebenarnya Rin adalah orang yang baik dan manis, Yukio hanya belum melihtanya.

Bagaimana sekarang?, seharian yang Rin lakukan hanyalah tidur dan uring-uringan di perpustakaan. Perpustakaan, dapur, pintu depan, dan kamarnya, Rin sudah mulai mampu mengingat letak ruangan-ruangan itu. Memang lebay ya kedengarannya, tapi memang begitulah. Kenyataannya rumah ini lebih seperti labirin bagi Rin.

Rin memperbaiki posisi duduknya dan membuka buku tua bersampul merah maroon yang diambilnya asal setelah mendengar suara langkah kaki orang lain yang memasuki perpustakaan. Itu Yukio.

"Kau keberatan jika aku duduk di sini"

"Tidak"

Sebenarnya ya, dari banyaknya kursi dan meja di ruangan ini kenapa Yukio memilih untuk duduk tepat di hadapan Rin.

Apa Yukio ini pintar?, lihat saja lima buku yang dibacanya sekaligus. Belum lagi tangannya yang sangat cekatan mencatat huruf demi huruf yang sangat rumit.

"Jadi, nii-san suka membaca novel berbahasa Jerman"

Yukio bicara sambil masih sibuk mencatat.

"Maksudmu ini?, entahlah"

mana Rin tahu, buku ini awalnyakan hanya difungsikan sebagai pengganti bantal tidur. Soal isinya sih bodo amat.

"Kau sudah makan?"

Yukio langsung menegakkan wajahnya. Bagaimana ini?, Rin hanya tidak tahu harus memulai dari mana. Setelah ini Yukio pasti menganggapnya aneh.

"Belum"

Rin sudah menduganya. Yukio sangat kurus, Rin juga kurus sih tapikan dia ini sedang menganggur. Berbeda dengan Yukio yang selalu terlihat sibuk. Exorcist itu pekerjaan yang beratkan?.

"Begitu ya, kalau begitu aku akan memasakan makan malam untukmu"

"Tidak usah, aku tidak akan ada di rumah malam ini"

begitu ya. Yukio tidak melihat raut wajah Rin yang kecewa. Baiklah kalau memang tidak bisa makan di rumah...

.

"Kau tidak makan?"

"Kau pergilah duluan"

artinya tidak. Yukio baru saja menyelesaikan misinya dalam memburu iblis yang sudah menjadi incarannya sejak beberapa hari yang lalu. Sekembalinya ke markas, sebagian besar rekannya pergi untuk istirahat dan makan.

Sebagai pemimpin mereka Yukio tahu dirinya tidak bisa bermalas-malasan. Itu kadang membuatnya lupa bahwa dirinya tetaplah manusia biasa yang butuh istirahat dan makan.

"Hei mata empat kau tidak makan lagi? "

"Aku akan makan setelah ini"

"Benarkah?"

Kirigakure Shura, teman dekat Yukio yang annoying mulai mengganggunya. Sebenarnya itu adalah kegemarannya, Yukio yang terlalu kaku membuatnya menjadi sasaran empuk dari Shura dan dada besarnya.

"Apa ini?...imutnya..."

Shura mengangkat sebuah kotak bekal yang dibungkus kain berwarna ungu pastel. Itu bekal yang dibuat Rin untuk Yukio.

"Ne, kaca mata, apa kau akan memakannya?"

"..."

Yukio tidak punya waktu untuk terus meladeni ocehan Shura.

"Hei, nanti akan kumakan loh"

"Tentu saja, letak saja di sana"

"Huhuhu, menyenangkan sekali. Aku jadi ingin punya suami juga. Tapi tidak, pria itu sangat menyusahkan"

beberapa kalimat tambahan sampai akhirnya Shura pergi meninggalkan Yukio sendiri bersama pekerjaan yang sudah diselesaikannya.

Kini perhatian Yukio beralih pada kotak bekal yang memang terlihat sangat imut-imut itu. Yukio tidak menyangka jika Rin benar-benar membuatkan bekal untuknya, karena jika bukan Rin siapa lagi?. Yukio melarang para pelayan untuk melakukan hal semacam ini karena Yukio menganggap hal ini sesuatu yang merepotkan.

Hap, suapan pertama. Lezat sekali...tidak ada yang bilang pada Yukio kalau Rin pandai memasak.

.

Malam ini cukup lengang hingga suatu kabar menggemparkan seluruh penghuni rumah termasuk Rin.

Shiro sedang sakit, sakit yang tiba-tiba?.

Kabar itu sampai ke telinga Yukio yang sedang beristirahat di kamarnya. Apa lagi yang diinginkannya...orang tua itu.

Yukio memutuskan untuk melihat kondisi Shiro, hanya sekedar formalitas. Mana mungkin manusia sekuat dan seantik Shiro bisa sakit.

Sesampainya di depan pintu kamar Shiro, Yukio mendapati Rin sedang berdiri menghadap pintu dengan ekspresi yang sangat khawatir. 'Bagaimna ini?', kira-kira begitulah ekspresinya jika dilisankan.

"Kalian sudah datang"

kalimat pertama Shiro ketika melihat Yukio dan Rin memasuki kamarnya.

"Kemarilah"

"Kakek"

Rin memegang salah satu tangan Shiro, air matanya menggenang di pelupuk matanya.

"Apa lagi yang kau inginkan?"

benar, apa yang Shiro inginkan kali ini. Mungkin Rin yang masih polos akan termakan sandiwara Shiro tapi tidak dengan Yukio, Shiro harus memikirkan taktik baru jika ingin membodohinya.

"Kurasa aku-umurku tidak akan lama lagi"

"Kakek"

ayolah...kalau ingin mati, mati saja tidak usah banyak drama begini.

"Kalau bisa aku ingin..."

Shiro memotong kalimatnya dengan batuk ala orang uzur yang sudah pasti dibuat-buat.

"...kalian untuk segera memberi keturunan...untuk keluarga ini"

"Baiklah"

cepat sekali, tanggapan Rin terlalu cepat. Di sisi lain, Yukio merasa malu terhadap apa yang dilakukan Shiro. Yukio dan Rin bahkan belum melakukan upacara pernikahan jangankan menikah, mereka belum genap sebulan dalam hal yang paling awal yaitu saling mengenal dan sekarang dengan semau jidatnya Shiro memaksa Yukio untuk meniduri dan menghamili Rin.

"Ayahkan sakit, kalau begitu banyak-banyak istirahat saja"

Yukio mengakhirki kegiatan yang baginya omong kosong itu dengan menyelimuti Shiro sampai hampir menutup seluruh wajahnya lalu menarik tangan Rin keluar kamar.

Yukio merasa jengah dengan Rin yang berjalan di belakangnya. Yukata putih dan wajah khawatirnya itu sangat mengganggu. Langkah kaki Yukio terhenti saat Rin memegang tangannya.

"Bisakah kita bicara?"

Sekarang bicaralah. Yukio membawa Rin ke kamarnya, sialan karena Shiro dia harus mengorbankan waktu istirahatnya yang berharga.

Rin tidak langsung bicara. Keduanya yang sedang duduk di ranjang milik Yukio lebih memilih keheningan menguasai untuk beberapa saat.

"Ayo lakukan"

"Apa?"

apa Yukio tidak salah dengar?, lakukan?, lakukan apa?.

"Maksudku..."

Rin tidak tahu bagaimana cara mengatakannya, dirinya merasa sangat malu

Rin berdiri lalu sedetik kemudian mulai melucuti yukata tidur berwarna putih yang dikenakannya tepat di hadapan Yukio.

"Cih"

Yukio mengerti sekarang dan itu membuatnya sangat tersingggung. Hingga Rin sepenuhnya telanjang di depannya itu membuat Yukio sangat marah.

Tidakkah Rin mengerti?, apa yang dilakukannya ini sangat menyakiti perasaan Yukio. Melakukan ini-maksudnya melakukan ini semua, mengorbankan dirinya hanya untuk orang yang baru dikenalnya sambil memanfaatkan orang lain tanpa perduli apa yang dirasakannya. Dasar masocist.

"Ne...sekarang bisakah...kita melakukannya?"

suara Rin sudah pelan sejak awal, jujur saja sekarang ini tidak hanya malu, Rin juga sangat gugup dan takut.

Yukio bangkit dari duduknya lalu mendekati Rin dengan tatapannya yang dingin. Yukio menyentuh wajah Rin perlahan, dari jarak sedekat ini wajah Rin terlihat semakin cantik.

"Ne-"

kalimat Rin terpenggal. Yukio meraih selimut dari ranjangnya lalu dengan cepat merentangkannya di atas Rin, selembar kain itu dengan lembut jatuh di atas kepalanya, lalu pundak, hingga menutupi seluruh tubuhnya.

"Istirahatlah"

Yukio tidak ingin berbasa-basi khususnya saat dirinya sedang marah seperti sekarang.

Suara pintu yang ditutup terdengar. Yukio pergi ke luar kamarnya meninggalkan Rin yang mulai menangis.

.

Perasaan Rin sangat kalut setelah apa yang terjadi kemarin malam. Hingga sore ini, setelah tiga hari berlalu Rin belum juga bertemu dengan Yukio. Apa kini Yukio sudah tidak sudi untuk bertemu Rin. Hah...semakin dipikirkan semakin membuat dada Rin sesak. Bagaimanapun Rin harus minta maaf pada Yukio.

Dari lantai dua tempat Rin berdiri, dirinya bisa melihat iring-iringan puluhan mobil sedang berjalan menuju rumah. Apa akan ada acara penting di rumah ini?. Rin segera turun ke lantai satu untuk sekedar melihat kondisinya.

"Nii-san akan ada perjamuan makan, cepatlah bersiap-siap"

Yukio?, sejak kapan dia ada di rumah?.

Sebentar lagi keadaannya pasti akan sangat merepotkan. Ini semua salah Syura yang memberitahukan pada seluruh ketua cabang exorcist di Jepang tentang rencana pernikahan Yukio. Jadilah sekarang para ketua memaksanya untuk mengadakan jamuan makan untuk merayakan sekaligus mereka ingin bertemu seseorang yang menurut mereka sangatlah beruntung karena dapat mendampingi seorang Okumura. Apa Rin merasa kalau dirinya itu beruntung?, mungkin, kurang-lebih.

"Wah..."

Seluruh tamu, bahkan Shiro yang juga ada di sana langsung terkesima saat melihat Rin memasuki ruang perjamuan. Kata 'bersiap-bersiap' ternyata mempunyai banyak arti, tidak sekedar mempersiapkan diri, itu juga berarti kau harus siap didandani dengan duduk di depan cermin sambil beberapa pelayan mengerjaimu di berbagai sudut penampilan.

"Ternyata istrimu itu sangat cantik ya Yukio-kun, pak tua pilihanmu benar-benar tepat pada yang satu ini"

"Tentu saja, kau pikir aku ini siapa hah?"

Syura mulai dengat berbagai kalimat roasting-nya. Ditemani Shiro sebagai lawannya cocoklah sudah.

Syura tidak sungguh ingin membuat Yukio tersinggung. Apa yang dikatakannya memang benar adanya. Semua ketuapun membicarakan hal yang sama, beberapa dari mereka juga melontarkan pujian mengenai kecantikan yang Rin punya. Membuat Rin tidak enak.

Disaat seperti ini Rin tahu harus berbuat apa. Dia hanya harus kembali menyembunyikan perasaannya dengan fake smile yang sudah sangat dikuasainya.

Semakin larut suasana semakin semarak dengan pesta minum. Rin tidak pernah minum sebelumnya, namun saat melihat Syura yang sangat menikmatinya sepertinya Rin akan baik-baik saja, terlebih lagi Rin memang sedang butuh sesuatu semacam ini. Rin tidak tahu bahwa dirinya baru saja membandingkan dirinya dengan 'dewa'.

Setelah berapa lama akhirnya pesta selesai dan itu adalah tamu terakhir yang Yukio antar sampai ke pintu depan sebelum tamu itu pergi dengan mobil yang tadi membawanya. Setelah itu ada satu hal lagi yang harus diurusnya.

Rin mabuk berat, Yukio sampai harus mengantarnya ke kamar dengan cara menggendongnya.

Yukio harus segera mengganti kimono yang Rin kenakan dan menidurkannya agar Yukio bisa beristirahat dengan tenang di kamarnya.

"Yukio kalau dilihat-lihat wajahmu yang besar ini lalu kaca matamu, kau terlihat sangat imut"

Rin menyentuh asal wajah Yukio dengan kedua tangannya.

"Kau harus memaafkanku, maukan?"

gawat, Rin mulai menangis.

Tentang kejadian kemarin lusa ya.

"Tentu saja, tidak mungkin aku tidak memaafkan nii-san"

Rin mulai tertawa kecil.

"Kau baik sekali"

Rin memeluk Yukio erat. Dia mabuk.

"Yukio ayo tidur bersama"

rengek Rin saat Yukio selesai mengganti kimono Rin dengan yukata tidur.

"Tidak bisa"

"Benar juga, kau ini selalu sibuk ya. Apa tubuhmu sakit, cup-cup tidak papa. Rasa sakit pergilah"

untuk sesaat Yukio mampu merasakan kehadiran mendiang ibunya memalui figur Rin yang membelai kepalanya.

"Nii-san"

"Ada apa?"

"Bisakah..."

"...?"

"...ah itu bukan apa-apa"

Yukio mendorong tengkuk Rin untuk mendekatkan wajah mereka. Sampai hingga bibir mereke bertemu Yukio mulai melumat lalu melepasnya. Rasa itu telah sepenuhnya tumbuh di dalam hati Yukio.

.

Hal pertama yang Yukio lihat saat dirinya membuka mata adalah Rin yang masih tidur meringkuk di dalam pelukannya. Itu buruk, memperkosa calon istrimu yang sedang mabuk merupakan tindakan yang sangat buruk.

Tapi setidaknya Yukio bisa menikmati pemandangan yang sangat indah dipembuka harinya.

"Aw..."

pinggul dan bagian belakang Rin sangat sakit.

Blush merah yang tercipta secara alami menjelaskan betapa kaget dan malunya Rin mendapati Yukio yang menatapnya dengan wajah 'ohayou gozaimasu'-nya, lalu siapa yang bisa menjelaskan kondisi mereka yang sama-sama naked.

Yukio membawa Rin ke posisi duduk lalu mencium keningnya, Rin protes dengan menggembungkan pipinya.

"Badanku sakit, apa yang terjadi semalam?"

"Apa nii-san tidak bisa mengingatnya?"

Rin menggeleng dengan lambat sembari membiarkan Yukio merapikan rambutnya yang berantakan.

"Coba pikirkan, mungkin sebentar lagi nii-san akan mengandung bayiku"

.

Bayi?, kurang ajar sekarang Rin tidak bisa melupakan kalimat terakhir Yukio. Bagaimana si mata empat itu bisa tahu kalau Rin sangat menginginkannya. Rin sangat ingin punya anak perempuan.

Rin mulai berkhayal, jika dia punya anak nanti di sini di taman sakura favoritnya Rin akan membuat sebuah kolam yang akan diisinya dengan ikan koi, di atas kolam akan ada sebuah jembatan kecil, lalu di cabang pohon sakura yang terkuat Rin akan membuat ayunan agar dirinya dan putri kecilnya bisa bermain bersama. Bukankah itu akan sangat indah. Dipenghujung hari mereka akan saling bertukar cerita tentang betapa bahagianya mereka lalu bersama mengukir tanda hati yang tersenyum agar mereka selalu mampu mengingat hari itu.

Singkat cerita setelah beberapa minggu berlalu Yukio dan Rin telah melakukan upacara pernikahan mereka secara sederhana. Walaupun begitu berita tentang itu bukan main...Yukio sampai harus membayar orang agar berita itu tidak semakin besar.

Di sisi lain Rin sangat menikmati perannya sebagai istri sekaligus nyonya keluarga Okumura ditambah lagi Shiro yang selalu memanjakannya membuat Rin tidak akan ragu untuk mengatakan kalau dirinya itu memang beruntung.

"Hati-hati di jalan"

rutinitas Rin dimulai dengan mengantar suaminya pergi bekerja sambil merapikan rambut dan dasinya.

"Iya, nii-san maaf malam ini aku tidak bisa makan malam di rumah lagi"

"Eum, tapi jangan sampai lupa untuk memakan bekalmu ya"

"Tentu saja, masakan buatan nii-san yang terbaik. Aku tidak pernah kelaparan lagi"

"Syukurlah"

Rin tersenyum dengan sangat cantik untuk Yukio.

Sebenarnya Yukio merasa berat meninggalkan Rin yang sedang sakit terlebih lagi Shiro juga sedang tidak ada di rumah.

"Tidak perlu khawatir, aku sudah memeriksakan diri. Aku akan baik-baik saja"

"Baiklah, aku berangkat"

"Selamat jalan"

kecupan singkat di kening Rin sebelum Yukio berangkat.

.

"Selamat datang Yukio"

Sambutan hangat dari Rin sama sekali tidak digubris oleh Yukio, Yukio hanya menatap Rin lalu pergi ke kamarnya. Setidaknya sapalah balik.

"Yukio kau tidak makan malam?"

Rin membuka pintu kamar Yukio saat merasa tidak ada respon dari penghuninya jika hanya sebatas ketukan dipintunya.

"Yukio"

apa pekerjaan yang terlalu berat membuat otak Yukio konslet.

"Pergilah"

"Ayo, aku sudah membuat makan untukmu"

"Pergi"

"Ada apa denganmu?"

suara Yukio lebih berat dari biasanya.

"Dasar sampah"

excuse me?.

"Apa kau tidak dengar, bukankah dunia ini tidak membutuhkan sampah sepertimu?"

"Ada apa denganmu?"

"Orang-orang sepertimulah yang seharusnya terbakar di neraka"

Yukio mendekati Rin memastikan setiap kata Yang diucapkannya dipahami oleh lawan bicaranya.

"Pergilah, sebaiknya kau pergi dan menghilang dari dunia ini"

seringaian terukir di wajah Yukio sebagai penutup kalimat.

"Tidak"

"Tidak?, lalu kenapa kau menangis?"

"Aku tidak mau"

Rin tidak menangis, dia bersumpah dia sedang menahannya.

"Dasar pengemis. Benar juga, apa kau sering tidur dengan pria yang kau temui dijalan?. Bukankah kau masih melakukannya sampai saat ini?. Kau tahu, aku tidak pernah menginginkanmu sejak awal"

"Hah?"

getaran di rahang Rin memandakan dirinya yang sedang menahan diri supaya tidak terisak. Kata-kata Yukio sangatlah menyakitinya.

"Ne, Yukio ada apa denganmu?, tolong katakan padaku, jangan seperti ini"

"Apa kau tidak dengar!, enyahlah dari duniaku!"

Yukio sampai mendorong Rin hingga terjatuh. Sudah cukup. Jika memang itu yang dia inginkan Rin akan melakukannya.

Rin setengah berlari menuju kamarnya dan langsung mengganti pakaiannya dengan setelan yang yang digunakannya saat pertama kali datang ke rumah ini. Rin kira dia tidak akan menggunakan pakaian ini lagi. Tapi sepertinya Rin terlalu optimis.

Hingga akhirnya Rin berjalan dengan cepat melewati seluruh pelayan yang menatapnya dengan tatapan heran.

Rin akan pergi dan melakukan persis seperti yang Yukio inginkan.

Ya, Rin ingin balas dendam.

"Woi Yukio!, Yukio!, sadarlah!"

pandangan Yukio kabur, apa yang terjadi?, bukankah tadi dia ada di markas?.

Setelah mendengarkan penjelasan dari Syura, Yukio sadar bahwa akal sehatnya telah dirasuki oleh iblis yang seharusnya ditumpasnya semalam itulah alasan kenapa Syura ada di sini. Kini Yukio teringat perihal Rin.

"Ini, entah kenapa sepertinya ini penting"

Syura menyodorkan selembar amplop, Syura memang kurang ajar terlebih pada Yukio. Mengobrak-abrik dokumen pribadi Yukio adalah hal yang biasa dilakukannya. Dia tahu bahwa dirinya adalah orang yang dipercaya oleh Yukio.

Amplop itu kiriman dari rumah sakit tempat Rin memeriksakan diri. Menurut yang tertulis di surat Rin tidaklah sakit. Surat itu memuat kondisi Rin yang sedang hamil enam minggu.

Oh tuhan, Yukio masih mampu mengingat apa yang telah dilakukannya dan menjadi sangat panik. Setelah mendapatkan informasi dari para pelayan. Yukio langsung memohon pada Syura untuk membantunya mencari Rin dan tidak ada alasan bagi Syura untuk menolaknya.

Ini buruk, hari mulai gelap dan Rin masih belum tahu caranya keluar dari hutan ini. Apa yang dilakukannya seharian hanyalah berjalan tak tentu arah, padahal dia yakin telah mengikuti jalan. Rin hanya ingin pergi sejauh mungkin dari rumah.

Rin mulai merasakan dinginnya udara pegunungan. Jaket hitamnya tidak cukup tebal untuk menahan tempratur udara yang akan terus turun.

Apa Rin memang harus menghilang?. Semakin dipikirkan semakin Rin sadar bahwa apa yang dilakukannya selama ini sama sekali tidak berguna. Pergi dan tinggal di rumah itu membuat Rin merasa seperti orang yang sangat membutuhkan belas kasihan orang lain.

Tidak ada jaminan bahwa gunung ini telah dinetralkan dari gangguan iblis. See he just gonna die.

Sampai malam tiba Yukio masih belum menemukan Rin, dari banyaknya iblis yang disummonnya tidak ada satupun yang memberikan kabar memuaskan tentang keberadaan Rin. Syurapun demikian, dari yang bisa dirasakannya belum ada tanda-tanda mengenai keberadaan Rin.

Apapun yang terjadi Yukio harus menemukan Rin. Jika tidak Yukio akan mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa dirinya membiarkan iblis menguasai dirinya sampai dirinya tega melakukan sesuatu sejahat itu pada Rin. Yukio tidak akan marah jika disebut idiot saat ini.

Rin sudah tidak sanggup lagi kakinya lemas dan kini dirinya jatuh terduduk. Dia sangat lelah dan perutnya mulai mual sepertinya penyakitnya kambuh karena udara dingin. Ini sangat buruk. Belum lagi kabut yang mulai turun dan kegelapan yang sangat ini, mungkin semua itu memang bisa membuat seseorang tersesat dan menghilang sepenuhnya. Rin mulai bisa menerima jika memang dirinya harus...

Mati?.

Bagaimana ini?, Rin tidak ingin mati. Entah apa tapi sesuatu membuat Rin merasa dirinya harus bertahan.

Entah dari mana tiba-tiba sesuatu mencengkram pergelangan tangan Rin dengan sangat keras rasanya jika Rin bergerak sedikit saja penggelangan tangannya akan remuk.

Seekor iblis dengan ukuran yang sangat besar menghembuskan napasnya tepat di depan wajah Rin.

Tolong, siapapun.

Suara ledakan senjata api dan peluru yang melesat berhasil mengenai iblis itu dan seketika merubahnya menjadi abu.

"Nii-san!"

peluru itu melesat dari pistol andalan seorang paladin Okumura Yukio.

"Nii-san apa kau terluka?"

Yukio sangat khawatir dan takut jika terjadi sesuatu pada Rin.

Rin tidak terluka tapi...

"Kenapa?, kenapa kau ada di sini?..."

bukankah Yukio ingin Rin lenyap?.

"...bukankah kau ingin aku menghilang"

itu bukan pertanyaan, itu sebuah pernyataan.

"Nii-san aku-"

"Bukankah kau ingin aku menghilang!, kaca mata bodoh!"

Rin menangis, dia meraung sejadinya sambil memukul dada Yukio yang duduk di hadapannya sekuat yang dia bisa. Yukio boleh meminta apapun darinya, tapi menghilang adalah hal paling tidak Rin inginkan. Sejak awal semua orang mengharapkan Rin agar enyah dari dunia ini. Masa lalu itu selalu mampu menghancurkannya. Rin tidak ingin Yukio memintanya untuk melakukan hal yang sama karena dia pikir pada akhirnya akan ada orang yang menginginkan kehadirannya, karena Rin menganggap Yukio telah mencintainya. Apa itu semua hanya ilusi?. Lalu kenapa Yukio menemuinya dengan wajah yang sangat tegang dan bicara dengan nada sangat khawatir. Ayolah, hentikan semua ini.

"Maaf"

sebuah kata yang sudah tidak berguna, suara Yukio bahkan tidak sampai ke telinga Rin.

"Bukankah itu yang kau inginkan?"

"Tidak"

Yukio menangkap tangan Rin yang terus memukulnya lalu menggenggamnya dengan erat.

"Tidak mungkin aku menginginkannya, ne nii-san dengarkan aku"

apa kali ini Rin memang harus mendengarkan?, apa lagi kali ini.

"Bukankah...nii-san ingin punya seorang putri?"

hah?, apa yang kau katakan?.

"Ne, sekarang aku harus menjaganya. Nii-san dan putri yang akan segera kita temui. Ne, aku sangat yakin kalau yang ada di dalam perut nii-san itu adalah seorang putri"

apa yang Yukio katakan. Walaupun tidak paham maksudnya, tangan Rin yang bebas refleks meraba perutnya. Apa yang Yukio katakan itu benar?, ternyata Rin memang bisa melakukannya, tentu saja jika tidak Shiro tidak akan memilihnya sejak awal. Jadi Rin akan segera bertemu dengan impiannya?.

"Ugh"

tangan Rin sakit. Setelah menarik lengan jaketnya Rin bisa melihat pergelangan tangannya yang memar dan membiru yang disebabkan oleh racun dari iblis yang menyerangkan.

"Apa yang kau lakukan"

tangis Rin kembali pecah. Setelah merasa sedikit tenang rasa takut kembali menguasainya. Rin merasa lebih dari takut.

"Nii-san tenanglah"

"Apa kau tidak lihat!"

Rin memperlihatkan memarnya pada Yukio berharap agar dia sadar akan perbuatannya.

"Apa kau tidak mengerti!..."

"..."

"...apa kau tidak mengerti...jika aku sampai terluka...jika aku sampai terluka...anakku akan sakit"

penyesalan adalah hal yang memenuhi hati Yukio. Bagaimana bisa dia membiarkan hal ini terjadi pada istri dan anaknya. Ini karena Yukio yang lemah hingga seekor iblis mampu menguasainya dan melakukan ini pada Rin. Yukio memang pantas disalahkan atas semua ini.

Yukio merengkuh Rin yang masih terisak. Pukulan lemah dan Rin yang berontak bukan masalah lagi bagi Yukuo. Dia hanya ingin memastikan jika petaka itu kembali biarlah dirinya yang akan menerima semuanya.

Yukio tidak akan pernah membiarkan sesuatu melukai Rin lagi.

.

"Nii-san dari mana?, bukankah sudah kubilang untuk tidak terlalu banyak bergerak?"

Rin hanya mempout bibirnya sebagai bentuk protes.

Usia kandungan Rin sudah mencapai usia yang kesembilan bulan. Hanya menunggu hari hingga putri mereka lahir.

"Aku sudah menyelesaikan ayunannya, mau lihat?"

Rin menggangguk cepat, mencerminkan rasa antusias yang dirasakannya.

Wow, itu berlebihan. Awalnya Rin pikir Yukio akan membuat ayunan sederhana dari kayu sisa dan tambang. Ternyata ayunan itu besar dan terbuat dari besi yang kokoh.

.

"Ibu ayo"

seorang gadis kecil menarik lengan Rin. Membuat lamunannya buyar seketika.

Rin menggendong gadis kecil itu lalu berjalan dengan tenang ke arah Yukio yang menunggunya di ayunan yang dibuatnya tujuh tahun yang lalu.

Tujuh tahun ya. Setelah selama itu Rin masih juga sering teringat tentang masa lalunya bersama Yukio dan rumah ini. Bagaimana dirinya bisa berakhir di sini dan gadis kecil mereka.

Rin membelai rambut putrinya yang sedang duduk di pangkuannya bersama Yukio di sampingnya. Putri kecilnya ini sangat manja padanya mungkin itu semua menurun dari Yukio melihat dari betapa miripnya mereka berdua.

"Ibu, kapan ibu akan lahirkan adik untukku?..."

"...?"

"...ayah minta aku menanyakan pada ibu"

ternyata pelakunya Yukio, bilang saja kalau dia ingin tidak perlu sampai mengkambing hitamkan putrinya.

"Itu kakek"

putri Yukio dan Rin langsung turun dari pangkuan dan berlari ke pintu depan saat mendengar suara dari mobil Shiro yang baru sampai di rumah.

"Jadi menurutmu...kali ini mungkin...seorang putra?"

ugh.

"Apa?, kau ingin tiga?. Tenang aku akan memberikan sebanyak yang kau inginkan"

bukan itu maksudnya, dan lagi bukankah yang memberikan anak di keluarga ini adalah Rin?. Rin hanya menggulirkan matanya lalu seketika pasrah ketika Yukio memeluk dan mencium bibirnya.

Kadang Yukio tidak mengerti apa yang ingin disampaikan Rin saat dia menatap matanya. Hari itu, saat penyerangan iblis tujuh tahun yang lalu ternyata racun dari iblis itu membuat Rin kehilangan suaranya. Seperti kisah putri duyung saja. Tapi memang begitulah adanya. Lalu ketika Yukio mulai mengutuk dirinya sendiri Rin mulai menjelaskan melaui ekspresi wajahnya:itu hanyalah hal kecil jika diperlukan Rin bahkan akan memberikan nyawanya.

Jadi saat itu terjadi Yukio hanya mengartikan tatapan mata Rin sebagai suatu kalimat random seperti misalnya:'aku mecintaimu', lalu Yukio akan menjawab:'aku juga sangat mencintaimu', lalu Rin akan sebal dan hari mereka yang penuh dengan kejutan kembali terulang.

End.

Author fun fact: membuat judul berbahasa Indonesia itu jauh lebih sulit daripada membuat ff itu sendiri.

Yup. Ini adalah ff debutnya author di , sekaligus ff kedua yang berhasil dipublish ff pertama itu dipublishnya kira2 sekitar 5/4 tahun yg lalu. Lama bener ya apa itu artinya author ini orangnya jenius :v kalo musisikan biasanya gitu. Tapikan author bukan musisi TT.

Akhir kata semoga kalian suka ya ^^. Thanks for read. =*(¬^_^¬)*=