Zankyou no Terror directed by Shinichiro Watanabe.


"Touji Hisami-san?"

Twelve menoleh ke kanan, lalu mengangkat sebelah sudut bibir ketika mendapati Shibazaki Kenjirou berdiri di samping pepohonan. Tidak lagi tertarik untuk melirik papan kayu dengan ukiran angka sembilan sembari mengucap doa, menganggap detektif berkemeja putih itu sebagai perusak pandang, awalnya.

"Twelve, maksud saya." Shibazaki tidak merubah raut wajah, tapi kakinya melangkah. Menyejajarkan tinggi dengan remaja delapan belas tahun itu, tidak mempermasalahkan angin sore dengan langit yang tidak lagi biru. "Sudah satu tahun lebih."

"Kau seperti orang tua." Twelve tergoda untuk mengangkat sebelah alis, melirik Shibazaki meskipun tidak diberi tatapan balas.

Shibazaki menarik kedua sudut bibir ke atas. "Begitu? Omong-omong—" Karyawan kepolisian tersebut sengaja memberi jeda, kali ini atensi tertuju pada Twelve; sepenuhnya. "—Mishima-san tidak kemari?"

"Belajar untuk ujian masuk universitas."

Shibazaki tidak menjawab dengan kata, tapi anggukkan. Meletakkan beberapa tangkai bunga dalam genggaman di hadapan papan kayu; teruntuk duapuluh lima anak yang tinggal memori, mengucap doa sembari memejamkan mata. Lalu kembali bangkit tanpa melangsungkan pembicaraan.

"Tapi, Tuan Shibazaki. Terima kasih, karena telah membebaskan saya dari jerat hukum. Juga melakukan titah Nine." Sampai Twelve yang lebih dulu membuka mulut, merusak hening.

Shibazaki tidak segera merespon, mengerti ke mana arah pembicaraan tertuju. "Setelah saya hitung, kaukatakan itu sebanyak duapuluh sembilan kali."

Twelve tertawa hambar.

"Saat ini, ada hal yang paling kauinginkan?" Shibazaki membuka topik baru. Terlantun begitu saja, karena gestur Twelve menandakan kalau remaja berambut cokelat terang tersebut akan pamit beberapa saat lagi. Tidak ada salahnya untuk berbasa-basi, karena belakangan ini mereka jarang diberi kesempatan untuk bertatap wajah.

"Ada, sih."

"Katakan, barangkali? Saya akan membantu."

Bukan hanya menjadi kelabu, tapi kilat bersahutan memunculkan diri; mendapat peran yang digilir. Meskipun langit masih enggan mengundang hujan, Twelve mengambil napas.

"Anda tidak dapat mengabulkan keinginan saya, Tuan Shibazaki." Twelve mengukir senyum tanpa makna, sampai kini berbalik. Melirik Shibazaki lewat sudut mata tanpa merubah posisi, berbisik sendu setelahnya. "Kembalinya Nine." Nyatanya, diucapkan pula.

Seharusnya Shibazaki paham betul.

.end.


a/n:

Intinya, Twelve lagi ngunjungin makam Nine, terus Shibazaki dateng, ngobrol-ngobrol. Tapi malah berujung sendu.