Author: Meonk And Deog/Slightgrins.

Title:You Bite Me Like Chocolate.

Rate: M

Pairing: Donghae/Hyuk Jae/HaeHyuk.

Warning: Genderswitch, Girl Hyuk Jae, possibility of typos, this fic contains mature scenes that not adviced for minors.

Disclaimer: We own nothing but our own ideas. We own no characters in this fiction. Don't do bad thing, plagiarism is still illegal.

Summary: "Sungguh, nona seksi yang dilihatnya tengah menendeng sepatu dan menangis karena pacarnya yang sialan selingkuh membuat Donghae mengira-ngira akankah perjalanannya menuju Utara Las Vegas menjadi pengalaman penuh damba bersama keliarannya. Sehingga dia dengan segenap niat baiknya menawari wanita patah hati ini tumpangan menuju suasana setengah telanjang setengah menawan yang mendebarkan."

"You take your shoes off in the back of my van, there's only minutes before I drop you off, and all we seem to do it talk about sex. And now we are just outside of town."

Sex — The 1975.

Author Pov.

Dua minggu terakhir terasa seperti perjalanan panjang yang ditempuh dari Mesir ke Aljazair, tidak ada kesenangan yang euporianya meledak-ledak layaknya apa yang dia baca di buku itu. Buku mengenai perjalanan jauh yang mengisolasi raga dan jiwamu seorang diri. Sendiri. Yang artinya dia tidak boleh membawa siapapun itu. Di dalam buku itu terdapat panduan dan seruan kalau semuanya harus dikerjakan dengan hati, setiap kilometer yang berhasil dilewatinya berarti pengurangan stres dari batin dan raga. Dan itu akan didapatkan dalam jangka waktu tertentu apabila pembaca dapat mengerti kemana arah yang bisa membawa mereka pergi. Begitu membingungkan, tetapi Donghae meyakini kebenarannya. Dia sudah mengitari seluruh Las Vegas selama berhari-hari, dengan mobil kumal berwarna keperakan dan tas-tas berat yang diikat di atas kap mobilnya. Peralatan servis bengkel sederhana yang bisa membantunya kalau dia mengalami kesulitan di daerah sepi dengan penduduk sedikit yang dihuni beberapa orang tua saja. Dan dia jadi lebih sering menghabiskan waktunya di mobil ketimbang keluar dan mencari jati diri-jati diri yang tertinggal itu.

Dia sudah lupa kepada siapa dia terakhir kali bicara, mungkin kasir di Minimarket tempatnya membeli rokok dua hari lalu atau seorang petani yang ditanyainya jalan. Oleh karena itu, selama masa-masa membisu itu Donghae merasa kesepian sekali. Ibu dan Ayahnya tidak tahu dia pergi kemana, mereka diinformasikan bahwa Donghae tergabung ke dalam kelompok organisasi pemanjat tebing yang sudah berangkat ke Australia sejak seminggu lalu, dan kalau Donghae menghubungi mereka sekarang, mengatakan jika dia kesepian dan tidak ada yang bisa diajaknya bicara selain mereka yang jauh disana, semua usaha pengasingan dan pelepasan racun-racun di dalam tubuh akan menghilang seiring teriakan keras dan nada mengancam oleh ayahnya. Sehingga Donghae, dengan kepuasan batin yang perlahan-lahan menguap memilih jalan lurus diantara hamparan lahan-lahan hijau. Membayangkan kalau suatu hari nanti dia akan bisa tiba di rumahnya dengan jalanan berliku tanpa tanjakan.

Donghae melepaskan rokok yang terapit diantara telunjuk dan ibu jarinya, mengganti lagu-lagu penuh kesan musim semi dengan sesuatu yang lebih agresif seperti musik rock. Hal-hal yang secara gamblang bisa mencerminkan suasana hatinya. Dia juga berhenti sebentar dan mengganti bajunya, celana serta pakaian dalam.
Sekarang, Donghae yakin kalau impian liburan yang dijalaninya adalah pilihan gegabah. Seharusnya dia ikut saja rombongan kampus yang pergi ke bukit dan memancing, bukan sesuatu yang terlalu independen dan menyiksa seperti ini. Jammie, teman sekamarnya bilang buku-buku itu hanya bohong belaka. Hanya bisa dilakukan oleh orang-orang berpendirian kuat, pastinya bukan Donghae. Donghae lebih cocok merangkai tali senar gitar yang sebagiannya belum dia selesaikan.

Saat ini pukul setengah lima sore dan matahari hampir turun, hampir menggelapkan jalan Donghae yang memang sudah gelap karena gagasan-gagasan licik itu. Cerita mengenai kecantikan Las Vegas bohong adanya. Las Vegas tidak buruk, cuma tidak sesuai dengan kriterianya. Mereka membesar-besarkan matahari terbenam dari Las Vegas yang katanya jantung dari segala ketenangan dan aroma kebebasan diri yang dominan. Donghae hanya menangkap sebagiannya, Las Vegas hanya penggambaran dari kebebasan yang terluntang-lantung sepertinya.

Betapa anehnya ketika dia baru saja memulai perjalanan ini, dia merasa sangat muda dan baru. Dia seakan lahir kembali dan setiap orang yang akan dia jumpai di kampusnya nanti akan menyadari perubahan besar-besaran itu. Sifatnya sangat positif dan menyebar ke segala penjuru ruang indera di sela-sela tubuh Donghae. Sekarang dia merasa kalau penggambaran diri yang dimaksud dari buku itu hanya motif untuk meningkatkan jumlah laba yang masuk buat menutupi defisit perusahaan penerbitan itu. Buku memang mampu mengubah hidupmu, ideologi yang penuh harapan dan penampilan fisik. Tetapi belum tentu semuanya berakhir baik. Sial, dia sekarang bingung harus lewat mana.

Haruskah dia belok kanan, yang terhubung dengan jalan sempit lainnya dan pohon-pohon besar mengerikan dengan maksud menakuti orang. Atau lurus saja dengan kemungkinan jika dia akan menemukan belokan lainnya yang lebih membingungkan dari ini. Pohon-pohon itu melambangkan destinasi yang tidak bagus, penuh keserakahan dan hal-hal lucu lainnya. Jadi, Donghae memilih untuk melewati jalan besar dan lurus saja. Tetapi dia mengakui kalau perjalanan ini sedikit tidaknya bereaksi kepada mentalnya, tertanam di dalam otaknya sampai dia tidak ingin berhenti. Ini adalah sisi buruk dari hidupnya yang tak akan terlupakan sampai dia mati diusia tujuh puluh tahun.

.

.

.

"Brengsek, kau selingkuhkan?"

Hari ini adalah hari terburuk dari banyaknya hari buruk yang dilalui Hyuk Jae bersama sahabat kencannya yang berotak dongkol, Dan. Dan Cameron, yang isi hatinya sama gilanya dengan semua muslihat liburan ini. Dia tidak simpatik sama sekali dengan pria ini sejak berminggu-minggu lalu, bahkan sebelum rencanan ini dimulai dia sudah mencurigai adanya motif-motif tertentu dari janji-janii band musim panas yang tidak akan di temuinya di kampung halaman mereka dan air pantai yang hangat. Marahnya juga jadi tidak terkontrol, dia memang tidak pernah mengatur emosinya, Hyuk Jae membiarkan kemurkaannya meledak sampai berkeping-keping. Menghancurkan siapapun yang berdiri lima meter di dekatnya. Lagian, pria ini tidak pantas untuk dijaga hatinya. Dia lebih baik dituruni disini dan mati saja, atau menawari blowjob buat pria manapun yang mau mengantarnya sampai ke Terminal. Dia akan kembali sendiri, setelah sampai dia pula yang akan menonjok Dan dengan sekali hantam. Tidak disini, di kampusnya nanti.

Jelas sekali, ini bukan tuduhan belaka. Hyuk Jae sudah curiga dari sebulan yang lalu, sejak mereka mewarnai rambut mereka menjadi pirang dan teman wanitanya yang lain juga melakukan itu. Tidak, Hyuk Jae bukan sedang bermain drama atau melebihkan-lebihkan apa yang dilihatnya dari fakta di tempat kejadian. Seorang teman yang tidak terlalu dekat dengannya bilang, kalau Dan pernah merangkul seorang wanita sehabis pesta pembukaan sekolah. Berciuman mesra. Hyuk Jae selama beberapa saat menggila, berpikir kalau orang yang mengadukan Danlah yang sebenarnya menyukai prianya, sedang bermain mata dengan milik Hyuk Jae, menggunakan cara licik seperti tukang adu domba. Tetapi beginilah semuanya berakhir.

"Aku sudah menebak dengan jelas, wanita itu, aku lupa namanya, yang berambut pirang juga, memaki kepadaku ketika aku menciummu. Seharusnya aku sudah sadar sejak awal," Hyuk Jae memaki-maki, mengacak-acak rambutnya seolah dia tengah dirundung masalah yang besar, rambutnya yang rapuh berantakan, lipstick dan eye liner di matanya pudar sampai ke pipi. Jari-jarinya melengkung, dan kuku-kuku indahnya yang sudah di cat kuning tampak kelihatan lebih tajam dari pisau yang dipromosikan di Benchmade.

Dan, kelihatan kewalahan dengan satu statement yang sama terus, pada akhirnya menghentikan mobil mereka, kakinya dalam satu aksi yang cepat langsung menginjak rem dan tenaganya dilebih-lebihkan hingga Hyuk Jae terperosot dan dahinya hampir menabrak dashboard. Untunglah dia bisa lebih waspada, oleh karena itu, dengan asumsi kalau Dan mencoba mencelakainya, dia hampir kehilangan akal sehatnya. Berteriak dengan keras.

"Lihat! Ini sama sekali tidak tepat, semua kabar burung yang disebarkan temanku, yang kau bilang salah, benar adanya. Sialan kau Dan Cameron!" Hyuk Jae mengacak-acak rambutnya yang rapuh karena bleaching. Kuku yang tajamnya seakan pisau lipat yang diasah selama bertahun-tahun, cukup untuk mengoyak wajah pria itu sampai hancur. Dia mengacak rambutnya terlalu kuat, Dan takut kalau Hyuk Jae akan melukai sebagian dari kulit kepalanya, dia berpaling sekilas menatap jalanan, mencoba menjauhkan semua kekisruhan yang berpusat di tangan Hyuk Jae, mengganti kepala Hyuk Jae dengan tangannya. Dan Hyuk Jae, seperti yang diduganya, mengalihkan semua kemarahannya kepada lengan kiri Dan.

Dan pikir, Hyuk Jae sudah terlalu tertekan, bukan karena dirinya, itu akibat ulahnya sendiri. Hyuk Jae akhir-akhir tidak seperti sedia kala, dia memang pernah selingkuh, secara tidak langsung mengakui kesalahannya tetapi semua tuduhan yang bilang kalau dia membawa wanita lain ketika acara pembukaan musim panas bohong adanya. Hyuk Jae datang bersamanya, wanita itu bahkan tidak membiarkan Dan pergi semeter jauhpun darinya, jadi kalaupun itu masuk akal, bukankah orang pertama yang memergokinya harusnya Hyuk Jae, bukan teman pecundang wanita itu.

Dan menghela nafasnya, udara yang keluar dari hidungnya sama panasnya dengan udara yang masuk, itu menyesakkan. "Hyuk Jae, aku tidak mengerti apa yang kau harapkan, satu-satunya ucapanku yang kau inginkan adalah agar aku mengaku, ya aku selingkuh, tapi aku tidak melakukannya. Bagaimana bisa kau sekejam itu?" Dan mencoba jalan tengah, meyakinkan Hyuk Jae kalau dirinyalah yang dirugikan atas semua stres Hyuk Jae.

"Sudah berapa kali kau tidur dengannya?" Hyuk Jae menekan suaranya, biarpun begitu bunyi yang keluar tetap kelam karena Dan menahan tangannya.

Wajah Hyuk Jae sudah tidak jelas lagi, make up yang mengalir dan memudar karena air mata sama sekali tidak cantik. Dan dia terkenal akan keseksiannya. Dia tidak seharusnya merendahkan dirinya di depan pria ini. Tetapi Dan, Dan Cameron adalah sahabatnya sejak dia berusia lima belas tahun. Mereka bersekolah di taman kanak-kanak yang sama, kakek mereka berteman sejak perang Vietnam, dan, biarpun mereka baru pacaran setahun yang lalu, Hyuk Jae tidak bisa memendam semua kesakitan itu. Dia tidak bisa bohong apabila semua pengkhianatan yang keji itu tidak berpengaruh kepada hidupnya. Pria ini tidak boleh memperlakukannya seperti ini, ini sama dengan menghancurkan sepatu mahalnya yang berharga ratusan dolar, Dan seberharga itu.

"Kami tidak pernah tidur bersama," kata Dan, penuh kematangan, tegas, percaya diri. Hyuk Jae yakin, jika ini bukan dirinya, bila bukan Hyuk Jae yang Dan hadapi, wanita itu pasti akan langsung meminta maaf dan mengakui kesalahan mereka. Kesalahan menuduh teman kencannya yang selingkuh. Dan selama empat puluh detik hanya mengedipkan matanya sekali, oleh karena itu, Hyuk Jae percaya kalau mereka setidaknya sudah tidur empat kali. Dua kali di asrama wanita itu, dua kali di tempat lainnya.

"Sudah empat kali ya," suara Hyuk Jae yang serak dan kecil mencerminkan rasa sakit hatinya, wanita ini menangis lagi, dan sedikit tidaknya itu menyakiti Dan juga.

Dan menarik Hyuk Jae ke dalam pelukannya, memberikan Hyuk Jae tepukan ketenangan di bahunya, sembari membisikkan, "Hyuk Jae berhentilah bicara omong kosong, mereka berakhir menyakitimu." Dan bermaksud untuk membuatnya tenang, lihatlah Dan bahkan melandaskan kecupan sayang ke arah rambut Hyuk Jae yang rapuh dan panjang itu. Dia yakin metodenya tidak salah, Hyuk Jae akan luluh, dia akan kembali kepelukannya dan bersikap jinak. Tinggal menunggu waktu saja.

"Turunkan aku," suara Hyuk Jae kecil, tapi itu cukup mengancam. Tapi itu hanya ancaman, Hyuk Jae adalah tipe wanita yang lebih suka mengancam ketimbang menegur, jadi ini biasa saja. Dan hanya perlu mengikuti kata hati Hyuk Jae, wanita ini tidak akan menyerah begitu saja, Hyuk Jae tidak akan menyerah mengenai Dan Cameron. Hyuk Jae pernah diselingkuhi prianya yang lain dulu, ketika Hyuk Jae memutuskan untuk memberi pria itu pelajaran, dia berakhir tetap bersamanya, menantang wanita yang tidur dengan mantannya buat berkelahi secara terang-terangan. Kemudian mereka berakhir bahagia, Hyuk Jae tetap bersama mantan kekasihnya itu selama beberapa saat sampai akhirnya memutuskan putus. Hyuk Jaelah yang minta putus.

Sementara Dan mencoba bergenegosiasi dengan akal sehatnya, Hyuk Jae sudah terlebih dahulu membangkitkan tubuhnya dan keluar dari mobil. Dia menutup pintu kasar sekali, suara debaman itu membuat burung-burung yang hinggap di sekitar dahan pohon mengepakkan sayap mereka dan berlalu pergi. Hyuk Jae menenteng sepatu tingginya khas wanita patah hati. Dia berjalan sempoyongan, dia hanya mengenakan bra di balik jaket jeans yang lengannya berpotongan pendek, dan celana pendek putih. Hyuk Jae tidak menghentikan langkah kakinya ketika Dan meneriaki namanya lebih keras dan lebih keras lagi. Dan menghentikannya, menarik lengannya dan mencoba membawanya ke dalam mobil lagi. Untunglah jalanan ini sepi, bukan jalanan yang dipenuhi truk-truk pengangkut barang berisi Paman-paman cabul di dalamnya. Tapi Hyuk Jae enggan mengikuti keinginannya, wanita itu malah merenggangkan telapak tangannya dan memukul Dan dengan satu hempasan yang kuat. Dan terjatuh ke atas aspal.

"Jangan dekati aku lagi, kau tukang penghisap kenjantanan, jauhi aku brengsek!"

.

.

.

Donghae berpikir untuk menulis buku setelah dia lulus kuliah nanti, buku autobiografi yang judulnya menarik jadi walau dia tidak terlibat bersama orang-orang terkenal, orang-orang yang berpengaruh akan sebah penemuan fenomenal buku itu akan tetap laris terjual. Buku yang berisi kemalangan dan kematangan, yang mengasumsikan jati dirinya. Percobaan isolasi diri yang konyol.

Sudah berapa hari dia tidak mencoba makanan rumahan? Kira-kira Ibunya akan mengomel bila dia pulang terlambat atau begadang, dia akan dijatuhi hukuman karena berani menonjok Sepupunya yang dibencinya itu. Bermulut besar dan sok pintar. Di musim panas seperti ini, dia akan berlibur ke perkemahan Kakeknya, bersama Ayah, Ibu dan seorang Bibi keturunan New Delhi yang manis, baik sekali kepadanya. Dulu semuanya terasa lebih mudah, dulu ketika dia berpikir bahwa pulang ke rumah adalah sebuah kesalahan merupakan keputusan terkonyolnya. Sekarang dia rindu Ibu yang hobi mengomel dan Ayah yang konyol, dia rindu Jammie, Dave, dan pacar Mike yang berkulit hitam indah.

Dia meragukan keputusan seorang diri seperti ini, Nevada dan Las Vegas terlalu luas buat diselancarinya sendiri, dia tidak kenal siapapun selain jenis-jenis burung yang tampak familiar. Dia hanya menyapa pria-pria tua paruh baya yang menolak tumpangannya dengan halus, dia tidak menggunakan pakaian yang baunya harum lagi. Aroma yang kuat melambangkan kekuatan, muda dan nyata. Donghae tidak memiliki semua itu lagi. Dia kesepian, dia ingin menyelesaikan petualangan ini dengan sekali kedipan mata. Dia ingin bertemu seseorang, seseorang yang mendengarkan kejatuhan dan kenaikannya. Termasuk tentang ini, tentang pencarian jati diri yang berujung kepada kemalangan maut.

Donghae menghempaskan nafasnya, menarik udara menuju hidung, mengeluarkannya lagi lewat mulut, mengikuti instruksi yang ada dalam buku bodoh itu. Melakukannya berulang kali seperti permainan poker yang menghibur, yang membutuhkan uang yang banyak dan kemampuan licik. Tetapi tidak, ini menyedihkan, Donghae bahkan sudah berulang kali melewati matahari terbit yang diikuti teriknya suhu yang panas. Seperti tidak ada artinya kalaupun dia menyerah disini atau melanjutkannya saja. Donghae sudah terkurung diantara jalanan-jalanan yang tiada akhirnya ini, suara sunyi serupa kemenangan dibencinya sekarang. Dia lebih senang menghabiskan malam dengan dua temannya yang berkulit putih, mengajari mereka bahasa Korea yang campur aduk. Seperti bahasa yang sering digunakan, dalam kata lainnya, kata-kata yang ditunjukkan untuk menghunus hati orang lain. Umpatan? Ya, begitu. Karena dua teman sekamarnya adalah kumpulan pengecut yang tidak jujur, mereka hobi menghina orang lain dalam bahasa yang tidak dapat dimengerti.

Dan begitulah, Donghae berharap dia akan menemukan seseorang. Bukan seorang wanita sih, tidak, tidak sespesifik itu. Hanya seseorang yang seru diajak ngobrol, kalau boleh punya beberapa bir di ranselnya, dan mereka akan menghabiskan waktu bersama di atas kap membincangkan topik-topik yang sedang panas. Donald Trump atau keluarga Kadarshian yang sensasional. Donghae tidak suka mereka, di tengah-tengah obrolan dia akan mengganti topik-topik panas itu menjadi suatu hal yang belum dikenali, yang tersembunyi. Seperti Band-band Inggris yang mengadakan tur kecil-kecilan di Nevada, atau kebiasaan suka memaksa orang-orang Belanda. Seru dan hangat, itulah yang sebenarnya Donghae rindukan.

Tetapi apa itu, sesosok yang jalanya serupa dengan kekalahan dan pengkhianatan, pakaiannya terbuka dan seksi dan Donghae sulit mengalihkan pandangannya dari belahan dada itu. Dia tidak sedang bermimpi kan? Atau yang paling parah berhalusinasi? Layaknya serial kartun yang peran utamanya diwakili oleh seekor kadal, bukan cicak, melihat genangan air di Gurun gersang. Itu bisa dijelaskan secara ilmiah, tapi Donghae tidak sedang berada di Afrika, Arab dengan pasir kering melentang hingga membungkus setengah kakimu. Donghae masih di Amerika, tempat kelahirannya, di Las Vegas. Dan dia sudah berhalusinasi seperti ini? Donghae jelas saja tidak sedang dehidrasi, dia punya dua kardus berisi empat puluh dua botol air mineral, hari ini Donghae sudah menghabiskan empat botol. Tidak masuk akal.

Biasanya, Donghae akan menghampiri siapapun kalau mereka berjalan tertatih di depan mobilnya. Menyodorkan bantuan, memberi mereka sebotol air atau memberitahu arah jalan. Tapi kali ini, dengan semua keanehan dan kekonyolan, dan dua buah dada yang menyapa itu, Donghae memutuskan buat duduk tenang di mobil, mematikan mesinnya dan menunggu orang ini mendekatinya. Dia punya pisau lipat di dalam dashboard, jaga-jaga apabila wanita ini terlibat komplotan perampok yang modusnya menggunakan wanita cantik dan menawarinya seks. Donghae punya kemampuan bela diri Taekwondo yang memuaskan, dan kalaupun wanita ini akan membawa pistol yang ilegal, dia setidaknya tidak akan terluka.

Tetapi wanita ini kelihatan kacau, dia tidak biasa. Dia menggunakan celana pendek yang pas dengan pahanya, rambutnya pirang tapi Donghae tahu itu pirang yang palsu. Dia bukan keturunan para Yankee dan dia menangis, tangisan itu berbahaya dan menyerang pusat simpatinya. Dia berjalan perlahan, hatinya tertohok oleh kepahitan musim panas. Mungkin dia seusia Donghae.

Donghae tersenyum, wanita itu tertegun menyadari sebuah mobil terpakir di pinggir jalanan. Saat dia menyadari dirinya tidak sendiri, dia menghapus semua bekas riasan yang ada di wajahnya dan mengacak rambutnya, bibirnya pun merah merekah walau kelembutan itu telah tandas darinya. Donghae menebak-nebak, wanita ini bukan jenis wanita yang akan tersesat. Wanita ini kesepian—diasumsikan oleh tangisan itu—dan bergerak lebih cepat ketika sadar ada yang mengawasinya. Donghae sengaja membuka kaca mobil, memamerkan kalau dia seorang diri juga dan aman. Dia tidak membawa senjata apapun selain pisau lipat dan kemampuan bela diri. Dia juga cukup lebih kaya untuk merampok wanita yang barang berharganya hanya sepatu tinggi dan kulit yang mulus. Donghae mengirimkan signyal positif, berharap wanita ini akan menangkapnya dengan damai.

"Kau benar-benar seorang diri?" Teriaknya, dia berada cukup jauh sekedar buat bicara dengan nada yang normal dan berada cukup dekat untuk berteriak kepadanya.

Donghae mengangguk, tersenyum bak matahari yang bersinar lebih terang di musim dingin pertengahan Januari. Donghae menyembulkan kepalanya, memberikan usaha yang besar agar wanita ini dapat melihat wajahnya. "Aku Lee Donghae!" teriaknya, senyumnya melebar saat wanita ini kelihatan terkejut, menepis rambut panjang dari pipinya, matanya membulat atas reaksi itu.

"Kau orang Korea?"

Nama itu tidak tidak familiar kalau kau juga bukan dari Negara yang sama, teman-teman kulit putihnya sering salah menyangka jika Donghae orang Cina, Hongkong, Taiwan, Vietnam. Mereka tidak peduli soal marga dan mendesaknya buat mencari nama baru, menyinggung soal nama yang aneh diantara nama-nama yang sering terdengar. Bukan istimewa, tapi aneh, tidak unik. Aneh. Dan Donghae yakin, dia juga orang Korea, karena ya, wanita ini mengkonfirmasi itu.

"Aku juga orang Korea, aku Hyuk Jae!" Dia berjalan mendekat, kakinya telanjang dan tanpa ragu melintasi jalan. Tidak ada yang dikhwatirkannya seperti tabrakan mobil yang marak terjadi.

Sebenarnya Donghae tidak peduli wanita ini darimana, persamaan ras dan semangat nasionalisme tidak dapat mencegahnya dari kebaikan tanpa pandang bulu, Ibu Donghae dengan bangga mengajarkannya tentang itu. Tapi ayolah, dia membuka pintu dan membantu wanita ini mendekat ke arah mobilnya. Dia hanya punya sedikit kualifikasi mengenai wanita cantik, Hyuk Jae cantik, namanya juga cantik. Inikah ujung dari tujuan buku itu? Kalau sebenarnya keajaiban mungkinlah terjadi saat kau benar-benar membutuhkannya. Dan seberapa lama Donghae menunggu membuktikan sebetapa bergunanya progres kecil itu dalam hidupnya. Impian Donghae yang terakhir, yang menyangkut pautkan dua temannya dan bahasa Korea itu salah. Lebih menyenangkan menangkap wanita cantik di jalanan yang sepi seperti ini. Tentu saja.

Dia membukakan pintu untuk Hyuk Jae karena dia ingin menunjukkan kesan yang masculin, bersahabat dan ramah. Donghae mengomentari apakah kaki Hyuk Jae yang kurus itu baik-baik saja saat mereka berjalan telanjang di aspal yang panas dengan nada yang sopan, membuat Hyuk Jae menepis gagasan bahwa dirinya tidak lebih dari pria berusia dua puluh tahunan yang cabul dan kurang ajar. Dia mengambilkan Hyuk Jae beberapa lembar tisu—yang sebenarnya bisa Hyuk Jae ambil sendiri—di dashboard, berbincang-bincang apakah Hyuk Jae baik-baik saja, asal-usul tersesatnya wanita ini dan perasaan pribadinya yang beruntung bertemu Hyuk Jae karena pada akhirnya dia tidak sendiri lagi. Wanita itu tersenyum sambil mengusap bekas make up dan tangisan yang lengket di wajahnya, dan aroma salon dari rambut Hyuk Jae sebenarnya sedikit membangkitkan gairah Donghae, tapi dia harus sopan dan menghargai wanita. Dia harus bersikap baik.

Dia kembali menyalakan mobilnya dan mengecilkan volume musik yang berdentum keras di bagian belakang mobil, dia mengganti Nirvana dengan Rihanna, menggantinya lagi dengan Adele, beruntung dia punya beberapa lagu mereka. Dia menambah kecepatan mobil ketika Hyuk Jae bilang dia diselingkuhi pacarnya, yang selama beberapa tahun adalah sahabat terbaiknya, dan adalah teman masa kecilnya. Itu sangat menyakiti hati Hyuk Jae. Maksud Donghae, perselingkuhan memang brengsek, dia sendiri juga tidak setuju akan itu. Hyuk Jae menimpali apabila dirinya sangat kacau setelah kebohongan yang besar dan pengkhianatan absolut, pria itu tidak mau mengakui kesalahannya walau bukti sudah ada ditangannya. Dan apabila pria itu mau mengaku dan meminta maaf, Hyuk Jae bilang keadaan tidak akan jadi serunyam ini.

Donghae bertanya bukti apa yang Hyuk Jae miliki, Hyuk Jae membungkam mulutnya dan pembicaran mereka terpotong sampai disana.

.

.

.

Donghae menceritakan pengalaman memanjat tebing setinggi delapan meter tanpa alat bantu sama sekali ketika dia masih tinggal di kampung halamannya di Reno, yang spontan Hyuk Jae jawab kalau dia berasal dari Utara Las Vegas dan aktif dalam kegiatan sosial di kampusnya. Hyuk Jae jujur bilang padanya bila dia mewarnai rambut karena kemauan dirinya sendiri, dan itu membuatnya malu akibat tidak ada seorang pun wanita di Asramanya yang mau mewarnai rambut demi seorang kekasih. Berbeda dengan Reno, segala macam gaya berpakaian yang kompak adalah bentuk pamer-pameran, maksudnya, mereka bisa pamer memiliki kekasih yang mapan tanpa harus malu. Dan Hyuk Jae berdalih kalau itu soal gaya hidup yang sehat.

Hyuk Jae meminjam ponselnya, dia bilang dia setidaknya butuh untuk mengkonfirmasi keluarganya bahwa dia baik-baik saja bersama seseorang yang bijaksana dan dari Korea juga. Dari tempat duduk yang berseberangan, Donghae dengar Hyuk Jae melebih-lebihkan tantang Donghae dan seorang kakak wanita Hyuk Jae, Sora, atau apalah namanya, mengutuk Dan. Dan Cameron yang gaya berjalannya seperti banci. Namun ada kesalahan dalam hinaan itu, yang salah bukan menjadi banci, tapi menjadi Dan Cameron.

"Donghae, aku bersyukur sekali bertemu dengan orang baik sepertimu, kita nyambung dan kau adalah orang yang santai," Hyuk Jae menyelipkan kalimat itu ke setiap lirik lagu yang dia nyanyikan, wajahnya sepenuhnya menatap jalanan yang kosong dan aroma di tubuhnya semerbak menyerang hidung Donghae. Beginikah aroma wanita sejati? Aroma Hyuk Jae serupa campuran daun mint dan kayu manis dan bau-bauan bunga musim semi.

"Aku tersanjung kau mau masuk ke mobil tanpa harus menendang penisku setidaknya sekali." Walau tatapannya fokus ke arah jalan, Donghae tetap berusaha buat mencairkan suasana dengan leluconnya yang gagal, dan Hyuk Jae tetap tertawa.

"Kau ingin aku melakukannya?" Balas Hyuk Jae dan sudut matanya kelihatan nakal.

"Tidak, maksudku, kita berteman kan?"

"Hmm," dengung Hyuk Jae dan selama beberapa saat mereka tenggelam dalama suasana sunyi yang memilukan lagi.

Sebenarnya Donghae ingin bertanya banyak, ingin tahu lebih banyak mengenai Hyuk Jae, asal-usul dan hobinya, apakah dia lebih suka jus jeruk atau bir pinggir jalan. Tetapi sepertinya, Hyuk Jae masih terlalu fokus dengan patah hatinya, kegelisahan itu dan bayang-bayang mengenai kekasih pribadinya. Bagaimanapun, bukan tanggung jawab Donghae untuk menghiburnya dan meredakan rasa sakit hatinya. Donghae sudah terlalu baik hati hanya dengan menumpangkan mobil, mau mengajaknya mengobrol dan menawarinya minum. Itu etiskan?

"Jangan turunkan aku dipinggir kota ya, aku jadi berpikir buat ikut denganmu."

Dan, begitulah, Donghae tidak mampu menahan detakan di jantungnya yang keras seperti ledakan kembang api dan bunyi sirene. Dia mencoba untuk tidak tersenyum, tangannya yang kokoh berkeringat dingin diantara sisian stir dan itu begitu licin, selicin suasana hati Donghae yang awalnya gelap kelabu dan pada akhirnya menemukan musim panasnya. Tapi bukankah dia harus menjelaskan kepada wanita ini kalau semuanya tidak mudah? Perjalanan ini bukan jalan-jalan biasa, sebetapa konyol pun kedengarannya, ini adalah petualangan dari pencarian jati diri Donghae. Bukan ekpedisi mengejar band favoritmu sampai ke ujung Nevada.

Dan dari pengamatan Donghae, Hyuk Jae bukanlah tipe wanita yang berlalu seperti air. Dia wanita panas yang bergelora seperti api sehingga mengeringkan cairan-cairan disekelilingnya, Hyuk Jae bukan orang yang sabaran seperti Donghae. Jadi Donghae harus mencegahnya.

"Hyuk Jae pikirlah baik-baik, bagaimana kau akan betah dengan sebulan penuh berada di mobil?" Donghae meyakinkan Hyuk Jae, dan suaranya tenang seperti genangan kolam yang diterpa angin sejuk.

"Donghae, aku sudah melakukannya, selama nyaris dua minggu, dua minggu selanjutnya bukan masalah."

"Itu masalahnya, bagaimana kau akan bertahan dalam dua minggu kedepan?" Donghae nyaris mengiyakan Hyuk Jae saat hati nuraninya bekerja lebih banyak daripada akal sehatnya. Tapi kemudian, bagian lain dari otaknya menghantam Donghae dengan kuat supaya dia sadar.

"Kau keberatan?" Hyuk Jae mengalihkan pandangannya dari bibir Donghae ke matanya, dan bola mata itu bergerak-gerak melawan arah pandang Hyuk Jae. Kemana saja asalakan bukan Hyuk Jae yang dilihatnya.

"Bagaimana ya, sejujurnya aku senang sekali, itu berarti akan ada seseorang yang menemaniku dalam separuh percobaan ini, tapi bukankah ini gegabah? Kau terlalu cepat memutuskan sesuatu, bagaimana dengan orangtuamu Hyuk Jae?"

Hyuk Jae tertawa, lebih tepatnya menyeringai, Donghae terdengar lebih kacau, dia jelas sekali tidak pandai menyangkal dan melawan argumen orang-orang disekitarnya, jadi karena itulah Donghae berbohong demi acaranya yang kacau ini? Jelas-jelas dia bukan sedang berada di Australia, mengabadikan foto Koala, makan udang bakar dan memanjat tebing. "Sora, bulan madu dengan mantan suaminya ke Srilanka menggunakan kapal laut, ibuku bilang itu pengalaman terbaiknya, percayalah tidak ada yang lebih gila dari mereka."

Donghae sadar akan ketegangan itu dan menghadapi titik kekalahannya, dia memperlambat laju mobil dan urat-urat di dahinya muncul akibat dia terlalu berpikir keras. "Kalau begitu bagaimana denganku?"

"Denganmu? Katakan saja, kau keberatan?"

"Tidak," kata Donghae menelan ludahnya, jakunnya naik turun, "sama sekali tidak, tapi kau dan aku masih muda, kau cantik." Donghae tidak mampu melanjutkan kalimatnya, dia butuh bantuan Hyuk Jae buat menyelesaikannya.

"Karena kita wanita dan pria?"

"Ya, karena itu."

"Kalau begitu biarkan saja itu terjadi secara naluriah." Suara Hyuk Jae pelan sekali, Donghae khawatir kalau angin akan membawa mereka pergi.

"Kau punya pacar."

"Tapi aku ada di mobilmu sekarang." Hyuk Jae mendekatkan tubuhnya saat Donghae menghentikan mobil dengan spontan, dia menyangga satu tangannya di dashboard dan keliauan dari kulit yang terpapar sinar matahari diantara gairah yang mengepul membangkitkan semangat Donghae. Sedikit lagi,

"Kau punya pacar." Gerakan Donghae bertolak belakang dengan kata-katanya, dia mendekap pinggul Hyuk Jae dan mengangkat Hyuk Jae ke pahanya. Bibir penuh wanita itu menyentuh dagunya dan Donghae merasakan kesempurnaan dari dua tubuh yang saling bergelayutan. Donghae seharusnya mendorong Hyuk Jae, atau Hyuk Jae yang harusnya mendorong Donghae, tapi apa daya jika wanita di depanya adalah wanita jangkung yang semua wajahnya tampak sempurna dan ukuran pinggangnya kecil? Kakinya mulus seperti permukaan gitar Jammie.

"Mantan pacar." Hyuk Jae mengoreksi, dia menutup matanya dan menabrakkan kedua bibir mereka. Bibir atas Hyuk Jae menyapu bibir Donghae, kedua tangannya menahan kepala pria itu agar tetap fokus kepada dirinya, dan dia saja.

.

.

.

"Bagaimana menurutmu?"

Donghae menelan ludah dalam usaha menjernihkan otaknya yang sudah kotor itu, dia tidak seharusnya memandangi payudara Hyuk Jae yang terekpos karena Hyuk Jae memilih tidak menggunakan branya—dia mengganti jaket kulitnya dengan kaos oblong Donghae dan menjemurnya di atas kap mobil sementara mereka menghabiskan waktu makan malam di Wendy—Donghae seharusnya memandangi replika Santa Claus atau Tom Hanks yang dipasang di depan minimarket kecil ini. Pokoknya apapun yang indah (keindahan yang dimaksudnya diluar dari keindahan wanita telanjang dan payudara yang kencang). Donghae tidak percaya, bagaimana bisa seorang wanita memiliki segala keindahan itu dalam satu waktu? Kaki, kulit, wajah, jari-jari panjang yang terpisahkan dengan jarak sempurna. Betapa bodohnya ia membayangkan bahwa kaos putih itu adalah tubuhnya yang bergesekkan dengan dada Hyuk Jae. Dan aroma mereka bercampur menimbulkan harmoni yang kuat.

"Donghae?" Hyuk Jae mengulang-ulang pertanyaaan itu, intonasinya sama persis dengan pendapatnya mengenai sepatu Donghae yang serasi dipadukan bersama warna celananya.

"Maaf, aku tidak mendengar apapun," Donghae menggeleng-gelengkan kepalanya, matanya sekilas tampak seperti diserang ribuan lebah. Dia membenahi laju kereta dorong yang dipenuhi barang belanjaan Hyuk Jae.

"Maksudku, bagaimana menurutmu baju ini di tubuhku?" Kali ini pertanyaan itu terlontar tanpa adanya kontak diantara mereka, Hyuk Jae mengambil parfum wanita termurah yang berada ditumpukkan rak, menyemprot salah satu sampel ke pergelangan tangannya, menciumi baunya yang menyengat kemudian meletakkan parfum itu lagi.

"Cocok, kau memasukkannya ke celanamu dan melipatnya dengan benar, jadi tidak terlihat kebesaran." Donghae bersusah payah mengikuti langkah kaki Hyuk Jae, pandangannya agak terkecoh sebab baju putih yang hampir transparan itu memperlihatkan punggung Hyuk Jae yang mulus.

"Benar,"

"Ya."

"Teman-temanku sering memujiku mengenai itu."

"Mengenai apa?"

"Donghae," Hyuk Jae menghentikan langkahnya, alisnya terangkat, alis yang terangkat itu punya warna yang indah dan garisnya sempurna, alis mata yang anggun.

"Hm?" Tidak, tidak seperti ini, Donghae tahu ada yang merusak sistem yang tersembunyi di balik dirinya. Sistem yang mengontrol keseimbangan, pengendalian dirinya. Kini sistem itu menginginkan tubuh Hyuk Jae. Pada dasarnya hal yang harus dilakukan pria sopan seperti dirinya adalah membawa barang belanjaan, ya dia melakukan itu, menahan diri agar tidak menyentuh bokong Hyuk Jae yang sintal, payudaranya yang kencang dan tulang paha yang halus. Tetapi keinginan terbesar pria berotak adalah untuk menyentuh mereka, menyatukan mereka bersama tubuhnya, menggapai segala kesenangan yang ditawarkan ruang-ruang di tubuh Hyuk Jae. Mereka sudah berciuman, tidak ada yang mustahil dari sekedar sentuhan diantara bagian-bagian tubuh Hyuk Jae yang disukainya.

"Kau tidak mendengar ucapanku." Hyuk Jae mendesah, mengangkat satu paket pembalut dan kotak berisi selusin tampon. Dia menyerahkan beberapa barang berat yang dibelinya ke arah kasir dengan senyuman, senyuman yang serupa matahari terbit diantara suramnya musim gugur. "Pembalut, tampon dan alat cukurnya tolong dipisahkan ya," Kasir itu tersenyum ketika Hyuk Jae membantu memisahkan antara makanan dan barang-barang lainnya, mereka bercakap-cakap sebentar sampai pembeli paling belakang berdehem dengan hormat. Lalu Donghae dan Hyuk Jae kembali ke dalam mobil dengan hati tenang dan tangan yang saling terikat kuat.

.

.

.

Sebenarnya selama beberapa hari Hyuk Jae memilih tinggal bersamanya, hubungan mereka secara progresif dihiasi oleh kemajuan-kemajuan yang intens, yang Donghae harapkan keberadaannya sejak awal. Ciuman yang manis diubah dengan gerakan lidah yang kuat, Hyuk Jae sendiri yang merekomendasikannya. Baiklah, semuanya sudah berlalu sesuai dengan harapan Donghae. Sampai gerakan mata Hyuk Jae pun hanya terpusat pada dirinya dan dirinya seorang. Tapi, semua ini didasari oleh ketidak sengajaan dan alasan lain yang tidak mendasar. Mereka sudah setengah jalan, ketika Donghae menikmati segala sentuhan mereka secara tulus waktu jadi berjalan lebih cepat. Berlalunya hari berubah menjadi perlombaan diantara dentingan detik-detik yang sengit, dan bagaimana mereka akan menghadapi akhirnya?
Donghae tidak bilang bahwa dirinya terikat, hanya saja, bagaimanapun dia merasa begitu dekat dengan Hyuk Jae. Dia merasa kalau kedatangan Hyuk Jae merupakan sebuah anugerah yang tepat, keajaiban yang setara karunia diantara padang rumput yang luas, yang mendesir menimpali wajahnya. Dan sekarang semuanya mengalir secara alami, tidak dipaksakan. Setiap sentuhannya bermakna banyak, sampai-sampai Donghae tersedak akibat kelembutan itu.

Ponsel Donghae sudah berulang kali menerima panggilan dari nomor telepon asing, angka belakangnya familiar dengan nomor telepon Hyuk Jae jadi wanita itu melarangnya mengangkatnya. Ada kemungkinan apabila salah satu dari panggilan telepon mengerikan itu berasal dari Dan, atau selingkuhannya. Tagihan rumah sakit, tidak ada alasan lain lagi mengapa Dan akan menghabiskan waktu luangnya demi Hyuk Jae.

Donghae memandangi gulungan ombak yang deburannya terdengar dari kejauhan, jam empat pagi adalah waktu yang pas untuk menenangkan diri. Alunan musik di mobilnya seperti diputar dengan terencana, mengembalikan lagi ingatan-ingatan mengenai jati dirinya yang sempat hilang sebelum Hyuk Jae datang. Donghae membuka jendela mobil, dia diterpa angin yang cukup keras sehingga kepalanya terasa agak pening. Deburan ombak secara brutal terdengar lebih berani dari sebelumnya, betapa indahnya kalau yang seperti ini bisa bertahan sampai berabad-abad lamanya.

Hyuk Jae bersikeras untuk masuk ke toilet pompa bensin sendirian, suaranya tegas tanpa ancaman dan satu anggukan Donghae berikan kepadanya. Tapi, sudah nyaris satu jam lamanya dan dia belum kembali. Sepanjang hidupnya dia sering mendengar kebiasaan aneh mengenai wanita, berdandan yang menghabiskan banyak waktu, tradisi mandi yang kelewat lama, tetapi baru kali ini dia meraskan menunggu yang menyesakkan. Ini pertama kalinya menunggu menjadi sesuatu yang sangat dibencinya. Momen menunggu Hyuk Jae bereaksi buruk seperti suatu alergi, sebab, dia, dengan keenggenan yang mengena di hatinya, sudah terbiasa dengan keberadaan Hyuk Jae disisinya. Di mobil ini mereka akan bersama-sama dan saling berciuman lidah, saling memadu sentuhan, berburu kesenangan.

Donghae sendiri meyakinkan dirinya untuk tidak jatuh dalam pesona Hyuk Jae, karena setelah mereka selesai, setelah mereka pulang, ke dunia yang berbeda yang Donghae sebal katakan; dia dan Hyuk Jae bukan apa-apa lagi. Setelah mereka sampai di ujung Utara Las Vegas, ciuman yang manis adalah kenang-kenangan bak foto tercetak yang tak akan terlupakan. Terima atau tidak, itulah akhirnya. Akhir yang tragis sekali.

Donghae memutuskan buat menghampiri Hyuk Jae, dia masuk dengan waspada, satu tangan berada di dalam kantong jeans yang ketat. Menengok ke kanan dan ke kiri dan hanya satu blok ruangan yang kedengaran suara air mengalir, itu pasti Hyuk Jae. Dia berdehem dan merasakan ketegangan yang berada di balik pintu ruangan itu. Hyuk Jae mematikan kran air dan berteriak dengan suara yang lantang, dia salah mengira kalau Donghae adalah seorang gelandangan tua yang sempat mengganggunya tadi.

"Aku Donghae," dehamnya, dia mengetuk pintu dan Hyuk Jae menghela nafasnya. Suara angin yang bertabrakkan di udara tidak pernah terdengar sejernih ini, Donghae menekan dada kanannya dan melanjutkan, "kupikir ada sesuatu, itu karena kau terlalu lama disini," Donghae mendengar suara air wastafel yang jatuh ke dalam pipa panjang, tapakan kaki yang pelan dan nafas menderu.

Tiba-tiba pintu itu terbuka, satu tangan menariknya masuk ke dalam kamar mandi dan bibir bertemu bibir. Lumatan itu begitu kuat terasa di mulutnya dan Donghae hampir pingsan akibat sensasi menyengat itu, dia merebahkan punggungnya di tepian pintu, pintu itu tertutup secara otomatis karena punggungnya rebahan disana. Lidah Hyuk Jae menyerang gusi, gigi bertarung melawan lidahnya. Paha Hyuk Jae yang halus mendekat kearah kaki Donghae, sampai merekat disana.

.

.

.

Hyuk Jae setengah berpakaian, setengah telanjang. Air bergulir ke pahanya yang mengkilat seperti warna pastel dari kejamnya langit sore hari. Dada wanita itu bernapas dengan tekanan yang intens, layaknya ia tengah menekan aksi nakal di tubuhnya. Ciuman yang menyerang leher dan jakun Donghae merupakan gambaran dari kemerdekaan buat menjadi wanita seksi yang seutuhnya lagi. Ciuman ini adalah gelagat balas dendam Hyuk Jae kepada Dan, ciuman ini adalah caranya menyatukan rasa frustasi akan keraguan Donghae. Dan ciuman bermakna menyenangkan yang memancing kembali jiwa muda Donghae, yang akhir-akhir ini dia tekan sedemikian rupa demi menjaga hati wanita beringas ini. Dengan demikian Donghae tidak mau berbohong lagi, kalau lipstick Hyuk Jae yang berantakan menempel di bibirnya adalah kegilaan yang di impikannya.

Donghae secara diam-diam menyegani warna bra Hyuk Jae yang menarik, replika seksi dari bendera Amerika. Dan celana pendeknya yang ketat. Sungguh, kalau Donghae tidak menerapkan embel-embel jadilah lelaki bijak untuk gadis yang baru saja patah hati, dia akan segera menyerang Hyuk Jae dengan kekuatan setara kuda jantan. Malah lebih jantan dari bison homoseksual kebanggan Texas. Dia akan mencegat tubuh Hyuk Jae di dadanya, membuka kaki wanita itu penuh kebangaan dan mendudukannya di antara selakangannya. Donghae kemudian akan mengistruksikan cara menghisap kejantanan yang pintar, dengan suara hisapan yang tidak dibuat-dibuat. Cara cerdas dalam menggoda pria. Yang tidak membuatnya tersedak maupun jijik.

Mereka akan bekerja sama dalam ritme menggoda, menekan saraf, menaikkan kuantitas ereksi Donghae. Mereka akan menjadi tim yang sangat berbahaya apabila ini terus berlangsung. Dan Donghae akan membuat Tuan Cameron iri hati kepadanya, pria itu akan tertatih dengan rasa menyesal karena Hyuk Jae sudah jago di kasur. Jago juga menghisap penis. Ya Tuhan, Donghae ingin melingkarkan kaki wanita itu di pinggangnya secara kasar, mengerjainya.

"Donghae," suara Hyuk Jae yang pelan menyapu telinganya, "Tidakkah kau ingin aku tepat berada di bawah selangkanganmu? Tepat di bawah sana." Diam-diam Hyuk Jae berusaha menemukan titik lemah agar bisa meloloskan gairah Donghae yang berada di kancing celananya. Dan kekuatan jarinya dalam mencengkram selangkangan Donghae menyentakkan logika pria itu dengan keras sehingga yang sekarang Donghae tatap hanyalah bibir wanita ini dan payudaranya saja. Dimana nafas Donghae bercampur dengan panasnya udara dan detakan jantung mereka mengalahkan suara air yang beriak menuruni pipa.

"Hyuk Jae," kata Donghae, merayapkan tangannya menuju payudara Hyuk Jae dan meremasnya, yang dipenuhi oleh pikiran kotor, "begini Hyuk Jae, kau pikir bagaiamana?"

Hyuk Jae melepaskan semi ereksi Donghae, kekuatannya dibuat-buat secara otomatis membuat pria ini mendesah. "Rasanya seperti kau kurang bersemangat," keluhnya menggoda.

Oh Tuhan, jelas sekali kalau itu hanya retorika. Bahwa yang dikatakan Hyuk Jae hanya bohong belaka, wanita ini cuma mau menggodanya. Tentu saja. Donghae takut kalau mereka memulai yang lebih dari ciuman kasar (Dimana Hyuk Jae mungkin akan menyesalinya) mereka tidak lagi memiliki alternatif selain mengejar klimaks masing-masing.

Cakar-cakaran Hyuk Jae menusuk kulit Donghae dan bibirnya bersinggungan dengan jakun Donghae, yang sengaja dia lakukan agar pria ini semakin berupaya untuk menyentuhnya. Sambil mengimpit tubuh Donghae lebih dalam ke ujung dinding, dia bergerak lebih ke Timur dan mengusahakan agar sentuhannya mengenai tulang leher Donghae yang secara langsung mengirimkan signyal ke bawah tubuhnya. Betapa Donghae tidak bisa merahasiakan rasa panik bercampur senang, antusias. Lalu cepat-cepat Donghae mengambil payudara Hyuk Jae lagi dengan tangannya yang berubah pucat dan satu tangannya yang lain memijat paha Hyuk Jae. Pijatan yang memusatkan perhatian, rangsangan keras juga rasa prihatin akan keinginan untuk seks.

"Tuhanku, Hyuk Jae!" katanya seraya menggesekkan bagian tubuh mereka dan tangan Donghae bersentuhan langsung dengan celana dalam Hyuk Jae yang berwarna sama dengan branya. "Aku benci meyakinkan seseorang, tetapi aku pikir aku lebih benci bersandiwara kalau aku sebenarnya tidak menginginkanmu berada lebih dari di depan selangkanganku."

Kata-kata Donghae otomatis membuat Hyuk Jae mengencangkan remasannya yang sudah sangat kencang, dan itu membuat kondisi Donghae makin amburadul. "Katakan kepadaku, kau ingin aku basah kuyup lagi atau kering seperti ini?" bisik Hyuk Jae, menggigiti telinga Donghae seraya memfokuskan gerakannya kepada celana pria itu yang kian lama kian menyempit. "Aku suka seks yang menarik, omong-omong, sadisme merupakan topik hangat. Kau ingin aku memanggilmu seperti wanita-wanita di film?"

Sesungguhnya Donghae tidak bisa bersikap lebih gentle daripada ini. Kesabarannya beresiko menumpuk lebih banyak bahaya yang bersumber dari selangkangannya. Kalau boleh jujur, eksistensi payudara Hyuk Jae yang ukurannya tidak dilebih-lebih dan aromanya yang segar habis mandi adalah salah satu kelemahan terbaiknya. Dan jikalau Hyuk Jae masih mau berhubungan dengan Dan sehabis ini, Donghae secara suka rela akan mengejar-ngejarnya sehingga wanita ini hanya bisa mengingat nama Donghae di tengah panasnya perjalanan mereka. Donghae tidak berpikir dua kali untuk merebut wanita yang sudah pernah punya kekasih, dia berani melawan Dan kalau Dan mendekat ke arah wanita ini dengan penuh semangat. Karena ya, Hyuk Jae secara teknis adalah miliknya yang sebelumnya sudah dibuang oleh pria itu.

Donghae menelusuri paha Hyuk Jae sesuai rute lekuk tubuhnya yang ingin dimanja, dan wanita itu melenguh namanya ketika Donghae menyelinap masuk menuju selangkangannya, mencari-cari apakah sesuatu yang basah itu sudah lebih basah dari sebelumnya. Rasa ringan yang aneh dari mimpi-mimpi basahnya menyerang Donghae saat jari-jarinya menggelitik di klitoris Hyuk Jae yang terasa sangat hangat di tangannya. Serta desahan Hyuk Jae yang mengabutkan udara disekelilingnya. Wanita itu menopang tangannya di leher Donghae seiring gerakan maju mundur yang mendesak tubuhnya.

"Sialan Donghae! Lakukan itu lagi." Keringat Hyuk Jae berjatuhan dari dahinya yang basah oleh air. "Benar seperti itu."

Donghae menjilati bibirnya yang kering, "Seperti ini?" Tanyanya sensual. Hyuk Jae semakin menggelayuti lehernya, kakinya melambai-lambai sebab kurangnya pertahanan diri. "Kau basah sekali. Apa aku harus melakukannya sekarang?" Donghae membisikkannya tepat di telinga Hyuk Jae, membuat udara langsung masuk ke telinganya.

"Iya Donghae, dan aku harap kau tidak lupa bawa kondom."

"Oh Hyuk Jae, aku melakukannya." Donghae melepaskan tangannya dari celana dalam Hyuk Jae kemudian menjilati jari-jarinya yang basah.

Hyuk Jae secara sistematis turun ke kakinya, melepaskan ikat pinggang Donghae, menarik celana Donghae ke bawah berbarengan dengan celana dalamnya melewati pinggangnya yang kokoh dengan tulang-tulang seksi menonjol keluar. Dari bawah seperti ini tubuh Donghae bak cokelat Swis raksasa berfondasi kokoh yang diimajinasikan Hyuk Jae secara halus sebagai pencabut nyawa yang seksi. Hyuk Jae mencium kejantanan Donghae, bersapa ria sebentar.

"Dimana kau letakkan kondomnya?"

"Di kantong kiriku Hyuk Jae," desah Donghae.

"Bagus." Hyuk Jae lalu bergerak secepat kilat meraih kondom, kebutuhannya kelihatan mencolok ketika dia terus-terusan ingin mencium kejantanan Donghae sebelum memasangkan kondom ke penisnya secara akurat. Dimana Donghae langsung mendesis akibat sensasi lateks yang menyentuh kulitnya. "Aku suka bercinta kalau berdiri, seperti olahraga yoga."

Donghae mendesah akan komentar itu dan melepaskan bra Hyuk Jae agresif serta celana dalamnya. Donghae dibuat terpukau dengan kulut mulus dan rambut indah sepanjang pinggang wanita itu. Menurutnya yang kurang terurus amatlah seksi.

"Aku suka gayamu bicara dan bolehkah aku jujur Hyuk Jae? Kau luar biasa menarik."

Hyuk Jae mendadak merasa nyeri yang agak nikmat ketika Donghae menggendong tubuhnya dan menyatukan mereka ke dalam sebuah gendongan, salah satu kaki Hyuk Jae mengangkang tepat di lingkar pinggang pria itu. Donghae bergerak tanpa pantang mundur meski Hyuk Jae agak berat, lengan Donghae menahan pinggul Hyuk Jae agar wanita ini tidak jatuh dari gendongannya.

Donghae sempoyongan beberapa desakan sebelum menyenderkan punggungnya di dinding dan punggungnya agak melengkung supaya Hyuk Jae juga bisa ikut andil dalam gerakannya yang agresif. Hyuk Jae sepenuhnya menyerahkan berat tubuhnya di tubuh Donghae, membuat tangan Hyuk Jae agak melicin saat bertumpu disana ketika serangan Donghae hampir menjatuhkannya ke lantai karena desakan itu sunggulah brutal. Donghae melenguh berbarengan dengan Hyuk Jae yang merasakan sentilan kuat di g-spotnya.

Hyuk Jae menciumi dahi Donghae yang berkeringat sebelum mendesah lagi. "Benar begitu, Oh Tuhan. Dengarkan aku Dan yang brengsek, pria ini punya peforma yang seratus kali lipat lebih hebat darimu. Dia secara langsung menolak adanya konsep perselingkungan, oh ya, Donghae, lakukan itu lagi!"

Donghae menampar bokong Hyuk Jae sekeras kesenangan yang dilandanya, yang membuatnya senang bukanlah cara berpikir Hyuk Jae mengenai performanya yang hebat melainkan sebetapa Hyuk Jae menghargai kemampuan di dalam diri Donghae. Kenapa masih ada pria yang suka berkhianat meski sudah memiliki pasangan yang pintar memuji. Donghae menggeram, suaranya diredam oleh bibir Hyuk Jae. "Kau seksi."

"Tanpa pakaian."

"Tanpa dan dengan pakaian."

Hyuk Jae merasakan desakan Donghae makin dipercepat, perasaan yang lembut terpancar dari sentuhannya. Donghae sangatlah luar biasa dalam memuaskan pasangannya sebab bukan dia saja yang merasa nikmat melainkan pasangannya juga diberikan hak yang sama. Frekuensi getaran yang Donghae ciptakan diantara dinding vaginanya bersama penisnya beranjak makin menggila. Dorongan itu dipercepat, secepat Hyuk Jae mengambil napasnya, dan ketika mereka perlu tiga menit terakhir untuk memejamkan mata, Donghae dan Hyuk Jae sama-sama memperoleh klimaks.

.

.

.

TBC

.

.

.

Title inspired by the 1975's song Chocolate.

Enjoy reading!