Never Give Up

Author:

Kim hyokyo a.k.a Revi-Killan

Casts:

Choi Siwon

Kim Kibum

Lee Donghae

Lee Hyukjae

Kim Heechul

Tan Hangeng

And other member Suju

Rate: T

Genre: friendship, Mistery (may be)

part : 1 of 2

Warning :

Ini hanya fanfiction, jika ada kemiripan cerita, karangan, tokoh, alur, dll itu tanpa ada unsur kesengajaan karena mungkin daya imajinasi kita mirip aja. Terima flame tapi tidak melayani bashing chara!

BL a.k.a boys love a.k.a yaoi a.k.a boyxboy, ooc, tidak sesuai dengan EYD yang baik dan benar, alur berantakan, plot tidak jelas, cerita pasaran, sedikit-sangat- flat. Always siwon point of view.

Namaku Choi Siwon, ini tahun ke-3 ku di sma. Hari pertama untuk kelas baru, memang bukan hari yang menyenangkan dan aku tidak banyak berharap akan menemukan hal menarik dari hari ini, apalagi ini masih jam 6 pagi. Kumasuki kelasku yang masih kosong, tentu saja. Bukankah tadi aku sudah bilang kalau ini masih terlalu pagi untuk sekolah? Kelasku ada di ujung lorong, kelas dengan label XII IPS 4, jangan salah menilai. Di Blue Shapire Senior High School kelas unggulan tidak ditentukan dari urutannya, karena kenyataannya kelasku yang berlabel 4 ini justru adalah kelas unggulan untuk kelas XII jurusan IPS. Kuletakkan tasku dibangku paling depan dekat jendela lalu membaca buku tebal tentang bisnis yang baru saja ku keluarkan dari dalam tas. Entah aku yang terlalu serius dengan bacaanku atau memang waktu berjalan dengan cepat, karena bel masuk itu membuatku menunda acara membacaku.

Tiba – tiba seorang yeoja-err...ah, sepertinya dia namja karena dia memakai celana panjang berwarna hitam sama sepertiku- meletakkan tasnya dimeja sebelahku," annyeong. Aku Kibum." sapanya seraya duduk dengan cuek dikursi sebelahku. Kuperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah, ya tuhan! Namja ini... berantakan sekali penampilannya! Rambut hitamnya sepertinya memang sengaja dibuat berantakan, acak – acakan tidak jelas, lalu bajunya juga 2 kancing teratasnya tak dipasang, kemeja sekolahnya dikeluarkan, lengannya digulung dan wajahnya-meski manis- tampak seperti preman! Aku harus sebangku dengan namja ajaib ini sampai lulus? Oh God! Cabutlah nyawaku sekarang juga! Aku merutuk dalam hati.

Kibum menoleh padaku seraya mengunyah permen karetnya dengan cuek. "waeyo, Siwon-shii?" Tanyanya membuatku terhenyak. "aniya. Tolong jangan makan saat dikelas!" Pintaku membuatnya terkekeh. "jadi rumor kalau kau ini ketua OSIS yang paling disiplin itu benar? Oh ayolah, kau juga manusia, sesekali cobalah berfikir diluar kotak." tanggapnya tak peduli. Aku hampir memprotes ucapannya kalau saja seorang guru-wali kelas kami- tak datang dan membuat kelas itu jadi tenang.

"annyeong, perkenalkan saya Jung Yunho, bagi yang dulu dikelas XI pernah saya ajar pasti sudah mengenal saya, untuk tahun ini saya yang akan menjadi wali kelas XII IPS 4, jadi saya harap kita bisa cepat akrab. Oh iya karena ini hari pertama kalian, saya ingin membuat struktur organisasi kelas. Ada yang punya ide?" Jung seongsaengnim menatap seisi kelas.

Seorang siswa mengangkat tangan kirinya, "mianhae seongsaengnim, bagaimana kalau ketua kelas kita Siwon-shii saja? Dia 'kan ketua osis saat kelas XI kemarin."

Aku langsung menoleh pada namja itu. Sial! Bagaimana bisa dia menunjukku dengan seenak hatinya begitu? Kulihat Jung seongsaengnim membuka absen kelas kami. Dia mengangguk – angguk beberapa kali, "okay, jadi Siwon-shii? Kau tidak keberatan kan jadi ketua kelas?" Tawarnya. Aku mengangguk, "ne, seongsaengnim." jawabku sopan. Sial, sial! Inilah yang aku benci. Tubuhku selalu menyanggupi tawaran para guru dan orang – orang disekitarku. Aku sendiri-kalau boleh jujur- begitu muak dengan hidupku ini. Aku seperti boneka yang bahkan tak mampu menguasai reflek tubuhku sendiri.

Akhirnya 3 tahun berturut – turut aku menjadi ketua kelas dan hal itu membuatku bosan, kau tau? Jangan tatap aku seperti itu! Aku ini memang selalu jadi anak penurut karena tubuhku memang terprogram seperti itu semenjak aku kecil. Kalian kagum padaku? Justru aku yang kagum pada kalian, disaat kalian bisa bebas bermain – main aku malah terbelenggu dengan semua urusan sekolah bernama OSIS, disaat kalian bebas berpacaran dengan kekasih kalian aku malah sibuk dengan semua tugas sekolah dan les privat tidak pentingku. Apa kalian masih kagum dan iri padaku? Gila jika kalian masih menjawab iya.

Karena ini hari pertama masuk sekolah, tak ada pelajaran yang berarti. Bel pulang membuat kelas langsung bubar. Aku beranjak dari kursiku setelah merapikan semua bukuku. Seseorang menepuk pundakku." yo, siwon. Hari ini ekskul karate masih libur kan?" Tanyanya membuatku mengangguk.

"waeyo, Hae?" Aku bertanya balik.

Dia ini Lee Donghae, teman sekelasku saat masih kelas XI. Dia nyengir, "biasa, aku dan Eunhyuk mau balapan liar malam ini." jawabnya enteng.

Lee Hyukjae, atau yang biasa disapa Eunhyuk nyengir,"kau mau ikut Wonnie?" Tawarnya menampilkan gummy smile-nya yang akan menipu semua orang itu. Dia ini berwajah innocent tapi kelakuhannya benar – benar seliar Donghae yang suka balapan dan berhura – hura. Sebenarnya kami ini berteman baik. Aku menggeleng atas tawaran eunhyuk. "aniya. Aku harus les setelah ini. Have fun ya, dan jangan sampai tertangkap polisi karena aku tak ingin appa melarangku berteman dengan kalian. Bye." tolakku seraya berlalu membuat mereka mendengus kesal.

Bukankah tadi aku sudah bilang kalau tubuhku ini beperti terprogram jadi anak baik dan penurut? Jadi tubuhku pun juga akan menolak ajakan melanggar peraturan semacam itu. Aku sampai diparkiran lalu melaju pergi meninggalkan sekolah dengan motorku. Setelah ini aku memang ada les, dan aku tidak bohong, les itu adalah les paling memuakkan yang pernah aku jalani, les bahasa Jerman! Ayolah aku ini sudah fasih dengan bahasa itu! Lagi – lagi aku tak bisa protes.

Seperti yang selalu aku katakan pada diriku sendiri, hidup ini membosankan. Aku bosan jadi anak penurut, aku bosan dengan kedua orang tuaku, aku bosan dengan guru – guru, aku bosan dengan siapapun yang ada disekitarku. Huh! Terkadang terlintas diotakku untuk mengakhiri saja hidupku ini, tapi setiap aku sudah sampai pada titik jenuh itu aku akan otomatis kembali ke awal lagi. Hingga hidupku ini tak ubahnya satu roll film yang selalu diputar berulang kali, monoton.

Jarum jam menunjuk ke angka 4 dan 12. aku punya waktu 2 jam sebelum orang tuaku pulang dan mulai mengoceh tak jelas dan membuat telingaku sakit. Kulepas seragamku lalu kugantung dibelakang pintu. Setelah itu aku menyalakan laptopku dan mulai bermain game, kalian pikir aku akan belajar? Untuk apa? Aku sudah bilang aku ini tak perlu banyak belajar karena pada dasarnya aku ini mudah menyerap pelajaran.

Entah karena terlalu asyik bermain game, atau apa. Tapi aku baru sadar jam sudah menunjukkan pukul 7 malam saat kudengar deru mobil dihalaman rumah, itu mungkin appa atau umma. Aku mematikan laptopku dan menggantinya dengan lembaran – lembaran esay yang baru setengah jadi tepat saat pintu kamarku terbuka dan menampilkan yeoja cantik yang berstatus ummaku. Umma tersenyum melihatku menoleh padanya.

"banyak tugas, Wonnie?"

"ne." aku mengangguk dan melanjutkan mengisi esay itu.

"baiklah, makan malam akan siap dalam 30 menit. Turunlah kalau tugasmu sudah selesai." umma langsung keluar.

Kutatap kepergian umma. Itulah umma-ku, yeoja yang telah melahirkan dan membesarkanku. Tapi sungguh, aku benci menjadi anaknya! Kau tahu, sejak usiaku 5 tahun, yeoja itu tak pernah sekalipun mencium keningku layaknya umma pada umumnya meski itu disaat aku menerima penghargaan atau juara umum. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai – sampai selama 12 tahun masa sekolahku dia tak pernah sekalipun mendatangi acara – acara yang diadakan sekolah. Dan hal itu membuatku merasa terlantar meski pada kenyataannya aku ini anak tunggal.

Bosan menyesali hidupku, aku beranjak ke kamar mandi. Mungkin mandi akan membuat otakku sedikit lebih dingin. Setelah mandi dan bertukar pakaian, aku turun ke ruang makan. Kulihat Appa dan umma sedang duduk diruang keluarga dengan laptop dan berlembar – lembar file dimeja. Ck! Tidak bisakah mereka semenit saja meninggalkan file – file terkutuk itu dan memperhatikan aku? Kenapa aku bisa punya orang tua gila kerja seperti mereka sih?

Aku duduk di shofa seraya memainkan ponselku. "Siwon, setelah UN nanti kau mau kuliah kan? Bagaimana dengan kuliah bisnis di Harvard? Appa rasa kau akan cocok disana." ujar appa tanpa menatapku sedikitpun dan masih fokus pada layar laptopnya.'aku ingin menekuni seni peran appa' batinku, tapi yang keluar dari bibirku berbeda dari protes hati kecilku. "ne appa." dan setelahnya aku langsung menyumpah – nyumpah dalam hati.

Tak lama kemudian kami makan malam setelah maid mengatakan kalau makan malam telah siap. Appa dan umma tak mengatakan sepatah kata pun setelahnya. Mereka bahkan tak menanyakan bagaimana sekolahku, apa saja yang aku lakukan hari ini, kami benar – benar beku saat dirumah. Bahkan begitu selesai makan appa langsung pergi ke ruang kerjanya. Bekerja lagi! Ish, lama – lama aku bisa gila kalau seperti ini terus.

Akupun beranjak ke kamar setelah isi piringku habis. Bermain game atau chating mungkin akan membuat mood-ku yang berantakan ini sedikit lebih baik. Ku kunci kamarku lalu mulai menyalakan laptop yang tadi ku abaikan diatas ranjang. Kubuka aplikasi chat-room dan mulai bermain – main. Tak lama ada yang mem-private nick-ku. Aku merasa tak mengenal nick-nya, tapi dia menyapaku dengan begitu akrab membuatku penasaran. Apa mungkin kami saling mengenal didunia nyata?

SnoWhite said :'annyeong, Darkness...'

SnoWhite said :'segelap itukah hidupmu sampai2 kau memakai nick yang begitu kelam?'

Darkness said :'annyeong, have I know who you are?'

SnoWhite said : ':)'

SnoWhite said :'well, I think you not know me'

Aku menatap pesannya seraya mengerutkan kening. Aksennya begitu familiar, tapi siapa dia? Ish, membuatku penasaran saja. Ku ketik balasan untuk kata -katanya.

Darkness said :'mollayo, aku merasa seperti mengenalmu'

SnoWhite said :'hahahaha...'

SnoWhite said : 'well, jadi apa alasan khusus untuk nick "darkness"?

Aku tersenyum menatap pertanyaannya. Kenapa aku memakai nama itu? Aku sendiri juga tak tahu kenapa aku bisa memakainya. Tapi yang pasti aku merasa darkness itu seolah adalah hidupku. Oh dia sudah menulis lagi, sepertinya aku terlalu lama melamun.

SnoWhite said : 'hello? waeyo? Apa pertanyaanku itu sensitif?'

Darkness said :'mian, tadi aku sedang melakukan sesuatu. Aku merasa Darkness itu seperti mewakili diriku.'

SnoWhite said : 'setauku kegelapan itu simbol orang putus asa. Apa aku benar?'

aku terkekeh melihat tulisan itu? Apa aku sedang putus asa? Well, aku memang berharap segera mati koq. Mungkin memang benar apa yang dia katakan. Aku mengetik balasan untuknya.

Darkness said: 'well. Sepertinya kau benar.'

SnoWhite said: 'so you are get give up now, am i right?'

SnoWhite said: 'ah atau jangan2 kau lebih parah dari itu? O.o'

SnoWhite said: 'tapi kau belum pernah sampai nekat menusuk jantungmu sendiri kan Mr. Dark?'

Aku tersenyum membaca pesannya. Ah sepertinya baru kali ini ada orang yang bisa membaca isi otakku.

Darkness said: 'kira2 seperti itu...'

SnoWhite said: 'wow! O_O tapi jangan mencoba untuk bunuh diri ya, hidup ini berharga loh'

Darkness said : 'andai aku bisa...'

SnoWhite said : 'wah kau ini putus asa sekali.'

Darkness said : 'entahlah.tapi baru kali ini aku bisa bicara banyak dengan orang lain.'

SnoWhite said : 'hahahahaha...:D'

SnoWhite : 'well,aku merasa tersanjung membacanya~'

SnoWhite said : 'jadi apa cita2mu Dark?'

Jemariku berhenti diatas keyboard, cita – cita? Aku bahkan tak pernah memikirkan tentang cita – cita. Apakah itu penting?

Darkness said : 'aku ingin mati.'

SnoWhite said : 'wah ekstrimnya, membuatku merinding saja.:)'

Daekness said : 'dan apa cita2mu?'

SnoWhite said : 'safe your live.'

Aku tertegun menatap sebaris kalimat dilayar laptopku. 'safe'? Apa benar? Atau dia hanya bergurau? Ck, didunia ini siapa yang akan peduli padaku? Membuatku berharap saja.

Darkness said : 'jangan mengajakku beromong kosong! Aku benci harapan kosong.'

SnoWhite said : ' ;)'

SnoWhite said : 'aku telah melihat kejamnya neraka, kau tak perlu melihatnya.'

Eh? kali ini aku bahkan seperti membeku tak sanggup bergerak. Dia tahu siapa aku. Benarkah kami saling mengenal?

Disconect with SnoWhite_

Oh, shit! Aku kembali mengumpat. Dia langsung offline setelah mengucapkan kata – kata tadi. SnoWhite, putri salju eoh? Lihat saja, jangan panggil aku Choi Siwon kalau aku tak bisa menemukanmu! Kubaringkan tubuhku diranjang dan menutup mataku, tidur adalah pilihan terbaik saat ini. Pikiranku terlalu penuh dan aku tak sudi menjadi gila hanya gara – gara banyak pikiran.

.

.

.

Mentari datang terlalu dini hari ini. Aku merasa masih sangat mengantuk dan ingin tidur untuk 2 atau 3 jam kedepan. Tapi-sekali lagi- tubuhku otomatis bangun dan pergi ke kamar mandi. Setelah rapi aku turun seraya menyampirkan tas dipunggungku. Kulihat rumah telah kosong, hanya ada 2 maid kami yang sepertinya baru saja membereskan meja makan. Pasti Umma dan Appa sudah pergi ke kantor. Ini kan baru jam 6 pagi, apa mereka tak mau menungguku sekedar untuk sarapan dan mengucapkan 'hati – hati dijalan' layaknya kebanyakan keluarga? Huh! Sebal.

Aku langsung melenggang ke garasi dan melajukan motorku tanpa sarapan terlebih dahulu. Hari ini ada pemilihan ketua OSIS baru dan sekaligus pelepasan masa jabatanku. Ah, lega sepertinya satu bebanku akan pergi dari pikiranku.

Begitu sampai sekolah, aku langsung ke ruang OSIS. Tempat itu kosong, err... sepertinya tidak sepenuhnya kosong. Kulihat sosok jangkung berambut brunette di salah satu kursi ruangan itu. "annyeong gege." sapaku karena memang namja berwajah cina itu beberapa bulan lebih tua dariku. Hangen-nama namja itu- menoleh dari kesibukannya merekap data-dia ini sekretaris OSIS- dan tersenyum padaku, "annyeong Siwon, tumben kau pagi – pagi sudah mampir kesini?" ujarnya seraya kembali sibuk dengan komputernya.

"aniya, aku hanya harus membereskan laporan tahunan kita yang lupa aku bawa pulang kemarin. Apa laporanmu masih lama gege?"

Hangen menggeleng seraya menekan – nekan mouse-nya beberapa kali lalu menggeliat merenggangkan otot – ototnya. "itu yang terakhir. Ah, rasanya pinggangku kram karena mengerjakan pekerjaan konyol ini."

aku terkekeh, "ne, kita seperti orang kurang kerjaan saja kalau seperti ini. Oh iya gege aku duluan ne, setelah ini jam Han seongsaengnim. Aku tidak mau dihukum membuat 5 proposal karena telat." kubereskan map berisi laporanku itu.

Hangeng terlihat sibuk dengan ponselnya. "ne, guru yang satu itu memang terkenal dengan ke-killer-annya. Untung saja tahun ini aku tak diajarnya lagi, kalau tidak, bisa gila aku." celetuknya membuatku kembali terkekeh. Aku segera pergi ke kelasku meninggalkan Hangeng gege yang sepertinya sedang ber-telepon-ria dengan kekasihnya.

Dikelas yang lumayan sudah ramai itu, aku menyibukkan diriku dengan membaca buku tentang bisnis yang memang sudah seperti sahabatku ini. Tiba – tiba Kibum datang dan langsung melempar tasnya dengan brutal ke meja. "annyeong" sapanya seraya mergabung dengan kerumunan di meja HaeHyuk. "eh,bagi – bagi contekannya!" ujarnya ringan seraya ikut menyalin PR itu dibuku tugasnya.

Tak lama, mungkin 15 menit-an Han seongsaengnim masuk dan mengintruksi untuk mengumpulkan buku tugas di depan kelas. Palajaran pertama itu berlalu dengan tenang-tentu saja- mengingat betapa killer-nya guru yang satu ini. Lalu jam pelajaran berikutnya kami ke lab IPS untuk menganalisa beberapa contoh proposal yang harus kami perbaiki untuk latihan ujian praktikum. Kibum tampak sibuk dengan ponselnya dibawah meja, sepertinya dia tak terlalu peduli dengan pelajaran membosankan itu dan-harus kuakui- aku juga sedikit bosan dengan tumpukan – tumpukan kertas ini.

Jam istirahat, surga bagi setiap siswa. Aku beranjak setelah membereskan buku – bukuku. Kibum bahkan sudah menghilang sejak beberapa menit yang lalu, entah kemana, aku tak terlalu peduli. Menurutku kami tidak memiliki kecocokan untuk sekedar dekat.

"siwonnie, bulan depan teman – teman sekelas akan mengadakan acara menginap bersama divilla keluargaku, menurutmu bagaimana?" Eunhyuk tiba – tiba datang padaku membuatku nyaris terhenyak.

"itu ide bagus,"

"kau juga ikut kan?" Donghae ikut – ikutan menimpali membuatku terdiam sesaat.

Keduanya menatapku dengan serius membuatku mengangguk ragu, hanya menginap kan? Kurasa bukan acara yang merepotkan. "yey~ berarti kita sekelas ikut semua. Hae kau harus membayar 500 dollar padaku!" ujar Eunhyuk girang yang ditanggapi Donghae dengan tatapan malas. Aku berdecak, mereka taruhan lagi. Sepertinya Eunhyuk dan Donghae ini tak bisa hidup tanpa taruhan dan segala macam jenisnya itu. Sedikit – sedikit bertaruh, membuatku pusing saja.

Aku beranjak, "baiklah hyungdeul, aku harus pergi ke ruang OSIS. Annyeong, kabari aku begitu kalian benar – benar sudah mengantongi semua ijin dari orang tua teman – teman." ujarku seraya melenggang pergi. Selain perpustakaan, ruang OSIS adalah tempat yang nyaman untuk menyendiri. Ruangan ini hampir selalu kosong kecuali saat rapat bulanan. Iseng -iseng kubuka chat-room-ku.

Hari ini room-ku tak terlalu ramai, tapi retinaku menangkap sebuah kata-nama- yang membuatku terpaku sesaat sampai nick itu mem-private padaku.

SnoWhite said :'yoo~~tumben ketua OSIS jam segini online?'

aku terkekeh membaca kata – katanya yang menusuk itu. Segera kubalas pesannya.

Darkness said : ':/'

Darkness said : 'darimana kau tau aku ketua OSIS? Sepertinya kau benar2 mengenalku.'

SnoWhite said : 'itu tidak penting. Oh iya apa semalam kau berbuat yang aneh2?melukai dirimu misalnya?O_o'

Darkness said : 'aku bukan penderita self-injury. Jangan berfikir terlalu jauh.'

SnoWhite said : 'tapi wajahmu hari ini pucat sekali loh. Sebelum kau depresi akut mending kau cari liburan saja won.'

aku tersenyum membaca kalimatnya itu. Liburan? Andai aku bisa, aku pasti sudah lama kabur dari masalah yang mencekikku begini. Tapi entah mengapa sepertinya Tuhan enggan sekali melepaskanku dari kungkungan masalah ini. Aku juga heran, kenapa disaat aku ingin mengakhiri semua ini, aku selalu terbentur alasan yang membuatku mengurungkan niatku.

Darkness said : 'siapa kau?'

SnoWhite said : ' :)'

SnoWhite said : 'aku SnoWhite'

Darkness said : 'kau tau dengan pasti bukan itu yang kutanyakan. Katakan siapa namamu, jebal.'

SnoWhite said : 'suatu saat kau pasti tau karna aku akan menemuimu.'

Darkness said : 'wae?'

SnoWhite said :'karna diatas sana Tuhan telah merajut masa depan yang indah untukmu Siwon.'

Darkness said : ' memberiku harapan palsu! Aku sudah muak dengan perminan Tuhan!'

SnoWhite said : 'sudah kubilang sayangi hidupmu dan kau akan mendapatkan semuanya. See...'

disconected with SnoWhite_

sekali lagi dia pergi begitu saja dengan meninggalkan banyak pertanyaan dikepalaku. Sialan! Siapapun dia, dia pasti mengenalku dengan baik. Ayolah Choi Siwon, pikirkan semua kemungkinan. Aku beranjak dan masih terbelenggu dengan pikiranku sendiri hingga saat berbelok aku tak sengaja menabrak seseorang, "ah, mianhaeyo~ ujarku membantunya memunguti buku – bukunya yang berceceran. "ne, gwaenchana. Aku juga salah karena jalan terburu – buru... ah? Kau ini Choi Siwon kan?" dia menatapku dengan binar kekaguman. Aku mengangguk ragu, "wae?" tanyaku bingung.

Namja cantik itu menggeleng. "aku tak menyangka akan punya kesempatan bicara dengan seorang bintang sekolah. Ommo~~ ah perkenalkan namaku Kim Heechul." ujarnya girang. Kujabat tangannya yang terulur padaku. "ne, jadi Heechul-shii, kenapa kau bawa banyak buku?" tanyaku bingung pasalnya kalau dilihat dari wajahnya dia ini bukan type maniak buku. Heechul angkat bahu, "ini karena aku harus mengajari Hannie sastra korea." jawabnya ogah – ogahan.

Kulihat benda persegi -ponsel- dibawah kami lalu memungutnya, "sepertinya ini milikmu." ujarku mengulurkan ponsel putih dengan straph-phone kepingan butiran salju berwarna perak itu. Heechul menerimanya dan mengangguk, "gomawo." ujanya. Aku tersenyum samar, melihat namja ini membuatku teringat pada SnoWhite. DEG! Mungkinkah? Tapi apa benar dunia sesempit ini? Aku melangkah pergi begitu saja tanpa sepatah kata lagi membuat Heechul mengumpat lirih namun cukup bisa didengar telingaku dengan baik. "cih, dasar namja es berjalan!" ujarnya.

Saat memasuki kelas, aku melihat Eunhyuk dan Donghae sedang sibuk dengan buku misterius mereka yang aku tahu pasti itu majalah playboy lagi. Dasar duo mesum! Aku duduk di kursiku dan menemukan Kibum buru – buru membereskan i-pad-nya. Sepertinya namja ini sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin diketahui orang lain.

Aku tak terlalu peduli dengan hal itu karena memang pada sadarnya kami tidaklah akrab. "oe, Kibummie. Jangan lupa ne kau yang urus transportasi untuk acara ke villa Hyuk!" suara bariton itu membuatku menoleh, ternyata Yesung hyung yang berbicara. "ne, tenang saja hyung kepala besar, semua sudah beres." jawabnya cuek seraya melambaikan i-pad-nya. Yesung hyung mendecak sebal karena panggilan yang Kibum berikan. "siapa yang kau panggil 'hyung kepala besar' heh, dasar 'putri salju berandalan'!" sungutnya seraya kembali ke kursinya membuat Kibum hanya terkekeh geli.

Sisa pelajaran itu berlangsung dengan tenang. Kami haeus menerima PR 30 soal esay yang harus dikumpulkan 2 hari lagi yang sukses membuat seisi kelas mengeluh sebal. Ini kan weekend kenapa kami harus dibebani dengan tugas sekolah? "eh, Siwon kau mau ikut bergabung dengan kami malam ini?" tawar Donghae sebelum aku keluar kelas. "dia tidak akan mau ikut Donghae-ya. Mana mungkin anak rumahan sepertinya mau ikut hura – hura ke nite club?" tanggap Kibum santai sebelum aku sempat menjawab.

Aku mendecak sebal, "aniya Hae, aku ada urusan setelah ini."

"tuh kan, apa kubilang! Dia tak akan mau ikut." Kibum mengambil kunci motornya seraya melenggang pergi. "dia kan namja payah yang enggak mau mengistirahatkan otaknya dari pelajaran."

Aku menggeram mendengar kata – katanya. Tapi aku tak menjawab. Eunhyuk menepuk pundakku, "sudahlah Wonnie, Kibum kan memang begitu kan? Selalu bermulut tajam." ujarnya membuatku tersenyum hambar. "ne Hyukhyung, kau juga akan pergi kan? Sudah sana aku harus mengurusi sedikit masalah yang masih tertinggal diruang OSIS." jawabku seraya melenggang pergi ke ruang OSIS.

Saat aku sampai diruang OSIS kulihat Hangeng sedang sibuk mengoreksi sesuatu di komputer. "kau masih sibuk gege?" sapaku membuatnya menoleh."ah kau rupanya, tidak. Aku hanya sedang mengerjakan laporan untuk tugas geografi. Tumben wajahmu tak mendung, kau sedang bahagia?" tanyanya membuatku tersenyum samar. Benarkah begitu terlihat kalau aku sedang senang? Ah Hangeng kan memang paling pandai menerka suasana hati orang lain.

"ah, aniya. Aku hanya seperti menemukan oasis ditengah padang pasir."

"kau sedang jatuh cinta? Aigo~ aku tak pernah tau mantan ketua OSIS ini juga bisa jatuh cinta." dia menepuk – nepuk pundakku seraya terkekeh.

PLETAK!

Kugeplak kepalanya dengan map yang ada ditanganku. "enak saja, kau kira aku ini bukan manusia sampai – kau harus takjub seperti itu padaku, ge?" protesku membuatnya semakin terbahak – bahak. "ne,ne, mianhaeyo~ kau ini lucu juga kalau sedang jatuh cinta. Oh iya yeoja mana yang beruntung karena begitu hebatnya bisa meluluhkan hati sekeras baja-mu ini Siwon?" tanyanya membuatku angkat bahu. "dia namja. Ah, nanti kalau aku sudah benar – benar mendapatkannya akan kukenalkan padamu, ge. Oh iya, bagaimana kanar ahjuma Tan? Lama aku tak melihatnya?" tanyaku mengalihkan topik pembicaraan.

Hangeng tersenyum. "umma sehat, mungkin minggu depan umma akan ke korea." jawabnya. Ya, sebenarnya aku dan Hangeng ini masih sepupu jauh. Kami memang tak terlalu tampak akrab karena Hangeng sendiri tahu aku orang yang tidak suka mengakrabkan diri dengan orang lain.

Setelah selesai dengan keperluanku, aku beranjak. "kau masih ada acara ge? Mau pulang bersamaku?" tawarku sebelum pergi. Hangeng menggeleng, "ani, aku harus nge-print semua tugas ini. Akan memakan waktu yang cukup lama kurasa. Kau pulang duluan sajalah." tolaknya membuatku angkat bahu seraya pergi.

Perkiran tampak sudah sepi, aku mengambi kunci motorku setelah memakai helm. Kulihat sosok yang sepertinya kukenal sedang berdiri didepan gerbang, sepertinya itu Heechul. Kelajukan motorku dan berhenti disisinya, "hey, butuh tumpangan?" tawarku membuatnya terhenyak. "aigo, kau membuatku hampir kena serangan jantung." runtuknya membuatku tersenyum. "mianhaeyo~" jawabku.

Heechul hanya mendecak lalu angkat bahu, "tumben sekali kau menyapa orang lain." ujarnya membuat perasaanku sedikit dongkol. Namja cantik ini benar – bermulut tajam, mengingatkan aku pada seseorang dikelasku yang juga bermulut pedas seperti dia. "kukira kau butuh tumpangan." tanggapku tak menggubris sindirannya. Dia angkat bahu seraya menengok arlojinya. "ne, kau benar. Sepertinya hari ini aku benar – benar sial karena supir appa-ku sedang cuti. Tapi apakah tak akan merepotkanmu siwon-shii?" tanyanya sungkan membuatku tersenyum seraya menggeleng. "naiklah! Akan kuantar kau sampai rumahmu." ujarku membuatnya langsung naik ke boncangan motorku.

Setelah Heechul menyebutkan alamat rumahnya, aku langsung melajukan motorku ke arah rumahnya. Kebetulan arah rumah kami satu arah, jadi aku sudah hafal jalannya. Tak lama, 10 menitan kira – kira, kami sudah sampai didepan rumahnya. Heechul turun dan memberikan helm-nya padaku. "gomawo siwon-shii." ujarnya seraya tersenyum. Aku mengangguk, "ne, aku pulang ya~ annyeong." jawabku seraya melaju pergi.

.

.

.

sejak mengenal Heechul hidupku sedikit lebih berwarna rasanya. Heechul... mungkinkah dia? Entah mengapa aku merasa cocok dengannya. Padahal kami baru mengenal beberapa minggu, dan hanya menyapa tak lebih dari 3 kali. Apakah kali ini Tuhan lebih ramah padaku? Rasanya aku jadi berharap. Setelah merapikan tugas dan meng-e-mail kepada mentor pribadiku aku berbaring dan sepertinya langsung tertidur entah sampai berapa lama.

Mimpi... aku tau aku sedang mengalaminya sekarang, karena mimpi ini selalu sama setiap harinya. Ruangan putih terhampar luas entah dimana ujungnya, kelopak – kelopak salju bertebaran namun tak memberi rasa dingin, dan... setelah ini pasti... aku berbalik dan menemukannya. Namja itu... aku tahu dia namja karena tubuhnya terlalu jangkung untuk ukuran seorang yeoja meski tampak sangat rapuh untuk ukuran namja, pakaiannya juga masih sama seperti mimpi – mimpiku sebelumnya, putih bersih tanpa cacat.

"hiks,hiks,hiks..."

aku terdiam, dia menangis... tunggu dulu, dalam mimpiku biasanya aku tak sapat mendengarkan apapun,bahkan merasakan suarakupun tak bisa. "nuguseyo?" tanyaku berniat mendekatinya. Tapi anehnya setiap satu langkah aku mendekatinya jarak diantara kamipun terasa semakin lebar. "hey, tunggu! Kenapa kamu menangis?" pintaku. Namja itu menoleh dengan wajah penuh airmata. "jangan mati..." dan diapun lenyap tanpa jejak.

"tunggu!"

aku terbangun dengan nafas terburu. "kibum..."

eh? Aku tersentak saat mulutku mengucapkan nama teman sebangkuku itu. Kenapa aku reflek menyebut namanya?

~~TBC~~

annyeong~ diriku balik lagi dengan ff sibum yang kayanya ini super-duper-ekstra FLAT!

enggak menarik sekali kayanya, hiks *pundung, T^T

tapi inilah yang sanggup aku buat,

mohon untuk sudi membaca dan memberi komentar, kritik, saran, cacian, makian, atau apapun. Biar author abal ini bisa memperbaiki diri,

jeongmal gomawo~~ (m_"_m) *dee bow