Chapter 1

Tragedi dalam Hitungan Detik

Disclaimer: I own nothing. Plot cerita berdasarkan fanfic berjudul Chances milik author HarryHEARTHermione.


Seorang pria berambut hitam, jangkung dan tampan, muncul dari kerumunan orang-orang yang sedang tak sabar menunggu bagasi mereka di bandara. Dia gembira bisa pulang. Dia telah pergi ke Australia selama dua minggu untuk menyelesaikan misi khusus yang ditugaskan oleh atasannya.

Baginya, satu setengah minggunya tinggal di Australia adalah misi terpanjang yang pernah ia dapatkan. Rekannya dalam misi ini yang juga salah satu sahabatnya sendiri, Neville Longbottom, menggelengkan kepalanya setiap kali mengetahui dirinya sedang gelisah sendiri dengan ponsel muggle-nya, bahkan saat setelah ia baru saja membuat panggilan luar negeri untuk berbicara dengan kekasihnya.

"Jika kau benar-benar merindukannya," Neville berkata dengan keyakinan, "kenapa kau tidak pulang saja?"

Dia melihat ke arah sahabat karibnya sebentar, kemudian menggeleng tak percaya akan apa yang telah ia sarankan; Mereka berdua sama-sama tahu jika hal tersebut tak mungkin mengingat misi mereka belum selesai. Ya, mereka telah menangkap pelakunya, sekelompok calon Pelahap Maut yang melakukan kekacauan di negara tempat mereka berada. Neville tertawa saat melihat ekspresi tak percaya di wajahnya, "Tidak akan mustahil jika aku yang sengaja mengirimmu pergi. Aku tahu kau sangat ingin berjumpa dengannya. Jadi kenapa harus memaksakan dirimu untuk tinggal sementara aku dapat mengatasi situasi di sini sendiri? Aku hanya perlu mengerjakan beberapa laporan dan menunggu instruksi terakhir dari Kingsley untuk kembali ke Kementerian, kemudian aku juga bisa pulang."

Wajahnya menyala bahagia dan menarik Neville ke dalam pelukan jantan, kemudian ia segera membuat dua surat. Satu, surat yang menginformasikan kepada Kementerian Sihir di Australia mengenai kepergiannya yang tiba-tiba dan lebih awal dari misi, dan satu surat ditujukan kepada Perwakilan Pengatur Lalu Lintas Udara untuk merubah jadwal portkeynya ke waktu yang lebih awal. Setelah menulis suratnya, ia mengirimnya menggunakan burung hantu dari Hotel Sihir yang mereka tempati. Lalu ia membuat panggilan kepada gadis yang sangat ingin ditemuinya.

Diam-diam ia tersenyum saat mengingat bagaimana Neville tertawa geli melihatnya menyiapkan barang-barangnya. "Kau seperti bocah yang akan bertemu Santa," candanya. Dia melempar bantal pada Neville. Tapi yang dikatakannya memang benar, ia sangat bersemangat untuk kembali ke London.

Setelah ia melihat tas miliknya, ia meraihnya dan berjalan menuju pintu. Ia segera meraih ponsel dari kantong belakang celananya dan mulai menekan beberapa nomor yang familiar baginya. Ponselnya berdering dua kali sebelum sebuah suara manis menjawab panggilannya.

"Hei, aku berada di bandara sekarang," ia berkata bersemangat. "Aku akan tiba di flatmu beberapa menit lagi."

Ia mendengar pekik tawa dan sentuhan kepanikan dalam suaranya, "Aku belum masak! Aku baru saja selesai merapikan flat, aku harus mandi dulu. Oh dan aku bau."

Ia tertawa hangat. Gadis itu selalu bisa membuatnya tersenyum. "Baumu selalu harum." Ia meyakinkannya.

Gadis itu tertawa dan berkata, "Kau bilang begitu karena kau ingin aku memijatmu nanti. Kenapa kau tidak pulang ke rumah dahulu? Aku yakin ayahmu sedang menunggu."

Ia berjalan menyusuri parkiran berusaha mengingat di mana ia memarkir mobilnya. Ia selalu meninggalkan mobilnya di parkiran bandara bahkan saat ia pergi untuk sebuah misi atau berlibur. Ia tak ingin mengganggu ayahnya, yang sekarang terlalu sibuk memimpin dunia sihir.

"Aku sudah meneleponnya dan memberitahunya kalau aku akan mengunjungimu dulu." Jawabnya tepat saat ia menemukan kendaraannya. Ia menghentikan langkahnya dan bertanya, "Kenapa ini, kau tak ingin aku ke sana? Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?"

Alih-alih merasa terhina atau marah, gadis itu meledak tertawa lagi. "Tak ada orang di sini, kau idiot. Aku akan menunggumu. Aku merindukanmu!"

Hatinya meleleh mendengar dua kata terakhir dari gadis itu. Ia memasukkan kunci mobilnya ke dalam lubang di pintu mobil. Ia tersenyum dan berkata, "Aku lebih merindukanmu."

"Tidak, aku yang lebih merindukanmu," Gadis itu menjawabnya dengan memberi tekanan pada kata 'lebih'.

Ia menertawakan gadis keras kepala itu dan berkata, "Oke, sampai ketemu nanti, sayang. Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu, sayang." Suara di seberang sana menjawab manis kemudian panggilan berakhir.

Ia masuk ke dalam mobilnya dan tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Ia akan bertemu dengannya, setelah hampir dua minggu tidak menatapnya, akhirnya dia akan dapat menyentuhnya, mendekapnya dalam pelukan dan menciumnya lagi. Dengan hati-hati ia melaju mengendarai mobilnya keluar dari parkiran dan menuju ke jalanan.

Lalu lintas sedang padat. Ia mengira bahwa ada kecelakaan di depan; Ia menyalakan radio dan tersenyum saat menangkap refrain dari sebuah lagu. Mereka memutar lagu "Angel" dari Jack Johnson. Lagu itu merupakan lagu lama, dan ia tak tahu mereka masih memutarnya. Ia ikut bernyanyi bersama Jack Johnson meski suaranya sekarang tidak selaras dengan lagu.

Ia melirik ponselnya dan melihat fotonya bersama kekasihnya. Mereka berpelukan erat dan membuat wajah konyol secara bersamaan. Ia tersenyum.

Ia benar-benar ingin cepat sampai di rumah. Ia berharap dapat ber-Apparate sekarang juga, namun ia tahu bahwa tidaklah aman ber-Apparate di lingkungan muggle tempat kekasihnya memilih untuk tinggal. Sebagai seorang penyihir kelahiran-muggle, ia dibesarkan seperti muggle oleh kedua orang tuanya dan sekarang ia memutuskan untuk hidup layaknya muggle untuk menghormati mereka.

Berpikir dalam-dalam akan apa yang akan terjadi nanti saat sampai membuatnya tak memperhatikan ada sebuah truk besar beberapa blok di belakangnya. Kendaraan itu berliuk seakan pengemudinya hilang kontrol.

Pengemudinya benar-benar kehilangan kontrol. Ia membunyikan klakson untuk memperingatkan kendaraan yang berada di depannya.

Dia mendengar bunyi klakson dan langsung melihat kaca spion. Dia adalah pengemudi yang cakap dan bangga karena tak pernah sekali pun mengalami kecelakaan semenjak ia mulai berkendara. Ia mulai mencoba melaju ke kanan, namun ada sebuah mobil Volkswagen yang sedang berhenti di sisi jalan. Ia membunyikan klaksonnya mencoba mendapatkan perhatian dari pengemudi mobil tersebut yang sedang menunggu kawannya berjalan melalui mobil miniatur.

Satu. Truk di belakangnya semakin dekat.

Dua. Mobilnya berhenti.

Tiga. Truk sudah lebih dekat. Pengemudi Volkswagen keluar dari mobilnya dan berusaha membantu kawannya membawa beberapa barang berat.

Empat. Ia mulai bermanuver ke kanan.

Lima. DUAR!

Truk tersebut menabrak bagian belakang mobilnya dan ia terlempar ke depan. Airbag-nya tidak berfungsi dan kepalanya menghantam kaca depan mobil. Ia mendengar teriakan, ia yakin itu bukan miliknya. Pandangannya hitam-putih dan ia berusaha tetap fokus. Kemudian ia melihat bayangan kabur seorang pria melihatnya melalui kaca yang pecah, bertanya apa ia baik-baik saja. Ia hanya dapat bergumam tak jelas, ia merasakan sesuatu yang hangat mengalir di atas kepalanya, ia mengangkat tangan dan menyentuhnya. Merah. Dan itulah hal terakhir yang dilihatnya.


Gadis itu berjalan mondar-mandir di sekitar flat. Ada yang tidak benar. Sudah se-jam sejak ia menghubunginya dan ia belum juga tiba. Lalu lintas tidak padat dan jika ia memutuskan untuk mengunjungi ayahnya terlebih dahulu, ia pasti sudah menghubunginya.

Ada sesuatu yang tidak beres dan ia tak tahu apa. Ia kembali ke meja makan dan merapikan-ulang. Ia tak ingat sudah berapa kali ia memindah-mindahkan sendok dan garpu.

Kemudian ia mendengar ponselnya berdering. Ia segera menjawabnya, berpikir itu panggilan darinya. Namun ternyata sebuah suara asing berbicara di ujung sana.

"Halo, benar ini Hermione Granger?" tanya suara tak dikenal itu.

"Ya." pekiknya. Detak jantung menempa di dadanya.

"Apa anda mengenal seorang pria bernama Harry Potter?" tanyanya.

Hermione memegang erat kursi terdekat untuk menopang tubuhnya. Ia sama sekali tak suka arah pembicaraan ini. "Ya, saya kenal," katanya setelah ia menemukan keberanian untuk bersuara.

"Kami menemukan dua daftar nomor di dalam dompetnya untuk dihubungi, milik anda dan Mr. James Potter."

"Itu ayah Harry," jelas Hermione.

"Kami tak bisa menghubungi nomornya," jelasnya.

"Kami punya kabar buruk, Ms. Granger," lanjutnya. "Mr. Harry Potter, mengalami kecelakaan mobil. Sekarang dia di sini, di rumah sakit St. Mary's."

Pria itu memberitahunya bagaimana kecelakaan tersebut terjadi. Namun ia tak menangkap apapun yang dikatakannya. Yang diingatnya hanyalah seorang lelaki yang perlu ia temui, ayah Harry.

Ketika ia memutuskan sambungan, saat itulah sesuatu seakan menghantamnya. Harry kecelakaan, terluka dan berada di rumah sakit. Ia merosot di atas kursi dan ponselnya seakan itu adalah penyelamat hidupnya. Hermione mulai berharap akan ada panggilan lagi yang menyatakan padanya bahwa telah terjadi kesalahan. Bahwa bukanlah Harry yang mengalami kecelakaan. Bukan Harry yang sedang dalam bahaya dan tidak sadar di atas kasur rumah sakit. Namun tak ada panggilan; Ponselnya tidak berdering lagi. Ia menarik lutut ke dadanya dan mengayunkan dirinya, lalu menangis.


Author's Note

Hai, fanfic berjudul asli Chances yang ditulis oleh Author HarryHEARTHermione ini adalah fanfic favorit saya dan yang pertama saya baca di situs ini. Saya terinspirasi untuk menerjemahkannya agar lebih mudah bagi kalian mengetahui how great fanfic it is. Tetep, jangan lupa reviewnya ya. Boleh juga loh kasih saran penerjemahan, hehe, mungkin ada kata atau kalimat yang kurang pas. Trims for reading.

A/N II

Big thanks to Akira Kuroba yang udah bantu koreksi chapter ini ;)