Picture
By Chocolate Bubbletea
Boboiboy © Animonsta
Warning: OOC, Typo, AU, Adult Boboiboy, and more.
oOo
Don't like don't read
oOo
Sudah lebih dari setengah jam mereka duduk di taman kampus, membahas materi sembari menunggu kedatangan seorang pemuda dengan topi jingga khasnya. Fang dan dua teman baiknya berencana untuk berdiskusi mengenai tugas kelompok mereka namun yang baru hadir hanyalah dirinya dan satu-satunya teman wanitanya. Yaya. Gadis berhijab pink yang selama beberapa tahun ini menjadi pusat afeksinya.
"Teman-teman!" panggil pemuda dengan topi jingga. "Maaf aku terlambat, tadi dosennya minta bantuin aku beresin bukunya dulu."
Pemuda itu, Boboiboy, memutuskan untuk duduk di samping Yaya kekasihnya. Yaya mencubit pipi Boboiboy kuat begitu pemuda itu duduk. Sebuah kebiasaan yang Fang sadari selalu Yaya lakukan saat ia kesal pada sang kekasih semenjak mereka bersama. Ia hanya bisa tersenyum sendu entah untuk yang keberapa kalinya begitu melihat betapa serasinya mereka ketika bersama.
"Kenapa kau mencubitku? Aku kan sudah minta maaf." Rengek Boboiboy. Yaya mendengus kesal dan membuang mukanya.
"Orang yang bersalah memang pantas dihukum, ya kan Fang?"
Fang kembali memasang topeng ekspresinya begitu Yaya bertanya. Ia menyeringai pada pemuda bertopi jingga yang selalu ia umbar-umbarkan sebagai rivalnya itu. "Ya. Malah sebaiknya kau dihukum seberat-beratnya dengan begitu hanya aku yang akan menjadi popular di kampus."
Boboiboy memutar matanya. Sudah sangat terbiasa dengan sikap Fang. "Iyelah… kau sangat. Ngomong-ngomong kalian sudah sampai mana?"
Yaya menghela nafasnya dan mulai menjelaskan topik yang ia dan Fang bahas setengah jam yang lalu pada kekasihnya itu. Sesekali Boboiboy meminta Yaya untuk mengulangi penjelasannya dan dengan sabar gadis itu mengulanginya. Fang tahu itu hanya akal-akalan Boboiboy agar ia dapat terus memperhatikan ekpresi serius gadis itu ketika menjelaskan, tapi ia tidak bisa melakukan apapun. Ia tidak punya hak untuk menghentikan Boboiboy. Karena seberapa besar pun rasa yang ia miliki untuk Yaya tidak akan bisa mengalahkan Boboiboy yang telah memiliki gadis itu sepenuhnya.
Setelah beberapa jam mereka berdiskusi akhirnya aktifitas mereka terpaksa harus dihentikan oleh suara perut Boboiboy. Pemuda itu tertawa malu. "Ehehe... bagaimana kalau kita makan dulu? Baru kita lanjutkan lagi."
Fang dan Yaya mengangguk setuju. Bagaimana pun mereka membutuhkan juga merasa lapar dan harus makan agar otak mereka mendapat asupan energi. Yaya mengeluarkan dua kotak makanan. Yang satu untuk dirinya dan yang satu untuk Boboiboy. Satu lagi kebiasaan yang dimiliki gadis itu semenjak ia bersama dengan Boboiboy. Sedangkan Fang mengeluarkan donat kesukaannya.
Boboiboy memakan makanannya dengan lahap layaknya anak kecil. Ia tertawa kikuk sekaligus senang saat Yaya dengan lembut mengusap bekas makanan di mulut sang pemuda.
Kalau saja yang diusap itu aku.
Tapi tentu saja Fang tahu hal tersebut tidak mungkin pernah terjadi. Ia tahu betapa Boboiboy menyukai Yaya begitupun sebaliknya. Tidak ada celah baginya untuk dapat masuk ke dalam hati gadis itu.
"Yaya, Boboiboy. Maaf sepertinya aku harus pergi dulu sekarang. Aku baru ingat kalau aku masih ada beberapa project yang harus aku kerjakan secepatnya." Ucap Fang tiba-tiba.
Bohong.
Itu hanya sebuah alasan yang ia buat-buat agar dapat pergi dari tempat ini. Ia tidak tahan jika harus melihat kemesraan mereka berdua walaupun ia sendiri tahu kalau mereka tidak bermaksud seperti itu. Mereka hanya menunjukan afeksi mereka pada satu sama lain tanpa ada maksud untuk pamer kemesraan. Tapi tetap saja Fang tidak menyukainya. Ia membencinya namun ia tidak dapat melakukan apapun karena itu hak mereka.
"Benarkah? Kalau begitu kita lanjut besok saja bagaimana? Lagipula tugas kita tenggat waktunya masih lama." tawar Yaya. Fang mengangguk setuju dan beranjak pergi dari taman itu.
"Semoga berhasil dengan projectmu itu!" teriak Boboiboy yang lengsung mendapatkan kembali cubitan di pipinya karena sepertinya secara tak sengaja ia menyenggol kotak makan Yaya hingga jatuh. Boboiboy merengek minta ampun namun Yaya masih belum melepasnya.
Fang tersenyum dari jauh. Andai yang tengah bercanda dengan Yaya itu dirinya, bukan Boboiboy.
oOo
Klik disana. Klik disini.
Satu cara yang dapat membuat Fang melupakan sekejap setiap hal yang berhubungan dengan Yaya adalah fotografi. Walaupun hal tersebut tidak sepenuhnya membuat ia melupakan Yaya -karena Yaya lah objek foto kesukaan Fang- namun setidaknya ia bisa merileksasikan pikirannya dengan fotografi.
Semuanya terlihat seperti biasa. Tak ada yang istimewa. Fang hanya memotret pemandangan alam yang ada di taman kota seperti pohon-pohon dan bunga-bunga yang tumbuh, tupai dan burung yang bertengger di pohon. Sesekali ia juga memotret keluarga-keluarga kecil yang tengah bersama dan bermain di taman itu. Tak ada yang istimewa sampai iris obsidian Fang menangkap satu objek yang membuatnya tertarik.
Seorang gadis dengan wajah oriental yang tengah melukis di dekat air mancur. Entah mengapa Fang begitu tertarik dengan gadis itu. Ia nampak serius, melukis dengan sepenuh hati namun disaat yang bersamaan seperti ada sesuatu yang bersembunyi di balik mata yang terbingkai kacamata bulat itu. Tatapannya saat melukis apapun yang dilihatnya terlihat begitu... sepi.
Fang memfokuskan lensanya pada sang gadis. Ia memotretnya dari berbagai sisi. Entah mengapa ia menikmatinya sama seperti ia menikmati saat memotret pusat pikirannya, Yaya.
Sang gadis manis yang merasa tengah diperhatikan itu menolehkan kepalanya. Ia melihat ke arah Fang dengan tatapan bertanya. Fang yang melihat tatapan itu melalui lensa kameranya segera menghentikan aktivitasnya. Ia tersenyum canggung pada sang gadis. Rasanya sungguh memalukan tengah dipergoki memotret seseorang tanpa izin.
"Maaf. Apa aku mengganggumu?" tanya Fang. Gadis dengan rambut ikat dua itu tersenyum simpul pada Fang dan menggelengkan kepalanya.
"Tidak." Ucapnya singkat. Ia memperhatikan kamera yang tengah di pegang Fang dan sang pemiliknya bergantian. "Apa aku akan dibayar karena menjadi modelmu, tuan fotografer?" terdengar jelas nada candaan dalam pertanyaannya dan Fang kembali tertawa canggung dihadapannya.
"Ahahaha... apa aku bisa membayarnya nanti saja?" Fang mencoba mengikuti candaannya dan kini gadis itu pun tertawa geli mendengarnya.
"Tentu, tapi kau harus membayarku dua kali lipat." Mereka pun tertawa bersama setelahnya. Begitu lepas seolah tak ada satupun beban yang ada dalam diri mereka.
"Kalau begitu aku permisi dahulu. Rasanya tidak enak mengganggumu terus. Permisi." Pamit Fang dan gadis yang tidak ia ketahui namanya itu pun membalasnya dengan sebuah senyuman simpul.
oOo
Fang memperhatikan setiap lembar foto hasil cetakannya. Setiap lembar foto yang ia tempel di dinding kamarnya. Setiap pusat fokus kameranya selama bertahun-tahun lamanya. Yaya.
Gadis manis yang ia kenal saat pertama kali masuk kuliah. Gadis manis yang selalu bersikeras ingin berteman dengannya disaat orang-orang menjauhinya karena ia terlihat menakutkan dan karena ia seorang pemuda penyendiri yang selalu menolak untuk berdekatan dengan siapapun. Gadis manis yang berhasil membuat seorang Lee Xiu Fang jatuh terjerumus dalam pesonanya. Dan gadis manis yang membuat hatinya hancur berkeping-keping karena ia hanya menganggap Fang sebagai sahabatnya disaat ia mengharap lebih.
Ia menatap miris setiap foto yang secara diam-diam selalu ia ambil. Terlihat mengerikan memang, tapi hanya inilah cara Fang mengekspresikan perasaannya pada gadis itu. Ia mengasihani dirinya sendiri karena tidak pernah bisa lepas dari pesonanya dan terjebak dalam ratusan foto yang tak seharusnya ia ambil. Mengapa disaat ia merasakan suatu hal yang bernama cinta, ia harus berakhir menyedihkan seperti ini.
Fang sadar ia adalah seorang pemuda cengeng setelah sekian lama ia terus menangisi kisahnya dalam diam. Seperti saat ini. Ia menangisi dan merutuki dirinya sendiri karena seharusnya ia bahagia melihat orang paling ia cintai bahagia bersama orang yang dicintainya. Seperti apa yang selalu ia baca dalam setiap cerita picisan menyedihkan dalam novel, bukannya merutuki dan membenci kenyataan pahit ini.
Iris obsidiannya menangkap satu gambar dalam layar laptopnya yang masih menyala. Ditatapnya foto yang ia ambil tadi siang. Fang mengambil laptopnya tersebut dan mulai memindah-mindahkan setiap foto yang telah ia masukan ke dalamnya.
Entah mengapa setengah dari foto-foto yang ia ambil tadi siang adalah foto gadis oriental berkacamata bulat yang baru ia temui hari ini. Ia memperhatikan setiap foto gadis yang tidak ia ketahui namanya itu.
Hatinya berdesir aneh begitu melihat setiap foto yang ia ambil selalu menunjukan tatapan sepi dan hampa sang gadis. Tatapan sepi itu membuatnya ingin sekali bertemu lagi dengannya. Mengetahui apa penyebab tatapan tersebut. Dan mungkin mencoba membuatnya tidak menunjukan kembali tatapan tersebut. Sebuah tatapan yang entah mengapa sudah menjadi salah satu bagian tak terpisahkan dari Fang saat Yaya bersama Boboiboy.
Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Fang melupakan sosok Yaya.
oOo
Siang itu Fang kembali ke taman dimana ia bertemu dengan gadis berkacamata itu. Berharap mungkin mereka akan kembali dipertemukan. Fang terus mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru taman, mencari sosok mungil yang mungkin akan kembali melukis disana.
Dengan kamera yang terus berada di tangannya Fang terus mencarinya. Tak ada niatan dalam dirinya untuk setidaknya memotret sesuatu yang ada disana. Entahlah, hari ini Fang hanya ingin gadis itulah yang menjadi fokus kameranya. Bukan yang lain. Bahkan bukan Yaya.
Setelah cukup lama, kedua obsidian itu akhirnya menangkap sosok mungil yang tengah melukis sama seperti kemarin. Kali ini ia melukis di dekat sebuah pohon besar. Dan sama seperti hari itu, tatapannya itu masih tetap terlihat begitu sepi. Seolah hanya ada dirinya di dunia ini.
Perlahan Fang mulai memfokuskan kameranya pada sosok gadis yang masih terlihat begitu serius melakukan aktivitasnya tanpa menyadari kehadiran Fang. Pemuda dengan kacamata bergagang nila tersebut terus memotretnya dalam diam dan pada jarak yang cukup jauh. Entah mengapa ia tidak ingingadis itu mengetahui bahwa dirinya tengah menjadi fokus lensa kamera Fang.
Merasa tidak puas dengan hasil yang ia dapat, Fang segera menggantikan lensa kameranya dengan yang lebih besar. Ia ingin hasil jepretannya sempurna. Mengabadikan sosok rapuh namun terlihat begitu indah dalam lensa kameranya.
Ia terus melakukan hal itu sampai ia merasa memori dalam kameranya sudah penuh. Fang merutuki dirinya karena lupa menghapus hasil jepretannya kemarin. Terpaksa ia harus pulang ke rumahnya, meninggalkan sosok gadis yang masih menjadi anonymous dalam kehidupan Fang. Selain itu tadi Yaya juga menelponnya untuk segera pulang tanpa memberitahunya alasan mengapa ia harus pulang cepat. Tapi akhirnya Fang menurut saja, ia tidak bisa menolak perintah orang yang masih menjadi pusat afeksinya berada.
Dengan langkah lemas Fang memasuki rumahnya yang terlihat sangat gelap. Fang berusaha meraba-raba dindingnya mencoba mencari saklar lampu. Setelah ia menemukannya segera saja ia menyalakannya dan betapa terkejutnya ia karena menemukan sosok manis Yaya tengah berdiri di hadapannya sambil membawa sebuah kue ulang tahun dengan lilin yang berbentuk angka 23 di tengahnya. Terlebih dua konfetti yang ditembakan Boboiboy dan Gopal membuatnya semakin terkejut.
Yaya tersenyum manis pada Fang. "Selamat ulang tahun Fang." Ucap Yaya dan teman-temannya yang lain bersamaan.
Apakah hari ini hari ulang tahunnya? Sekacau itukah pikirannya sampai ia sendiri lupa hari dimana ia dilahirkan di dunia ini?
"Ayo tiup lilinnya dan ucapkan permohonanmu Fang." Ucap Boboiboy yang kini berdiri di samping Yaya.
Fang segera menghampiri Yaya yang masih memegang kue ulang tahunnya. Ia memejamkan matanya dan mengucapkan permohonannya dalam hati. Sejujurnya jika ia boleh egois ia ingin memohon pada tuhan agar Yaya berhenti mencintai Boboiboy dan mulai melihatnya seperti ia melihat Boboiboy saat ini. Namun ia tidaklah sejahat itu pada Boboiboy, walaupun jauh dalam lubuk hatinya ia begitu membenci pemuda bertopi jingga yang berhasil merebut hati pemilik hatinya bahkan sebelum Fang berhasil membuatnya melirik padanya.
Pada akhirnya ia hanya mampu memohon agar Yaya terus merasa bahagia bersama Boboiboy dan agar ia berhasil keluar dalam jerat pesona Yaya. Dan ia pun meniup lilinnya hingga api kecil itu lenyap tertiup.
"Baiklah! Saatnya memotong kue!" seru Boboiboy dan Gopal penuh semangat. Membuat Yaya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Karena paksaan dari dua pemuda hyperactive tersebut Fang pun segera memotong kuenya –yang tentunya sudah Yaya letakan di meja terlebih dahulu. Ia memotongnya menjadi potongan kecil. Untuk kali ini ia diizinkan untuk egois –namun tetap saja ada batasannya. Fang memberikan potongan pertamanya pada Yaya, beralasan bahwa Yaya lah yang berhak mendapatkannya karena ia adalah sahabat terdekat Fang. Dan semuanya mempercayainya padahal sesungguhnya bukan itu alasan sebenarnya.
Hari itu dipenuhi dengan canda tawa. Yaya dan Boboiboy terlihat tidak begitu mesra seperti biasanya, mereka membatasinya karena mereka tahu hari ini bukanlah hari mereka melainkan harinya Fang.
Setelah selesai dengan pesta kecil-kecilan mereka akhirnya ketiga teman Fang itu berpamitan pulang –tentunya setelah mereka membereskan semua kekacauan yang telah mereka lakukan. Meninggalkan Fang yang kembali harus terdiam sendirian di rumah sederhananya.
Fang memasuki kamar kecilnya yang selalu ia bawa-bawa kuncinya, takut ada orang yang melihat hasil karanya. Ia mengambil laptopnya yang tergeletak di atas ranjang dan menghidupkan benda tersebut. Jarinya bergerak lincah mulai memindahkan setiap foto yang telah ia ambil tadi siang. Melihat satu persatu karya seni hasil jepretan kameranya.
Setelah cukup lama memperhatikan setiap fotonya, Fang memutuskan untuk mencetak dan menempelnya.
oOo
Berminggu minggu lamanya Fang terus pergi ke taman dimana gadis manis berkacamata bulat yang entah mengapa selalu terlihat kesepian itu berada. Menghabiskan waktu senggangnya disana, memotret banyak hal.
Mereka berdua telah berkenalan beberapa hari yang lalu. Saat itu ketika Fang secara diam-diam tengah memotret gadis manis tersebut, gadis itu tiba-tiba memanggilnya. Sepertinya ia telah kembali dipergoki memotret seseorang tanpa izin lagi. Gadis manis yang sepertinya tertarik dengan Fang itu memutuskan untuk saling berkenalan.
Nama gadis itu adalah Wu Chi Ying atau lebih akrab di panggil Ying. Seorang gadis berdarah china sama sepertinya. Fang sendiri tidak menyangka mereka memiliki darah yang sama dan hal itu membuat Ying tertawa karena menurutnya wajah terkejut Fang itu sangatlah lucu. Ying sering berpindah tempat saat melukis namun satu hal yang Fang tahu, ia tidak pernah melukis selain di taman ini. Saat rasa penasaran Fang membuncah dan bertanya pada Ying mengapa ia tidak mau melukis di luar taman padahal ada banyak objek yang dapat ia lukis di luar sana. Ying terdiam cukup lama, pandangan matanya berubah sendu. Ia memandang lukisannya lama sebelum akhirnya ia mengatakan. "Aku tidak bisa. Tempat ini sudah menjebakku."
Sebenarnya Fang sendiri tidak mengerti maksud dari ucapan Ying, namun ia membiarkannya saja. Ia sadar kalau ia tidak berhak bertanya lebih jauh dari ini.
Selama bersama Ying, Fang hanya bisa mengobrol untuk beberapa saat saja. Tapi walaupun begitu ia tahu bahwa Ying adalah sosok yang sangat menyenangkan untuk diajak mengobrol. Rasanya begitu nyaman saat Ying berada di dekatnya. Ia bahkan melupakan sosok Yaya yang selama ini selalu menghantui pikirannya jika ia sudah bersama gadis berkacamata bulat tersebut.
Begitu pulang ke rumahnya Fang selalu segera mencetak setiap hasil jepretannya. Setiap foto yang berfokus pada Ying akan selalu ia tempel di dinding kamarnya. Ia akan selalu mengganti foto Yaya dengan foto Ying. Hingga tanpa ia sadari ratusan foto Yaya yang ia ambil selama bertahun-tahun sudah banyak terganti oleh foto Ying yang ia ambil hanya dalam beberapa minggu terakhir.
Dan sama seperti foto Yaya, setiap foto Ying pun ia ambil secara diam-diam di saat gadis manis itu tidak menyadari keberadaanya. Ia mengambil foto gadis itu sebanyak yang ia mampu karena entah mengapa Fang selalu merasa bahwa kebersamaannya dengan gadis manis itu tidak akan berlangsung lama. Karena itulah ia ingin sekali mengabadikan setiap detil sosok gadis manis yang terlihat rapuh itu sebanyak mungkin.
oOo
"Aku hanya ingin mengabadikan tempat berharga ini sebanyak apapun, selama aku masih bisa melakukannya." Ujar Ying tiba-tiba saat dirinya dengan Fang bersama seperti apa yang selalu mereka lakukan.
Fang menatap Ying yang semakin hari tatapannya itu semakin sepi dan mungkin... kosong dengan bingung. Ia tidak mengerti dengan setiap kata yang Ying ucapkan padanya tadi. Apa maksud dari kalimat 'Selama aku masih bisa melakukannya'.
Tangan Ying yang saat itu tengah memegang kuas terlihat bergetar. Membuat lukisannya terlihat berantakan dengan warna-warna yang keluar dari garisnya.
Saat itu barulah Fang menyadari satu hal yang mungkin sangatlah penting yang selalu luput dalam pengelihatannya. Lukisan Ying. Walaupun Fang jarang sekali melihat hasil karya tangan-tangan lentik Ying itu ia menyadari ada perbedaan dalam lukisan yang tengah Ying lukis saat ini dengan apa yang pertama kali Fang lihat. Semakin kemari lukisan Ying semakin blur. Tak banyak detail yang dilukiskan gadis oriental itu dalam lukisannya kali ini, berbeda dengan yang pertama.
Fang menggigit bibir bawahnya. Ia berusaha menahan cairan bening yang entah mengapa tiba-tiba ingin menerobos keluar dari matanya. Ia tidak mengerti. "Kalau begitu izinkan aku untuk membantumu mengabadikannya." Ucap Fang saat ia berhasil mengatur nafasnya agar tidak bergetar saat berbicara.
Ying menatap Fang terkejut. Kali ini Fang benar-benar yakin dengan setiap perkiraan yang ia buat saat menyadari fakta tentang Ying tersebut. Iris biru indah dibalik bingkai bulat yang terlihat bening dan berkilau saat ia pertama kali melihatnya kini perlahan mulai kehilangan cahayanya.
"Apa maksudmu Fang?"
Fang mulai mendudukan dirinya di hadapan Ying. Mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Ying yang tengah terduduk di kursinya. Menatap iris biru yang kini telah berhasil membuat dirinya sepenuhnya terlepas dalam jerat pesona Yaya. Fang menatap dalam gadis yang berhasil merebut hatinya yang berada dalam genggaman Yaya menjadi milik Ying seutuhnya.
Perlahan Fang menggenggam tangan mungil Ying yang masih memegang kuasnya itu lembut. "Aku memang tidak bisa melukis sepertimu. Tapi izinkan aku membantumu mengabadikan apa yang menjadi sesuatu yang berharga bagimu dengan caraku sendiri."
Setelah mengucapkan janji tak terikat tersebut Fang semakin sering pergi ke taman ini. Ia mengabadikan setiap sudut taman yang ia yakini sebagai tempat yang paling Ying harta karunkan dalam hatinya. Sesekali ia juga mengarahkan fokus lensanya pada gadis manis yang juga tengah mengabadikan tempat ini dengan caranya sendiri.
Saat di rumah pun ia tidak berhenti melakukan janjinya. Fang selalu mencetak setiap foto yang ia ambil mengenai taman itu. Ia juga selalu mencetak foto Ying yang ia ambil dan ia susun pada sebuah pigura ukuran besar.
Terus setiap harinya Fang melakukan itu tanpa henti. Ia sudah memutuskan untuk mengikuti pameran fotografi dan bermaksud memasukan foto terbaiknya di sana.
oOo
Hari itu Fang datang ke taman tempat ia selalu bertemu Ying lebih cepat dari biasanya. Sosok Ying masih belum datang saat itu. Tapi Fang yakin ia akan datang dan Fang akan terus menunggunya.
Setelah sekitar satu jam lebih Fang menunggunya ia dapat melihat sosok Ying tengah berjalan ke arahnya. Ia terlihat di bantu oleh seorang pemuda bersurai hitam pendek. Fang merasa penasaran dengan sosok pemuda yang tengah membantu Ying berjalan itu.
"Kau pasti seseorang yang bernama Fang itu." Fang mengangguk pada pemuda yang bersama Ying itu. Pemuda tersebut tersenyum ke arahnya, menunjukan senyum manis dengan lesung pipinya. "Terima kasih karena selama ini kau telah bersama dengan Ying." Ucapnya sembari membungkukan dirinya di hadapan Fang.
"Hentikan itu Kakak. Kau membuatku terlihat seperti orang yang membuatnya kerepotan." Ying yang sedari tadi hanya terdiam mulai mengangkat suaranya. Ia menatap pemuda yang ia panggil kakak itu kesal, namun Fang menyadari tatapan Ying itu tidaklah fokus.
"Bukankah memang seperti itu?" tutur sang kaka. Ia kembali tersenyum ke arah Fang. "Kalau begitu aku permisi dulu. Tolong kau jaga Ying untuk sementara." Dan setelah itu sang kakak pergi meninggalkan Ying yang terlihat masih sangat kesal.
"Tumben sekali kau datang cepat hari ini. Apa kau tidak ada kerjaan?" tanya Ying heran. Ia menatap Fang dari atas hingga bawah dengan pandangan yang terlihat kesulitan untuk fokus. "Kau tidak membawa kameramu?"
Fang menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kau sendiri tidak membawa peralatan melukismu."
Begitu Fang menyebutkan tentang peralatan melukisnya ekspresi Ying langsung terlihat sendu. Sepertinya Fang sudah menyebutkan sesuatu yang tak seharusnya ia ucapkan. "Sudah tidak mungkin lagi." Ucap Ying lemah.
Fang merasa begitu bersalah telah mengungkitnya. Ia pun menggenggam tangan mungil Ying dan menuntunya pergi dari tempat itu. Ying bertanya pada Fang kemana mereka akan pergi namun Fang hanya menjawabnya dengan. "Ikut saja, kau akan tahu nanti."
Ia terus membawa Ying hingga keluar dari taman tersebut. Fang ingin menunjukan hasil karyanya pada Ying. Walaupun ia sendiri tidak yakin jika gadis manis itu masih dapat melihatnya. Ia hanya ingin menunjukan karya-karya terindahnya pada Ying.
Setelah cukup lama Fang menuntun Ying akhirnya mereka sampai ke sebuah gedung. Gedung dimana pameran fotografi diadakan. Dimana foto salah satu hasil bidikan terbaik Fang ada disana.
Mereka terus berjalan melewati setiap foto yang terpampang cantik di dinding. Kebanyakan dari foto-foto itu bertemakan kisah cinta. Walaupun Ying tidak bisa melihatnya dengan jelas ia tahu hal itu.
Fang terus menuntun Ying hingga akhirnya mereka sampai di ujung ruangan. Disana ada banyak orang yang berkumpul, membuat Ying kesulitan melihat apa yang sebenarnya ada di balik kerumunan orang itu. Setelah Fang berhasil membuat orang-orang tersebut memberikan mereka jalan akhirnya Ying dapat mellihat apa yang ada dibalik kerumunan orang itu.
Foto dirinya.
Walaupun pandangannya tidak jelas ia tahu bahwa fokus foto itu adalah dirinya. Di foto itu ia dapat melihat sosok dirinya yang tengah melukis di bawah pohon besar dengan angin semilir yang menerbangkan daun-dauh pohon besar itu. Kesan oranye yang tergambar akibat sinar matahari sore hari membuat foto tersebut terlihat semakin indah.
My central orbit
By Lee Xiu Fang.
Itulah tulisan yang terpampang di bawah foto indah itu. Cairan bening yang selalu Ying tahan agar tidak pernah keluar semenjak ia di vonis tidak akan mampu melihat lagi kini mulai berhasil menerobos dinding kuat yang ia bangun. Ia tidak mampu berkata apapun lagi.
"Kuharap kau menyukainya." ucap Fang pelan. Ying mengangguk, masih belum mampu berkata dan menghentikan air matanya.
Ying berusaha mengusap air mata yang sepertinya tidak mau berhenti mengalir namun tiba-tiba tangannya di hentikan oleh seseorang. Fang kini menatapnya dan tersenyum simpul ke arahnya. "Masih ada satu lagi yang harus aku tunjukan padamu." Fang pun kembali menuntun Ying ke suatu tempat.
Masih di dalam gedung itu, mereka memasuki sebuah ruangan yang berada di ujung gedung. Fang sudah menyewa satu ruangan ini khusus untuk hari ini. Ia ingin menepati janji yang ia buat pada Ying dan menunjukan hasil karya terbaiknya pada sang gadis berkurcir dua itu.
Begitu memasuki ruangan tersebut Ying harus kembali menahan nafasnya. Di dalam ruangan tersebut tergantung foto-foto taman kesukaannya. Setiap sudut taman itu terfoto dan tersusun dengan begitu indahnya di dalam ruangan tersebut. Namun ada satu, tepat di ujung ruangan itu yang membuatnya semakin ingin menangis.
Disana terpampang indah susunan foto yang membentuk gambar dirinya. Begitu Ying mendekat ia kembali harus menahan tangisnya karena foto-foto yang tersusun itu adalah Ying bahkan mungkin ratusan foto dirinya. Ia yang tengah melukis. Ia yang tengah memandang ke arah beberapa anak. Bahkan ia yang tengah tertidur di dekat kanvasnya.
"Ying." Panggil Fang. Ying membalikan tubuhnya dan menghadap Fang yang kini tengah memegang kameranya. "Tersenyumlah. Hanya itu satu-satunya foto yang belum aku ambil darimu." Ucapnya.
"Bodoh!" bentaknya dengan suara kecil yang bergetar. Fang hanya tersenyum karena pada akhirnya gadis manis itu berusaha keras tersenyum ke arah kamera. "Setelah ini kau harus pastikan membayarku sangat mahal, tuan fotografer." Ucap Ying begitu Fang selesai memotretnya.
"Tentu." Fang kembali tersenyum ke arah Ying.
"Kenapa kau melakukan ini?"tanya Ying. Ia begitu penasaran mengapa Fang sampai harus repot-repot melakukan semua ini untuknya.
"Seperti dalam judul fotoku. Because you're my central orbit."
Ying yang tadinya berhasil meredakan tangisnya kembali harus merasakan air matanya kembali mengalir. "Tapi aku sudah tidak akan bisa melihat lagi."
"Lalu?" Ying memandang Fang yang menatapnya dengan tatapan paling serius yang pernah Ying lihat. "Aku tidak peduli hal itu. Bukan hanya pengelihatanmu lah yang aku sukai. Aku suka caramu tertawa. Aku suka caramu berbicara. Aku suka caramu membuat hatiku yang kosong ini menjadi penuh dengan bayangmu. Aku menyukai setiap hal dalam dirimu. Aku menyukai –ah tidak, aku mencintaimu Wu Chi Ying."
Ying kini memukul-mukul dada Fang lemas. "Kau menyebalkan!" ucapnya sembari tidak henti-hentinya memukuli Fang.
"Jadi apa jawabanmu? Kau tahu, aku ragu." Tanya Fang. Ying kini memeluk tubuh Fang yang jauh lebih tinggi darinya itu erat.
"Aku juga merasakan perasaan yang sama denganmu. Aku suka saat kau dengan bangganya menyebut dirimu populer. Aku suka saat kau menemaniku berjam-jam tanpa bosan. Aku suka caramu memotret dengan sepenuh hati. Aku menyukai setiap hal dalam dirimu. Aku mencintaimu Lee Xiu Fang yang bodoh."
Fang tertawa mendengarnya. Ia pun memeluk tubuh mungil Ying dalam dekapannya dan mengecup puncak kepalanya sayang. "Kau juga sama bodohnya." Dan mereka berdua pun tertawa bersama dengan air mata yang tidak henti-hentinya mengalir menandakan rasa senang mereka.
oOo
Fin
oOo
Epilogue~
"Kita akan kemana?"tanya Ying. Fang menuntunnya dengan sabar.
"Tunggu saja."
Entah sudah berapa menit berlalu seemenjak Fang menuntun Ying pergi ke suatu tempat. Walaupun sudah setahun berlalu semenjak Ying benar-benar kehilangan pengelihatannya tapi Fang tidak pernah menyerah untuk membuat gadis itu tetap tersenyum. Semenjak ia mengikrarkan janji suci di altar untuk terus bersama Ying seumur hidupnya, ia pun mengikrarkan sebuah janji untuk terus membuat gadis itu tersenyum
Dan ia benar-benar selalu berhasil membuat Ying tersenyum dengan berbagai kejutan yang disipakannya. Kali ini Ying tidak tahu kejutan apa yang akan Fang berikan padanya. Mereka hanya berjalan saja dari tadi.
"Sampai."
Keduanya berhenti. Ying mencium wangi bunga dari angin yang bertiup. Banyak sekali. Ada berbagai macam bunga. Tak lama ia mendengar alunan merdu yang mengalun dari kaset. Sebuah lagu klasik yang biasa mereka putar saat mereka menari bersama di kediaman kecil mereka.
Fang menggengam tangan mungil Ying. Ia arahkan satu tangan Ying ke pundaknya dan ia memeluk pinggang Ying. Mereka pun mulai menari.
"Fang?"
"Kau pernah bilang ingin menari di taman bunga kan? Mungkin kau tidak dapat melihatnya tapi kau dapat merasakannya kan?" tanya Fang.
Ying tersenyum simpul. Ia mengangguk kecil.
"Mungkin kau sudah bosan mendengarnya tapi aku akan terus membuatmu tersenyum dan aku akan terus berusaha mengembalikan warna dunia padamu." Fang tiba-tiba berhenti. Ia menggenggap tangan mungil Ying dan mengecup permukaan tangan putihnya. Walaupun Ying tidak dapat melihatnya tapi ia yakin Fang tengah tersenyum lembut padanya. "Dan saat hari itu tiba. Akan aku tunjukan karya terbaikku padamu."
Ying tersenyum. Ia mengangguk dan Fang pun memeluknya. Mengecup puncak kepalanya sayang. "Terima kasih. Aku akan menunggunya."
oOo
A/N: Umm... kenapa saya malah ngetik fic aneh kayak gini? Udah gitu endingnya gaje gila. #pundungdipojokan #nanemjamurditembok
Well... sebenernya ini sejenis fanfic re-write sih. Makannya kesannya sangat OOC seperti ini. Saya kebetulan gak sengaja baca fanfic lama saya dan entah kenapa pengen ngerewritenya di fandom ini. Dan silahkan protes dan semacamnya karena saya tahu kalau alur cerita ini kecepetan dan gak jelas. #dihajar.
Anyway, nama panjang Fang sama Ying itu saya ambil dari fanfic Azruel yang judulnya Blackboard couple soalnya saya gak tahu nama panjang mereka. Saya izin pake namanya ya? #dihajar. Kritik dan saran dipersilahkan.
For last
If you don't mind
Review please?
