Warning: Yaoi, NaruGaa, OOC, Typo, dll...

Ini merupakan sebuah kisah dari seorang pasien no.13 di salah satu rumah sakit di Tokyo. Seorang pemuda dengan usia berkisar dua puluh lima tahun, seorang yang sangat tampan.

Semenjak kecelakaan lalu lintas yang menimpa dirinya tiga bulan yang lalu, pemuda itu belum juga sadar dari komanya. Dan setiap hari selalu saja ada pemuda lainnya yang selalu menjenguknya, atau sekeder menaruh lili di sebuah pas bunga di atas meja.

Semuanya di mulai ketika awal musim penghujan, pemuda yang di ketahui bernama Gaara itu adalah seorang yang berbeda dengan pemuda lainnya; dia seorang gay. Dia telah memiliki seorang kekasih, seorang lelaki tampan dan dia adalah temannya di SMA dulu. Gaara tentu sangat beruntung, dan dia sangat mencintai kekasihnya itu dengan begitu besar.

Hyuga Neji, kekasih Gaara yang telah menjadi seorang direktur di perusahaan Ayahnya. Seorang pewaris dari salah satu perusahaan terkenal di Jepang dalam bidang periklanan. Siapa yang tidak mengenalnya. Semua orang tahu tentang kepintaran dan ketampanannya adalah hal yang sangat baik. Bagaimana dia terlihat begitu sempurna dan berwibawa, dan di waktu yang sama dia juga dapat bersikap terbuka dan hangat.

Namun semuanya berubah bagi Gaara saat dia menjadi tak ada kabar akhir-akhir ini. Bahkan pesannya pun tak pernah dapat balasan. Biasanya, sesibuk apapun Neji, dia akan tetap memberinya kabar. Itu membuatnya sangat khawatir. Apa dia sakit? Apa ada masalah yang besar?

"Onii-san!" Matsuri menepuk bahu Gaara pelan saat pemuda itu tak juga menyentuh makanan di atas meja. "Daijoubu?"

Sabaku Matsuri adalah adik sekaligus keluarga satu-satunya Gaara. Kedua orang tuanya sudah meninggal tiga tahun yang lalu akibat kecelakaan mobil. Dan kini dia tinggal hanya berdua di rumah peninggalan orang tuanya yang terletak di kompleks perumahan elit di Tokyol. Umur mereka terpaut jauh; delapan tahun.

"Nani, Matsuri-chan?" tanya Gaara, mendongak.

"Kau melamun? Kau tidak menyentuh makananmu sama sekali," terang Matsuri.

"Ah, soudesuka?" Gaara menggaruk kepalanya yang tak gatal, nyengir salah tingkah. "Em, Nii-san sedang banyak pikiran."

"Nani? Apa sesuatu yang rumit? Onii-san bisa cerita padaku," kata Matsuri, menangkupkan kedua tangannya di atas meja, siap mendengarkan.

"Bukan apa-apa," kata Gaara, mengacak rambut panjang Matsuri dengan lembut. "Hanya masalah kantor."

"Kau tidak dapat SP, kan?" tanya Matsuri, memincing. "Atau lebih parah lagi; kau tidak di pecat, kan?"

Gaara tertawa kecil, "Hey, aku ini karyawan yang teladan. Kalau tidak, mana mungkin aku bisa naik jabatan."

"Maybe, semuanya dapat berubah, Onii-san," terang Matsuri so' bijak.

"Kau ini..."

.

Gaara menatap televisi di depannya dengan intens saat berita mengenai kekasiihnya muncul. Sekandal kedekatannya dengan penyanyi bernama Uchiha Sastsuki belum juga usai, dan kini di tambah dengan foto-foto mesra mereka yang sudah beredar luas di internet, berita itu menjadi semakin panas.

"Neji, katakan itu tidak benar," gumam Gaara lirih. "Tolong yakinkan aku, jelaskan semuanya padaku."

Semua itu di mulai sejak Satsuki menjadi salah satu pengisi acara di perusahaan cabang yang baru saja di buka oleh Neji. Dan entah kenapa, berita mengenai kedekatan mereka terus berkembang. Awalnya Gaara hanya menganggapnya angin lalu, namun tidak untuk sekarang. Jangan salahkan dia jika dia mulai curiga pada kekasihnya itu.

Gaara tersadar dari lamunannya saat suara klakson mobil mulai terdengar di mana-mana. Kemacetan jalan menuju Hokkaido akibat sebuah kecelakaan membuat para pengendara jadi tidak sabaran, dan melampiaskannya dengan membunyikan klakson berkali-kali. Pemuda itu menghela nafas. bukankah itu percuma saja. Batinya lelah.

Ingin mengamati sekelilingnya untuk menghilangkan kebosanan, Gaara menoleh ke samping. Namun betapa terkejutnya dia saat melihat pemandangan yang sangat menyakitkan untuknya.

"Neji..."

Nampak Neji tengah berciuman dengan Satsuki tanpa malu. Sebuah ciuman penuh nafsu, bahkan Neji sudah merambah turun ke leher gadis itu. Air mata itu tak kuasa lagi meluncur pelan melewati dagunya, Gaara kemudian meremas dadanya kuat saat rasa sakit itu menjadi tak tertahankan.

"Gaara, pertemuan dengan kelien di undur menjadi besok siang. Kalau kau mau, kau bisa istirahat dulu di hotel."

"Baik, Ketua," sahut Gaara, kemudian menutup ponselnya.

Gaara tidak langsung pergi ke hotel, dia malah mengikuti mobil Neji dan berhenti di sebuah rumah mewah. Gaara kelur dari mobil dan berdiri di depan gerbang rumah mewah tersebut, sampai akhirnya, saat waktu sudah menunjukan jam delapan malam dengan keadaan sedang hujan lebat, gerbang itu terbuka kembali, menampakan mobil mercedes hitam milik kekasihnya.

Neji, yang menemukan Gaara berdiri di depannya dengan keadaan basah kuyup terbelalak kaget, dia segera saja keluar dari mobil yang di kendarainya.

"Gaara?" serunya kaget dan takut saat melihat wajah kekasihnya yang nampak sendu dan sedih.

"Naze, Neji?" tanya Gaara pelan, tatapannya benar-benar di penuhi dengan kekecewaan yang amat besar. "Nazeda?"

"Gaara, aku..." namapk kesulitan bicara, Neji kemudian menjambak rambutnya sendiri yang kini juga sudah basah. "Gomen. Gomen. Gomen." Pemuda itu berlutut sambil menangis di hadapan Gaara, membuat pemuda yang lebih muda satu tahun itu menjadi lemas seketika.

"Neji..." isaknya tertahan, tak mampu memandang wajah sang kekasih yang masih berlutut di depanya.

"Kau tahu aku adalah anak tunggal. Perusahaanku butuh penerus, keluargaku butuh keturunan. Gomen, Gaara, hontou ni gomen nasai."

Sakit. Kata-kata itu seperti pedang yang menusuknya bertubi-tubi. Kenapa Neji harus mengatakan sesuatu yang tabu baginya. Ya, Gaara memang dapat memberikan segalanya untuk Neji. Hati, cinta, tubuh, serta hidupnnya. Tapi satu yang tentu tak dapat dia berikan; keturunan.

Gaara memegangi kepalanya yang kini nampak berputar-putar, dengan sempoyongan, dia berjalan kearah mobilnya. Neji masih saja diam di tempat.

Petir nampak membelah langit malam itu, hujan masih saja belum berhenti. Gaara mengendarai mobilnya tanpa tujuan, membiarkan air matanya terjatuh tanpa henti. Kejadian barusan benar-benar meruntuhkan pertahanannya. Bagaimana mungkin Neji menjadi setega itu? Bukankah dulu dia yang bilang sendiri jika masalah ini akan dihadapi bersama-sama. Kalau pada akhirnya seperti ini, kenapa dulu Neji harus menerima pernnyataan cintanya. Gaara segera menancap gasnya dengan kecepatan di luar batas. Dia tak peduli bagaimana dia begitu kesulitan melihat kedepan saat hujan benar-benar lebat, saat ini dia hanya ingin melarikan diri. Namun karena itu, nyawanya menjadi sangat terancam saat sebuah mobil menghantam mobilnya hingga terbalik.

.

.

Naruto kembali menaruh satu tangkai lili putih itu dan meletakannya di sebuah pas bunga kecil, matanya lalu memperhatikan Gaara yang masih saja terpejam.

"Gomen, Sabaku-san, karena aku kau jadi seperti ini," setelah lama terdiam, Naruto kemudian berbalik pergi.

Jangan tanya bagaimana pemuda itu bisa tahu nama laki-laki yang di tabraknya dua bulan yang lalu. Tentu dia melihatnya di kartu tanda pengenalnya, dia juga tahu alamat pemuda itu. Namun sampai saat ini, Naruto bahkan belum menghubungi keluargannya.

"Direktur, apa tidak sebaiknya kita beritahu keluargannya?" tanya Kakashi. "Mereka pasti sangat khawatir."

"Begitu?" tanya Naruto datar, pikirannya entah kemana. "Aku belum siap untuk itu. Tapi aku punya cara yang lebih baik..."

.

Matsuri buru-buru membuka surat yang di kirim oleh kakaknya, Gaara. Dengan kesal dia membaca surat itu dan segera mendengus.

"Cih, kalau memang tugas kantornya lama, harusnya dia bilang dulu supaya aku tidak khawatir!" dia segera meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah yang ada di dekatnnya.

Setelah itu dia segera membuka surat ke dua...

"Eee! Beasiswa ke Inggris?!"

.

Flashback

"Kita buat berita palsu tentang Gaara dan mengirim adiknya jauh dari keberadaan kakaknya sampai dia siuman."

"Direktur, tapi ini –" Kakashi ingin menginterupsi namun Naruto segera memotongnya.

"Hanya sampai dia sadar. Saya mohon, bantu saya..."

Kakashi nampak kesulitan bicara, tapi pada akhirnya dia menyetujui rencana atasannya itu.

"Baikan, Direktur."

End flashback

.

"Dareka?"

Naruto terkesiap. Sudah hampir satu tahun lamanya dan Gaara kemudian tersadar.

"Saya.. saya yang – "

"Aku di mana? Aku – AAAAAAAAAAAAAAAAAAGGGKHH!" Gaara kemudian memegangi kepalanya yang nampak berdenyut-denyut. Naruto yang melihat itu segera memanggil Dokter.

Setelah Dokter keluar dari ruang inap Gaara, Naruto segera menghampirinya dan bertanya mengenai keadaan lelaki itu.

Dokter Tsunade menggeleng lemah...

.

"Gaara," panggil Naruto hati-hati saat memasuki ruang inap Gaara.

Gaara membuka matanya perlahan lalu memandang Naruto dengan pandangan bertaya.

"Kau siapa? Apa aku mengenalmu? Aku siapa?" tanyanya bertubi-tubi, Naruto jadi tergagap.

"Saya... saya..."

Gaara kemudian melihat cincin putih yang melingkar di jari manis Naruto, dan dengan segera dia juga memperhatikan cincin yang melingkar di jari manisnya.

"Apa kita sepasang kekasih?" tanya Gaara tiba-tiba membuat Naruto terbelalak.

"Apa?"

Gaara menarik tangan Naruto dan memperhatikan cincin itu lebih detile, lalu membandingkannya dengan cincin miliknya.

"Apa ini sepasang cincin tunangan?" tanya Gaara bingung. "Aku gay?"

Naruto menelan ludahnya dengan susah payah, dia kemudian teringat bagaimana cincin milik kekasihnya bisa ada di jari manis pemuda itu.

.

Flashback

"Kata Ibuku, cincin pasangan ini akan melindungi si pemakai. Jadi kau harus selalu memakai cincin ini, Oke?" kata Hinata, memasangkan sebuah cincin putih itu ke jari manis Naruto, sedang cincin yang satunya telah ia pakai.

Naruto mendengus geli, " Bilang saja kalau kau ingin bertunangan denganku, iya kan?"

"Ti-tidak kok!" serga Hinata segera, wajahnya memerah.

.

"Naruto, aku lupa memakai cincinku!"

"Sudahlah, Hinata-chan, sehari saja tidak memakai cincin itu tidak apa, kan?" kata Naruto hati-hati saat di telepon. "Pestanya sudah akan di mulai."

"Semuanya akan buruk jika tanpa cincin itu," kekeh Hinata. "Aku akan – Aaaaaaggggkkk!"

"Moshi-moshi! Hinata-chan? Hinata-chan?"

.

"Hinata sudah meninggal."

.

"Hinata-chan, benarkah cincin ini akan melindungi pemakainya? Kalau begitu, bolehkah aku memakaikannya pada Gaara? Tolong lindungi dia, buat agar dia cepat sadar. Aku mohon..."

Dan entah kebetulan atau apa, Gaara benar-benar sadar beberapa hari setelahnya.

End Flashback

.

"Maafkan aku. Aku benar-benar lupa," sesal Gaara saat Naruto membawanya berkeliling taman rumah sakit dengan kursi roda.

"Daijoubu," ucap Naruto kikuk. Ya, hanya untuk sementara, biarkanlah Gaara menganggap mereka adalah sepasang kekasih.

"Naruto, apa hubungan kita ini masih rahasia. Bagaimana dengan orang tuamu?" tanya Gaara, sedikit khawatir.

"Orang tuaku sudah meninggal. Dan ya, hubungan kita masih rahasia,"

"Maafkan aku..."

"Tidak masalah," ucap Naruto, tersenyum kecil.

"Naruto, apa kau tidak lelah? Bukankah aku tertidur cukup lama, kenapa kau masih saja menungguku?" tanya Gaara.

"Itu..." Naruto nampak terdiam. "Karena aku mencintaimu."

.

.

"Direktur?" Kakashi benar-benar bingung dengan pemikiran atasannya.

"Dia hilang ingatan karena aku. Dan aku harus menjaganya hingga dia benar-benar mengingat kembali."

"Dengan cara mengatakan bahwa Anda dengan dia adalah sepasang kekasih yang sudah bertunangan?" tanya Kakashi tak percaya.

"Dengan berperan menjadi orang yang dekat dengannya, itu akan sedikit membuatnya nyaman," ucap Naruto, sedikit tersenyum lalu kembali pada berkas-berkasnya.

"Ini akan berlarut-larut, Direktur."

"Ini akan segera berakhir."

.

"Boleh aku masuk?" Gaara menyembulkan kepalanya di balik pintu kerja Naruto. Naruto tersenyum mengiyakan.

"Ada apa?" tanya Naruto.

"Ada kiriman surat, dari Matsuri. Apa dia Matsuri adikku seperti yang kau ceritakan?" tanya Gaara hati-hati.

Naruto mengangguk, "Apa isi suratnya?"

"Dia akan segera kembali. Aku harus bagaimana?"

"Oooh – APA?" seru Naruto kaget, terbelalak. Gaara menatapnya bingung.

"Kenapa?"

"Oh, tidak," jawab Naruto kikuk. "Aku hanya sedikit takut – dia belum tahu hubungan kita."

"Kita bisa memberitahunya pelan-pelan." Gaara menenangkan.

.

"Jadi sebenarnya selama ini kakakku koma?" tanya Matsuri terkejut, Naruto mengangguk. "Dan sekarang dia tengah hilang ingatan?" Naruto mengangguk lagi. "Dan kau mengatakan padanya kalau kalian adalah sepasang kekasih yang telah bertunangan?"

"Iya."

"Ya! Itu sama saja kau mengubahnya menjadi gay!" teriak Matsuri, segera memukuli Naruto dengan membabi-buta menggunakan tasnya, membuat para pengunjung di lestoran itu segera memperhatikan mereka.

"Maaf," ringis Naruto. "Saya hanya tidak tahu harus berbuat apa. Tolong hentikan!"

"Matsuri!" Matsuri segera menghentikan pukulannya saat Gaara telah kembali dari kamar kecil.

"Onii-san!"

Gaara segera memeluk Naruto, melindunginya dari kebringasan adik perempuanya itu. "Tolong jangan pukul Naruto lagi. Aku mencintainya, aku tidak bisa hidup tanpanya."

Ucapan Gaara itu kontan membuat Naruto dan Matsuri terbelalak.

"Onii-san, kau sungguh-sungguh?" tanya Matsuri tak percaya. Gaara mengangguk tegas.

Matsuri melirik Naruto tajam, lalu segera saja menerjang laki-laki itu lagi – tak peduli bahwa Gaara masih melindunginya dan semua pengunjung memperhatikannya seperti menonton tontonan gratis .

.

"Kau benar-benar merasakan perasaan itu?" tanya Naruto hati-hati saat di balkon kamar Gaara malam harinya. Pemuda itu mengangguk sembari tersenyum.

"Ya. Meski awal saat aku terbangun dari koma aku sama sekali tak merasakan apa-apa padamu, tapi lima bulan ini kau telah menunjukan sebuah cinta yang baik padaku. Kau juga mencintaiku, kan?" tanya Gaara, masih tersenyum.

"Te-tentu saja."

Gaara semakin sumringah, dengan cepat dia mengecup bibir Naruto dan segera berlari kedalam kamar. Naruto kaget luar biasa.

Ini pertama kalinya dia berciuman dengan seorang laki-laki. Rasanya aneh, namun sedikit pun tak ada perasaan jijik. Dia senang. Ada apa dengannya? Dia normal, kan?

Naruto menyentuh bibirnya perlahan, dan detik setelahnya, wajahnya tiba-tiba menghangat.

.

.

"Ayolah," pinta Gaara memelas, segera menarik tangan Naruto memasuki fotobox. "Kita bahkan tidak mempunyai foto berdua!"

"I-itu karena aku tidak suka di foto, kau tahu sendiri kan!" seru Naruto gugup.

"Pokoknya kau harus mau. Ayo tersenyum!" dan setelah banyaknya penolakan yang Naruto lontarkan, telah banyak juga foto yang di hasilkan.

"Lihat! Kau jelek sekali saat sedang marah!" Gaara mengejek foto kekasihnya yang nampak melotot. Naruto tentu saja tersinggung.

"Gaara!"

"Ha'i–?" belum juga menoleh, Naruto sudah menarik pinggangnya dan kemudian menciumnya tepat di bibir. Kontan Gaara terbelalak dan berusaha melepaskan ciuman itu. Sayangnya Naruto tidak membiarkannya begitu saja, dia malah semakin mendekap Gaara dan menciumnya lebih dalam. Bahkan membuat Gaara mendesah dalam ciumannya.

Lima menit berlalu sampai akhirnya Naruto melepaskan ciumannya. Gaara terengah-engah dengan muka memerah.

"Lihat! Kau lucu sekali saat sedang malu seperti ini," tunjuk Naruto pada berlembar-lembar foto ciuman mereka, nampak wajah Gaara memerah dalam foto itu.

"Y-YA!"

Oke, Naruto sepertinya benar-benar sudah gila. Bagaimana dia jadi sangat ketagihat setelah Gaara menciumnya malam itu beberapa minggu yang lalu. Apa dia telah berubah menjadi gay? Apa dirinya sudah mencintai Gaara? Lalu bagaimana jika Gaara telah sadar kembali? Semuanya pasti akan berakhir...

.

Siang itu Gaara pergi ke kantor Naruto berniat mengajaknya makan siang bersama, namun saat berbelok, dia tak sengaja mendengar percakapan dua karyawan perempuan.

"Padahal Direktur kan tampan, kenapa dia harus berpacaran dengan laki-laki ya?" kata seorang yang berambut panjang. Ya, berita tentang hubungan Naruto dan Gaara sudah di ketahui seluruh karyawan Naruto.

"Itu karena mereka sudah saling cinta," gadis dengan rambut lebih pendek menimpali.

"Tapi kan Direktur anak pertama dan satu-satunya, kalau dia sampai menikah dengan laki-laki itu, dia tidak akan mendapatkan keturunan."

DEG!

"Sudahlah, Ino, itu urusan mereka," dan mereka berdua pun kemudian menghilang di balik lift, meninggalkan Gaara yang kini nampak terpukul.

"Kau tahu aku adalah anak tunggal. Perusahaanku butuh penerus, keluargaku butuh keturunan. Gomen, Gaara, hontou ni gomen nasai."

Dan suara seseorang kemudian berputar dalam ingatannya, membuat kepalanya berdenyut-denyut nyeri.

"Neji..."

.

"Jadi, kapan kau akan memberi tahu kakakku bahwa kalian bukanlah sepasang keksih apalagi tunangan?" tanya Matsuri serius.

"A-aku tidak tahu."

"Onii-san!" bentak Matsuri kesal. "Apa kau benar-benar sedang mempermainkan kakakku?!"

"Tentu aja tidak. Aku – "

BRUK!

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka, menampakkan sosok Gaara dengan wajah pucat. Kontan Naruto dan Matsuri terbelalak.

"Gaara..."

"Onii-san..."

.

.

Naruto terus saja mengamit lengan Gaara yang kini tengah terbaring di rumah sakit. Dia tidak tahu apa yang membuat Gaara jadi seperti ini – semoga bukan karena percakapannya dengan Matsuri saat itu. Gaara tiba-tiba pingsan dan belum sadarkan diri sampai saat ini.

Matsuri yang berdiri di sampingnya kemudian membuka percakapan...

"Kakakku sudah seperti ini, semua itu karenamu."

"Maafkan aku," hanya itu yang dapat Naruto katakan, dia tidak tahu harus melakukan apa.

"Hanya itu?" Matsuri menoleh dengan sinis. "Bagaimana jika terjadi apa-apa dengannya?"

"Aku akan bertanggung jawab."

"Bertanggung jawab? Bagaimana caranya?" tantang Matsuri. "Bagaimana caranya?!"

"Matsuri..." Naruto melepas genggamannya dan kemudian menoleh pada gadis di sampingnya itu. "Aku mencintainya. Aku juga takut jika terjadi apa-apa padanya." Bisik Naruto lirih, Matsuri terbelalak mendengarnya.

"Onii-san?"

"Maafkan aku. Aku tidak tahu.. tapi sungguh, aku sangat mencintai kakakmu."

.

"Direktur, sebaiknya sudahi ini sekarang juga," nasehat Kakashi saat menemani Naruto di rumah sakit.

Naruto menoleh, "Apa maksudmu?" tanyanya tajam.

"Direktur, kau anak satu-satunya Tuan Namikaze. Jika kau sampai menikah dengan Tuan Gaara, kau tidak akan pernah mendapat keturunan."

Naruto terhenyak, selama ini dia tidak pernah berpikir samapi ke sana. Lalu bagaimana sekarang? Dia sudah terlanjur mencintai pemuda itu. Inilah alasannya dia tetap mempertahankan Gaara di sininya. Karena dia mencintai Gaara, makanya dia tidak mau mengakhiri semua ini. Naruto kemudian menatap wajah pucat Gaara dengan sedih.

"Ayo kita pergi," tiba-tiba Naruto berdiri dan berjalan keluar ruang inap Gaara. Kakashi kaget melihatnya.

"Direktur, apa ini – " tak ada kelanjutan, dirinya sudah mengejar atasannya itu sampai ucapannya tak terdengar oleh Gaara. Ya, Gaara sebenarnya sudah sadar sebelum Naruto datang, dan dia sudah mendengar percakapan mereka semua. Perlahan, saat dia membuka matanya, sebuah kristal bening jatuh membasahi kedua belah sisi wajahnya yang pucat.

"Naruto, sampai di sini sajakah?" gumam Gaara terluka. "Tapi aku mencintaimu."

.

"Onii-san, ayo makan?" kata Matsuri, menyodorkan satu suap bubur ke arah mulut kakaknya. Gaara tak bergeming.

"Onii-san?" panggil Matsuri memelas.

Gaara kemudian menoleh dengan tatapan sendu, lalu segera merebut mangkuk bubur yang berada di tangan adik perempuannya itu. Sambil menangis, Gaara memakan makanannya sampai tinggal sedikit, dan setelahnya mulai terdengar isakan kecil. Matsuri benar-benar tak sanggup melihatnya.

"Onii-san..."

Hendak memeluk kakaknya, namun kegiatannya terhenti saat mendengar suara ponsel miliknya.

"Apa? Apa maksudmu Kakashi?" seru Matsuri kaget setelah mengangkat ponselnya. Gaara segera mendongak.

"Ada apa Matsuri? Apa terjadi sesuatu padanya?" tanya Gaara khawatir.

"Naruto Onii-san, dia..."

.

.

Gaara segera berlari di pinggiran jalan dengan masih menggunakan pakaian rumah sakit setelah mendapat kabar dari Kakashi melalui Matsuri tadi. Dirinya benar-benar khawatir saat Kakashi mengatakan tidak menemukan Naruto di mana pun. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padanya?

Dengan nafas tersengal pemuda itu kemudian mendekati lobi perusahaan milik Naruto dan segera bertanya pada resepsionis.

"Direktur?" tanya resepsionis itu.

Gaara mengangguk tegas.

"Sampai siang ini beliau belum juga datang," kata resepsionis itu, Gaara terhenyak, dan segera berlari kembali ke luar kantor, mengedarkan pandangannya kesegala arah.

"Naruto, kau ada di mana?" gumam Gaara lirih.

Ponsel Gaara tiba-tiba berdering, dengan cepat pemuda itu mengangkatnya.

"Naruto!"

"Ne, Gaara?" terdengar jawaban di seberang sana, Gaara bernafas lega saat tahu suara siapa itu.

"Naruto, kau ada di mana?" tanya Gaara panik.

Naruto terkikik, "Kenapa? Apa kau menghawatirkanku?"

"Naruto!" kesal Gaara.

"Aku telah membohongimu, Gaara," gumam Naruto lirih.

"Aku tidak peduli. Aku... Tolong jangan tinggalkan aku karena alasan yang sama dengannya, Naruto. Aku mohon, kau ada di mana sekarang?"

"Aku berada di rumah kita," jawaban dari Naruto membuat Gaara mengernyit bingung.

"Rumah kita?"

.

Naruto membuka penutup mata yang tadi menutupi penglihatan sang kekasih, membuat Gaara mengerjap beberapa kali. Setelah di telepon tadi, Naruto segera menjemput Gaara dan membawanya kerumah mereka.

"Naruto, ini..." Gaara nampak kesulitan bicara, matanya berkaca-kaca.

"Bagaimana?" bisik Naruto sambil memeluk Gaara dari belakang. "Apa kau suka?"

"Tapi –"

"Ssssssssssssstttttt," Naruto menggelengkan kepalanya pelan. "Ada lagi yang ingin ku tunjukan padamu."

"Apa?"

"Ayo ikut..." Naruto kemudian membawanya pada sebuah ruangan yang membuat Gaara terbealak.

"Kamar... bayi?"

"Lihat ini," dan Naruto kemudian menuntunnya pada sebuah box, nampak seorang bayi laki-laki yang usianyan berkisar satu tahunan tengah tertidur di dalamnya.

"Dia Kurama, anak kita."

"Naruto," gumam Gaara tak percaya.

"Dengar Gaara, hanya karena kau tidak bisa memberiku keturunan, itu tak akan bisa membuatku pergi meninggalkanmu. Aku telah memiliki segalanya, uang, jabatan. Namun, jika aku tidak bisa memilikimu, aku seperti akan mati. Semuanya sangat berarti untukku. Tapi kau, kau adalah orang yang paling istimewa. Gaara, aku mencintaimu."

Dan Naruto tidak membutuhkan jawaban Gaara atas pernyataannya, karena sebuah ciuman panjang dari Gaara sudah bisa membuat dia mengerti.

End...

Sekali lagi FF lama yang pernah aku publish dengan karakter berbeda..

Sedih karena NaruGaa jarang banget yang update..

Yosh, time to coment..