Pairing: 6918 (main), 6927 (side)

Rate: Err... T

Warning: OOC itu pasti, susah nulis non-OOC.... -_-" AU, ide yang membingungkan, Flash back tiba-tiba, pokoknya dah diperingatin!

Note: Fic Indo pertama. Thanks buat adek angkatku (dalem RP Private), Aoi Cavallone, mau nungguin ini fic selese....

Disclaimer: sejak 2004 dimana KHR pertama kali terbit (iya gak sih?), belongs to Amano Akira-sensei.


Did You Realize It?

- Apakah Kau Menyadarinya? -

Chapt. 1: Eksistensiku?

"Boleh aku pergi sekarang?"

"Ta, tapi, Kyouya…."

Pria berambut biru itu sudah tidak bisa menahan pria yang berdiri di depannya lebih lama lagi. Dia sudah terlanjur kesal dengan tingkah Mukuro yang selalu memaksanya bicara. Tak ada pilihan. Dia membiarkan Hibari pergi dan berjalan menjauh darinya. Ilusionis itu hanya bsa menghela nafas pasrah. Bersandar pada dinding di belakangnya, memandang langit sebelum akhirnya menutupi pandangan matanya dengan telapak tangan yang tertutup oleh sarung tangan itu.

"Kenapa….? Kenapa ini bisa terjadi…?"


"Ne, terima kasih sudah menemaniku hari ini, Mukuro!" sahut Tsuna dengan nada ceria. Tak perlu diragukan apa penyebab dia begitu gembira.

"Yah, kemanapun kau pergi, Tsuna," jawab Mukuro ringan.

"Aneh…."

"Apanya?"

"Apa kau sedang memikirkan sesuatu?"

Mukuro menghentikan langkahnya. Tsuna ikut berhenti, memperhatikan Mukuro dengan bingung.

"Apa aku salah?" tanya Tsuna, gelisah melihat reaksi Mukuro sejak tadi.

"Tidak, aku baik-baik saja," Mukuro kembali memasang seringai khasnya, "lanjutkan kembali perjalanan kita."

Tsuna masih memperhatikan pria tersebut saat berjalan, menghela nafas diam-diam. Sepertinya mengajak Mukuro ke tempat itu adalah pilihan yang salah. SMP Namimori. Dan sang Vongola Decimo baru sadar akan perbuatannya.

"Aku sudah bilang kalau aku baik-baik saja 'kan?" suara Mukuro dengan sukses membuyarkan pikiran Tsuna.

"Umm… Kalau kau bilang begitu..." jawab Tsuna dengan senyum malu-malu.

Hibari Kyouya. Cloud Guardian dari Bos Vongola generasi kesepuluh. Mantan ketua Komite Disiplin SMP Namimori. Seorang pria yang paling disegani karena kekuatannya, dulu dan sekarang tidak berbeda. Menghilang sejak satu bulan yang lalu dan tidak ada petunjuk sama sekali kemana dia pergi. Yang bisa ditemukan di rumahnya hanya sepasang tonfa yang selalu dibawanya, Cloud Box, dan burung kuning kecil peliharaannya, yang dipanggil Hibird, sama sekali bisu tidak berkicau. Tsuna dan para Guardian beserta anggota Vongola Famiglia lain sudah berusaha keras mencarinya. Nihil. Ini aneh. Terlalu aneh.

"Kyouya menghilang," Mukuro kembali berbicara, "bukan karena salahmu."

"Aku tahu," angguk Tsuna, "tapi…aku agak janggal dengan ekspresinya, bukan, matanya…. Seolah dia akan hilang tak lama lagi, selain itu, kata-kata yang diucapkannya saat pertemuan terakhir kami…."

Mukuro menoleh pada pria yang lebih pendek darinya itu. "Kata-kata?"

"Ya, kata-kata yang dalam dan tidak seperti Hibari-san yang biasanya. Dan cahaya matanya yang redup, aku tak bisa melupakannya."

"Apa yang dikatakannya?"

Menari nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Tsuna selalu merasa sesak setiap ingat ucapan Hibari. "Dia berkata, berkata seperti ini…"

Mukuro menganggukan kepalanya.

"Maafkan aku, Tsunayoshi, aku sudah gagal."

Mukuro membelalakan matanya.

"Kemudian aku berkata, 'Kenapa? Hibari-san Guardian yang hebat, selalu menyelesaikan setiap misi dengan hasil memuaskan. Kenapa kau sendiri malah berkata gagal?', lalu…"

"Lalu?"

"Dia menggelengkan kepalanya sambil mengatakan 'bukan soal Guardian, melainkan diriku sendiri. Diriku yang gagal.', kemudian, kemudian…."

Tsuna mengusap air mata yang mulai muncul di sudut matanya, "kemudian dia tersenyum, ka-kalimat terakhir yang kudengar langsung darinya…."

"Apa itu?" Mukuro merasa tidak nyaman.

"Aku selalu berusaha menjaga, menjaga hal yang berharga bagiku. Namun pada akhirnya hal tersebut menghilang. Bukan dengan sendirinya. Diriku terlalu lemahsehingga dengan mudahnya menghilang dari diriku. Bukankah itu tanda bahwa aku gagal?" lanjut Tsuna agak terisak-isak, "dan dia pergi tanpa menoleh ke arahku lagi. Awalnya aku tidak bisa mencerna kalimat itu. Tak kusangka ada kaitannya dengan saat ini…."

Jari Mukuro menyeka air mata Tsuna. Dia tahu Tsuna tidak mampu membendungnya.

"Terima kasih," respon Tsuna sambil tersenyum.

"Dia kuat. Aku yakin dia tidak akan apa-apa sekarang ini. Aku jamin itu." hibur Mukuro santai. Tapi itu hanya di permukaan saja.

"Kau sendiri mengkhawatirkannya bukan? Jangan bohongi dirimu sendiri."

"Oya oya? Hyper Intuition memang tidak bisa diremehkan!" ucapnya tanpa ragu. "Tapi aku benar-benar yakinKyouya mampu!"


Angin kencang berhembus memasuki ruangan. Hibari tidak peduli dengan dinginnya angin. Atau mungkin, tidak peduli lagi dengan segalanya….

"Kyouya, apa kau membuka shoji-nya lebar-lebar!? Anginnya mulai masuk ke rumah!" kata Mukuro dengan setengah berteriak saat memasuki ruangan dimana Hibari berada.

Tidak ada jawaban. Mukuro menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Melihat Hibari yang duduk bersandar di sisi dinding. Wajahnya menghadap ke arah halaman luar. Mukuro sama sekali tidak punya ide tentang ekspresi orang itu sekarang.

"Kyouya kalau tetap seperti itu, kau bisa masuk angin! Lalu-"

"Diam."

"Tapi Kyou-"

"Jangan mendekat."

"Dokter sudah bilang kalau sistem kekebalan tubuhmu mulai melemah. Jadi aku-"

"Biarkan aku sendiri."

Melipat lengannya, Mukuro mulai kesal dengan ketidak pedulian Hibari. Kalimatnya terus dipotong dengan ucapan ketus. Padahal, dia benar-benar khawatir dengannya.

"Aku ini khawatir dengan kesehatanmu, kau tahu!? Pedulilah sedikit! Kalau kau sakit-" ucapan Mukuro sekali lagi terpotong. Bukan dengan ucapan, melainkan sebuah benda besi. Benda itu melesat menuju dirinya dengan cepat. Dengan sigap Mist Guardian itu menghindar, walaupun pipinya tergores sedikit.

DUAKK!!

Sebuah tonfa mengenai dinding di belakang Mukuro, diikuti suara jatuhnya yang nyaring.

"Itu berbahaya, Kyouya!" mata Mukuro membelalak karena ketakutan.

"Kalau aku sakit?" Hibari menoleh sedikit. Meski sudah sering melihat matanya, Mukuro merasa ngeri. Mata abu-abu yang tajam dan dingin. Tatapannya berbeda dari sebelumnya.

"Tubuh ini milikku. Untuk apa kau mengkhawatirkannya? Kalau aku sakit, memang kau mau apa? Menyembuhkanku? Membawaku ke dokter sekali lagi? Hentikan. Sia-sia."

Mukuro terkejut mendengarnya. Wajahnya masam seketika. Hibari berbicara dingin itu wajar. Tapi, yang ini…

"Kalu kau bilang begitu, maaf…" ucap Mukuro sambil meninggalkan ruangan.

"Kau pikir aku tidak tahu? Nanas Bodoh."


"Kyouya?"

"Ada apa, Mukuro?" tanya Tsuna.

Ilusionis berambut biru itu membelalakan matanya saat melihat sosok yang melintas barusan, "Kyou…ya?"

"Ma-maksudmu Hibari-san?" Tsuna tidak percaya dengan pendengarannya, "dimana dia?"

Tanpa membuang waktu, Mukuro segera berlari mengejar pria itu. Jalannya cukup cepat sehingga jarak Mukuro dengannya cukup jauh. Ras penasaran dan gelisah berkecamuk sekaligus di dadanya. Dia harus memastikannya sendiri.

"Mu-Mukuro! Tunggu aku!" teriak Tsuna. Terengah-engah mengejar Mukuro, namun dia sudah hilang dari pandangannya. Tak disangka kalau Mukuro melihat Hibari barusan.

"Mukuro…."


Mata merah dan biru itu kini memandang sebuah bangunan. Sebuah kafe yang baru saja dibuka oleh para pegawainya. Mungkin sekitar 1 jam yang lalu.

"Jadi kau ada disini?" bisiknya dalam hati.

Dan sekali lagi mata itu menangkapnya. Sosok Hibari yang sedang duduk dekat jendela di dalam kafe itu. Mukuro yakin itu Hibari. Dia pun berjalan menuju kafe itu dan memasukinya.

"Irrasshaimase!" sambut seorang pegawai ketika lonceng kecil di pintu masuk berbunyi. Sekali lagi, Mukuro mencari-cari Hibari. Sukses dengan pencariannya, dia segera menghampirinya. Sosok itu tengah meminum kopi pesanannya.

"Kyouya…?"

Sadar dirinya diperhatikan, dia menoleh, menatap bingung pada Mukuro. "Hm? Ya?"

Wajah Mukuro memucat, "Kyo-Kyouya? Kau Kyouya..."

"Sumimasen, tapi ini pertemuan pertama kita bukan? Menurutku agak tidak sopan kalau kau memanggil dengan nama kecilku," jawab Hibari polos.

Wajahnya semakin pucat. Bibirnya bergetar, tidak tahu harus berbicara apa.

"Err… Darimana kau tahu namaku?" tanya pria berambut hitam itu sekali lagi.

Dia bisa merasakan di kedua matanya. Tak percaya, tak ingin percaya apa yang baru saja didengarnya. Kata-kata yang keluar dari mulut Hibari.

"Kyouya!" Mukuro mengguncang. Dia telah termakan oleh emosi. Emosi bernama kesedihan.

"A-ano…" ekspresi bingung terpampang di wajah Hibari.

"Kyouya!! Sudah, hentikan omong kosong ini! Kumohon, hentikan!" guncangan di tubuh Hibari semakin kencang.

Meski pengunjung kafe sedikit, Mukuro tidak peduli dengan suara kerasnya. Mereka dan para pegawai kafe hanya memperhatikan dari posisi mereka masing-masing. Hibari merasa tak nyaman dengan pandangan semua orang sementara Mukuro masih berteriak-teriak ke arahnya. Mukuro tidak tahan, dia tidak mau menerima pernyataan Hibari mentah-mentah. Apa yang diinginkannya hanya kebenaran.

Hibari mulai habis kesabaran. Orang yang baru saja ditemuinya meminta dirinya menghentikan hal yang tidak diketahui. Dia berdiri dari tempatnya duduk dan membayar ke kasir dengan melempar uangnya. Mengucapkan 'Terima Kasih' sebelum keluar, mengacuhkan pria berkepala nanas di belakangnya.

"Takkan kubiarkan kau pergi lagi!" batinnya dalam hati.

Mukuro tidak tinggal diam. Dia mengejar Hibari sekali lagi. Cloud Guardian itu sedang mengomel pada dirinya sendiri di jalanan dengan kesal. Tanpa peringatan, Mukuro mendorong tubuh di depannya ke dinding dan menjepitnya. Tangannya memegang kedua pergelangan tangan Hibari sehingga Hibari sulit untuk bergerak. Tubuhnya benar-benar ditahan seluruhnya. Dia hanya bisa memberontak sekuat tenaga.

"Kyouya…" Mukuro mulai berbicara, "kau…tidak ingat aku?"

"Aku benar-benar tidak mengenalmu!" balas Hibari setengah berteriak.

"Jangan bohong."

"Aku tidak bohong."

"Kau bohong." Ilusionis itu melanjutkan, "Aku Rokudou Mukuro, orang yang paling ingin kau gigit hingga mati. Tidak mungkin kau lupa, Kyouya."

"Rokudou….Mukuro?" tanya Hibari

Mukuro mengangguk.

"Tunggu…. Aku memang punya rekan bernama Rokudou…"

"Siapa dia?" Mukuro mengangkat sebelah alisnya.

"Itu sudah lama sekali. Aku tidak ingat wajahnya lagi karena dia menghilang secara misterius. Setidaknya, dia jauh lebih sopan dibanding dirimu."

Sekarang, tangan Mukuro bergetar. Tak ada nada bohong dari ucapannya. Ini semakin membingungkan.

"Aku baru di kota ini. Kau puas?"

Hening tanpa jawaban, Hibari mengeluh.

"Bisa aku pergi sekarang?"


"Mukuro, kau tidak apa-apa?" Tsuna akhirnya berhasil mengejar Mist Guardiannya.

Mukuro yang duduk bersandar pada dinding hanya mengangguk. Tangannya masih meutupi kedua matanya. Sgalanya menjadi terlalu rumit untuk dipahami. Dia kenal Hibari. Sangat. Tapi Hibari sendiri tidak mengakuinya. Atau memang itulah kenyataannya?

"Dimana Hibari-san?"

Aku benar-benar tidak mengenalmu!


Note:

- Famiglia: Keluarga. Bahasa Itali.

- Irrashaimase: Selamat datang. Kalau sering ke restoran masakan Jepang, pasti nggak asing.