Maaf kalau aku tiba-tiba meninggalkan rumah, Yah.
Aku hanya ingin mengunjungi Itachi di Tokyo.
Aku pasti gak bakal diizinin sama Ayah kalau aku bilang ingin ke sana.
Aku sudah menabung sejak delapan bulan yang lalu agar bisa membeli tiket pesawat ke Tokyo.
Aku hanya ingin memastikan perasaanku di sana.
Ayah jangan khawatir.
I love you, Dad.
Disclaimer : Naruto's belong to Masashi Kishimoto. This fiction is mine.
Genre : Angst & Drama
Rate : T
Pair : SasuSaku & ItaSaku
Warning : Alternative Universe, Out Of Characters, Typo(s), Gak Jelas, etc. Umur karakter:
Sakura Haruno : 14 tahun
Sasuke Uchiha : 14 tahun
Itachi Uchiha : 22 tahun
Summary :
Aku ingin percaya jika ia memanglah nyata. Tapi kenyataan malah mengolokku dan melemparku ke dalam fakta bahwa ia akan meninggalkanku setelah cinta yang ia sematkan kuat di hatiku. Tapi secara teknis, akulah yang meninggalkannya dalam kebisuan.
Let Me In
By
Uchiha Cesa
.
.
.
Indonesia, 07.00 a.m
.
Kizashi Haruno menggenggam kuat kertas surat berwarna biru muda di tangannya hingga lecek. Tatapannya menyiratkan keterkejutan. Detik berikutnya mata birunya menampakkan kecemasan yang luar biasa. 'Bocah pink itu baru berumur empat belas tahun. Bagaimana bisa dia hidup di luar negeri hanya untuk alasan seperti itu?'
Menggeram pelan, ia menghenyakkan punggungnya ke sandaran kursi kantor yang empuk. Matanya bergerak gelisah memikirkan anak semata wayangnya di negeri orang. Tanpa sengaja ia melihat ponsel hitamnya tergeletak di meja kerja tak jauh darinya. Segera ia mengetikkan nama Itachi di keypad ponselnya. Setelah nama orang yang dimaksud muncul di display kontaknya, ia segera menekan tombol berlambang telepon berwarna hijau.
.
.
.
Tokyo, 09.30 a.m
.
'Drrrt.. Drrrt...'
Getaran dari ponsel Itachi Uchiha yang terletak di atas meja kantornya membuat konsentrasi Itachi buyar pada komputer di hadapannya. Tanpa memandang layar ponselnya, Itachi segera menekan kata accept pada touch screen ponselnya.
"Moshi-moshi." Sapa Itachi pelan pada si penelepon. Bola mata onyxnya masih setia menatap deretan tulisan di komputernya.
'Uchiha-san, bisa kau jemput putriku di bandara?'
Suara paruh baya yang menyapa indera pendengarannya membuatnya mengernyit bingung. 'Bahasa Indonesia, eh? Pasti Haruno-san,' pikirnya.
Seingat Itachi, Haruno hanya memiliki seorang anak perempuan berambut merah muda bernama Sakura. Berpikir sebentar, Itachi menjawab, "Maksud Anda Sakura, Haruno-san?" Balas Itachi yang juga menggunakan bahasa Indonesia dengan fasih.
Empat tahun untuk menimba ilmu guna mengambil Strata 1 di Universitas Indonesia membuatnya terbiasa menggunakan bahasa Indonesia pada keluarga Haruno yang berbaik hati menampungnya selama di Indonesia.
"Iya, Uchiha-san. Dia kabur dari rumah dan hanya menitipkan surat. Pekerjaanku di sini masih banyak. Untuk sementara waktu aku belum bisa menjemputnya ke Tokyo. Tolong urus dia selama di sana, ya, Uchiha-san." Jelas Kizashi. Sebenarnya ia tidak ingin merepotkan Itachi. Tapi bagaimanapun juga ia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya yang harus diselesaikan secepat mungkin.
"Baiklah, Haruno-san. Dia akan tinggal di rumahku. Anda tidak perlu khawatir. Aku akan menjaga dia semampuku." Setuju Itachi. Nadanya berusaha meyakinkan Kizashi. Bagaimanapun remaja itu keluar negeri sendirian. Anak semata wayang pula. Maka dari itu Itachi berusaha bersikap mengerti dengan masalah keluarga jauhnya itu.
Helaan lega terdengar dari seberang telepon Itachi. "Arigatou, Uchiha-san."
"Douitteshimashita ne, Haruno-san."
Dan sambungan pun terputus.
"Haaah... Sakura itu kenapa sih?" Gumamnya pelan sembara memijat pelipisnya. Helai rambut hitamnya yang panjang terjatuh lembut di sisi kepalanya. Matanya menerawang jauh keluar dinding kaca transparan kantor bertingkat tempat ia bekerja.
'Drrrt...'
Ponsel Itachi kembali bergetar. Namun hanya sekali. Itachi meraih ponselnya kembali dan membuka kuncinya. Pesan masuk. Isinya hanya berisi kontak Sakura. Itachi segera menyimpan nomor itu dan segera mengirim SMS pada Sakura.
.
.
.
Kediaman Itachi Uchiha, 13.00
.
Hening. Hanya itu kesan pertama Sakura tentang suasana rumah yang lumayan besar ini.
Sekarang ia sedang mengepak barang-barang yang ia bawa dari Indonesia ke kamar barunya di Tokyo. Kamar tamu di rumah Itachi. Baju-baju ia susun ke dalam lemari. Pernak-pernik seperti jam tangan, pita dan bando ia letakkan di meja samping kasur empuk berukuran queen size. Sakura memang membawa yang ia perlukan saja di sini.
Ia baru saja mengabarkan ayahnya kalau ia baru sampai di rumah Itachi setelah kata sapaan riang pertama Sakura di balas dampratan kesal ayahnya. Memastikan semuanya baik-baik saja, Sakura segera memutuskan sambungan teleponnya. Tidak ingin dimarahi lebih lama lagi.
Menghela napas keras, Sakura kemudian melemparkan tubuhnya ke kasur dan berusaha memejamkan mata. Rasanya hari ini adalah hari yang sangat melelahkan dalam hidupnya.
Beberapa puluh menit yang lalu Itachi menjemputnya di Bandara Narita. Penampilan Itachi tidak jauh berbeda dari setahun yang lalu saat terakhir Sakura melihatnya di Indonesia. Hanya rambut hitamnya saja yang tambah panjang dan kulitnya yang tampak lebih putih. Setelah itu, mereka harus naik mobil dan menghabiskan 40 menit di jalan untuk sampai ke rumah pemuda berkuncir itu. Namun setelah mengantar Sakura dan menyerahkan kunci duplikat rumah padanya, Itachi segera pergi ke kantornya untuk menuntaskan pekerjaannya yang sempat tertunda.
'Kau istirahat saja di kamar tamu di lantai dasar. Ada makanan beku di dalam kulkas. Kau bisa hangatkan sendiri, kan? Aku masih ada pekerjaan di kantor. Aku akan pulang jam enam sore nanti. Jangan lupa mengunci setiap pintu yang kau buka. Yasudah, aku pergi dulu, Sakura. Sampai nanti.'
Kata-kata Itachi masih terngiang di ingatannya belasan menit yang lalu. Membuat bibir Sakura mengerucut.
"Aku pikir setelah datang jauh-jauh ke sini, aku bisa menghabiskan banyak waktu dengan Itachi. Tapi dia itu sibuk sekali~" keluh Sakura. Perutnya berbunyi menandakan lambungnya minta diisi. Namun Sakura terlalu malas untuk beranjak dari kasur empuk itu. Ia kemudian berbaring miring dan memeluk guling di hadapannya.
"Ternyata itu alasanmu datang ke sini."
Suara dingin itu menyapa indera pendengaran Sakura. Segera saja ia berbalik dan mendapati lelaki berambut emo dan berkulit sangat pucat memandangnya tajam dengan onyxnya di depan pintu kamar Sakura.
Sakura melompat dari kasurnya dan menatap tajam pemuda angkuh di hadapannya. "Hei! Kau siapa? Bagaimana kau bisa masuk? Aku sudah mengunci kamar ini tadi!" Bentak Sakura pada pemuda lancang yang sedang bersidekap dada. Masih tidak bergerak pindah dari tempatnya beberapa saat lalu.
Sakura sangat yakin kalau ia tidak mendengar suara pintu terbuka tadi.
Pria berkulit pucat itu menyeringai mengejek, "Ini rumahku, Nona. Dan aku punya kunci rumah ini." Sambil berucap seperti itu, tangan pemuda itu terangkat dan bunyi krincing pelan terdengar dari kunci berbandul lonceng berlambang kipas berwarna setengah merah dan setengah putih yang ia gantung di jari jempol dan telunjuknya yang menyatu di bagian ujung.
Sakura beringsut mundur dan betisnya menabrak ranjang. Antara malu dan takut, ia pun menundukkan wajahnya dan helai merah mudanya terjuntai ke bawah yang dengan sukses menutupi wajah manisnya. Kakinya menyeret karpet yang menyelimuti lantai kamar tamu itu dengan abstrak. Tidak tahu harus berbuat apa.
Hening sejenak.
"Namamu siapa?" Suara baritone itu membuat Sakura sedikit terlonjak. Terkejut akibat lamunannya yang terinterupsi oleh suara pemuda yang berjarak lima meter di hadapannya.
"S-Sakura. Sakura Haruno." Cicit Sakura pelan. Masih tidak berani memandang orang yang bertanya padanya.
"Aa.. Sakura. Sebaiknya kau turuti kemauan lambungmu itu. Kudengar tadi dia berteriak kencang."
Nada mengejek yang lagi-lagi Sakura dengar membuat wajahnya panas. Malu dan marah terlihat jelas dari raut wajahnya.
Sakura menolehkan kepalanya ke samping memandang dinding dengan wajah aku-ingin-mencincangmu-dinding! Eh? Setelah menoleh ke arah pintu, Sakura tak menemukan pemuda yang membuatnya marah itu.
Dengan yakin ia menganggap pemuda itu sudah keluar dari kamarnya, Sakura pun berteriak, "Aku bisa makan sendiri, Tuan Harajuku Style!" Kesal dengan kata-kata pemuda berambut emo ala harajuku tadi. Ia juga memanggil pemuda pucat itu dengan salah satu lagu yang lagi nge-trend di manca negara-Oppa Gangnam Style-.
Menyerah pada rasa lapar yang semakin menjadi-jadi, Sakura akhirnya keluar kamar dan berkeliling rumah mencari dapur. Setelah dapur ketemu, ia mulai membuka kulkas dan mencari makanan beku yang di maksud Itachi.
Namun sepertinya tidak ada yang menarik minat Sakura. Ia hanya mengambil sebungkus mie dari dalam kulkas dan menuju rak piring untuk mencari panci kecil sebagai media masaknya.
.
.
.
'SLUUURRP'
Mie-mie panjang tersedot memasuki bibir merah Sakura yang basah dengan sedikit cepat. Menyiratkan rasa semangat Sakura yang bernapsu sekali menghabiskan mie yang ia makan sekarang.
"Potong dulu mienya pakai gigimu. Makanmu bar-bar sekali. Ah, apa kau tak punya gigi?"
'Lagi-lagi...' batin Sakura.
"Kau itu ada masalah apa denganku?!" Geram Sakura memandang pemuda emo yang sedang mengambil ancang-ancang duduk di hadapannya. Mata Sakura mendelik marah. 'Apa dia tidak punya saringan untuk menyaring kata-kata pedas dari mulutnya?' pikir Sakura sebal. Masih menatap tajam pada onyx tanpa ekspresi di depannya.
"Hn." Gumaman singkat pria itu di balas dengusan keras dari Sakura.
Napsu makan Sakura mendadak lenyap tak bersisa. Remaja yang sepertinya seumuran dengannya itu benar-benar menghancurkan moodnya.
Sembari menggigit dinding dalam mulutnya untuk meredam amarah, ia pun bertanya pada pemuda pucat yang masih memandangnya datar. "Hei, Tuan Harajuku Style. Aku tanya kau itu ada masalah apa denganku?"
"Sasuke."
Satu kata dari remaja di depannya itu membuat Sakura melongo. 'Sasuke? Apa dia tidak mengerti apa yang kuucapkan? Wajar sih. Dia kan orang Jepang.' Pandangan Sakura sudah tidak setajam tadi, tapi detik berikutnya kelopak matanya menyipit, menyadari satu hal yang terlupakan. 'Heiii... Kau lupa?! Dia mengejekmu beberapa kali, Sakura! Bahkan menyebutmu bar-bar dengan bicara sefasih itu! Dia jelas mengerti apa yang kau katakan tadi!' Inner Sakura mulai memanasi kembali kepala Sakura.
"Sasuke apa?! Aku kan bertanya padamu. Kau itu ada masalah apa denganku?!"
"Namaku Sasuke. Sasuke Uchiha. Jangan panggil aku dengan Tuan Harajuku Style."
Sakura membulatkan matanya. Mengerti ia sekarang. "Ooh..." gumamnya paham dengan bibir membentuk bulatan.
Suasana kembali hening. Hanya terdengar suara decapan dari mie dan kuah yang Sakura hirup.
Setelah Sakura menandaskan mienya sampai kuahnya tak bersisa-ia kelaparan. Wajar saja-, Sakura beralih memandang Sasuke yang menatap ke arah lain.
"Sasuke, apa kau adik Itachi-nii?" tanya Sakura penasaran. Tapi melihat dari garis wajah keduanya yang sama-sama tampan dan mirip, Sakura yakin jawaban dari pertanyaannya adalah 'iya'.
Sasuke memutar kepala menghadap Sakura. "Iya." Jawabnya singkat.
Hening lagi.
'KRIEET'
Suara yang memberi sedikit rangsangan ngilu itu terdengar dari kursi yang di duduki Sakura. Sakura menggesernya agar mudah keluar dari jepitan meja dan kursinya.
Sasuke mendongak mendapati wajah bosan Sakura yang tak berusaha ia tutupi di depan sang tuan rumah. Menghela napas singkat, Sasuke pun berujar, "Sebaiknya kau menonton TV."
Sakura menoleh dengan semangat dan senyum terkembang di wajahnya pada Sasuke. "Ide bagus." Sahutnya riang.
.
.
.
"Kau mengerjaiku atau apa, Sasuke?!" Teriak Sakura marah pada pemuda yang sedang menutup bibirnya dengan kedua telapak kanannya yang berusaha menutupi wajaahnya dari pandangan Sakura. Sakura yakin Sasuke tertawa tanpa suara.
Suara TV masih terus meramaikan suasana ruang keluarga itu.
Jika mereka berada di dunia anime, Sasuke pasti bisa melihat asap putih keluar dari kedua telinga Sakura dan wajahnya yang sangat memerah.
Bagaimana tidak marah?
Seluruh acara di TV hanya berisi orang-orang yang menggunakan bahasa Jepang yang Sakura tidak tahu artinya. Hal itu tidak terpikirkan Sakura sebelumnya. Sepertinya ia lupa sedang berada di negara mana untuk beberapa detik yang lalu.
"Hei.. hei... tenang," perintah Sasuke pada Sakura yang masih terlihat sangat marah padanya. "Bagaimana kalau kau browsing dengan laptopku saja?" Tawar Sasuke.
"Kau baik sekali!" Teriakan kali ini berbanding terbalik dengan yang tadi. Saking bersemangatnya, ia menyambar jemari Sasuke. Sebelum tangan Sakura menyentuh jari Sasuke, Sasuke sudah berlalu dulu. Membuat Sakura memberenggut sebal.
Sakura mengekor di belakang Sasuke yang sedang menaiki tangga rumahnya. Sampai di depan salah satu pintu di lantai dua yang hanya ada dua pintu, Sasuke menoleh ke belakang dan menatap Sakura yang terlihat bingung.
"Buka saja kamarnya. Laptopku ada di atas meja belajarku." Nada datar keluar dari bibir tipis nan pucat milik Sasuke. Sakura menaikkan sebelah alisnya dan berkacak pinggang.
"Kenapa tidak kau ambil sendiri?" Tantang Sakura. Masih dengan bibir mengerucut maju.
"Yang pinjam siapa? Kalau tidak mau tidak usah pakai lap-"
Belum selesai Sasuke berucap, Sakura segera memotongnya, "-Baik! Oke. Akan kuambil sendiri. Huh!" Sakura segera membuka kenop pintu Sasuke dan matanya terbelalak mendapati ruangan berukuran 10 kali 8 meter itu yang didominasi warna biru tua dengan horden besar sewarna langit.
'Luas sekali kamarnya!' Batin Sakura antusias. Ia segera masuk ke dalam ruangan itu dan berjengit saat merasakan lantainya yang sangat dingin dan sedikit berdebu.
"Eyuh~ Kau jorok sekali, Sasuke. Coba kau rasa. Lantainya berdebu! Kapan terakhir kau membersihkan kamarmu?" Keluhnya sambil menatap Sasuke yang masih terpaku di depan kamar sambil menampikan seringainya membuat Sakura bergidik takut. "Jangan menyeringai begitu, Sasuke. Kau membuatku takut."
Seringai di wajah Sasuke hilang digantikan senyum sedih. Ia masih mengamati punggung Sakura yang mulai mendekati meja belajarnya. Mengambil laptop Sasuke, memeluk laptop itu kemudian bergegas keluar menemui Sasuke.
"Sudah!" Ucap Sakura riang. Ia tersenyum lebar pada Sasuke yang hanya dibalas tatapan datar pemuda itu.
Segera Sakura menuju ruang keluarga. Ia masih membiarkan TV menyala agar Sasuke bisa menonton sambil menemaninya browsing.
Setelah membuka laptop yang ia letakkan di atas meja, segera ia menekan tombol power dan layar pun menampilkan layar desktop dan beberapa folder setelah menunggu loading windows, ia segera mengklik dua kali pada lambang bola dunia di desktop dan mulai mengetikkan apa yang ia ingin ia cari di mesin pencari. Senyum terkembang di wajahnya saat iris emeraldnya menyusuri layar laptop dan menemukan tujuannya di dunia maya itu.
Sasuke hanya memperhatikan Sakura yang antusias menarikan jarinya di atas keyboard dan tersenyum lebar saat apa yang dicarinya ditemukan. Berbagai ekspresi Sakura Sasuke tangkap dengan onyxnya. Senyum lebar, menyeringai, dahi berkerut bingung, sedih, kagum, dan ekspresi lainnya yang membuat Sasuke tak bisa memalingkan wajahnya dari Sakura.
Sasuke tersenyum kecil saat melihat kebiasaan Sakura saat sedang bosan menunggu layar internet yang ia kunjungi lengkap tanpa loading. Sakura meniup-niup poninya yang hampir mendekati mata panjangnya. Membuat helaian merah mudanya terbang melawan gravitasi sebentar dan menempel lagi di dahinya yang lebar. Dan tiupan-tiupan selanjutnya kembali terjadi.
Sasuke merasa gemas dan menyentuh helai merah muda di sampingnya. Ia terkesiap saat tangannya menembus kepala Sakura. Meraih udara kosong. Senyum sedih kembali terpahat di bibir dan matanya yang menyiratkan rasa sakit yang mendalam.
Sakura tak pernah tahu dan sadar Sasuke menghilang dari sampingnya. Ia terlalu larut dalam keasyikannya tanpa mempedulikan sekitar. Sampai ia mendengar pintu depan terbuka dan Itachi muncul dari balik pintu.
Sakura segera menaruh laptop Sasuke di kamarnya dan bergegas menuju Itachi. Menyambutnya.
Tanpa di sadari keduanya, Sasuke menatap dari balik dinding dengan mata kelamnya yang tidak menyiratkan kehidupan.
.
.
.
TBC
.
A/N : Perlu dilanjutin gak?
Mohon kritik dan bimbingannya, Readers..
Alurnya kecepetan atau malah lambat yak? Au' ah! XP
Aku gak bakat bikin fic panjang dan rumit..#meringis
Berasa gak puas sama takut ngelanjutin fic ini. Untuk happy ending dan sad ending udah kupikirin. Tapi tergantung mood juga. Haha X3
Maaf klo gak bagus fic ini. Aku masih author baru..#ojigi
So, gimme ur review, please?
