A/n : Mengingat Author nggak buat MOUM Season 2 buat Februari mendatang, Author mau bikin yang ada di dalam hati Author ajah. Dari beberapa tahun yang lalu (Cailah), Author udah memendam ide ini, namun belum keluar juga. Dan, inilah Fanfiction special dari Author sekalian untuk readers. Don't forget to review, readers.

Title : To Kill His Blind Spot

Summary : Unfortunately, Racchi feels something not good. He feels some deathly-news comes to him. In other place, some people wants to know more about Racchi, what is the something he feels about?

Genre : Mystery, Fantasy, Hurt/Comfort

Rating : T

Warning : OC, Racchi's POV, Spoilers, Unknowed Phrase, and some bad tragedies.

Racchi Dolgatari Presents

A Rune Factory 4 Fanfiction

"To Kill His Blind Spot"

Chapter I. Distortion

Sudah beberapa hari ini aku merasa tidak enak dengan pengaruh Sapphire of Spirit yang mengurung dirinya di mata kananku.

Waktu itu, aku merasa ada yang nggak beres. Karena mata kananku yang hanya bisa muncul jika kekuatan itu di-release, (Atau dibaca, buta sebelah kanan), sekarang mata yang satunya lagi sering kurasakan nyut-nyutan, atau bahkan, aku bisa mengasumsikan bahwa sebentar lagi aku buta total.

Penggalauan itu aku sampaikan ke semua orang di Selphia, bahkan aku mengonsultasikan pula Ventuswill, dan juga beberapa adik-adikku (baca: OC Author yang lain.) yang sebenarnya sangat perhatian kepadaku.

Sewaktu aku membicarakan ini ke ahlinya, yang ada cuma beberapa kata yang sering aku dengar ketika aku menggalaukan masalah ini.

"Mungkin hanya pengaruh kekuatan. Mungkin juga… Mana ada kekuatan besar seperti itu tanpa resiko?" Kata Ventuswill.

"Kalau resiko sih, dari awal juga ada. Ketika aku pertama kali memiliki kekuatan ini, mata kananku hilang, kan." Kataku lesu.

Namun, semakin hari, aku semakin terbiasa dengan apa yang terjadi. Aku hampir bisa mengabaikan penyakit-penyakit itu. Hingga pada suatu hari…

"Jadi, masih sakit-sakitan nih, Racch?" Tanya Lest dengan pandangan nestapa-nya.

"Ah, udah bisa dicuekin." Kataku sangat santai, mengingat pasti akan terjadi sesuatu yang dahsyat di mataku ini.

"Santai amat." Kata Kiel singkat.

Hingga akhirnya aku merasa sangat tidak nyaman. Mataku, bahkan badanku sedang merasa tidak enak. Makanya, aku izin pulang duluan. Seperti yang bisa diduga, Kiel dan Lest curiga apa yang sedang terjadi padaku.

"Nggak kayak biasanya." Gumam Lest.

"Nggak kayak biasanya gimana?" Tanya Kiel balik.

"Yah soalnya... Kayaknya efek luar biasanya baru datang mengucapkan halo."

Setelah merebahkan diri di atas kasurku, aku mulai merasa makin tidak nyaman, serasa mendekati kematian. Semua anggota tubuhku, semuanya mati rasa. Aku nggak bisa bergerak bebas, dan ini menegaskanku supaya aku tidak ke mana-mana dan diam di sini hingga pengaruhnya selesai.

"Maaf, aku tadi sudah mengetuk pintu." Kata Dolce tiba-tiba.

"Hyaaah!" Teriakku. Bahkan, di adegan ini sudah jelas aku kehilangan kewaspadaan.

"Nggak kayak biasanya, Racchan, biasanya aku yang selalu kaget karenamu!" Kata Pico datang lari-larian.

"Uh... Kalian... Mau apa?" Tanyaku.

"Kudengar dari Lest, katanya kamu merasa nggak enak badan, jadi aku ke sini bawakan sesuatu..." Jelas Dolce. Di sebelah kasur, terlihat jelas Pico yang asyik main boneka.

"Obat?"

"Lha, katanya kamu nggak suka obat."

Hening.

"Aku sih, cuma bawakan makan siang untukmu." Kata Dolce menyerahkan bungkusan kepadaku.

"Ah, arigatou." Kataku berusaha mengambil. Karena tidak bisa mengambilnya, aku justru memutuskan untuk jujur, "Dolce, aku sedang mati rasa."

"Huh?"

"Seluruh tubuhku. Sakit."

"Kenapa sakit?"

"Kayaknya, karena pengaruh kekuatanku, deh. Kemarin-kemarin, mata kananku nyeri..."

"Kenapa... Menuduhkan kekuatanmu?"

"Soalnya, mana mungkin kekuatan sebesar ini tanpa resiko." Jawabku lugu.

"Hmmm... Kenapa kamu tidak mengasumsikan hal-hal yang lain?"

"Maksudnya?"

"Selain karena pengaruh kekuatan. Ada, mungkin, hal-hal yang mempengaruhi penyebab kamu jadi mati rasa begini, selain karena pengaruh kekuatan itu." Jelas Dolce.

Perkataan Dolce justru sangat aneh bagiku, namun hal itu menimbulkan keinginan untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mengingat aku tidak bisa bergerak bebas, jadi aku membutuhkan bantuan seseorang... Walaupun sebenarnya ini bukan hal yang penting juga, sih.

"Aku bisa bantu, kok." Kata Dolce mantap.

"Aku juga, nii-san!" Kata Pico juga.

"Kalian... Terima kasih ya... Mau membantuku bahkan untuk hal yang sejauh itu.."

"Ah, tidak apa-apa, kok." Kata Dolce.

Hal yang terlintas berikutnya adalah, bagaimana kami bisa mengetahui kenyataannya?

(Lest's Side)

Justru karena rasa solidaritas yang terlalu tinggi, Lest membantu dengan cara mencari tahu tentang Gems of Spirit... Yang di mana-manapun kalian nggak bakal tahu asal-usulnya. Sudah hampir berhari-hari Lest mencarinya, namun belum menemukan satu petunjuk apapun. Mengingat komplitnya buku koleksi Zone, pasti akan ada salah satu tentang Gems of Spirit di salah satu bukunya. Tapi, ya... Perlu koneksi denganku untuk memanggilnya.

Tanpa kuperhitungkan, Reva ternyata melihat bagaimana Lest mencari hingga titik terkecil. Karena Reva salut pada perilaku Lest yang terkesan rela membantu sahabatnya, Reva menjatuhkan hasil cetak dari buku Zone tentang Gems of Spirit ke dunia ini. Dan saat detik itu, Gems of Spirit bukan lagi misteri bagi beberapa orang. Untungnya sih, Reva menjatuhkan buku itu ke tempat yang sulit diraih tempatnya: Di langit di atas Rune Prana paling atas.

Lalu, bagaimana orang-orang mengambilnya?

Justru karena pengaruh kekuatan di Rune Prana yang sangat tinggi, buku itu bisa tergerak sendiri dan jatuh ke dasar. Dan, coba tebak siapa yang menemukannya pertama kali: Si kutu buku, Kiel.

Mendengar berita bahwa Lest sedang mencari tahu tentang Gems of Spirit, spontan Kiel langsung datang mengunjungi Lest, dan juga ingin membacanya bersama. Berhubung Lest juga sedang menunggu harapan di rumahnya, Kiel langsung pergi ke rumah Lest. Dengan harapan setebal 350 lembar.

"LEEEEEEEESSSST!"

Mendengar kalau Kiel yang berteriak, Lest yang awalnya hopeless, justru menjadi takut.

"Aku bawakan sesuatu untukmu~!"

Justru Lest semakin curiga, dia makin ketakutan. Bulu kuduknya berdiri semua.

"Ayo, bukakan pintu untukkuuuu!"

"AAAARRRRGGGHHHH!" Teriak Lest nggak kuat lagi. Dia menyiapkan sebuah toy hammer di pegangan dan dia berdiri di balik pintu. Jadi, kalau Kiel membuka pintu dan masuk...

Sproing!

"Auw!"

Payah kamu Kiel, masa gitu aja menderih?

"Mau apa kamu, hah?" Tanya Lest tak acuh.

"Kamu kenapa mukul aku pas aku masuk?"

Hening.

"Udahlah, yang paling penting, aku bawa ini nih." Kata Kiel sambil menyodorkan buku Gems of Spirit itu.

"Buku apaan, nih?"

"Tentang Gems of Spirit. Belum aku baca, kita baca bersama, yuk." Kata Kiel tanpa curiga.

Mendengar kata Gems of Spirit, Lest langsung terkesiap dan mengajak Kiel baik-baik.

"Oke, kita baca yuk. Ah, sekalian kita ngemil cookies bareng yuk."

"Ayok"

Dan, kini mereka berdua membaca buku itu sambil sesekali mengunyah biskuit yang dibuat Lest dan sesekali mencelupkannya ke dalam gelas berisi susu. Kadang, mereka kebingungan membaca tulisannya. Memangnya, kalian tahu bagaimana tulisan dari buku-buku zaman dulu?

"Argh, ini artinya apaan sih.." Kata Lest setengah putus asa. Namun, dengan insting Earthmate-nya dia berkata kepada Kiel, "Hey, Kiel, ini tulisannya dibaca apa sih."

"Lha." Kata Kiel bengong. "Berarti dari tadi sebenarnya kamu nggak ngerti apa-apa?!"

"Iya." Kata Lest kalem.

Hening.

Mungkin, ini menjadi kesalahan besar Kiel, mengajak membaca buku langka kepada orang yang salah: Lest.

Namun, Kiel masih bisa bersabar dan berkata, "Sudahlah, biar aku bacakan."

"Oh, oke."

"Di sini dikatakan, apabila orang yang memiliki salah satu dari Gems of Spirit, yang lama-kelamaan akan mengalami kesakitan atau penyakit, kemungkinan besar bukan karena pengaruh kekuatan, namun karena dirinya sendiri yang menggerogoti tubuhnya sendiri."

"Kalau begitu," kata Lest dengan penjedaan. "Racchi sakit bukan karena pengaruh kekuatannya dong?"

"Iya. Tapi, kalau pun kenyataannya begitu, apa maksudnya kalimat 'dirinya sendiri yang menggerogoti tubuhnya sendiri?'" Tanya Kiel.

"Sampai saat ini, aku bingung."

Hening.

"Coba lanjutin bacanya." Kata Lest.

"Lalu, dalam jangka waktu yang cukup lama, akan terjadi distorsi kepada tubuh orang tersebut. Dan distorsi itu menyebabkan pengaruhnya sampai ke dunia ini."

"Hah?!"

Makhluk mana yang nggak kenal distorsi, berarti belum pernah merasakan penderitaan luar biasa. Biasanya ini berkaitan dengan ektensialisme, dan kalau dikatakan secara kasar... Keberadaannya akan bermasalah dan membawa pengaruh 'penyakit' itu sampai ke dunia luar. Jelas, kalau dibiarkan dunia ini akan cepat hancur dan menimbulkan 'distorsi universal...'

"Ini... Bahaya Lest!"

"Tapi... Harus ada cara gimana biar distorsi itu bisa dihilangkan..."

"Biar kulanjutkan." Kata Kiel berusaha untuk tenang. "Satu-satunya cara untuk melenyapkan distorsi adalah membunuh orang tersebut, dan menariknya ke dunia kegelapan Abbys."

Mendengar hal tersebut, Lest yang awalnya memohon supaya Racchi selamat, kini hanya berharap setengah mati mencari cara menghilangkan distorsi yang buku itu bilang.

"Kau mau ke mana, Lest?" Tanya Kiel ketika melihat Lest dengan muka gelapnya berjalan ke luar.

"Aku..." Kata Lest canggung. "Bukan urusanmu." Dan dia pun pergi.

"Hey, tunggu!" Kata Kiel sesegera mungkin menemui Lest lagi. "Kau kenapa, sih?"

"Aku hanya nggak mau dunia ini hancur!"

"Tapi Lest, mengorbankan teman untuk masalah sendiri adalaha hina, Lest."

"Ini masalah besar, idiot."

"Tapi kamu nggak bisa pergi senaif itu untuk membunuh seseorang!"

"Kalau dibandingkanku... Kamu yang lebih naif."

"Aku bisa berubah dan menjadi orang yang penting bagi orang lain, bagimu, dan bagi yang lainnya, Lest."

"Sekarang, lepaskan aku. Atau kuhajar kau dengan pedang ini."

Kiel yang harus rela membiarnya pergi, akhirnya menyuruhnya berbuat sesuka hatinya, dan kembali ke rumahnya tanpa curiga. Sementara Lest tidak tahu kalau Gems of Spirit bukan penyebab dari semua ini.

(Back to Racchi's Side)

"Auuw.." Keluhku.

"Kenapa lagi, Racchan?" Tanya Pico polos.

"Mataku. Dua-duanya. Sakit."

"Mau pakai es?" Tawar Dolce.

"... Kayaknya itu ide yang nggak bagus, deh."

Hening.

Selama aku tiduran di sini, aku tidak bisa tahu keadaan dunia luar. Di sana, Lest dan Kiel sudah mengetahui tentang Gems of Spirit, namun masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Mungkin, aku hanya seorang monster yang tidak diketahui spesiesnya dan tidak tahu ingatannya.

"Hey, Dolce." Kataku membuka percakapan. "Kau masih ingat ketika kau melihat ingatanmu?"

"Ah.." Kata Dolce ragu. "Aku ingat semuanya, namun aku masih tidak mengerti apa-apa, dan aku... Um... Aku nggak mau membahasnya..."

"Tak apa-apa kok." Kataku pelan. "Aku bahkan tidak ingat apapun."

"Huh?" Mungkin, Dolce bingung sama the one-nya ini. "Maksudmu..?"

"Aku benar-benar tidak bisa mengingat semuanya, Dolce."

Hening.

Dolce sudah menampilkan wajah tidak percayanya kepada the one-nya.

"Kenapa bisa?"

"Padahal melupakan ingatanku bukanlah sebuah keinginanku."

"Apa mungkin... Ada orang di balik semua itu?"

"Uh... Mungkin."

Selama aku masih tiduran di atas kasur, dan masih mengenakan pakaian casual-ku, aku bahkan baru menyadari kalau aku tidak ingat apa-apa. Bukan sebuah keberuntungan lagi, malah. Dolce menatapku nanar.

"Semoga saja aku akan baik-baik saja.." Gumamku.

"... Semoga." Kata Dolce sambil mendekap tangan kananku.

Apakah akan secepat itu keinginan Racchi terkabulkan? Oh, tidak.

Lest justru membuat kesalahan terbesar yang merugikan dirinya sendiri, dia menghasut orang-orang. Sialan, ini justru akan menimbulkan kericuhan dan kehancuran dunia secara instan! Dari mulai Vishnal yang polos dan gampang percaya, sampai pengatur di Selphia ini: Ventuswill.

"Memangnya kau tau banyak tentang Racchi, Lest?" Tanya Ventuswill waktu itu.

"Tentu! Aku mengetahui semuanya! Aku tau kalau dia sebenarnya adalah penghancur dunia!"

"... Kenapa, kau tidak membunuhnya kalau begitu?"

"Awalnya aku begitu.. Tapi.. Kalau Racchi lenyap akan ada keresahan oleh adik-adiknya.. Atau mungkin Dolce..."

"Kalau begitu," Kata Ventuswill, sambil berdehem dulu sebentar, "Kalau kamu bunuh Racchi sekarang, kau akan melukai orang yang menganggap Racchi itu penting-"

"Tidak! Bukan begitu!"

"Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?"

"Orang itu adalah.. Penghancur... Penghancur dunia ini! Aku harus melenyapkan distorsi dunia ini-"

"Tunggu dulu." Kata Ventuswill memberi efek pemberhentian. "Kau bilang distorsi? Memangnya apa hubungan Racchi ,mati dengan distorsi... Distorsi universal? Terus, kalau kau bunuh dia, kau akan melukai orang-orang yang menganggapnya penting, dong..."

"Tidak! Kau salah! Kau salah! Kau salah! Orang itu adalah musuh... Adalah musuh!" Bentak Lest. "Dia adalah orang yang membuat semua orang akan tersiksa... Tersiksa!"

"Lest! Siapa yang membuatmu berpikiran seperti itu?!" Bentak Ventuswill. "Kalau kau beranggapan seperti itu, coba bunuh aku! Aku sangat disayangi oleh Frey! Dan kita coba dengan segala macam teorimu! Ayo... Coba bunuh aku!"

Hening mencengangkan.

Lest masih diam terbeku. Ventuswill masih memasang wajah sebalnya.

"Lest..." Kata Ventuswill memberatkan suaranya. "Coba kau lakukan hal yang tidak merugikan orang lain.."

"..." Lest masih terdiam.

"Sudah cukup, Lest. Buang sifat manjamu itu!" Kata Ventuswill tegas. "Atau tidak, kau akan benar-benar melukai orang yang kamu cinta.."

Namun Lest masih diam. Ventuswill yang dari tadi sebal terhadap Lest pergi menjauh dari tempat itu. Dan kini, Lest sendirian. Bersama dalam kegelapan dan sisi jahat yang menunggu dirinya.

"Kalau memang begitu, Ventuswill." Gumam Lest, yang rupanya masih bisa didengar Ventuswill. "Aku tak segan lagi membunuh orang yang kusayangi.."

Dan dia langsung pergi.

Sementara itu, pasti akan lebih banyak lagi tragedi mengenaskan pasca kebangkitan sisi gelap Lest kali ini...

To Be Continued

(Karena ceritanya bakal dibuat serius, jadi maaf kalau nggak ada review after story-nya ya. Gomen!)