"Tidur yg nyenyak nak."
Rasa ini, kehalusan ini, kelembutan ini. Kenapa begitu menenangkan.
"Ibu yakin, suatu saat kau akan jadi seseorang yg hebat."
Ibu? Oh. Pantas saja semua serasa tenang.
"Karna kau akan menjadi penentu."
Dan semuanya serasa gelap.
Disclaimer: bukan punya saya.
Genre: adventure, family
Pairing: Naruto x Kushina.
Warn: typo berhamburan layaknya hujan salju. Ndak suka ya ndak usah baca. Incest, rumit, bikin mual, pusing dan sakit mata.
...
"Uzumaki Naruto cepatlah bangun, atau kau akan merasakan badai di pagi hari."
Dalam tidur aku terperanjat bangun, sesaat setelah mendengar teriakan membahana dari Ibuku. Terus terjadi, di setiap pagi, ia akan membangunkan ku dengan suara nya yg teramat merdu itu. Entah kutukan atau sebuah keberuntungan saat aku mengingat semua itu.
Sedikitnya agak malas aku mengeluarkan kepala dari jeratan selimut yg hangat ini. Sebelum sebuah kata keluar dari mulut ini, sebuah kain putih melayang cepat dan menghantam wajah tampan ku. Sial aku tau itu pasti perbuatan Ibu ku. Yg melempar handuk tepat sasaran.
"Cepat mandi atau kau akan terlambat Naruto!"
Seruan mutlak tak menerima penolakan itu jadi akhir dari keputusan. Bahwa mau tak mau aku harus mengerjakan apa yg Ibuku katakan. Dengan helaan malas aku bangkit dan menjawab seadanya.
"Baik... baik."
...
Tap... Tap... Tap...
Suara alas kaki yg beradu dengan lantai terdengar menggema di setiap pojok rumah ini, terdengar nyaring mengingat suasana yg lenggang tanpa ada aktivitas lain kecuali pemilik sepasang kaki mungil itu. Dan itu yg membuat sepasang alis Naruto terangkat tinggi mendapati suasana rumahnya yg terlalu hening ini. Langkah langkah kecilnya terus membawanya menuju meja makan. Dan tepat di sana Ibunya 'Kushina Uzumaki tengah menata makanan dengan sedemikian rupa. Pelan namun pasti kedua sudut bibir Naruto mulai terangkat semakin tinggi sampai menciptakan sebuah senyum lebar yg teramat cerah.
"Pagi... bu!"
Kushina terperanjat kaget sebelum menoleh dan melukiskan sebuah senyum manis di wajahnya. Di lihat nya Naruto yg tengah berlari ke arahnya dengan senyum mengambang di wajah.
"Hmm. Pagi, apa kau sudah membersihkan diri?"
Naruto mengangguk pasti menjawab pertanyaan Ibunya. Di tariknya kursi yg berhadapan langsung dengan Ibunya. Seketika tatapan penuh minat nampak di biru cerah itu saat melihat semua menu yg ada di hadapannya.
"Wah... banyak sekali masakannya bu?"
Kusuma tersenyum. "Ne... bukan kah ini hari ulang tahun mu yg ke 7?"
Dan sekejap suasana menjadi hening. Rasa senang yg tadi membucah di hati Naruto sekejap langsung menguap. Netra biru jernih itu terlihat kosong tanpa ada minat terhadap sajian di depannya. Kedua tangan mungil itu terkepal semakin mengerat.
"Berarti sudah 7 tahun ayah meninggalkan kita."
Kushina tersenyum getir mendengarnya. Dengan pelan ia bangkit dan mendekatkan diri pada anaknya, di elus nya pucuk kepala anak semata wayangnya itu dengan senyum yg di paksa. Mencoba tegar meski batinya memang tak bisa di bohongi, ia pula merasakan itu... bahkan ia lah yg paling menderita atas kepergian sang yondaime hokage.
"Cepat makan, setelah itu kita akan mengunjungi ayah." Dengan susah payah ia mencoba berucap dengan nada normal, meski yg terdengar adalah suara serak dan tertahan. Hatinya seolah teriris dengan perkataannya sendiri, kenyataan seolah menampar keras dirinya. Kenyataan bahwa orang yg terkasih memang sudah tiada.
Naruto menunduk dengan semakin dalam, cengkeraman pada kedua sisi celana nya semakin mengerat. Kedua kelopak mata itu terpejam erat dengan sedikit getaran di sana. Batin anak ini terus berkecamuk seolah ingin mengucap namun tidak yakin. Hingga akhirnya ia membuka mata menatap telapak tangan ya sendiri.
"I-Ibu..."
Kushina menghentikan gerakan tanganya, tatapanya beralih menatap intens pucuk kepala anaknya. "ya.. ada apa naru."
"Bu... jawablah dengan jujur, a-apa ini..." Naruto mendongak memberanikan diri untuk menayap netra violet Ibundanya. "Apa ini salah ku? Apa kematian ayah itu salah ku?"
Kushina melebarkan matanya, sedikitnya ia mengerti akan pertanyaan anaknya. Titik demi titik air mulai menetes melewati kelopak matanya, dengan teramat kuat ia menggeleng. Ia merundukan tubuhnya menyamakan tingginya dengan posisi duduk Naruto. Di seutuhnya kedua pipi dengan 3 garis halus di masing masing pipinya. "T-tidak, itu tidak benar. Semua itu tidak ada kaitannya dengan mu."
"Tapi, memang itu yg terjadi bu. Karna aku ayah dan nenek bawiko harus pergi, karna kelahiran ku juga desa ini harus hancur dan karna aku pula banyak orang yg mati..." Naruto menjeda ia menundukkan kepalanya. Kepalan nya semakin mengerat. "Apa benar, aku anak pembawa sial?"
Dan jawaban yg di dapat Naruto adalah...
Plak...
Sebuah tamparan penuh akan emosi positif. Naruto terdiam dengan mata melebar, untuk yg pertama kali dalam seumur hidup ia mendapati sebuah perlakuan kasar dari Ibunya. Dengan segenap keberanian ia mendongak mencoba melihat wajah Kushina. Ia terdiam saat mendapati mimik marah itu, batinya menjerit sakit saat mendapati air mata di sana. Entah apa yg merasuki nya sampai ia mengatakan semua itu.
Narito tersenyum ketir. "Jadi memang benar... kal-"
"Diam Naruto!" Kushina membentak. Menghentikan ucapan yg menyakitkan itu, Kushina tau dan siap, lambat laun ia pasti akan menghadapi semua ini. Semua kebenaran yg selalu ia sembunyikan akhirnya di ketahui juga oleh anaknya. Ia tak sanggup, tak akan pernah sanggup jika harus mendapati tatapan bersalah dan terluka di biru cerah itu, cukup dia yg menanggung semua rasa sakit ini. Ia tak akan pernah membiarkan Naruto merasakan rasa sesak yg selalu ia bawa.
"Cukup, jangan di lanjutkan. Tak ada yg salah di sini. Jika kau terus menyalahkan diri mu. Jangan salahkan Ibu, jika Ibu membencimu Naruto." Membenci Meh? Bahkan kata itu tak pernah melintas sedikitpun di kepala nya. Hanya sebuah gertakan bahwa Kushina memang tak menginginkan sikap Naruto yg satu ini.
Naruto terdiam membisu, jika sudah seperti ini apa yg ia lakukan. Bukan kah memang benar apa ucapannya? Bukan kah ia memang pembawa sial? Bukan kah ia tak pantas lahir jika kelahiran ya harus mengakhiri hidup orang lain? Apa ini yg di sebut jalan takdir? Jika memang seperti itu ia tak menginginkan semua ini. Ia juga menginginkan kehadiran seorang ayah, tidak berarti bahwa ia ke kurangan kasih sayang. Hanya saja terkadang ada rasa aneh yg selalu memeluk erat hatinya saat melihat orang lain berbahagia dengan mudahnya. Iri, tentu saja ia iri pada ke adaan ini. Sebuah pemikiran yg tak seharusnya di miliki anak seusianya harus memaksanya menjadi seperti sekarang. Pikirnya dengan menyalahkan diri ia bisa membuat hatinya sedikit membaik. Namun hasil yg ia terima dari tingkahnya? Adalah tangis sang Ibu dan mungkin ia juga telah menambah luka pada Ibunya.
Dengan cepat ia bangkit, merengkuh tubuh Ibunda yg memang jauh lebih tinggi darinya. Dengan kata maaf yg terus terulang dari mulutnya. Tanpa sadar satu janji telah ter rapal di hati, unutk selalu menjaga senyum dan kebahagian Kushina.
Kushina bersimpuh, membalas pelukan sang anak. Ia ikut menangis bersama Naruto. Yah... yg ia butuh kan untuk saat ini mungkin hanya menangis sekedar melepas semua beban yg di pundaknya. Kau tau? Mencoba tersenyum dengan hati yg tak sejalan itu melelahkan. Teramat.
Setelah beberpa saat mereka berpelukan, akhirnya Kushina mengakhirinya. Mengusap bekas air mata di matanya dengan halus. Kushina tersenyum, menghapus sisa air mata Naruto. Ia tersenyum dengan lembut mencoba merubah semua suasan yg menyesakkan ini. "Baik... sekarang kita sarapan dan mengunjungi ayah."
Tanpa menjawab Naruto hanya mengangguk dan kembali mendudukan diri.
...
"Kau tau Naruto? Kelahiran mu adalah kesalahan. Kelahiran mu adalah malapetaka. Banyak orang yg mati pada saat itu, darah menjadi hal pertama yg memasuki kerongkongan saat pertama kali kau minum. Jeritan sengsara menjadi hal pertama yg kau dengar. Bau amis besi adalah hal yg pertama kali kau hirup."
"Biar ku tanya, apa kau memang pantas hidup hmmm?"
.Prolog end.
Cerita macam apa itu? *si author nunjuk atas
Karna ada waktu senggang saya iseng" nulis sesuatu yg ada di pikiran saya. Yah entah pantas di lanjut ato tidak semua tergantung masukan anda semua aja. Thehehe
Ini cuma prolog, karna cerita yg sesungguhnya baru akan di mulai di chapter dua.
Lanjut or delete?
