Sudah lama sekali Naruto tidak menatap mata indah itu, mata biru sedalam lautan. Naruto selalu suka melihat perasaan sang pemilik yang tersimpan didalamnya. Mata yang selalu memancarkan harapan. Dan satu harapan yang jelas tampak adalah harapan untuk bisa kembali melihat dirinya walau lisan sang gadis menyangkalnya.
"Jangan menunduk," itu lah kenapa Naruto melarang sang gadis menundukkan kepalanya.
Tapi toh gadis itu tetap menundukkan kepalanya begitu dalam hingga menyembunyikan mata indahnya,"Hamba tidak berani, Yang Mulia."
"Ini perintah," titah Naruto yang mulai berjalan mendekat, perlahan mengulurkan tangannya meraih rambut panjang sang gadis yang terasa lembut ditangannya dan mulai menghirup aroma yang dia rindukan. Tapi sang gadis tak bergeming dari posisinya.
Naruto menyeringai. Gadis ini tak menepis tangannya, itu bukti yang cukup bagi Naruto bahwa ia pun merindukannya. "Kenapa kau pergi, Ino?" tanya Naruto. Kali ini dia mencoba menyibakkan poni yang menutupi wajah sang gadis yang dia panggil -Ino- itu.
"Anda tidak boleh melakukannya, Yang Mulia," Ino menahan gerakan tangan Naruto yang hendak membelai wajahnya. Naruto mengepalkan tangannya marah dan menghempaskannya kebawah. Berani sekali Ino menolaknya.
"APA YANG TIDAK BOLEH AKU LAKUKAN!" bentak Naruto.
/
.
/
Naruto adalah milik Masashi Kishimoto - sensei
^_^Hana no Tsuki Hime^_^
By : Star Azura
Untuk kesenangan semata..Asyiik menuang khayalan
Spesial request dari Hannavali795
Warning : 2Shoot, OOC, full dialog, typos, mainstream and others
DLDR
Enjoy it!
/
.
/
Naruto menggertakkan giginya hingga rahangnya mengeras, dengan kasar dia meraih kepala Ino mencengkram tulang pipi Ino ,menengadahkannya memaksa Ino melihatnya hingga wajah mereka begitu dekat. Ino bahkan bisa merasakan hangatnya nafas Naruto yang memburu karena marah. Sedangkan para pelayan yang duduk didepan kamar langsung berdiri karena terkejut dengan suara gaduh dari dalam kamar rajanya, namun begitu mereka tak berani membuka pintu geser itu. Mereka tidak akan masuk kekamar sang raja jika tak ada perintah.
Mereka lama berdiam diri dalam posisi yang sama, Naruto memperhatikan tiap lekuk wajah Ino. Tapi sayang Ino bersikeras tak ingin melihat Naruto, dia mengalihkan pandangan matanya kearah lain.
Tes…tes…
Ino merasakan air mata yang menetes kewajahnya. Naruto menangis. Mati-matian Ino menahan diri untuk tak peduli. Jika dia luluh kali ini, maka dia takkan bisa pergi. Dia takkan mampu pergi lagi.
"Aku merindukanmu. Aku merindukanmu, Ino" lirih Naruto perlahan menyandarkan kepalanya kebahu Ino.
Hati Ino tersayat, dia terluka melihat kondisi Naruto. Tidak. Naruto tak boleh terpuruk seperti ini. Dia seorang Raja kini. Seluruh negeri bersandar padanya. Namun, kemana Naruto harus bersandar? Bukankah Naruto juga bisa merasa lelah? Ingin sekali Ino merengkuh tubuhnya, mengelus punggungnya, mengecup nadinya dan berkata 'Aku percaya, jika itu kau semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu mendukungmu'. Tapi tentu saja Ino takkan melakukan itu, tak bisa dan tak boleh. Karena itu yang bisa Ino lakukan hanya diam membiarkan Naruto melepaskan semua bebannya.
"Aku tak bisa berhenti memikirkanmu, Ino," Naruto menghirup perpotongan leher Ino. Menimbulkan sensasi menggelitik disekujur tubuh. Ino menegang dan mengepalkan tangannya kuat. Hal itu tentu saja dirasakan oleh Naruto, dia tersenyum tipis. Tangannya perlahan melingkari pinggang ramping Ino untuk menariknya mendekat.
"Hentikan!" Ino tersentak dan langsung melepaskan dirinya dari pelukan Naruto. "Yang Mulia," tambahnya sambil mengambil posisi berlutut hormat. Ino akan hanyut terbuai jika membiarkan Naruto melanjutkan aktivfitasnya.
Naruto memandang murka pada Ino. Matanya menyipit tajam namun masih mengeluarkan air mata. Gadis ini telah menghancurkan dirinya hingga berkeping-keping. Tidakkah dia tau?
"Kau pikir siapa dirimu berani menolakku?" geram Naruto. Ino diam tidak menjawab. Suasana semakin hening membenarkan posisi duduknya, melipat satu kakinya dan meletakkan lengannya diatas lututnya yang ditekuk. Dia duduk dengan berwibawa. Matanya memandang tajam Ino yang masih dalam posisi bersujud padanya. Naruto sama sekali tak ada niat menyuruh Ino menegakkan kepalanya.
"Yang mulia," panggil suara dari luar pintu memecah keheningan didalam ruangan.
"Ada apa?" tanya Naruto dingin tanpa mengalihkan pandangannya dari Ino.
"Yang mulia Permaisuri datang ingin menemui Yang Mulia," jawab sang pelayan tanpa berani membuka pintu. Naruto tak langsung menjawab, masih diam pada posisinya. Dia bisa melihat Ino menegang.
"Persilahkan dia masuk," titah Naruto. Sang pelayan mengeratkan jari-jarinya yang saling bertaut, seolah bisa merasakan ketegangan yang ada didalam. Pelayan itu memundurkan langkahnya untuk mempersilahkan sang permaisuri masuk. Matanya melirik sang permaisuri yang berjalan anggun dengan senyum terpatri diwajahnya. Pelayan lain membukakan pintu dengan perlahan. Sedangkan dibelakang permaisuri ada pelayan yang membawa meja nampan lengkap dengan perlengkapan minum teh dan kue manis.
"Kalian semua menjauhlah dari pintu!" titah permaisuri sebelum dia melangkahkan kakinya kedalam dan melihat Naruto -sang raja- sedang duduk diatas lantai kayu tanpa alas dengan wajah murka. Tatapannya tajam menusuk pada seorang wanita yang masih bersujud begitu dalam. Naruto bahkan tak mengalihkan pandangannya saat sang permaisuri mulai berjalan memasuki ruangan diikuti para pelayan yang membawa nampan meja yang langsung keluar setelah meletakkannya.
Sang permaisuri tak merasa heran dengan keberadaan wanita dikamar sang raja. Karena Naruto biasa memanggil Geisha untuk menghibur diri. Apalagi saat mereka sedang diluar istana seperti saat ini. Tapi toh permaisuri akan langsung mengetahui hal itu dari para pelayan dan datang saat hampir tengah malam untuk mengusir sang Geisha. Tapi sejujurnya baru kali ini wanita yang telah menjadi permaisuri selama tiga tahun itu mendapati suasana yang terasa mencekam. Biasanya ketika masuk dia akan menemukan pemandangan seorang Geisha yang memijat bahu Naruto dengan genit sedangkan Naruto asik membaca gulungan laporan daerah.
"Yang mulia," panggil sang permaisuri lembut setelah pelayan keluar dan menutup pintu. Naruto menggulirkan matanya melihat sang permaisuri tanpa menolehkan kepalanya. Mau tak mau sang permaisuri bertanya-tanya dalam hati, apa yang sebenarnya dilakukan sang Geisha hingga Raja tampak sangat murka padanya?
"Apa yang membawamu kesini Permaisuri?" tanya Naruto. Nadanya begitu dingin.
"Aku datang untuk menemani malam anda yang mulia" jawab permaisuri Sara lantang. Mendengar hal itu Ino menegakkan sedikit tubuhnya, menggerakkan lututnya menghadap sang permaisuri.
"Hormat hamba yang mulia permaisuri," salam Ino. Kakinya bergerak dibalik Yukatanya untuk berdiri dengan tangan yang saling bertaut terselip dilengan bajunya. Permaisuri Sara menatap Ino, baik sikap, dandanan maupun pakaiannya tidak menunjukkan kalau dia seorang Geisha. Biasanya seorang Geisha tak menunjukkan rasa hormat dan sedikit angkuh, memakai bedak tebal, hiasan rambut yang khas, dan Kimono satu lapis yang bagian kerahnya sengaja dibuat rendah. Sedangkan wanita didepannya hanya memakai Yukata dengan rambut panjang yang diikat rendah. Layaknya seorang pelayan penginapan.
"Hamba mohon diri yang mulia" Ino hendak melangkah mundur menuju pintu.
'SYUUUT…KREEK' sebuah sumpit tiba-tiba melayang kearah kaki Ino, menancap tepat dicelah pintu yang belum sempat dibuka Ino. Kedua tangan Ino terhenti diudara. Permaisuri Sara mengerutkan dahinya dengan tindakan tiba-tiba Naruto.
"Siapa yang memerintahkanmu keluar dari ruangan ini?" tanya Naruto dengan suara rendah mengintimidasi. Permaisuri Sara yang merasa heran melihat bergantian pada Naruto dan Ino. Suasana hening sesaat. Sampai Naruto bergerak untuk berdiri dan kembali mendudukan diri bersila ditempat yang memang disediakan untuknya. "Apa yang kau lakukan Permaisuri? Bukankah kau datang untuk menuangkan teh untukku?" tanya Naruto. Permaisuri Sara yang masih keheranan hanya mampu berjalan kearah Naruto, duduk disebelahnya dan mulai menuangkan teh kedalam sebuah gelas kecil.
"Bagaimana harimu dipenginapan ini? Apa mereka melayanimu dengan baik?" tanya Naruto. Nada suaranya tegas berwibawa seperti yang biasa Sara dengar.
"Hmm. Mereka semua menyiapkan keperluanku dengan sangat baik. Lagipula penginapan ini sangat indah dengan adanya taman bunga disekitarnya" jawab Sara dengan nada lembut. Dia merangsek merapatkan duduknya dengan Naruto.
"Taman bunga?" tanya Naruto menyambut bahu Sara dengan tangan kirinya.
"Ya! Anda lihat rangkaian bunga itu Yang Mulia?," tunjuk Sara pada bunga yang tertata indah dalam sebuah pot kecil ditengah meja nampan tempat teh yang dibawanya. "Itu bunga yang aku petik dari taman itu. Aku menyuruh pelayan untuk merangkainya. Cantik bukan?" ujar Sara. Naruto melirik sekilas bunga itu, Dia menyeringai, karena menduga siapa yang merawat taman dan merangkai bunga itu hingga mampu membuat Sara terpukau.
"Ya, itu sangat indah. Persis seperti rangkaian bunga yang sering aku lihat dulu," Naruto melirik Ino yang masih diam mematung dengan wajah menghadap pintu keluar. Tangannya memegang ujung pintu. Rasanya ingin sekali dia menggeser pintu itu dan keluar. Menyadari arah tatapan mata naruto, Sara ikut menjatuhkan netranya pada sosok wanita itu.
"Kenapa Anda tidak membiarkannya keluar saja Yang Mulia?" Sara mengecup pipi Naruto hingga suara kecupannya terdengar ditelinga Ino karena heningnya tempat itu. "Tidakkah dia hanya menganggu keintiman kita?" tanya Sara. Permaisuri itu memang mulai merasa kesal dan tak leluasa.
Naruto memegang kepala Sara dan mengecup keningnya dengan suara kecupan yang keras, tapi matanya tak lepas dari Ino hingga gerakan kecil tangan Ino yang semakin menekan pintu geser itu tak luput darinya. Dia menyeringai dan sengaja mengecup lagi kening Sara. Sementara tanpa suara maupun isakan, air mata Ino yang sejak tadi menggenang menetes perlahan. Syukurnya dia menghadap pintu membelakangi Naruto dan Sara yang Ino duga sedang bercumbu. Dalam hati Ino memaki dirinya sendiri yang seolah tak berdaya dihadapan Naruto.
Bukankah seharusnya dia buka saja pintu itu dan berjalan keluar tanpa rasa takut? Toh larangan itu hanya datang dari Naruto, orang yang dulu begitu bodoh dan konyol. Tapi kenapa hanya diserang dengan sebuah sumpit saja dia merasa begitu tertekan? Padahal Ino bisa saja dengan mudah menangkis serangan lanjutan yang mungkin akan dilancarkan Naruto kalau dia tetap keluar. Kenapa Ino malah mematung ditempatnya dan mendengarkan Naruto dan permaisurinya bercumbu mesra?
"Jadi kau merasa terganggu, hm?" tanya Naruto. Sara menganggukkan kepalanya. Naruto melengkungkan senyum dibibirnya, tapi tak tampak ramah sedikitpun,"Apa kau pikir kedatanganmu tidak mengangguku, Permaisuri Sara?" tanya Naruto datar. Sara membelalakkan matanya dengan sindiran langsung Naruto. Walaupun Naruto tidak pernah menyukai kunjungannya kekamarnya, tapi Naruto tidak pernah mengusir ataupun mengatakan sesuatu yang sungguh menjatuhkan harga dirinya seperti saat ini.
Sara langsung menjauhkan tubuhya dari dekapan Naruto. Memandang tak percaya pria itu. "Apa maksud Anda yang mulia?" tanya Sara marah.
"Aku merasa terganggu dengan kedatanganmu," kata Naruto tanpa pikir panjang. Menusuk seperti tatapannya pada Sara. Permaisuri itu balas menantang tatapan Naruto, namun sayang pandangan Naruto terlalu tajam dan mengintimidasi.
Menyadari Naruto sedang mengusirnya, dengan kesal Sara beranjak dari posisinya, berjalan dengan menghentakkan kakinya menuju pintu. Berdiri dihadapan wanita yang menghalangi jalannya.
"MINGGIR KAU!" bentak Sara keras. Ino terlonjak dan mundur beberapa langkah dengan kepala menunduk dalam hingga Sara sama sekali tak bisa melihat wajahnya. Apalagi poni pirangnya menutupi wajah itu.
"Buka pintunya!" perintah Sara pada pelayan yang langsung berlari ketika mendengar suaranya yang keras. Pelayan itu langsung membuka pintu sesuai perintah Sara. Sebelum keluar Sara berbalik menghadap Naruto,"Aku tidak pantas diperlakukan seperti ini, Yang Mulia! Kau melukai harga diriku! Kau selalu melukainya" ujar Sara dengan bibir bergetar. Air mata keluar dari matanya yang berkilat marah. Rahangnya mengeras. Sedangkan Naruto tetap memandangnya datar sampai Sara benar-benar keluar sambil membanting pintu geser.
Naruto mengalihkan matanya pada Ino. Dengan posisinya yang masih duduk dengan gagahnya dan Ino berdiri menundukkan kepalanya. Naruto bisa melihat dengan jelas pipi Ino yang basah dengan air mata yang masih menggantung didagunya. Seketika raut wajah Naruto melembut. Dia tersenyum lega dan bahagia.
Naruto beranjak dari tempat duduknya dan berjalan perlahan mendekati Ino. Merengkuh lembut tubuh Ino kedalam pelukannya dan meletakkan dagunya diatas kepala gadis itu. Gadis yang selalu dia rindukan beberapa tahun ini.
"Hiks..hiks.." Ino mulai mengeluarkan isakannya. Naruto mengeratkan pelukannya dan ikut menangis.
Betapa mereka sebenarnya saling merindukan.
Setelah sekian lama hanya bisa berkirim pandang lewat bulan.
Hingga saat bertemu tak ada kata yang bisa diucapkan.
Air mata yang menetes dari dua perindu lah yang menjadi penyampai pesan.
Untuk mengungkapkan cinta yang lama terpendam.
"Kumohon, jangan bersikap seperti itu lagi,.." Ino mengeluarkan suaranya dengan susah payah, " ..Naruto." pinta Ino. Desiran hangat seketika menjalari hati Naruto ketika Ino menyebut namanya bukan dengan panggilan 'Yang Mulia'.
"Aku tidak bisa kalau kau tidak ada disampingku," ungkap Naruto. "Bagaimana bisa aku memiliki perasaan kalau aku kehilangan hatiku?" tanya Naruto mengarah pada rasa kehilangannya ketika Ino tiba-tiba menghilang.
/
.
/
#*STAR*#
/
.
/
Flash back On
Seorang pemuda berusia 18 tahun mengerang frustasi. Kini dia tengah dipaksa memakai Hakama berlapis jubah yang indah oleh seorang gadis seusianya. Dengan cekatan gadis itu melilitkan sabuk dipinggang sang pemuda dari depan, tangannya mengitari pinggang pemuda itu untuk memastikan sabuk itu berada pada posisi yang sesuai. Sang pemuda menyeringai sebelum tiba-tiba dia menurunkan tangannya yang diangkat keatas untuk meraih pinggang gadis yang sejak tadi mengabaikan keluhannya. Menarik tubuh gadis itu menempel ketubuhnya. Sang gadis yang terkejut menjatuhkan sabuk panjang yang sedang dililitkannya hingga membuat ikatan pada jubah sang pemuda yang tengah dibuatnya terlepas lagi.
"Apa-apaan kau Naruto?" jengkel si gadis memukul dada pemuda yang dipanggilnya Naruto.
"Siapa suruh kau terus mengabaikanku, Ino?" rajuk si pemuda.
"Sudah kubilang untuk tidak mengeluh, seorang calon raja tidak boleh mengeluh!" omel Ino.
"Aku tidak ingin menjadi raja" tolak Naruto.
"Aku tidak ingin mendengarmu mengatakan itu Naruto!" bentak Ino.
"Aku tidak ingin menjadi raja tanpa seorang ratu" seru Naruto tersenyum kearah Ino. Dia menaikkan salah satu tangannya ketengkuk Ino, lalu menurunkan kepalanya untuk mencium bibir ranum Ino. Terus memperdalam ciumannya dengan menekan tengkuk Ino hingga gadis itu tak mampu menahan lenguhannya,"Ah..hmhh" walupun tangan kecil si gadis masih sadar untuk berusaha mendorong tubuh pria yang sedang menikmati bibirnya.
"Jadilah ratu-ku, Ino" bisik Naruto ditelinga Ino yang masih terengah.
"hn..hn.." gadis itu hanya bisa mengguman tak jelas dengan kepala mengangguk-angguk. Naruto tersenyum jahil, menyingkap rambut Ino dan menghisap bagian belakang leher gadis cantik itu hingga meninggalkan bekas kemerahan.
"Cu..cukup. hah..hah.." Ino setengah mati berusaha menenangkan dirinya. "Cepat pakai sabukmu, Naruto!" perintah si gadis. Dengan gerakan ahli Naruto mengikat sendiri sabuknya tanpa kesulitan. Ino mengerjabkan matanya kagum.
"Ck. Darimana kau belajar hal itu?" tanya Ino kesal.
"Eh? Aku sudah biasa pakai Hakama sejak kecil" jawab Naruto enteng. Ino menyipitkan matanya kesal. Lantas untuk apa dia bersusah-susah memakaikannya tadi sampai-sampai memberi kesempatan Naruto untuk menyerangnya.
"Kalau begitu keluarlah sekarang. Upacara penobatanmu akan segera dilakukan" Ino tersenyum lembut. Dia merapikan kembali jubah kerajaan yang dikenakan Naruto. Mengambil kain pengikat kepala diatas meja, mengusap simbol kerajaan yang dia sulam sendiri penuh rasa haru. Naruto tersenyum dan tanpa aba-aba menundukkan kepalanya agar Ino bisa mengikatkan kain itu. Dengan bangga Ino mengikatnya rapi didahi Naruto, agar saat topi mahkota raja yang akan diletakkan diatas kepala Naruto bertahta gagah dikepala Raja baru Konoha.
Ino memegang kepala Naruto dengan kedua tangannya dan mencium khidmad dahi Naruto tepat pada sulaman simbol kerajaan Konoha. Siapa sangka, teman seperguruannya yang selalu bertingkah bodoh dan sangat konyol akan menjadi seorang raja. Siapa sangka, anak malang yang terbuang itu kini menjadi penguasa tertinggi negeri ini.
"Ino"
"Hn?"
"Aku sungguh takut" Naruto kembali menggerakkan tangannya merengkuh tubuh Ino. Menyembunyikan wajahnya diperpotongan leher Ino.
Ino balas memeluk Naruto hangat dan berkata,"Aku percaya, jika itu kau semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu mendukungmu" mata Ino berubah sayu dibalik punggung Naruto. Dia mengatakan itu padahal dia tau hari esok tak akan sama lagi baginya dan Naruto.
"Hn. Teruslah mendukungku, Ratuku" Naruto melepaskan pelukannya setelah mengecup lembut nadi dileher Ino. Dia menarik nafas panjang dan melangkahkan kakinya mantab menuju area penobatan diiringi segeromloan pengawal dan pelayan yang sudah menantinya sejak tadi. Ino menjatuhkan dirinya kelantai begitu rombongan itu menjauh pergi.
"Kau merusak misimu, Ino" ungkap suara pria dari balik pintu. Ino membekap mulutnya dengan kedua tangan untuk menahan isakannya.
"Karena itu aku harus menjalankan misiku.." pria itu muncul dihadapan Ino. Dia memakai topeng, tapi Ino sangat mengenali suara itu,"..untuk menyingkirkanmu!" lanjutnya. Ino semakin terisak.
"Aku mengerti..!" sahut Ino berusaha untuk tegar, "..Shika"
Flashback Off
/
.
/
#*STAR*#
/
.
/
Dengan penuh kerinduan Naruto mencium bibir Ino, terus dan terus tanpa ada niat melepasnya. Menyesapnya, menyatukan lidah mereka hingga saliva keduanya menyatu dan mengalir membasahi dagu hingga leher mereka. Dari posisi berdiri hingga setengah berbaring karena sensasi kerinduan melemahkan otot-otot kaki Ino. Deru nafas dan desahan keduanya hanya karena ciuman yang bertahun sudah tak mereka lakukan bahkan begitu keras karena tak ada yang berniat menahannya hingga terdengar sampai dibalik pintu. Sang kepala pelayan yang untuk pertama kalinya mendengar hal ini dari balik pintu kamar sang raja, mengambil inisiatif untuk memberi isyarat mundur menjauh sejauh telinga tak bisa lagi mendengar pada seluruh pelayan dan pengawal yang wajahnya sudah memerah. Menahan malu dan mungkin khawatir karena yang berada didalam bukanlah permaisuri mereka.
Baik Ino maupun Naruto, terengah-engah dengan wajah merah kehabisan nafas. "Aku tak menyangka ciuman bisa menguras begitu banyak energiku. Ck. Sial. Apa aku selemah ini?" umpat Naruto kesal pada dirinya sendiri.
"Hahahaha" Ino tertawa mendengar kekesalan Naruto. "Itu karena yang kau lakukan hanya duduk dibelakang meja, Naruto" ejek Ino.
"Jadi kau mau bilang kalau sekarang kau lebih hebat dariku?"
"Kurasa begitu,"
"Kheh. Kau bahkan masih belum bisa mengalahkan lidahku" ejek Naruto.
"Diam kau! Baka!" Ino membalik badannya membelakangi Naruto.
Naruto tersenyum memandang punggung Ino, dia merangsek mendekat dan mendekapnya. "Seorang ratu tak seharusnya mengatakan itu pada rajanya" Ino tersenyum kecut mendengar kata-kata Naruto.
"Naruto" panggil Ino lembut.
"Hn?" jawab Naruto dalam sebuah gumaman. Dia tengah menikmati aroma perpotongan leher Ino.
"Kumohon. Perlakukanlah Permaisuri Sara dengan baik" pinta Ino sembari meremas lembut tangan Naruto yang melingkari tubuhnya. Naruto menghentikan aksinya, dia tak terlalu senang dengan permohonan Ino.
"Bagaimana aku bisa melakukan itu?" Nada suara Naruto jelas menyiratkan ketidaksukaan.
Ino menengadahkan kepalanya untuk menatap mata Naruto,"Kalau kau belum bisa mencintainya sebagai istrimu. Maka hormatilah dia sebagai permaisurimu."
Naruto menyeringai,"Hanya ada satu orang untuk aku cintai. Dan aku hanya memiliki satu ratu untuk kuhormati" ujar Naruto dengan tatapan menghujam mata Ino.
Ino tersenyum bahagia mendengar pernyataan Naruto, tapi matanya menangis sedih. "Sadarlah Naruto" Ino melepaskan pelukan Naruto dan berdiri merapikan pakaian serta rambutnya yang berantakan ketika mereka berciuman tadi. Dan Naruto tak menyukai apa yang Ino lakukan.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Naruto dengan nada dinginnya.
Ino balas menatap dingin Naruto. Melipat tangannya dan menyelipkannya kedalam lengan bajunya. Berdiri tegak lalu membungkuk hormat pada Naruto,"Hamba mohon undur diri yang mulia," Ino mundur beberapa langkah dan berbalik membuka pintu tanpa ragu.
"Kali ini aku tidak akan memaafkanmu, Ino" lirih Naruto yang tetap terduduk ditempatnya. Wajahnya jelas menyiratkan kekecewaan.
Ino menundukkan kepala singkat,"Anda berhak membenci dan menghukum hamba, Yang Mulia" jawab Ino dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Ino melirik para pelayan dan pengawal yang masih terjaga dengan setia tak jauh dari kamar raja mereka ketika dia berjalan dengan tenang melewati mereka. Ino bisa merasakan pandangan penasaran mereka walaupun tak ditunjukkan secara langsung. Tapi Ino mencoba mengabaikannya dan berlalu pergi kembali kekamarnya sendiri dibagian luar bangunan penginapan.
/
.
/
#*STAR*#
/
.
/
Tujuan utama Naruto kepenginapan yang ada di desa ini memang untuk menemui Ino. Setelah membiarkan Ino berada jauh darinya selama bertahun-tahun, setengah tahun lalu barulah dia meminta informasi tentang keberadaan Ino dari seorang prajurit kepercayaannya. Shikamaru. Namun tampaknya lagi-lagi Naruto berhasil dikelabui oleh kedua manusia itu. Karena tanpa mencaripun sebenarnya Shikamaru sudah mengetahui dimana Ino sejak kepergiannya dari istana empat tahun lalu tepat dihari penobatan Naruto sebagai raja.
Dua orang yang berasal dari kelompok bawah tanah penjaga tahta raja tanpa nama. Shikamaru dan Ino. Telah diperintahkan untuk menjalankan misi seumur hidup diatas permukaan. Misi mereka dimulai saat kudeta terjadi pada Raja sebelumnya, beberapa orang jendral dan bangsawan membangun aliansi untuk menjatuhkan sang raja yang mereka anggap justru hanya membawa kesengsaraan bagi rakyat. Melihat huru hara dikerajaan kelompok bawah tanah itu secara diam-diam menugaskan beberapa mata-mata yang tak saling kenal satu sama lain kecuali mereka berada dalam satu misi. Karena setiap orang akan mengemban misi yang berbeda dengan visi yang sama. Mengembalikan dan menjaga tahta raja yang sempat direbut kepada garis keturunan pendiri kerajaan Konoha. Dan orang itu adalah Naruto Namikaze. Satu-satunya orang yang dalam darahnya mengalir darah murni leluhur mereka setelah bocah itu berhasil selamat dari percobaan pembunuhan dan menjadi anak yang terbuang. Walaupun sebenarnya Naruto kecil senantiasa berada dalam pengawasan kelompok bawah tanah yang bersumpah mendudukkannya kembali diatas kursi raja.
Ino sebagai putri dari Yamanaka Inoichi, salah satu pemimpin kelompok bawah tanah didaulat sebagai pengendali pikiran Naruto. Karena kecerdasan dan kemampuan bela dirinya yang sudah terasah sejak dia berusia 7 tahun. Maka pada usia 12 tahun dia diutus untuk mengawasi Naruto, mengajarinya berbagai hal dan mengendalikan sikap liar Naruto. Sedangkan Shikamaru, didaulat menjadi bayangan yang harus menyamarkan setiap tindakan Ino. Dia bertugas melindungi Ino dari belakang atau maju kedepan Ino untuk menyingkirkan penghalang.
Ino menjalankan misinya dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Tak mudah mendapat kepercayaan dari Naruto. Apalagi sampai mampu menjinakkan sikap pemberontak dan keras kepala yang dimiliki pemuda itu. Karena dibalik tingkahnya yang tampak bodoh dan ceroboh, sejatinya Naruto adalah pemuda jenius yang dapat dengan mudah memahami segala kejahatan tersembunyi. Dia tidak akan melakukan sesuatu tanpa kehendaknya sendiri. Begitulah karakter alami yang mengalir dalam darahnya. Karena itu Ino berusaha keras agar tak menimbulkan kecurigaan sampai Naruto dinobatkan sebagai Raja baru Konoha. Ino bahkan mencoba mengikat Naruto dengan menjerat hatinya agar tetap dibawah kendalinya, tapi sial baginya tindakan Ino itu malah merusak misi sempurnanya. Hatinya ikut terlilit dalam tali tak kasat mata yang digunakannya untuk mengikat hati Naruto.
"Shika! Bunuh aku!" pinta Ino ketika dia sampai dikamarnya yang terlihat kosong. Tapi Ino tau, sejak dia keluar dari ruangan Naruto, Shikamaru sudah mengikutinya.
"Baiklah,"
'Sreet….' dalam hitungan detik sebilah katana sudah terhunus siap menyayat leher Ino.
Ino tak bergerak. Mata birunya menatap kelamnya mata hitam milik Shikamaru yang seolah siap menelannya kedalam kegelapan tak berujung. Shikamaru memandang Ino dengan tatapan malas namun percayalah kau akan gentar dengan hasrat membunuh yang tersembunyi jauh didalamnya, dia lalu berkata dengan santai,"Tapi sebelum aku membunuhmu. Bisakah kau beri tau apa yang harus kulakukan setelah kau mati?" Shikamaru menelengkan kepalanya sedikit kekiri. Ino masih dalam posisinya, matanya pun masih memandang wajah santai Shikamaru.
Ino tersenyum sendu, mengangkat tangannya dan meletakkannya dipipi kiri Shikamaru. Air matanya kembali menetes. Ino tak bisa menjawab pertanyaan Shikamaru. Misi seumur hidup yang ditugaskan pada mereka menutup pintu kebahagiaan, hampir tak ada celah meski hanya impian.
"Shika. Kau ingat saat umur 8 tahun. Kau pernah membawaku kabur dari rumah. Kau sangat marah waktu itu, jadi aku diam saja saat kau seenaknya menyeretku dan membawaku entah kemana. Waktu itu kau bilang 'Ino kau tenang saja, mereka tidak akan menemukan kita disini'. Tapi satu jam kemudian orang tuamu datang membopong kita pulang. Hahahaha…" Ino tertawa geli mengingatnya.
"Hahahah.." Shikamaru pun ikut tertawa renyah, kalau orang tidak melihat katana yang sedang dihunuskan Shikamaru dileher Ino, maka mereka akan menyangka mereka sedang bercanda tawa. "Kau benar. Aku bodoh sekali waktu itu. Padahal aku pikir kita sudah pergi sangat jauh. Tapi ternyata kita masih berada disekitar hutan Nara."
"Aku tidak tau apa yang membuatmu marah waktu itu, sampai misi ini diberikan padaku 4 tahun kemudian" Seluruh saraf Ino terasa lemas,"Andai saja waktu itu kau benar-benar membawaku pergi jauh dan mereka tak pernah bisa menemukanku." sesal Ino.
Shikamaru tersenyum,"Kata 'andai' tak akan mengubah keadaan."
"Aku sangat mencintaimu dulu. Aku bahkan selalu bermimpi menikah denganmu ketika kita dewasa kelak."
'Dulu' ulang Shikamaru dalam hati. Dia tersenyum miring mendengar perkataan Ino.
"Terimakasih untuk mimpi indah itu." Shikamaru mengatakannya datar seolah dia tak pernah merasakan hal yang sama. "Sekarang saatnya kita bangun dan menghadapi kenyataan" Shikamaru menguatkan pegangannya pada gagang katananya.
Ino mengangguk,"Kalau begitu bantu aku keluar dari mimpi buruk ini" Ino memejamkan mata memberi isyarat pada Shikamaru untuk menebaskan katananya yang sejak tadi sudah melintang dileher Ino. Shikamaru memandang wajah Ino yang sudah siap untuk mati.
"Kau tau. Aku tak pernah menyesal menjalankan misi ini. Karena Naruto menjalankan tugasnya dengan baik sebagai Raja. Hanya dalam waktu empat tahun dia telah banyak merubah Konoha. Dia memang pria yang hebat." puji Shikamaru.
"Hmm.. Tapi kupikir kita masih lebih hebat darinya. Kita selalu berhasil mengelabuinya," sangkal Ino. Matanya masih terpejam, membiarkan dirinya mendengar cerita Shikamaru untuk terakhir kalinya.
Shikamaru tersenyum lelah,"Kau salah! Dia lah yang berhasil mengelabui kita" Ino mengerutkan alisnya. Dia membuka matanya kembali menatap oniks Shikamaru dengan pandangan bertanya.
"Sejak empat tahun lalu aku mulai bekerja untuknya. Aku menyingkirkan semua bibit-bibit pengkhianat termasuk…" ujar Shikamaru menjawab rasa penasaran Ino. "..merancang konspirasi menggulingkan permaisuri boneka para pejabat" tambahnya.
"Shika, kau!" Ino tak percaya. Matanya membulat sempurna.
"Sejak awal Naruto sudah tau rencana kita. Dan memanfaatkan kita. Dia tau persis tujuanmu mendekatinya. Dia hanya pura-pura bodoh dan menunggu waktu yang tepat untuk mencuri hatimu….dariku."
"Shi-"
"Aku lengah dan kalah!" potong Shikamaru sebelum Ino mengatakan apapun. Dia menurunkan katananya dengan kepala menunduk. "Seperti pecundang aku hanya bisa melihat harta berhargaku dicuri." Ino membekap mulutnya dengan tangannya sendiri. Semua begitu menyesakkan baginya.
"Untuk itu…" tegas Shikamaru. Dia berlutut dihadapan Ino layaknya seorang ksatria yang siap menyerahkan nyawanya. Katana masih tergenggam ditangan kanannya yang menumpu pada lututnya yang tegak,"Jadilah Ratu negeri ini!" pinta Shikamaru sungguh-sungguh.
"Ap..apa yang kau lakukan, Shika" seluruh tubuh Ino gemetar. " kita hentikan misi ini. Kumohon." lirih Ino. Dia mulai terisak lagi.
Shikamaru menghela nafas.
'CRAAAASSHH…' suara pedang yang ditusukkan tepat kejantung.
Ino membulatkan matanya dengan ekspresi terluka. Mulutnya terbuka tertutup mengambil nafas. Dadanya sesak sekali. Air matanya mengalir begitu saja. Kakinya terasa lemas sampai dia terjatuh dilantai, menumpu seluruh tubuhnya dengan tangannya yang gemetar diatas darah segar yang menggenang seketika. "Shi..SHIKAAAAAAA. Hiks..hiks…"
Shikamaru terkapar dilantai karena menusukkan katananya ke jantungnya sendiri hingga tembus ke punggungnya. "Mi..misi te..terakhirku se..selesai."
"Shikaaaaa" Ino tak mampu berkata apa-apa. Dia hanya bisa terus menjeritkan nama Shikamaru pilu.
"Ba..bangunlah ne..geri ini.. bersama Na..ru..to." Shikamaru semakin kehabisan nafas. Pandangannya memburam. Perlahan sebelum matanya benar-benar tertutup untuk selamanya, Shikamaru masih bisa tersenyum hanya dengan membayangkan Ino mengenakan pakaian Ratu.
Aku masih mengingat dengan jelas impianmu tentang negeri makmur sejahtera.
Rakyatnya hidup aman dan damai bersama.
Pemimpinnya arif bijaksana.
Negeri yang terus berkembang disegala bidang.
Pendidikan diberikan pada seluruh warga tanpa pandang bulu.
Aku tau kau terus merindu negeri itu.
Cintaku… Ratuku.
/
.
/
#*STAR*#
/
.
/
…bersambung..
Kita seringkali merasa iri dengan kehidupan para bangsawan
Istana megah, pakaian indah, makanan lezat dan para pelayan setia yang siap melakukan apa saja
Tapi tanyakan sekali saja, pernahkah mereka tertawa bebas tanpa beban
Pernahkah kita bertanya tentang…
Cinta yang mereka inginkan?
By : Star Azura
