Main Cast :
VerDin
Genre :
AU! Bromance, Hurt and Drama. Stepbrother ! BL/Yaoi Hurt!
Summary :
"Ephitet keluargamu berbanding terbalik", Vernon ingin sekali memiliki waktu yang lama -berduaan dengan adik manisnya. "Karena itulah kita bersaudara". Namun Dino selalu mengingatkan bahwa mereka bersaudara.
Disclaimer :
Vernon is MINE ! :v
WARNING!
IF YOU DON'T LIKE THIS FICT! DON'T READ!
Chapter 1
Ready?
Happy Reading
.
.
.
Point:
- Vernon Chwe ; Aktor dan Pelajar (not homeschooling) /18 tahun
- Dino Lee; Pelajar /18 tahun
Writer : Hansollee
Lebih dari waktu yang di janjikan, sedangkan awan di luar sana mulai menggelap, terpaksa ia cepat-cepat memakan salad buahnya tidak nafsu, pikirannya melayang ke waktu percakapan saat sarapan bersama sang Ayah. Tapi mulutnya merasa sakit mendadak, kunyahannya berhenti tepat saat suara lonceng restoran yang ia tempati kini berbunyi. Tanda ada yang berkunjung.
"Harusnya aku menerima ajakan Seokmin hyung, ah sial!" umpat laki-laki dengan snapback hitamnya, sembari menyendok saladnya.
Namun gerakannya terhenti.
"Permisi, apa benar kau Vernon hyung?" tanya seseorang tiba-tiba, dia berdiri di samping laki-laki snapback bernama Vernon, yang kembali melahap saladnya seraya mendongak. Menatap seorang pemuda seusianya dengan bingung.
Almamater sekolahnya kalau tak salah, yang berada dekat dengan showroom mobil Ayahnya.
"Hng, siapa ya?". Vernon bertanya balik tanpa mempersilahkan untuknya duduk.
.
Siang tadi dia mendapat pesan dari Ayahnya, bahwa sepulang sekolah dia harus pergi ke restoran langganan mereka. Dan ia mati-matian menahan rasa laparnya selama kurang lebih 6 jam di sekolah, ia mengurung diri di kelas dengan sumpalan headset di kedua telinganya sampai panas.
Restoran 'Lil Green Garden' ini berjarak 3 km dari sekolahnya. Beruntung uang jajannya selama sebulan hingga hari H-2 masih ada, belum ia harus menaiki bis untuk sampai ke sini.
Tapi apa yang ia dapat?
Saat sampai 5 menit kemudian Ayahnya kembali mengirimnya pesan; jika Ayahnya ada meeting mendadak di luar kota. Please, beberapa gadis yang melewatinya saat itu (terkesan) menatapnya takut-takut, ia percaya akan adanya karma sering membohongi teman-temannya di sekolah. Tapi hey! Ini tidak lucu sama sekali. Bahkan uang jajannya kandas dalam hitungan menit. Berterimakasihlah dude.
Alhasil ia hanya bisa berdo'a Ayahnya gagal menjalin kerjasama dengan para klien nanti. Lalu memasuki restoran bertema vegetarian itu dengan lesu.
"Hello Vernon, want to try our latest menu? Main Course Salad with sliced pork roast" kata seorang waiter menawarkan menu terbaru mereka minggu ini. Yeah, karena kemarin-kemarin Vernon hanya memesan salad buah dengan segelas greentea.
Mendengar penawaran yang begitu menarik, membuat Vernon harus menelan ludahnya bulat-bulat ketika harga per porsinya melebihi batas kemampuannya. Dan lagipula Ayahnya pasti akan melarangnya memakan makanan berlemak tinggi itu.
"Huh, no"
Lapar, ia sangat lapar. Tapi Ayahnya melarangnya untuk memakan di luar agenda selama sebulan penuh ke depan.
Maklum, Vernon aktor remaja yang sedang di puncaknya.
.
"Jadi..."
"Panggil aku Dino"
Vernon mengangguk kikuk, cengiran di wajahnya sama sekali tidak ada keinginan untuk mengundang Dino terkekeh atau tersenyum karena suasana canggung mereka. Dino menyerahkan sebuah map biru tua ke Vernon yang tengah meminum milkshake yang begitu pahit. Well, Ayahnya memang terbaik untuk menambahkan kata 'Tidak untuk makanan/minuman manis' di buka agendanya.
Terpekur sesaat menatap map di depannya; "Apa ini?"
"Sepertinya hyung belum di beri tahu oleh Tuan Chwe" ujar Dino kemudian mengangkat tangannya dan berteriak tak sampai mengganggu orang lain di sana, tapi Vernon merasa itu tidak benar. Yang di hadapannya ini siapa? Tiba-tiba datang, sok akrab, memberinya map dan percayalah wajahnya seperti mengundang sisi berandal Vernon untuk menghajarnya saat itu juga.
"Kau- ", Vernon sedikit terkejut melihat isi map berisi data Dino di tangannya. Mulutnya hendak kembali berucap sebelum seorang waiter datang dengan 2 porsi menu minggu ini, yang sangat ia inginkan. Versi jumbo pula, apalagi aromanya astaga.. WHAT THE HELL?! Duh, Vernon jadi bimbang.
Dino melihat itu, tatapan lapar seorang Vernon Chwe, meski terlihat enggan untuk menyentuh hidangan yang ia pesan tadi dan ia sungguh-sungguh memesannya untuk Vernon, terlihat jelas Vernon frustasi. Tak ingin memikirkan itu ia memasukan irisan daging pertamanya. Sengaja men-slow motionkan cara makannya untuk menggoda Vernon. Tapi Vernon hanya diam -membuang muka dan pura-pura sibuk membaca isi map.
"Eumm... Kalau boleh jujur, hyung lebih tampan ketika seperti ini"
Ungkapan Dino di balas senyum tipis. Vernon mulai mengerti kenapa Dino tiba-tiba datang tanpa perkenalan resmi, yang sejujurnya Vernon sukai. Ia teringat teman-temannya di New York. Ternyata Ayahnya sengaja, membiarkan dia sendirian dan bertemu Dino di sini dengan puluhan pertanyaan di otaknya.
"Kau kelahiran 1999, bulan sama denganku"
"Ya, karena itu aku memanggilmu hyung. Hyung, kelahiran 1998 'kan? Dan aku sepertinya menyukaimu hyung"
"Apa?!", Vernon merasakan jantungnya seperti terlepas dari tempatnya.
Dino mempercepat kunyahannya lalu menelan daging rasa asin yang menyebabkan ia sulit menjawab maksud kalimatnya. Hingga Vernon berdiri lalu memutar snapbacknya kemudian memakai maskernya kembali.
"Lebih baik kau pulang sana, aku pergi" kata Vernon. Menyampirkan tas selempangnya setelahnya ia pun berbalik melangkahkan kakinya keluar restoran favoritnya itu. Sebelum Dino lebih dulu menarik lengannya.
"Hyung"
"Lepas", suara Vernon memberat. Yang berarti tidak mau di ganggu. Tapi Dino harus meluruskan masalah ini, dia sudah jauh-jauh datang ke restoran ini sendirian -di paksa ibunya. Dan hanya mendapat penolakan tak terhormat.
"Aku bisa jelaskan hyung, ayo kembali", Dino menarik tangan Vernon.
Vernon mendengus lalu menghentak tangannya. "Tidak perlu. Lagipula aku sudah mengerti semuanya, Ayah terlalu lama sendiri, tapi aku masih memikirkan adik kesayanganku" final Vernon, lalu ia pergi meninggalkan Dino yang termenung di dekat sepedanya terparkir.
Ia menghela nafas melihat Vernon semakin menjauh dari pandangannya. "Apa dia pikir aku tidak sayang kepada Ayahku?!" gerutu Dino, mengambil ponselnya yang bergetar di saku jas sekolahnya. Kemudian berbalik memasuki restoran kembali.
"Halo Ibu?"
"Halo sayangku, apa kau sudah sampai? Sudah bertemu dengan nak Vernon?"
Pertanyaan itu menghentikan gerakan tangannya mengambil tas punggungnya. Ia terdiam sesaat;
"Hmm.. Dia baik"
"Aha? Lalu? Apa kalian sudah mengenal satu sama lain?"
Nafasnya memberat. "Iya Ibu", memakai tasnya kembali lalu menaruh beberapa lembar uang di meja sedikit lebih, karena dia tahu Vernon belum membayar makanannya. Ada sedikit rasa kecewa mengingat sikap Vernon, menolak kehadirannya sudah ia duga sejak awal. Namun ia ingin berusaha mengesampingkan itu, ini demi Ibunya, ia ingin Ibunya bahagia.
Dewasa sekali bukan?
"...Dino kau masih di sana? Halo?"
Dino sedikit tersentak. "A-ah y-ya Ibu aku di sini, eum.. Aku harus ke toko buku, aku ceritakan makan malam nanti"
"Baiklah, hati-hati. Aku menyayangimu sayang"
Dino mengangguk. "Aku juga Ibu", ia memasukkan ponselnya kembali. Matanya mengedar ke bangunan berdominasi warna hijau dan biru di hadapannya, pandangannya berubah menyedu, sedikit sesak di bagian dadanya mengingat ucapan calon kakak tirinya. Jadi ia harus bagaimana nanti?
"Aku terima, aku tidak apa-apa"
Brak
Vernon melempar tas selempangnya ke sofa panjang lalu melepas masker dan snapback kesayangannya kasar. Nafasnya memburu, keringat di sekitar pelipis dan dahinya menjadi sorotan utama bagi siapapun yang melihatnya. Bibirnya yang tipis terbuka sedikit, "Astaga tubuhku lelah sekali!" gumamnya.
Tak lama kemudian muncul seorang gadis dengan mengenakan T-shirt dress pendek kotak-kotak dari arah ruang ganti, rambut cokelatnya yang tergerai kini ia kuncir sembari menghampiri Vernon.
"Hey! 1 jam lagi ada rapat, kemana managermu?" ujarnya seraya bercermin di meja rias, menatap Vernon melalui pantulan kaca. "Min, tolong ambilkan tisu di laci itu" lalu melirik Vernon yang sedang membuka sepatunya.
"Iya"
"Tidak tahu, dia hampir seharian ini tidak menghubungiku. Sudah ah! Jangan ganggu!" kata Vernon, mengeluarkan ponselnya lalu tiduran di sofa.
Gadis dengan tinggi 170cm itu terkekeh seraya bergumam terimakasih kepada Min; staff bagian mengatur agenda artis. "Sebentar lagi coordi-mu akan datang. Ku harap bisa menghilangkan kerutan di sekitar mata dan dahimu itu" sembari berbalik menghadap Vernon.
"Noona!" tegur Vernon dengan wajah kesalnya.
Tiba-tiba pintu terbuka dengan suara debuman keras, membuat dua orang dan 1 staff yang sedang melihat jadwal para artisnya di sudut ruangan terlonjak kaget. "Aiisshh apala-", mulut Vernon bungkam melihat siapa yang sudah membanting pintu ruang tunggu para artis di agensi yang menaunginya.
Hawa-hawanya sudah tak mengenakan. "Kau ada masalah dengannya lagi?"
"Tidak" bisik Vernon.
Seseorang itu mendekat dengan langkah lebar, matanya menatap nyalang Vernon yang duduk dengan ponsel di tangannya. Pun yang di tatap menatapnya takut. "YA VERNON CHWE KEMARI KAU BOCAH!"
'Shit! Kim Mingyu! Bagaimana ini?' umpat Vernon dalam hati.
Selama ini Dino tidak pernah berharap mempunyai kakak -karena nyatanya ia anak pertama dan ketika usianya menginjak 10 tahun Ayahnya pergi entah kemana. Ibunya selalu berkata akan pulang besok, besok lagi, dan besok lagi dan entah maksud besok itu kapan. Di mengertilah saat ia menduduki bangku kelas 2 JHS, teman sebangkunya yang bernama Dongyeol bercerita banyak tentang keluarganya, cerita tentang ia yang selalu di tinggal kedua orangtuanya bekerja, kesepian dan tak punya teman yang benar-benar tulus kepadanya kecuali dirinya -teman sebangku Dongyeol yang terpercaya. Dongyeol berkata; "Kau teman pertamaku selama aku tumbuh, kita teman 'kan?"
Dino mengangguk sembari tersenyum manis. Ia sangat bersyukur dan mencoba menerima saat itu.
Terima.
Apapun yang datang ke kehidupannya, Dino terima selagi orang yang bersangkutan nyaman dan selalu tersenyum di dekatnya. Karenanya.
Ibunya tak pernah melarangnya berteman dengan siapapun, tidak membeda-bedakan dan bahkan saat ia ketahuan meminum soju di dekat taman kota dengan kedua sunbae-nya, Ibunya hanya memberi satu bentakan lalu memeluknya. Dia bebas.
Bukan berarti tidak pekaan dengan lingkungannya.
"Lee Chan!"
Dino tersentak kaget, hampir tersandung ujung jalan trotoar. Ia menoleh dan mendapati temannya Dongyeol keluar dari mobil Audi hitamnya. "Hai babe, kau baru pulang? Mau ku antar?"
Dino terkekeh sembari menepuk jok sepedanya. "Menggunakan sepeda lebih sehat".
"Ya ya ya... Babe, ini sudah sore, tidak biasanya jam segini masih di luar. Habis darimana?" tanya Dongyeol, tangannya reflek merapihkan poni Dino yang sedikit berantakan akibat angin. Dino tidak suka ketika Dongyeol memanggilnya 'Babe'. Tapi tetap saja.
"Habis membeli buku"
"Kau tidak berubah"
"Iya, aku terlalu mencintai buku"
Dongyeol menggeleng malas. Kemudian kembali masuk ke mobilnya. "Nanti malam datang ke rumahku ya? Ada pesta barbaeque", Dongyeol menutup kaca mobilnya setengah lalu menatap Dino yang masih terdiam.
"Tidak bisa"
"Ah kenapa?" tanya Dongyeol dengan raut kecewa. Pasalnya Dino selalu menolak ajakannya, ia kan rindu dengan sahabat masa SMP nya itu.
"Ada acara keluarga"
"Eh? Ibumu?"
Tanpa harus di jelaskan Dongyeol sudah tahu kemana arah pembicaraan mereka. Tapi Dino tak menjawab, hanya menatapnya dengan senyum tipis. "Baiklah, aku pergi dulu. Aku akan menghubungimu nanti malam, dan ku pastikan kau akan menyesal"
"Tidak Dongyeol"
"Ya terserahlah. Aku pergi, bye babe!"
Dino merasakan ke khawatiran yang menjadi, semakin jauh mobil itu secepat pula lunturan senyumnya.
TBC or DELETE ?
Note : Jangan tanya kenapa gue malah buat ff lagi -" bukannyalanjut ff yang lain, malah nambah lagi :'v ada yang berniat membaca? ini OTP ke 3 fav di SEVENTEEN T-T dan sebenernya ini ff udah gue publish di wattpad. Cuman pengen nyoba di ffn, ada yg suka VerDin kagak?
