Berhubung ide untuk modernization macet, ternyata ide malah mengalir ke fic baru. Hahaha.
Fic ini berdasarkan dari novel DARREN SHAN SAGA. Best seller di luar negeri, tapi sepertinya kurang terkenal di Indonesia^^.
Saia nggak berani komentar banyak, deh. Silahkan baca aja!
Disclaimer : D GRAY MAN by Hoshino Katsura. DARREN SHAN SAGA by Darren Shan.
Namaku Allen Walker.
Umurku 15 mulai Desember nanti.
Hmm.. Sebenarnya, aku ini anak yang biasa-biasa saja, kok. Hanya saja, ada beberapa hal yang membuat aku berbeda dari orang lain.
Pertama. Aku pecinta Kupu-Kupu. Well, tertawalah kalau kau mau. Tapi aku memang Butterfly-addicted, tak peduli apa kata orang. Kalau kau ke kamarku, jangan kaget melihat koleksiku. Kau tahu? Cita-citaku adalah menemukan kupu-kupu yang langka dan kemudian memberinya nama latin sesuai namaku. Kelihatannya keren, kan? Hahaha.
Kedua. Aku suka menulis buku harian. Padahal, rata-rata anak laki-laki tidak suka menulis catatan semacam itu. (Hell, yeah, I'm a boy, dude).
Ketiga. Aku bukan manusia. Hmm, lebih tepatnya, separuh manusia. Semua itu terjadi hanya gara-gara hal sepele. Sirkus. Kupu-kupu. Sahabat baikku. Dan Akuma.
Kalau kau tertarik untuk mengetahuinya, tertarik untuk mengetahui kisahku. Kisah hidup yang saling bertaut seperti pola sayap kupu-kupu. Kau kuijinkan untuk mengintip ke dalam buku harianku. Rahasia terbesarku.
Namaku Allen Walker.
Dan inilah kisahku.
Hari itu hari yang sama seperti hari-hari lainnya. Berangkat ke sekolah. Pulang sekolah. Tidak ada yang istimewa. Eh, sebenarnya agak istimewa juga, sih. Soalnya hari ini adalah pertandingan futsal jalanan antar anak kelas 9 dan kelas 10.
"Johny, pass!!" Desha Barry memberi Johny operan. Yang dikasih operan malah cengo. "Johny!! Pass ke aku!!" teriakku pada Johny. Johny gelagapan, dan diluar dugaan malah bisa memberikan operan padaku.
"Nice, Johny!" Aku menggiring bola. Cewek-cewek yang menonton pertandingan kami langsung bersorak heboh. Aku nyengir sedikit, dan bisa melihat celah diantara anak-anak kelas 10 itu. Musuh-musuhku langsung menghadangku, tapi aku sudah siap. Bukannya menembak, aku malah memberikan operan kepada Lavi.
Lavi dengan sigap menangkap operanku dan meberikan tembakan…..
GOOOOL!!!
"Yeaaah!!" Lavi bersorak.
"Woooooow!!" Desha bersorak heboh, memelukku dan Lavi bergantian.
"Kombinasi Laven memang yang paling oke!" Johny terkekeh senang.
Aku nyengir bangga dan ber-high five dengan Lavi. "Nice pass, Allen!" "Nice shoot, Lavi,"
"Allen dan Lavi lebih hebat daripada anak-anak kelas 10!" Tapp tertawa.
Anak-anak kelas 10 itu mendecak marah, memberikan uang pada kami lalu langsung pergi.
"Uang kita sudah banyak, lho, mau dipakai buat apa?" Lavi menunjukkan kotak berisi uang yang kami kumpulkan hasil dari taruhan pertandingan futsal.
"Makan-makan!" Usulku bersemangat.
"Pikiranmu isinya cuma makan doang," Tapp menyindirku.
"Anu.. Teman-teman… Tapi sebenarnya aku nggak berguna banyak… Apa aku juga boleh merayakan?" ujar Johny takut-takut. "Bicara apa kau, Johny, tadi itu nice pass, lho," aku merangkulnya. Johny nyengir takut-takut.
Kami berlima pulang bersama-sama. Namun, kemudian kami pisah jalan karena arah rumahku dan Lavi memang beda sendiri.
"Bye, Laven!!" Desha dan yang lainnya melambai.
Aku balas melambai sebelum berbelok gang.
Aku melirik Lavi yang masih sibuk menghitung uang. "Jangan di jalan, dong. Ntar disambet orang baru tau rasa," aku mengingatkan. Lavi nyengir dan memasukkan uangnya ke dalam kantong, "Sorry, sorry. Eh, Allen, hari ini aku boleh ke rumahmu?"
"Nggak. Hari ini Kak Komui mau praktek di rumah. Nanti repot ngebersihinnya kalau ada kamu segala," aku melarang dengan tegas. Lavi cemberut sedikit. Sejak orang tuaku tiada, aku diasuh oleh sahabat baik orang tuaku, keluarga Lee. Yaitu Komui dan adiknya, Lenalee. Walaupun tidak ada hubungan darah, tapi aku sangat menyayangi mereka berdua.
"Kalau begitu, aku duluan, ya!" Lavi menepuk kepalaku sebelum buru-buru mengejar bus di ujung jalan. Aku mengangguk. "Langsung pulang, lho, ya! Nggak boleh mampir-mampir! Ntar diculik!!" Teriak Lavi sambil mengedipkan matanya dengan centil.
Aku terkekeh. Siapa juga yang mau nyulik?
Aku meneruskan perjalanan ke rumahku yang hanya tinggal beberapa blok lagi.
Kepalaku penuh dengan makanan yang ingin kubeli dengan jatah uangku dari hasil futsal. Aku jadi lapar, deh… Aku melihat jalan pintas, sebuah gang sempit. Memang agak menyeramkan, tapi karena ingin cepat-cepat pulang (dan makan), aku mengambil jalan itu.
Ketika masuk ke jalan pintas, aku melihat seorang anak perempuan.
Hmm? Aneh sekali. Seingatku tidak ada anak seperti itu di daerah sini… Mana pakaiannya aneh, lagi. Aku mengamati pakaian gadis itu. Winter coat selutut, dengan stocking belang-belang. Mengingatkanku pada style harajuku dari Jepang. Aku yang melihat jadi gerah sendiri. Bisa-bisanya memakai winter coat di musim seperti ini. Apa nggak kepanasan, tuh?
Memutuskan untuk cuek, aku melewati gadis itu begitu saja tanpa berani memandangnya. Lagian, akhir-akhir ini banyak kasus kejahatan yang terjadi di gang atau jalan pintas sempit. Di-rape lah, diculiklah. Ih, serem.=.=
Aku melonjak terkejut ketika gadis itu menarik belakang T-Shirtku. "W-waa!! Ap-apaa??" tanyaku kaget sambil menoleh kepadanya. Gadis itu tersenyum. Aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Gadis itu sepertinya seumuranku, dan jelas bukan orang negeri ini. Entah kenapa, gadis ini punya daya tarik yang aneh. Seakan-akan… magis?
"Tuan," gadis itu bicara. Suara seperti mengikatku, "Kalau tidak keberatan, berkunjunglah," ujar gadis itu sambil memberikan brosur. "Eh?" Aku mengambil brosur itu kebingungan. Gadis itu tersenyum manis sebelum berbalik dan pergi dengan langkah yang ringan, meninggalkanku terbengong sendirian. Eh, tunggu, cuma perasaanku atau gadis itu tadi sekilas melayang?
"Hiiii… Kok rasanya gimanaaaa gitu, ya," ujarku sambil memeluk diri sendiri. Merinding. Gadis itu seperti kupu-kupu. Meninggalkan kesan yang aneh. Aku mengamati brosur yang diberikan gadis itu kepadaku.
CIRQUE DU FREAK.
Cir… apa? Freak? Well.. Aneh….
WELCOME TO THE NIGHTMARE!
Mau menguji keberanianmu? Mau menyaksikan keajaiban yang paling gelap, dalam, dan rahasia? Mau mencicipi sedikit rasa manis mimpi buruk? Kemarilah kalau kau punya nyali, saudaraku!
PS. Tiket terbatas.
Brosur aneh… pikirku. Alamatnya tertera di bagian bawah. Itu alamat gedung bioskop bekas terbakar yang sudah lama sekali tidak dipakai. Brosur apa ini? Pertunjukan Sirkus? Tapi kok iklan-nya serem gini? Aneh banget! Yang nyebarin brosur aja udah ajaib!! Ahhh…. Whatever…
Di luar dugaan, Lavi super antusias. Dia sangat bersemangat melihat brosur itu. Well, kalau aku Butterfly-addicted, Lavi itu Freak-Addicted. Lavi suka sekalu hal-hal magis yang spooky dan aneh-aneh. Waktu aku ke rumahnya, aku langsung disuguhi koleksi film horror dan hal-hal aneh lain yang dikumpulkannya. Hobi gila. Tapi aku nggak bisa menghina karena aku juga sama gilanya kalau sudah menyangkut tentang kupu-kupu.
"Psst, Allen," Lavi memanggilku dari bangku depan. "Aku ingin beli tiketnya!" APA?? BILANG APA LAVI TADI?? "Allen!Lavi! Dari tadi ribut melulu! Kalian membicarakan apa, hah?" Pak Guru Reever menggebrak mejaku dengan kesal. Aku kaget setengah mati.
Pak Reever meraih brosur dari tangan Lavi dan membacanya. "Kamu dapat ini dari mana?" Pak Reever menanyai Lavi. "Nemu di jalan, Pak," Lavi nyengir tak berdosa. Pak Reever menghela nafas, "Dengar, ya, Lavi. Sirkus semacam ini dilarang! Mereka mempertunjukkan keanehan manusia, dan menjual manusia untuk uang!"
"Eh?" Aku kaget. Pak Reever meneruskan, "Aku pernah dengar soal ini… Mereka adalah grup sirkus kejam yang mempertunjukkan keanehan manusia. Misalnya, manusia yang sejak lahir memiliki keanehan tulang. Mereka menjadikannya sebagai barang tontonan! Sungguh tak beradab dan tidak berperikemanusiaan!"
Aku mulai paham omongan Pak Reever. Memang kejam mempertontonkan keanehan manusia seperti itu. "Menyeramkan sekali, Pak! Sungguh kejam!" mata Lavi membesar, terperangah. "Memang. Nah, kalian tidak boleh datang ke sirkus ini! Mengerti?" Pak Reever meninggalkan bangku kami dan kembali mengajar di depan kelas.
Lavi mengatakan persetujuan. Tapi begitu Pak Reever memunggunginya, wajah terperangah Lavi berubah jadi seringai puas. Kedua jari tangannya menyilang di belakang. Aku menghela nafas. Dasar Lavi. Calon actor Oscar.
Peringatan Pak Reever masih membekas dalam ingatanku. Aku ingin nonton sirkus. Tapi aku merasa takut akan peringatan Pak Reever. Sampai-sampai kemarin, semalaman aku tidak bisa tidur.
Aku menatap Lavi curiga. Dari tadi Lavi nyengar-nyengir terus. Bahkan, dia sama sekali tidak mendengarkan pelajaran. "Kamu kenapa, Lavi?" Desha bertanya. Lavi meletakkan jari telunjuk di bibirnya. "Shuuush, Nanti kuceritakan,"
Dan kami pun menurut.
Sepulang sekolah, Lavi mengajak kami ke lapangan belakang sekolah. "Sebelumnya, aku minta maaf karena aku mengambil sedikit uang futsal kita," Lavi mengumumkan. "Hyaaaah!! Lavi korup!" Tapp mengernyit kesal. Lavi terkekeh.
"Untuk membeli ini," Lavi menunjukkan kepada kami dua tiket bertuliskan CIRQUE DU FREAK. Aku, Desha, Tapp, dan Johny bersorak heboh. "Woow! Dapet dari mana?" Desha kagum. "Tapi, kenapa cuma dua?" Tanya Johny.
"Maaf, tapi tiketnya laku keras. Waktu aku beli, sudah habis," Lavi tersenyum meminta maaf. "Eeh? Cuma dua?" Tapp kecewa. "Satu untuk Lavi. Dia kan yang beli. Lalu kita berempat undian saja," usulku kepada mereka semua.
"Aku sudah memikirkannya," Lavi menunjukkan kotak kecil berisi lembaran kertas. "Aku sudah memotong kertas-kertas ini seukuran dengan tiket. Aku akan mencampur tiketnya, lalu kalian yang beruntung akan mendapatkannya," Lavi memasukkan satu tiket ke dalam kertas warna-warni itu dan mengocoknya.
Kami berempat jadi sangat bersemangat. Lavi naik ke atas pohon dan bersiap-siap. "YAK… TIGA… DUA… SATUU!!!" Lavi menghamburkan kotak berisi kertas-kertas itu.
Kami panik dan berusaha meraih kertas manapun yang berada di sekitar kami. Warnanya hampir sama semua, tidak mungkin dibedakan.
Pejamkan matamu.
Eh? Aku merasakan seperti seseorang berbisik dalam kepalaku.
Pejamkan matamu dan biarkan takdir membimbingmu.
Aku memejamkan mata, menurut.
Sama seperti kupu-kupu.
Diam dan tenang.
Menghampiri bunga untuk menghisap madunya.
Biarkan takdir yang rumit seperti pola sayap kupu-kupu menuntunmu
Aku menarik nafas, merentangkan tangan seperti kupu-kupu merentangkan sayapnya.
Dan….
"NGGAK ADA DI MANA-MANA!!" Desha berteriak frustasi.
"Eh? Masa?" Lavi melompat turun dari pohon.
"Nggak ada, kok!" Johny ikut mencari.
"Eh, Allen, kamu pegang apa?" Tanya Tapp mendekatiku.
Aku membuka mata dan membuka tangan kananku. Well, hanya kertas berwarna.
Aku membuka tangan kiriku. Dan terperangah ketika melihat.....
CIRQUE DU FREAK tercetak besar-besar di kertas tersebut.
"WOOHOHOHOHOOOO!!!" Aku bersorak antusias. Teman-temanku mengerang kecewa. Lavi terbahak-bahak, menepuk punggungku.
"Cirque Du Freak!! Aku dataaang!!" Aku bersorak senang.
Ini adalah salah satu dari awal. Awal dari segalanya. Awal dari segala pola sayap kupu-kupu.
Namaku Allen Walker. Dan ini adalah kisahku.
TO BE CONTINUE
Yah. Chapter pembuka yang singkat!!! Entah dapet ide dari mana soal kupu-kupu itu. Fic ini bakal kubuat mirip ama novelnya, terdiri dari 3 season.
Read n Review, please!. Tambahan : Menurut kalian, siapa yang paling cocok jadi teman perjalanan Allen? Beri tiga jawaban, ya!
