::: Greatest Family :::

.

: ) Pair: ALL EXO couple. Kaisoo. Hunhan. Chanbaek. Sulay. Chenmin. Taoris.

: ) Disclaimer: fanfic ini milik author sedangkan 12 wolf tercinta milik Tuhan yang Maha Esa

: ) Rated: T

: ) Warning: GS, OOC, typo bertebaran, alur agak aneh, bahasa berantakan

: ) Genre: Romance, Family

.

Chapter 1

Siluet keemasan menembus kaca sebuah ruang rawat di salah satu rumah sakit ternama di Korea. Gorden yang menutup ranjang sang pasien tersibak begitu saja tatkala seorang yeoja menerobos masuk sambil menahan isakan tangisnya. Di belakangnya yeoja lain dengan setia mengikuti si yeoja yang sekarang mulai menangis sambil mengguncang-guncang sosok yang ada di ranjang.

"Eomma hiks... hiks... eomma bangun.. hiks..." yeoja bernama Do Kyungsoo itu terus mengguncang-guncang sosok eomma-nya yang terkulai tak bernyawa di ranjang.

"Andwae... Ini tidak mungkin!" Kyungsoo berlari menghampiri sang dokter yang berdiri di sisi ranjang dengan wajah pasrah. "Uisa, ini tidak benar kan?! Uisa berbohong kan?"

Sang dokter menghembuskan nafas pasrah sambil menggeleng perlahan membuat air mata Kyungsoo semakin menderas. "Andwaeee... hiks... hiks..."

"Kyungsoo-ah, tenanglah..." Byun Baekhyun, yeoja yang datang bersama Kyungsoo itu mencoba menenangkannya. Kedua tangannya terus mengelus punggung Kyungsoo mencoba memberi ketegaran dan kekuatan.

"Tapi Baek, eomma tidak mungkin... hiks... hiks..."

"Soo-ah, eommamu sudah tenang disana. Sudahlah jangan menangis lagi, ne." Baekhyun menghapus air mata Kyungsoo yang membanjiri pipi putihnya.

"Hiks... Hiks... Hiks..." Kyungsoo masih terus terisak sambil memandangi mayat eommanya yang terbujur kaku di ranjang. "Aku tidak punya siapa-siapa lagi Baekhyun-ah, lalu aku harus bagaimana? Hiks... eomma jangan pergi... kumohon... hiks..." Kyungsoo beralih pada sosok eomma dan mengguncangkannya kembali.

"Kyungsoo-ah, sudahlah..." Baekhyun meraih kedua tangan Kyungsoo, sehingga yeoja itu berhenti dengan masih terisak. Baekhyun memeluknya. "Gwaenchana Soo-ah.. Kau masih punya aku. Kau bisa tinggal di rumahku, ne."

"Aku tidak mau merepotkan keluargamu. Hiks..."

"Tidak ada yang kerepotan Kyungsoo-ah. Di rumahku masih banyak kamar yang kosong. Eomma juga pasti senang kau di rumah. Kita bisa masak bersama."

"Aniyo.." Kyungsoo menggeleng lemah. "Aku tidak ingin memasak. Aku hanya ingin eomma bangun," jawab Kyungsoo masih sambil terisak.

"Eomma hiks... hiks..." air mata Kyungsoo mengalir lagi. Kedua tangan mungilnya meraih tangan sang eomma dan menciumnya. "Kumohon hiks..." Kyungsoo masih terus memandangi sosok eommanya. Berharap sosok itu membuka matanya lagi. Tapi lama ia menunggu, harapannya sia-sai. Air matanya semakin deras.

.

oo0oo

.

Pemakaman berakhir pukul 4 sore. Satu demi satu orang yang berdatangan silih berganti mengucapkan turut berduka dan kemudian meninggalkan pemakaman. Hingga kini yang tersisa hanya Kyungsoo, Baekhyun, dan entah siapa orang asing yang ada di belakang mereka. Kyungsoo tidak peduli dan tidak mau tahu.

Kyungsoo masih terus memandangi foto eomma yang terletak di depan nisan. Dia berusaha tersenyum tipis dibalik tangisnya. Tangan kanannya mengelus pipi eomma di foto. "Gomawo eomma, atas semua cinta yang kau beri. Saranghae eomma," ucap Kyungsoo sambil menahan tangisnya yang hampir turun lagi untuk kesekian kalinya dalam hari ini.

"Kyungsoo, Do-ahjumma pasti bangga padamu," kata Baekhyun sambil tersenyum tipis ke arah Kyungsoo. "Dia memiliki anak yang kuat dan tegar."

Sebisa mungkin Kyungsoo tersenyum mendengar penuturan Baekhyun. "Baekhyun-ah, mian kalau seharian ini aku merepotkanmu terus."

"Ani..." Baekhyun menggeleng. "Aku sama sekali tidak kerepotan. Kita kan sudah berteman sejak kecil. Sudah jadi kewajibanku untuk selalu ada disisimu."

"Gomawo... Hiks..."

Baekhyun mengangguk. Dia melirik langit yang mulai mendung di atas sana. "Soo-ah sepertinya hujan akan turun. Ayo pulang. Tidurlah di rumahku."

Kyungsoo tersenyum kemudian mengangguk mengikuti Baekhyun yang kini bangkit berdiri. Baru beberapa langkah ia dikejutkan oleh orang asing yang sedari tadi berdiri di belakang mereka.

'Ternyata orang asing itu masih disini."

"Nugu-ya?" tanya Kyungsoo lirih.

Namja asing itu menurunkan kacamata hitamnya dan mengambil sebuah pena. "Anyeong Kyungsoo-shi, aku bekerja untuk Kim Sooman. Bisakah kita bicara sebentar?"

"Mwo?" mata Kyungsoo membulat seketika.

"Kau mengenalnya?" bisik Baekhyun.

Kyungsoo terdiam sebelum akhirnya menjawab dengan tegas. "Baekhyun-ah, kau pulanglah duluan. Aku tidak apa-apa."

"Benarkah? Tapi..."

Kyungsoo tersenyum. "Nanti aku akan menghubungimu."

"Baiklah."

.

oo0oo

.

Sekarang Kyungsoo dan namja asing itu berada di sebuah cafetaria di pusat kota Seoul. Namja yang diketahui sebagai manager Sooman bernama Jung yunho itu tampak menyesap kopinya dengan tenang. Sesekali dia melirik Kyungsoo yang pandangannya kosong dan matanya masih sembab. Sudah berulang kali Yunho menyuruhnya untuk meminum teh agar rileks dan segar kembali. Tapi selalu saja hanya diiyakan Kyungsoo tanpa diindahkan perkataan itu.

"Jadi ada perlu apa anda mencari saya?" tanya Kyungsoo kemudian.

Jung yunho tampak memainkan penanya sambil menerawang. "Nama saya Jung yunho. Panggil saja Manager Jung. Saya adalah manager SM Coorporation sekaligus asisten pribadi Tuan Kim."

"Anda sudah mengucapkannya berkali-kali, Manager Jung." Kyungsoo berucap tegas. Dia tidak punya banyak waktu untuk mengurusi hal-hal tidak penting. "Jadi katakan sekarang apa perlumu?"

Yunho menghembuskan nafas panjang. "Tuan Kim sudah mendengar berita tentang ini. Beliau sangat khawatir dengan keadaanmu Kyungsoo. Untuk itu beliau menyuruhmu pindah ke rumahnya agar kau tidak sendirian."

Kyungsoo menggeleng dengan tegas. "Maafkan aku Yunho-ssi, tapi aku tidak bisa melakukannya."

"Waeyo? Appamu sangat mengkhawatirkanmu."

"Aniyo!" Kyungsoo berkata dengan kasar. "Kuharap kau bisa mengerti posisiku."

"Tapi ini perintah appamu. Kau harus menuruti kehendaknya."

"Appaku?" Kyungsoo tersenyum miris. "Appa? Bagaimana aku bisa menyebutnya appa jika bahkan dia dan eomma tidak pernah menikah? Bagaimana aku bisa memanggilnya appa?"

Jung Yunho menggigit bibirnya, merasa telah melakukan kesalahan. Dia telah mengorek luka terdalam di hati seseorang.

"Aku hanyalah... anak yang tak diharapkan. Kau tahu Yunho-ssi? Kehadiranku di keluarga itu hanya akan menjadi bisul saja." Air mata Kyungsoo kembali menetes. Entah berapa banyak liter air mata yang ia buang percuma hari ini.

"Tapi beliau tetap appamu. Beliau tahu yang terbaik untukmu. Percayalah..." Jung yunho bangkit dari duduknya dan menepuk pelan pundak Kyungsoo. "Aku percaya padamu Kyungsoo-shi. Besok bawahanku akan datang menjemputmu. Kuharap kau sudah siap."

Yunho tersenyum tipis sebelum akhirnya mengucapkan sampai jumpa dan pergi meninggalkan Kyungsoo yang masih menangis.

.

oo0oo

.

Kyungsoo terdiam menatap koper-kopernya yang sudah dibawa masuk asisten Yunho ke dalam mobil. Setelah semuanya beres, Yunho mendatangi Kyungsoo yang masih merenung dengan pandangan kosong.

"Kyungsoo-shi ayo masuk."

Kyungsoo menghembuskan nafas pasrah. Dengan langkah berat ia memaksakan kakinya memasuki mobil Yunho. Sebelumnya dia sudah memberitahu Baekhyun perihal kepindahannya ini. Untungnya Baekhyun terus menyemangati. Kyungsoo tersenyum membaca pesan terakhir Baekhyun. Sahabatnya itu diterima di salah satu universitas kenamaan Seoul. Exostan University. Akh, senangnya. Andaikan dia juga bisa melanjutkan kuliah. Kyungsoo hanya bisa tersenyum miris.

Hanya memerlukan waktu sekitar 1 jam dari rumah lamanya untuk sampai ke sebuah kompleks perumahan elit selevel dengan Gangnam. Kyungsoo melebar matanya tatkala melihat barisan rumah yang dilaluinya bersama mobil Yunho. Rumah-rumah disini glamour dan mewah. Ckck.

Mobil putih Yunho berhenti di sebuah halaman depan rumah berliteratur modern-klasik dengan gerbang berbahan sejenis plat perak yang bisa terbuka otomatis ketika mobil akan masuk. Kyungsoo dibuat terkaget dengan ukuran rumah yang bisa dibilang tiga kalinya rumah mewah. Dan bahkan keramiknya terbuat dari porselen mungkin. Ini gila.

Ting... Tong...

Kyungsoo merasa jantungnya mulai berdegup kencang ketika mendengar bunyi dentingan bel itu. Dia merasa tak akan pernah berani memasuki rumah mewah ini. Dia tidak siap dengan kehidupan ini. Dia ingin lari tapi kakinya memusuhinya.

Pintu beraksen China itu dibuka, seorang maid dengan senyum merekah mempersilahkan Kyungsoo dan Yunho masuk.

"Mulai hari ini, ini rumahmu. Kamarmu ada di lantai atas. Oh, dan kau pasti ingin berkenalan dengan saudara-saudaramu kan?"

Kyungsoo melirik Yunho takut-takut. Ia sedikit tidak yakin dengan perkataan Yunho. Entah apa yang akan diterimanya dari saudara-saudaranya. Mungkin cacian, hinaan, atau bahkan bisa lebih dari ini.

"Siapa yang kau bawa Manager Jang?" tiba-tiba seorang yeoja dengan dandanan glamour muncul menghampiri Kyungsoo dan Yunho. Tatapan matanya angkuh dan tampak meremehkan. Senyumnya sinis ke arah Kyungsoo.

"Anyeong Nyonya Kim," Yunho menunduk memberi salam diikuti Kyungsoo. "Saya diutus oleh Tuan Kim untuk mengantar Do Kyungsoo kemari."

Yeoja berusia empat puluhan itu adalah Nyonya Kim yang bermarga asli China dengan nama Fei Lian. Nama Koreanya adalah Kim Min Ahn. Semenjak menjadi nyonya di keluarga ini, beliau menetapkan tinggal di Korea bersama sang suami dan ke-enam anaknya. Nyonya Kim memandangi Kyungsoo dari atas sampai bawah dengan pandangan melecehkan, membuat Kyungsoo hanya bisa menunduk. "Siapa yang menyuruhmu membawa manusia seperti ini ke dalam rumahku eoh?"

"Aku yang menyuruhnya," tiba-tiba namja parubaya yang memakai jas abu-abu dengan name tag Kim Sooman datang di tengah-tengah mereka. "Kyungsoo juga anakku. Dia berhak mendapatkan kebahagiaan seperti yang lainnya."

Kyungsoo hampir meneteskan air matanya tatkala mendengar penuturan Sooman. Sebisa mungkin ia berusaha agar air matanya tidak meleleh.

"Apa-apaan ini? Argh..." Minahn menghembuskan nafas berat merasa kalah. Kemudian dia berbalik dan melenggang pergi meninggalkan mereka semua di ruang tengah.

Sooman tersenyum tipis ke arah Kyungsoo yang kini menunduk. "Appa harap kau akan betah disini," kata Sooman sambil mengelus lembut rambut dark brown putrinya. Sooman beralih menatap Yunho. "Manager Jung, gomawo sudah mengantar Kyungsoo kesini. Sekarang kau bisa kembali ke perusahaan."

"Baiklah Tuan, permisi," Yunho menunduk kemudian berjalan keluar. Tinggalah Kyungsoo dan Sooman saja di ruang tengah rumah itu. Sooman kemudian berinisiatif memanggil anak-anaknya yang sekarang sedang berada di kamar. Sooman mengajak Kyungsoo ke lantai dua untuk menemui saudara-saudaranya.

Ketika kedua kaki Kyungsoo menapak di lantai dua, tampak seorang yeoja dengan rambut golden brunette sedang sibuk membaca sebuah majalah. Di sampingnya juga ada seorang yeoja dengan rambut hitam kecoklatan sibuk dengan cat kukunya.

"Luhan-ah..." panggil Sooman pada yeoja yang membaca majalah.

"Ne, appa..." jawab yeoja bernama Luhan. Dia menutup majalahnya dan menatap heran ke arah Kyungsoo. "Nugu-ya?"

"Ah... kenalkan ini Kyungsoo," kata Sooman pada putrinya.

Luhan tampak berpikir, kemudian tersenyum. "Jadi kau yang bernama Kyungsoo? Akh, senang bertemu denganmu, ne. Luhan imnida."

"Kyungsoo imnida."

"Soo-ah, Luhan ini anak kedua appa. Anak pertama appa namanya Kim Joonmyeon. Sekarang dia sedang pergi bulan madu bersama istrinya, Zhang Yixing. Mungkin mereka akan kembali ke Korea seminggu lagi," jelas Sooman.

"Kyungsoo?" tiba-tiba yeoja yang sibuk mengecat kuku tadi datang dan menatap Kyungsoo dengan penuh nanar. "Jadi kau Kyungsoo? Isshh... mengganggu saja!"

"Zitao-ya, jangan bicara seperti itu!" bentak Sooman marah pada anak bungsunya. "Kyungsoo itu eonie-mu. Bersikaplah sopan padanya."

"Andwae! Dia bukan eonie-ku." Zitao berlalu setelah mengucapkan kata-kata ketus itu.

"Hah... dia itu benar-benar..."

"Sudahlah ajusshi, aku tidak apa-apa..." Kyungsoo memaksakan senyum kecutnya.

"Jangan panggil aku ajusshi. Panggil aku appa. Mengerti?"

Kyungsoo hanya bisa mengangguk ragu mendengar ucapan tulus Sooman.

"Luhan-ah, dimana adik kembarmu?"

"Aku tidak tahu. Tadi mereka..." Baru ketika Luhan menoleh, kedua sosok menyebalkan yang dicarinya akhirnya kelihatan juga. "YA! DARIMANA SAJA KALIAN?!" jerit Luhan kesal menatap kedua adiknya yang baru muncul dari tangga dengan saling berkelahi.

"Isshh... Noona kau berisik sekali!" gerutu namja tinggi.

"Nugu-ya, appa?" tanya namja satunya yang berwajah kotak.

"Ini Kyungsoo... Mulai hari ini dia akan tinggal disini."

"Mwo? Dia ini Kyungsoo?" namja wajah kotak menatap Kyungsoo dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Kenapa kau kesini? Kau tidak punya rumah, eoh?" ejeknya.

"Benar issh.. mengganggu saja. Lebih baik kau pulang ke kampungmu sana."

Kyungsoo langsung menundukkan wajahnya begitu mendengar penuturan si namja tinggi dan namja kotak. Awalnya dia mengira kalau kedua namja itu baik karena muka mereka yang polos mirip anak-anak. Tapi ternyata semua orang disini sama saja. Segel luar itu menipu. Luhan adalah pengecualian di rumah ini.

"Jaga bicara kalian berdua, Chanyeol-ah, Jongdae-ah. Appa harap kalian bisa bersikap baik pada Kyungsoo. Dia juga adik kalian. Sama dengan Jongin dan Zitao. Jangan membeda-bedakan. Mulai sekarang kalian harus mengerti."

"Ne..." jawab keduanya malas.

"Luhan-ah tolong jaga sikap kedua adikmu ini. Appa percaya padamu."

Luhan tersenyum sumringah. "Ne, appa. Kalau mereka berani macam-macam pada Kyungie akan kupastikan mereka berdua tak akan selamat."

"Hah.. membosankan sekali... Manusia monyet lebih baik kita lanjutkan game kita tadi saja."

"Ah kau benar, ayo Jongdae-ah."

"Isshh... sudah berapa kali sih, kubilang padamu?! Panggil aku hyung!"

"Andwae!" Chanyeol memalingkan wajah kesal. "Kau hanya lebih tua 3 menit 3 detik, ne. Jangan seenaknya, kotak kardus. Isshh... rasanya aku ingin mengepakmu dan kuberikan pada pemulung."

"Mwo?! Kau yang jangan seenaknya monyet sialan! Ya! Mau kemana kau?! Jangan lari!" Jongdae berlari mengejar Chanyeol yang sudah kabur entah kemana.

Luhan menatap kedua adiknya dengan tampang cengo. Begitu pula Kyungsoo yang menatap anak kembar itu dengan ekspresi mata bulat andalannya. Luhan yang tersadar segera memecah keheningan dan tersenyum pada Kyungsoo seolah mengatakan. 'Jangan-pedulikan-mereka-karena-mereka-memang-gila.'

"Eonie, apa benar mereka itu kembar?"

"Ne, itu memang benar. Tapi mereka kembar non identik. Sehingga wajah mereka berbeda. Kau lihat kan mereka sangat berbeda? Hanya kulit mereka saja yang sama."

Kyungsoo mulai berpikir. "Benar katamu eonie, bulat dan kotak..." ucapnya tanpa sadar.

"Mwo?"

"Ah, ani! Hanya saja wajah Chanyeol-oppa bulat dan Jongdae-oppa kotak."

"Kau benar juga. Aku bahkan tidak menyadarinya," ucap Luhan sambil terkikik. "Kajja aku antar ke kamarmu Kyungie."

.

oo0oo

.

Kyungsoo terdiam di dalam kamarnya sambil memandangi foto eomma yag terbingkai indah. Untuk saat ini dia belum terbiasa dengan keadaan rumah keluarga Kim. Kyungsoo hampir saja menangis mengingat bagaimana tampang mengerikan saudara-saudaranya. Apalagi Nyonya Kim yang tampaknya sangat tidak menyukai kehadiran Kyungsoo disini. Entah apa yang akan terjadi selama ia disini nanti. Dia mungkin harus belajar menjadi yeoja yang kuat.

Kyungsoo meraba foto ditangannya. Dia mulai terisak. "Eomma hiks... hiks... eottokhae?"

Tok... Tok...

Kyungsoo tersentak mendengar suara pintu itu. Secepat kilat ia menghapus air matanya yang berlelehan di pipi. "Nugu?" jawabnya pelan sambil berjalan membuka pintu.

"Anyeong.."

"Ahh, eonie..." jawab Kyungsoo sambil menyusut air matanya lagi. Dia tidak mau kelihatan menyedihakan di hadapan Luhan.

"Wae?" Luhan tampak cemas melihat Kyungsoo yang matanya memerah. "Kyungsoo-ah, gwaenchana?"

"Ne, gwaenchana eonie..."

"Soo-ah jangan bersedih seperti ini. Ayolah... Kau belum makan kan? Kita makan dulu, ne."

"Geundae..."

"Sudahlah ayo." Luhan menggandeng tangan Kyungsoo menuju ruang makan. Kyungsoo hanya bisa menurut dengan perlakuan Luhan.

Ketika menuruni separuh tangga. Seorang namja berkulit tan tampak berjalan dari arah berlawanan. Kyungsoo mengernyit heran menatap namja itu. Melihat ekspresi Kyungsoo, Luhan segera membuka mulutnya. "Itu dongsaengku, Kim Jongin. Dia namja termuda di keluarga ini."

"Ya! Kau benar-benar tidak punya sopan-santun eoh?!" tiba-tiba Luhan berseru ke arah namja kulit tan yang bernama Kim Jongin itu.

Jongin menghentikan langkahnya. Lalu menatap Luhan dengan males. "Mwo-ya, eonie?"

"Isshh... Masuk seenaknya tanpa memberi salam. Kau pikir kau siapa?!" Luhan berkacak pinggang kesal. "Kau tidak lihat ada tamu disini?! Setidaknya beri salam padanya!"

Jongin mengangkat alis. Seketika pandangannya tertuju ke arah Kyungsoo. Lagi-lagi Kyungsoo menunduk. Sepertinya menunduk menjadi kebiasaan barunya di keluarga ini. sedikit-sedikit dia selalu menunduk. Entah apa yang ada di pikirannya sehingga yang terlintas hanya menunduk.

"Ini Do Kyungsoo, kau harus memberi salam padanya. Dia ini noona mu."

Jongin hanya diam saja tanpa merespon ucapan Luhan. Wajahnya sudah menunjukkan kemalasan tersendiri. Tanpa mengindahkan perintah Luhan tadi, Jongin membuang muka dan melangkahkan kakinya.

"YA!" Luhan berteriak. Tapi Jongin tetap melanjutkan langkahnya. "Benar-benar.. issh... dosa apa aku harus punya dongsaeng-dongsaeng menyebalkan seperti mereka semua?!"

"Kyungie, maafkan sikap mereka, ne. Mungkin mereka hanya belum mengenalmu. Cepat atau lambat kau pasti akan mengenal mereka."

"Ani, eonie. Aku yang harusnya minta maaf. Sepertinya aku sangat merepotkan disini."

"Aku senang punya dongsaeng sepertimu. Kau jangan berpikir begitu. Sudah, lebih baik kita makan dulu."

.

oo0oo

.

To Be Continued...

.

.

Bagaimana kisah selanjutnya Kyungsoo menjalani hidupnya di Greates Family 'KIM', keluarga terbesar Seoul? Dan bagaimana pula cerita cintanya dan seluruh saudaranya? Nantikan chapter selanjutnya... ^^

.

.

^^REVIEW^^